“Dan kembalilah kalian kepada Rabb kalian, dan berserahdirilah kepada-Nya (Al-Zumar: 54)
Pembahasan
Pertama: Definisi Inabah
Makna global inabah adalah kembali kepada Allah. Inabah hati artinya cinta kepada Allah, mengingat Allah, dan membesarkan Allah. Adapan anggota badannya menunjukan inabah hati nya yaitu selalu dalam ketaatan, ikhlas akan ibadah yang dilakukan dan mencontoh nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Makna terperinci dari Inabah, mengandung empat perkara:
Kecintaan kepada Allah
Tunduk dan merendah kepada Allah
Selalu menghadap menuju kepada Allah
Berpaling dari segala yang selain dari Allah.
Taubat termasuk salah satu bentuk dari Inabah, yaitu kembali kepada Allah. Akan tetapi inabah cakupannya lebih luas.
Kedua: Tafsir ayat surat Al-Zumar yang menunjukkan bahwa inabah adalah ibadah
Dalil inabah terdapat pada surat Al-Zumar ayat 4. “Dan kembalilah kepada Rabb kalian dan berserah dirilah kepada -Nya.”
Berislam atau berserah diri dengan segala bentuk keislaman. Terdapat dua bentuk dalam berislam, yaitu islam kauni dan islam syar’i. Islam kauni artinya ketundukan kepada setiap ketentuan Allah Subhanahu Wata’alla. Adapaun islam syar’i adalah ketundukan terhadap syariat Allah.
Ketika Allah memerintahkan untuk “Kembalillah kalian kepada Rabb kalian“, maka menunjukkan Allah cinta kepada hal tersebut. Sesuatu yang dicintai oleh Allah, maka itu adalah ibadah. Apabila sesuatu itu Ibadah, maka kaidahnya harus ikhlas hanya untuk Allah. Apabila menyerahkannya kepada selain Allah, maka kesyirikan.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
“Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku (saja)” (Al-Baqarah: 150)
Pembahasan
Pertama: Definisi Khasyyah
AL-Khasyyah sama dengan Al-Khauf yang artinya rasa takut akan tetapi perbedaannya Al-Khasyyah disertai dengan ilmu pengetahun terhadap siapa yang dia takuti. Permisalan dari Al-Khauf adalah apabila seseorang takut kepada seseorang akan tetapi dia belum melihat orang yang ditakuti tersebut, dia belum tahu apakah bisa mengalahkannya atau tidak. Sedangkan Al-Khasyyah apabila takut kepada seseorang dan dia tahu orang yang dia takuti tersebut bisa membahayakannya.
Sifat Al-Khasyyah disandarkan kepada ulama, sebagaimana ayat berikut:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (Fatir: 28)
Para ulama adalah orang-orang yang mengerti akan keagungan dan kebesaran Allah.
Sama halnya dengan Al-Khauf dalam Al-Khasyyah juga harus ada Raja (rasa harapan) sehingga tidak menjadi putus asa demikian juga sebaliknya Raja’ tanpa adanya Khasyyah akan menyebabkan merasa aman dari makar Allah.
Kedua: Tafsir ayat surat Al-Baqarah yang menunjukkan bahwa khasyyah adalah ibadah
Dalil Khasyyah adalah “Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku (saja)“.
Terdapat dua pendalilan:
Dilarang takut kepada mereka.
Diperintah takut kepada Allah semata.
Peintah untuk takut kepada Allah menunjukan bahwa khasyyah adalah sesuatu yang di ridhai Allah. Sesuatu yang di ridhai Allah adalah ibadah. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas untuk Allah semata. Sehingga Khasyyah kepada selain Allah, maka itu adalah kesyirikan.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas . Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Al-Anbiya: 90)
Pembahasan
Pertama: Definisi raghbah, rahbah, dan khusyuk
Ar-raghbah artinya mencari jalan untuk sampai kepada sesuatu yang dicintai. Definisinya hampir sama dengan Ar-raja’ yaitu semangat, ketamakan atau keinginan untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Persamaan keduanya adalah sama-sama harapan. Adapun perbedaaanya adalah, ar-raja berarti keinginan akan tetapi ar-raghbah berarti menempuh jalan untuk kesana.
Misalnya seseorang ingin masuk surga. Keinginan untuk masuk surga adalah raja. Kemudian untuk masuk surga, maka semangat beramal shaleh. Semangat beramal shaleh tersebut adalah raghbah. Bisa juga dikatakan hasil dari raja adalah raghbah atau keinginan untuk masuk surga menghasilkan semangat dalam mencari amal shaleh.
Ar-rahbah adalah rasa takut. Hampir sama dengan Al-Khauf. Akan tetapi Ar-Rahbah ada amalan untuk menghindari rasa takut.
Ibnul Qoyim berkata Ar-rahbah adalah memperhatikan dengan seksama bagaimana lari dari hal yang tidak baik. Sehingga tidak hanya takut tapi mencari jalan untuk lari darinya.
Khauf lawannya adalah Raja sedangkan Raghbah lawannya adalah Rahbah.
Al-Khusyuk adalah merendah kepada keagungan Allah. Khusyuk ada pada hati dan anggota badan. Khyusuk juga berarti menundukan kepada Allah, tenang, tumaninah. Asalnya khusyuk adalah dalam hati yang kemudian menghasilkan buahnya pada anggota badan.
