Pendahuluan – Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Istiqomah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah

Bab 8 Istiqamah

Allah Ta’ala berfirman,

فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ

Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu” (QS. Hud: 112)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ ٣٠ نَحْنُ أَوْلِيَآؤُكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِىٓ أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ٣١ نُزُلًۭا مِّنْ غَفُورٍۢ رَّحِيمٍۢ ٣٢

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushshilat: 30-31)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ١٣ أُو۟لَـٰٓئِكَ أَصْحَـٰبُ ٱلْجَنَّةِ خَـٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ١٤

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istikamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqad: 13-14)

Penjelasan

Istiqamah yaitu seorang berpegang teguh dengan syariat Allah sebagaimana yang telah diperintahkan dan dilakukan ikhlas karena Allah Ta’ala.

Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu“. Perintah untuk istiqomah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan juga berlaku bagi umatnya. Semuanya wajib untuk beristiqamah sebagaimana yang diperintahkan dan tidak boleh menukar agama Allah, menambah atau dan menguranginya.

Tuhan kami Allah” yaitu pencipta kami, raja kami dan pengatur urusan kami, maka kami ikhlas kepda-Nya. “Kemudian mereka beristiqamah” atas ucapan mereka bahwa Tuhan mereka adalah Allah dengan menegakkan syariat-syariat Allah.

Orang-orang inilah yang disifati dengan dua sifat. “Turun kepada mereka para malaikat“. Satu persatu mengatakan “Dan mereka tidak merasa takut dan bersedih“, yakni