Kedua: Tafsir ayat surat Al-Anbiya yang menunjukkan bahwa raghbah, rahbah, dan khusyuk adalah ibadah
Dalil raghbah, rahbah, dan khusyuk adalah firman (Allah) Ta’ala dalam surat Al-Anbiya ayat 90. Dalam surat Al-Anbiya disebutkan Nab-Nabi, kemudian ayat ini, “Sesungguhnya mereka (para nabi) bersegera dalam kebaikan”. Bersegera menunjukan kecintaan sehingga bersegera dalam kebaikan. Mereka beribadah kepada Kami dengan raghbah rasa harapan dan rahbah rasa takut. Rasa takut dan harapan ini disertai dengan amalan. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk.
Sehingga jelas sisi pendalilan bahwa mereka dipuji oleh Allah karena mereka beribadah dengan raghbah, rahbah, dan khusyuk. Sesuatu yang dipuji oleh Allah berarti sesuatu itu dicintai dan diridhai oleh Allah. Karena raghbah, rahbah, dan khusyuk dicintai dan diridhai oleh Allah, maka ketiganya adalah Ibadah. Kaidahnya dalam Ibadah harus ikhlash kepada Allah dan apabila dipalingkan untuk selain Allah maka hukumnya kesyirikan.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (Ath-Thalaq: 3)
Pembahasan
Pertama: Definisi Tawakkal
Tawakkal artinya ketulusan didalam menyerahkan diri dan bersandar kepada Allah serta menampakan kelemahannya.
Tawakkal adalah wasilah menuju Inaba (jenis ibadah yang akan dibahas selanjutnya).
Hakikat pada Tawakkal:
Bersandarnya hati hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala semata.
Mengambil sebab.
Tidak melihat kepada sebab setelah mendapatkan apa yang dicari.
Misalnya tawakkal orang yang sakit, maka pertama sandarkan sakitnya kepada Allah, berserah diri kepada Allah, tampakkan kelemahannya dan bersandar penuh kepada Allah.
Kedua, mengambil sebab dengan berobat ke dokter. Nabi memerintahkan untuk berobat, “Berobatlah hamba-hamba Allah“.
Dalam hadits Umar bin Khatab Radhyiallahu Anhu, Nabi Shallallahu Wasallam bersabda, “Andaikata kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka kalian akan diberi rezeki seperti burung diberi rezeki. Pergi diwaktu pagi dalam perut kosong dan kembali diwaktu sore dalam keadaan sudah penuh“. Burung diberi rezeki dengan tidak diam di sarangnya, akan tetapi burung keluar mencari rezeki. Dengan keluar dari sangkarnya, maka burung telah mengambil sebab. Burung tidak mempunyai gudang makanan disarangnya tapi bertawakal dengan upayanya.
Nabi Nuh Alaihi Salam ketika akan diselamatkan bersama kaumnya disuruh mengambil sebab dengan membuat perahu agar selamat. Allah maha mampu menyelamatkan tanpa ada perahu, tidak ada kesulitan bagi Allah. Akan tetapi sudah digariskan dalam kehidupan harus mengambil sebab.
Mariam Alaihi Salam ketika akan melahirkan, disuruh melahirkan dibawah pohon kurma. Diperintah untuk menggerakan dari ranting atau dahan pohon kurma agar berjatuhan kurma-kurma basah. Padahal pohon kurma apabila dipukul keraspun tidak jatuh buahnya kebawah. Akan tetapi Allah menyuruh untuk mengambil sebab agar buahnya jatuh.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berperang dengan baju besi, masuk ke Mekkah memakai topi besai. Semuanya ini adalah mengambil sebab.
Ketiga, apabila telah sembuh dengan berobat, maka jangan dibilang bahwa kesembuhannya dikarenakan obat nya. Akan tetapi disandarkan semata kepada Allah Ta’ala, anugerah dari Allah. Dia lah yang memberikan kesembuhan.
Kedua: Bentuk-bentuk Tawakkal
Syeikh Al-Utsaimin Rahimahullah Ta’ala menyebutkan empat bentuk tawakkal:
Bersandar kepada Allah, ini yang telah dibahas diatas
Tawakkalu Sirr, yaitu bersandar kepada orang yang sudah mati dalam mendatangkan manfaat atau menolak bahaya. Ini termasuk dalam syirik akbar.
Tawakkal kepada orang lain yang bisa dilakukan oleh orang tersebut akan tetapi dia merasa tingginya derajat orang tersebut dan rendahnya derajat dia. Ini termasuk syirik asghar dikarenakan kuatnya ketergantungan hati dan bersndar kepada orang. Misalkan ada orang yang bersandar dalam rezekinya kepada seseorang. Dia melihat orang tersebut punya kedudukan yang tinggi dan tanpa orang ini, dia tidak bisa seperti itu. Maka ini adalah bentuk syirik asghar, karena dia sangat kuat bergantung kepada orang tersebut. Adapun menjadikan orang tersebut hanya sebagai sebab saja dengan tetapi bersandar kepada Allah Ta’ala, maka tidak mengapa. Dilihat dari kekuatan bersandarnya hati kepada seseorang agar tidak berlebihan.
Taukil yaitu diwakilkan kepada orang lain apa yang dikerjakan. Misalnya mewakilkan kepada orang lain dalam pekerjannya. Hal ini tidak ada masalah.
Ketiga: Tafsir dua ayat yang berisi dalil bahwa tawakkal adalah ibadah
(tidak ada penjelasannya)
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
“Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah berbuat kesyirikan dengan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya“ (Al-Kahf: 110)
Pembahasan
Pertama: Definisi Raja’
Raja’ (pengharapan) merupakan ibadah hati. Raja’ artinya seseorang menghendaki untuk meraih sesuatu yang diharapkan. Dalam raja’ terkandung penghinaan diri dan ketundukan.
Kedua: Bentuk-bentuk raja’
Raja’ terbagi tiga jenis dimana dua terpuji dan satu tercela:
Dua Raja’ yang terpuji.
Seorang yang beramal dengan ketaatan sesuai dengan petunjuk dari Allah, dia mengharapkan pahala dari Allah.
Seorang yang berbuat dosa kemudian bertobat dari dosanya, dia mengharapkan pengampunan dan maaf dari Allah.
Adapun raja’ yang tidak terpuji adalah seorang yang terus menerus dalam kelalaian dan dosa, dia mengharap rahmat Allah tanpa beramal. Ini namanya tertipu atau berangan-angan.
Tiga pokok ibadah hati: khauf, raja’, dan mahabah. Ulama mengatakan ketiga ini sebagai yang menggerakan hati kepada Allah. Rasa cintanya membuat seseroang mempunyai arah. Rasa berharapnya yang membahwa seseorang berjalan kedepan. Adapun rasa takutnya adalah yang menghardik seseorang dari belakang.
Sebab munculnya raja’ pada seorang hamba:
Banyak berdizkir mengingat Allah yang dicintai.
Banyak memperhatikan nikmat dan karunia dari Allah.
Pengetahuan tentang nama-nama dan sifat Allah.
Ibnu qoyim berkata, “Kekuatan raja’ itu sesuai dengan kadar pengetahuan dia terhadap Allah, terhadap nama-nama dan sifat-Nya.”
Ketiga: Tafsir ayat yang menunjukkan bahwa raja’ adalah ibadah
Dalil raja’ adalah firman Allah Ta’ala: “Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah berbuat kesyirikan dengan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya” (Al-Kahf: 110).
Barangsiapa yang mengharap, ini adalah raja’.
Pendalilan raja’ adalah ibadah adalah karena Allah Ta’ala memuji orang yang raja’. Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan akan syarat raja’ yang benar. Sehingga raja’ ini dicintai Allah Ta’ala.
Orang beriman memiliki Raja’, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Adapun orang kafir, tidak memilki raja’, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Semua orang bisa mempunyai harapan, tidak boleh berputus asa.
Pengertian Liqo Ar Rabbihi ada dua penafsiran:
Bermakna melihat Allah Ta’ala. Ini adalah suatu nikmat yang paling besar di hari kiamat.
Bermakna berjumpa menghadap Allah Ta’ala. Ini juga bermakna bergembira.
Apabila ingin dapat keutamaan berjumpa dengan Allah Ta’ala, maka ada dua syaratnya:
Beramal shalih.
Tidak berbuat kesyirikan.
Syarat suatu amalan dikatakan shalih:
Amalannya Ikhlas karena Allah
Amalannya sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wasalaam.
Amalannya bersih dari kesyirikan.
Akibat dari amalan yang tidak shalih, Allah ta’ala berfirman:
“janganlah berbuat kesyirikan dengan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya”.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
“Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman” (Ali ‘Imran: 175)
Pembahasan
Khauf artinya rasa takut merupakan ibadah hati. Khauf merupakan salah satu dari inti ibadah.
Pertama: Definisi Khauf
Khauf adalah kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak disenangi dan dikhawatirkan terjadi di masa yang akan datang. Misalnya seseorang takut kehabisan makanan dalam satu bulan kedepan.
Perbedaan antara Al-Wajan dan Al-Khauf:
Al-Wajan, kekhwatiran dimasa yang sekarang. Misalnya seseorang melihat binatang buas sehingga takut pada saat itu (masa sekarang).
Al-Khauf, kekhawatiran dimasa yang akan datang.
Kedua: Tafsir Ayat yang Menunjukkan Bahwa Khauf Adalah Ibadah
Dalil bahwa khauf adalah ibadah “Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman” (Ali ‘Imran: 175). Maksudnya janganlah takut kepada kaum Musyrikin, tapi takut lah kepada Ku. Pembahasan ini terkait dengan peristiwa perang Ahzab, yang dijelaskan dalam surat Ali ‘Imran.
Sehingga Khauf adalah ibadah yang dirinci dalam 3 sisi:
Dilarang untuk takut kepada kaum Musyrikin karena takut hanyalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Diperintah takut kepada Allah. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu Allah cintai. Maka rasa takut dicintai oleh Allah. Sehingga rasa takut adalah ibadah.
Rasa takut diakhir ayat dijadikan syarat keimanan. Sehingga ini juga menunjukan bahwa khauf adalah ibadah.
Khauf adalah ibadah yang sangat besar yang menjadi sebab kebaikan hati. Pokok penghambaan yang harus selalu ada dihati hamba ada 3 yaitu: rasa takut, berharap dan rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Didalam Al-Qur’an disebutkan para Nabi takut kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman,
Dikatakan kepada Nabi Nuh:
Dikatakan kepada Nabi Muhammad:
Tidak boleh rasa takut hilang dari seorang hamba karena akan merusak hati tersebut. Sulaiman Ad-Darani Rahimahullah berkata, “Tidaklah hati itu berpisah dari rasa takut, kecuali dihatinya akan menjadi rusak”.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan khauf:
Penafsiran takut pada kedudukan Rabb:
Bermakna keagunagan dan kebesaran Allah. Hal ini apabila kita mengetahui keagungan dan kebesaran Allah Subhahanhu Wa Ta’ala
Bermakna takut ketiga berdiri didepan Allah ketika mempertanggungjawabkan amalannya. Sehingga selalu mempersiapkan amalan dan memperbaiki ketaatannya.
Rasa takut ini tidak berdiri sendiri, tapi harus disertai dengan rasa harapan dan rasa cintai. Ketiganya tidak boleh dipisahkan. Sebagaian ulama mengibaratkan ketiga hal ini bagaikan burung dimana rasa cinta adalah badan burung. Adapun rasa takut dan rasa harapan adalah dua sayap burung. Ketiganya harus lengkap, apabila kekurangan salah satu maka tidak akan seimbang dan akan menjadi tersesat.
Sebagian as-salaf berkata, “Siapa yang beribadah kepada Allah hanya sekedar cinta saja, maka dia adalah zindiq. Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa takut saja, maka dia adalah khawarij. Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa harapan saja, maka di adalah murji’ah”.
Sehingga ketiga rasa ini harus dikumpulkan sekaligus, sebagaimana Allah berfirman:
Mereka ini adalah orang yang beribadah dengan cara mencari segala wasilah yang paling dekat, yaitu rasa cinta. Mereka punya harapan terhadap rahmat Allah dan mereka takut kepada adzab-Nya.
Rasa takut yang benar adalah rasa takut yang menyebabkan adanya harapan. Sehingga bukan rasa takut yang menyebabkan putus asa menjadi sulit beribadah. Demikian pula, rasa harapan yang benar adalah harapan yang menyebabkan rasa takut.
Ketiga: Bentuk Khauf
Ada empat jenis rasa takut:
Rasa takut ibadah. Ini adalah pembahasan dalam bab ini. Dengan rasa takut kepada Allah, maka beribadah. Apabila rasa takut ibadah ini dipalingkan kepada selain Allah, maka termasuk syirik akbar.
Khauf Sirr, rasa takut kepada sesuatu yang rahasia. Misalnya takut apabila tidak berjiarah ke kuburan wali, maka akan tidak berhasil usahanya atau tertimpa musibah. Ini termasuk syirik akbar.
Khauf yang meninggalkan kewajiban karena takut pada sebagian manusia. Ini hukumnya adalah haram, syirik kecil. Bentuk kesyirikan yang menghilangkan kesempurnaan tauhid.
Kaufu Thabi’i, rasa takut yang merupakan tabiat manusia. Misalnya takut memasukan tangan kedalam api, karena takut terbakar api, takut melihat binatang buas. Hal ini tidak ada masalah.
Nabi Musa Alaihi Salam dalam keadaan takut ketika keluar dari Mesir, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Penulis telah menyebutkan bahwa jenis-jenis ibadah yang diperintah Allah adalah Islam, Iman dan Ihsan, yang merupakan pokok dalam ibadah. Secara terinci mengenai pokok Ibadah ini akan dijelaskan di landasan kedua.
Kemudian penulis menyebutkan 14 jenis-jenis ibadah lainnya: berdo’a, takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan dikala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya dari jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan.
Penulis akan menyebutkan dalil dari ibadah tersebut satu persatu.
Terjemahan Kitab
Dalam hadits disebutkan,
“Doa adalah inti ibadah” (HR. Tirmidzi nomo 3371)
Dalilnya bahwa do’a itu ibadah adalah firman Allah ta’ala
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).
Pembahasan
Dalil dari Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina“.
Pertama: Definisi Doa
Doa mempunyai makna umum dan khusus. Makna doa secara umum artinya menjalankan perintah syariat disertai dengan kecintaan dan meyerahkan diri. Makna ini sama dengan makna ibadah. Adapun makna doa secara khusus adalah seorang hamba meminta kepada Rabb-nya untuk mendapatkan yang bermanfaat baginya dan terus menerus bersamanya serta menolak apa yang membahayakannya dan mengangkat bahaya tersebut.
Kedua: Doa ada dua jenis: doa ibadah dan doa permohonan.
Doa ada dua jenis:
Doa Ibadah, artinya sama dengan definisi Ibadah
Doa Permohonan artinya memohon kepada Allah untuk meraih yang diinginkan, mendapatkan mafaatnya dan terus menerus bersamanya atau menolak bahaya dan mengangkatnya.
Ketiga: Penjelasan hadits dan tafsir ayat yang keduanya mengandung dalil bahwa doa adalah ibadah, sedangkan memalingkan doa kepada selain Allah adalah kesyirikan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Doa itu adalah inti ibadah“. Inti maksudnya yang paling pokok. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Anas bin Malik. Dalam sanadnya ada rawi Abdullahi Ibnu Laihah, ini adalah hadits yang lemah.
Lafadz yang shahih adalah dari Nu’man bin Basyir dalam riwayat Abu Daud, yaitu
Semua doa adalah milik Allah sehingga tidak boleh diserahkan kepada selain Allah. Berdoa kepada selain Allah, maka hukum nya musyrik, kafir.
Dalil dari Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina“.
Dalam ayat ini terdapat perintah untuk berdoa. Perintah dari Allah artinya Allah mencintai dan meridhainya. Sehingga doa adalah ibadah karena merupakan perintah Allah. Apabila kita memahami bahwa doa itu ibadah, maka kaidahnya ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Apabila dipalingkan kepada selain Allah walau pun sedikit, maka itu adalah kesyirikan.
Mintalah dari hajat dan keperluan kalian, Allah akan perkenankan (kabulkan) permohonan kalian. “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku”, disini disebutkan bahwa doa adalah ibadah sebagaimana diawal disebutkan doa.
“Mereka akan masuk dalam neraka jahanam dalam keadaan hina“, siksaan neraka dan kehinaan.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan contohnya adalah Islam, Iman, Ihsan. Diantaranya juga berdo’a, takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan dikala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya dari jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan. Semua ibadah itu hanya diperuntukkan bagi Allah semata. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al Jin: 18)
Siapa saja yang memalingkan sesuatu dari jenis ibadah tersebut kepada selain Allah, maka ia telah menduakan Allah dan ingkar kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Pembahasan
Pertama: Definisi Ibadah
Ibadah dari kata At-Tadalul, merendahkan diri atau penghinaan diri. Secara istilah ibadah adalah menjalankan perintah syariat dengan kecintaan dan ketundukan diri.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendefinisikan ibadah adalah nama yang universal (cakupan yang luas), yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kedua: Jenis-jenis Ibadah
Pokok ibadah ada tiga, yaitu: Islam, Iman, dan Ihsan. Kemudian bercabang menjadi ibadah yang lain, di antaranya: takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan di kala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya.
Ibadah adalah sesuatu yang Allah perintah, cintai, dan ridhoi. Sehingga cakupan ibadah sangat luas dan banyak. Terdapat ibadah dengan hati, lisan, dan badan serta terkait ketiganya.
Ketiga: Kewajiban mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah
Apabila sesuatu dikatakan ibadah maka semuanya harus kepada Allah. Tidak boleh beribadah kepada selain Allah.
Keempat: Tafsir ayat surah Al-Jinn
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah“. (QS. Al Jin: 18)
Lihat penjelasan ayat pada surat Al-Jinn pada pembahasan sebelumnya.
Dua pengertian masajid yaitu tempat-tempat ibadah (mesjid) atau anggota badan (untuk sujud) yang dipakai beribadah. Sehingga tidak boleh digunakan untuk beribadah kepada selain Allah.
Kelima: Kaidah agung tentang diapa saja yang memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah
Kaidah ini penting dalam tauhid yang membedakan seseorang mengenal tauhid atau tidak. Kaidahnya yaitu: barang siapa yang memalingkan sesuatu dari ibadah kepada selain Allah walaupun sedikit, maka hukumnya musyrik, kafir, dan keluar dari Islam.
Keenam: Tafsir ayatsurah Al-Mu’minun
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Maksud dari “perhitungan di sisi Rabbnya” adalah menandakan perkara ini sesuatu yang besar sekali. Ancamannya tidak disebutkan menandakan besarnya ancaman tersebut. Yang berbuat kesyirikan tidak akan beruntung di dunia dan di akhirat. Penulis menyebutkan orang tersebut sebagai kafir, keluar dari Islam.
Ayat ini dalil yang sangat jelas menunjukkan kafirnya siapa yang beribadah kepada sesembahan lain bersama Allah. Apakah yang diibadahi itu malaikat, nabi, kuburan dan lainnya.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Jika engkau ditanya: “Siapa Rabbmu?” Maka jawablah: “Rabbku adalah Allah, yang telah mengurus aku dan seluruh alam ini dengan nikmatNya. Dialah sesembahanku yang tidak ada sesembahan bagiku selain Dia”. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
“Segala pujian hanya milik Allah Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 2)
Semua yang selain Allah adalah alam, dan aku adalah satu dari bagian alam tersebut.
Dan jika engkau ditanya: “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu ? Maka katakanlah: “Aku mengenal Rabbku dengan ayat-ayatNya dan makhluq-makhluqNya. Diantara ayat-ayatNya adalah adanya malam dan siang, matahari dan bulan. Diantara makhluq- makhluqNya adalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh dan apa saja yang ada diantara keduannya dan ada di dalamnya. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” (QS. Fushilat: 37)
“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah bahwa menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al A’raf: 54)
Makna Rabb adalah Dzat yang diibadahi. Dalinya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah- buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah: 21-22).
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: “Yang menciptakan segala sesuatu maka Dilah yang berhak untuk diibadahi”
Pembahasan:
Pertama: Penjelasan, “Siapakah Rabbmu?”
Secara umum mengenai mengenal Allah, terdapat dua tingkatan:
Pertama, tingkatan mengenal Allah sebagai Rabb yang diibadahi. Manusia berserikat dalam tingkatan ini.
Kedua, tingkatan mengenal Allah yang menyebabkan dia merasa dekat, cinta, rindu berjumpa dengan-Nya. Tingkatan ini adalah untuk kaum mukminin.
Terdapat pokok-pokok wajib mengenal Allah Ta’la. Adapun kesempurnaan dalam mengenal Allah, maka manusia berjenjang tingkatannya. Hal ini tergantung ilmu yang didapatinya.
Penulis hanya menjelaskan kadar wajib tentang mengenal Allah. Maka jawaban pertanyaan Siapa Rabbmu? adalah Rabbku adalah Allah. Yang mentarbiah ku, dan mentarbiah seluruh alam semesta dengan segala nikmatnya. Dan dialah sembahanku, tidak ada sembahan bagiku kecuali Dia.
Makna Ar-Rabb: Al-Malik maha berkuasa, Al-Khaliq maha mencipta, Al-Mudabir maha mengatur segala perkara, Al-Murabbi maha memelihara dan memenuhi segala keperluan makhluk. Namun dalam penggunaan bisa bermakna Al-Ma’bud (yang diibadahi).
Rabb artinya yang mentarbiah (memelihara atau menjaga). Rabb juga ditafsirkan sebagai yang diibadahi. Ar-Rabb adalah yang berhak untuk diibadahi.
Makna Tabiyah (memelihara) Allah ada yang khusus dan umum. Makna tarbiyah umum mencakup seluruh manusia, jin, muslim, kafir. Adapun tarbiyah khusus adalah hanya untuk orang-orang yang beriman.
Penulis memaknai Ar-Rabb sebagai yang mencipta dan yang diibadahi. Ini adalah inti keislaman tidak sekedar mengakui Allah sebagai maha pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan mematika, tapi mengakui bahwa hanya Allah yang diibadahi.
Kedua: Pokok-pokok wajib dalam mengenal Allah
Pokok wajib mengenal Allah ada empat, yaitu:
Mengenal adanya Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Maha Ada.
Mengenal Rububiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu: Dialah Allah yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan seterusnya.
Mengenal Uluhiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi.
Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah memiliki nama yang maha indah dan sifat yang maha tinggi dan maha agung.
Apabila kita sudah mengetahui 4 pokok wajib mengenal Allah, maka terangkat kewajibannya. Hal ini menjadi modal besar untuk masuk surga walaupun disiksa dalam neraka, tapi hanya sampai kadar dosanya, dan akan dimasukan ke dalam surga.
Adapun mengenal Allah lebih dari empat pokok wajib di atas, maka manusia berjenjang dalam ilmu dan pengetahuan.
Dalam mengenal adanya Allah, manusia berserikat. Hal ini tidak diingkari oleh Iblis, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nashrani. Dalam mengenal Rububiyyah Allah, kaum musyrikin mengakui tapi mereka menyimpang pada masalah Uluhiyyah.
Dalam kurikulum Mafatihul Ilm, pada tema 10 kitab yang menyelamatkan dari api neraka, sudah mencakup empat kewajiban mengenal Allah. Pembahasan tauhid Uluhiyyah sudah dibahas pada kitab sebelumnya terutama ada di Kitab Tauhid. Pembahasan tauhid asma wasifat akan dijelaskan pada kitab aqidah wasitiyah.
Dengan demikian akan meneguhkan keimanan kita di dunia dan di akhirat termasuk di alam kubur, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Ucanpan yang teguh adalah tauhid.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Ketiga: Tafsir ayat surah Al-Fatihah
Dalil dalam mendeifinisikan siapa Rabbmu, adalah:
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Al-Fatihah: 2)
Alhamdu, artinya pujian terhadap Al-Mahmud (yang disanjung) tapi disertai dengan Al-Mahabbah Wa Takdim (kecintaan dan pengagungan). Alif Lam pada kata ini artinya mencakup segala jenis pujian.
Berbeda dengan pujian yang tanpa kecintaan dan pengagungan. Misalnya dikatakan, singa itu pemberani. Maka ini juga pujian dalam bahasa Indonesia akan tetapi dalam bahasa Arab tidak dikatakan hamdu, melainkan tsana. Karena singa berani atau tidak memang pemberani.
Lillahi, disertai dengan nama Allah. Segala jenis hamd adalah milik Allah dan Allah lah yang berhak terhadapnya.
Rabb Al-Alamin, Rabb semesta alam.
Penulis mengatakan segala selain Allah disebut alam. Maksudnya Alam secara bahasa cakupannya pada sebuah jenis, seperti alam manusia, alam jin, alam hewan. Adapun surga, neraka, kursi tidak masuk dalam alam.
Makhluk ada dua jenis: yang memiliki jenis yang sama yang disebut alam. Makhluk yang tidak ada semisal dengannya seperti surga, neraka, kursi, maka ini tidak disebut alam.
Dipuji Allah yang diibadahi bahwa dia adalah Rabbul Alamain. Rabb adalah yang menciptakan dan yang diibadahi
Keempat: Penjelasan “dengan apa engkau mengenal Rabbmu?”
Dengan apa mengenal Allah?, Maka katakanlah saya mengenalnya dengan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.
Ayat terbagi menjadi dua: Kauniyah dan Syariyyah. Ayat kauniyah terkait dengan penciptaan yang terlihat di alam seperti langit, bumi, bintang, matahari, bulan, pohon, lautan. Adapun ayat Syariyyah kita mengenal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan tuntunan dalam agama.
Firman Allah Ta’ala:
Pencipta langit hanya Allah. Apabila ada pencipta lain selain Allah maka akan rusak binasa. Hal ini karena setiap yang berkuasa tidak mau diatas yang lainnya. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Kisah Nabi Ibrahmim dalam mencari yang diibadahi:
Kisah ini menunjukan bahwa dari ayat-ayat kauniyyah, seseorang bisa mengenal Allah. Akan tetapi harus ada bimbingan dari ayat-ayat syariyyah karena hidayah itu ada ditangan Allah.
Kelima: Maksud ayat-ayat dan makhluk-makhluk
Penulis menyebutkan malam, siang, matahari dan bulan sebagai ayat-ayat Allah. Adapun langit, bumi, dan seluruh yang ada pada langit dan bumi serta diantara keduanya sebagai makhluk Allah.
Perbedaan ayat-ayat dan makhluk-makhluk?
Dalam bahasa Arab, ayat-ayat bermakna alamat (tanda) dimana terus berputar dan tampak dengan jelas. Sehingga siang dan malam disebut ayat-ayat karena silih berganti, begitu pula matahari dan bulan.
Adapun Makhluq berasal dari kata Al-Makhluqat, yang berarti sesuatu yang sudah ditetapkan, tidak berubah. Sehingga langit dan bumi termasuk makhluk karena sudah ditetapkan tidak berubah.
Seseorang mengenal Rabbnya dengan ayat-ayat dan makhluk-makhluk-Nya.
Langit dan bumi ada 7 lapisan sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
Dan hadist yang dibaca ketika masuk sebuah negeri:
Keenam: Tafsir ayah surah Fushshilat
Dalilnya mengenai ayat-ayat Allah dalam Surat Fushilat Ayat 37. Dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan keesaan, kekuasaan, dan rahmat Allah ada malam yang gelap untuk beristirahat, siang yang terang untuk beraktivitas, dan bulan.
“Maka jangan sujud kepada matahari dan bulan“. Hal ini menunjukkan di masa Nabi ada kaum yang beribadah kepada Matahari dan Bulan. Sujud kepada matahari dan bulan terlarang karena keduanya adalah ayat-ayat Allah.
Seharusnya, “Bersujudlah kepada Allah saja yang menciptakannya“. Ini menunjukkan pengakuan terhadap rububiyyah mengharuskan pengakuan kepada ululhiyyah. Apabila mengakui bahwa Allah yang menciptakan semuanya (malam, siang, matahari, bulan) maka seharusnya beribadah kepada Allah saja yang menciptakannya.
Ketujuh: Tafsir ayah surah Al-A’raf
Dalil mengenai makhluk-makhluk Allah dalam surat Al-A’raf ayat 54, yang menjelaskan bahwa langit yang tujuh dan bumi yang tujuh adalah makhluk-makhluk Allah. Hal ini menunjukkan adanya Allah, keesaan Allah dan Dia-lah satu-satunya yang berhak diibadahi.
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari“. Kita tidak tahu mengenai hari disini tapi dijelaskan sebagai 6 hari.
“Kemudian Allah beristiwa di atas Arsy-Nya“. Istiwa adalah sifat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Diterjemahkan sebagai bersemayam adalah keliru karena ada makna duduk. Adapun istiwa ditafsirkan dengan empat penafsiran:
Al-‘Ulu, bermakna ketinggian.
Al-Irtifa, artinya yang diatas (tinggi atau terangkat).
As-Saud, artinya paling atas.
Al-Istikrar, bermakna yang tetap (tidak berubah).
Tidak bisa dikatakan Allah duduk atau tidak duduk karena kita tidak tahu dan tidak ada dalilnya.
Al-Arsy secara bahasa adalah Sarirur Malik, keranjang atau tempat duduk raja. Al-Arsy adalah makhluk Allah yang paling agung dan besar. Dalam Al-Qur’an disebutkan Al-Arsy sangat besar, sangat luas. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menggambarkan besarnya Arsy, yaitu surga yang luas atapnya adalah Arsy. Juga dalam hadits disebutkan Al-Arsy memiliki tiang-tiang dimana pada hari kiamat disandang oleh 8 malaikat dan pada saat ini disandang oleh 4 malaikat. Disebutkan sifat malaikat penyandang Arsy yaitu jarak antara telinga dan bahunya ditempuh dengan jarak 500 tahun.
“Dia menutup malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat“, maksudnya ketika siang datang maka hilang malamnya begitu juga sebaliknya.
“Matahari dan bulan serta bintang-bintang ditundukan dengan perintah-Nya“.
“Ketahuilah milik Allah penciptaan dan perintah“. Disini dibedakan antara penciptaan makhluk dan perintah. Ini adalah bantahan dari kelompk Jahmiyyah yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk karena Allah membedakan penciptaan makhluk dan perintah. Al-Qur’an adalah berisi perintah Allah, bukan makhluk.
“Mahasuci Allah Rabb semesta alam“.
Kedelapan: Pengakuan bahwa Allah adalah Rabb mengharuskan pengakuan bahwa Allah adalah Yang diibadahi lagi disembah
Ini adalah kaidah penting dalam tauhid. Ar-Rabb, dialah yang berhak unntuk diibadahi.
Sebagaimana dalam beberapa firman Allah Ta’ala berikut:
Tidak ada dari ahlul kitab yang menyakini ada pencipta dan pemberi rejeki selain Allah. Akan tetapi mereka beribadah kepada selain Allah.
Kesembilan: Tafsir ayah surah Al-Baqarah dan penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat.
Dalilnya dalam surat Al-Baqarah ayat 21 dan 22.
“Wahai sekalian manusia, beribadah kepada Rabb kalian”. Ini adalah perintah beribadah kepada Allah. “Yang menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”.
Ayat ini adalah perintah yang paling pertama dalam Al-Qur’an. Yaitu perintah untuk beribadah. Tauhid adalah awal perintah dalam Al-Qur’an.
Dan kelanjutan ayat, “Janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah“. Ini adalah awal larangan dalam Al-Qur’an, yaitu larangan dari berbuat kesyirikan.
Diawal surat Al-Baqarah terdapat penjelasan tiga golongan manusia:
Ayat 1 – 5, penjelasan sifat kaum mukminin.
Ayat 6 -7, penjelasan sifat orang-orang kafir.
Ayat 8 -20, penjelasan sifat kaum munafikin.
Yang paling banyak penjelasan adalah kaum munafikin karena samar, tidak jelas bisa kemana-mana dan tidak tetap.
Rabb, “Yang telah menjadikan untuk kalian bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air Dia mengeluarkan segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian.“.
Hujan berasal dari awan. Pengertian sama’ dalam bahasa Arab selain langit juga berarti di atasnya. Sehingga tidak bertentangan dengan bahwa hujan berasal dari awan.
Kemudian banyak buah-buahan yang keluar, sebagai rezeki.
Sehingga pengakuan rububiyyah Allah, yaitu: Allah yang mencipta, menjadikan bumi hamparan, langit sebagai atap, menurunkan hujan, mengeluarkan berbagai rezeki, maka seharusnya tidak boleh mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibnu Katsir Rahimahullah Ta’ala berkata, “Yang menciptakan segala sesuatu, Dialah yang berhak untuk diibadahi.”
Penutup
Penulis menerangkan mengenai hal penting sebagai berikut:
Menjelaskan siapa Rabb
Dengan apa mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Yang dikatakan Rabb, maka Dia-lah yang diibadahi.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan tujuan untuk mengenal Allah.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Ini adalah inti pembahasan mengenai tiga landasan utama.
Penulis membawakan bab ini dengan metode tanya-jawab. Apabila ditanyakan, maka jawabannya begini. Hal ini dikarenakan tiga hal:
Kitab ini berkaitan dengan pembahasan menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.
Terdapat dua metode dalam mempelajari ilmu, yaitu dengan penyampain dan tanya-jawab.
Terkait dengan hadits Jibril yang datang kepada Nabi dengan beberapa pertanyaan. Jibril bertanya mengenai apa itu Islam, Iman, Ihsan, kapan hari kiamat dan apa tanda-tanda kiamat. Kemudian diakhir tanya-jawab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Terjemahan Kitab
Tiga Landasan Agama
Kemudian apabila engkau ditanya, “Apa tiga landasan utama yang wajib manusia ketahui?”
Jawablah, “Seorang hamba mengenal Rabbnya, agamanya, dan (mengenal) Nabinya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam”
Pembahasan:
Pertama: Asal pembahasan tiga landasan utama
Dari mana asal dari pembahasan tsalatsatu ushul ini? Jawabannya, apabila ingin beribadah maka ibadah hanya tegak dengan tiga perkara, yaitu:
Pertama, apabila ingin beribadah harus tahu siapa yang dia ibadahi. Ini terkait dengan pembahasan ma’rifatullah, mengenal Allah.
Kedua, setelah tahu siapa yang diibadahi, maka mencari jalan bagaimana cara beribadah itu. Ini terkait dengan Agama Allah.
Ketiga, untuk mengetahui cara beribadah, maka harus mengetahui siapa yang menyampaikan atau mengajarkan tentang ibadah itu. Ini terkait dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Ketiga perkara tersebut adalah merupakan pembahasan tsalatsatu ushul.
Kedua: Kewajiban mengenal tiga landasan
Urgensi mengenal tiga landasan utama adalah berkaitan dengan pertanyaan malaikat di alam kubur. Terdapat banyak hadits yang meriwayatkan tentang pertanyaan di alam kubur, yang paling lengkap terdapat di riwayat Imam Ahmad rahimullah ta’la dari Al-Baro bin Ajib Radhiyallu Anhuma berkata:
Diatas kepala ada burung, maksudnya kondisinya sangat tenang karena tidak mungkin burung datang apabila dalam keadaan ramai.
“Dan ditangan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam ada kayu yang ditusukan ketanah”. Membawa tongkat adalah kebiasan orang Arab, tidak dikatakan Sunnah. Kecuali ketika khatib naik mimbar, maka sunnah membawa tongkat.
Hal ini menunjukan bolehnya dikuburan memberikan nasihat.
Nabi mengulangi dua atau tiga kali, sabdanya “Mintalah kalian perlidungan kepada Allah dari siksa kubur”, untuk menunjukan penekanan kalimat.
“Sampai yang dikubur ditanya, wahai kamu, siapa Rabbmu?, apa agamamu? dan siapa Nabimu”.
Pertanyaan ini bukan untuk umat Islam saja, melainkan termasuk umat sebelumnya. Akan tetapi pertanyaan siapa Nabi-mu, maka terkait nabinya masing-masing.
“Maka datang dua malaikat, dan mendudukan orang ini”
Pertanyaan “Bagaimana engkau tahu?” hal ini menunjukan pentingya mempelajari dan memahami jawaban kita.
Kemudian untuk orang yang kafir:
Dalam riwayat Asma binti Abu Bakr:
Hal ini menunjukan “ikut-ikutan” tidak ada manfaatnya, tapi harus dipelajari dan diamalkan serta dijaga sepanjang hidup. Dengan itulah kita dibangkitkan.
Kelanjutan hadits Al-Baro:
Pentingnya mempelajari Tsalatsatu Ushul
Hal ini menunjukan kewajiban mempelajari tsalatstu ushul, karena setiap orang akan mengalaminya di alam kubur.
Pada sakaratul maut, seorang yang selamat, apabila dia bersyahadat diakhir umurnya, yaitu berkata La Ilaha Illallah, dibangun pada siapa yang dia ibadahi dan pengetahuan terhadap agamanya.
Pada hari kiamat, Allah berfirman:
Sebagian as-salaf menafsirkan tentang apa yang dikerjakan yaitu ditanya mengenai La Ilaha Illallah.
Abu Al-Aliya (terdapat dalam Ibnu Katsir dan disebutkan Ibnu Mas’ud) mengatakan Allah akan bertanya mengenai dua perkata pada hari kiamat, yaitu: apa yang mereka ibadahi dahulu dan bagaimana mereka menjawab para rasul.
Allah Ta’ala berfirman:
Ketika dikumpulkan pada hari kiamat, (konteks penduduk neraka).
Pentingnya mengenal Allah dan mengetahui apa itu kesyirikan.
Keitka hari kiamat, juga ditanyakan bagaimana menjawab para rasul:
Bagaimana taat kepada rasul dan mengikuti syariat agama yang dibawa para rasul.
Sehingga tsalatatu ushul penting dipelajari bukan karena terkait pertanyaan malaikat dialam kubur saja, tapi dibutuhkan juga pada saat sakaratul maut, lebih dashyat lagi yaitu pertanyaan Allah di akhirat.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah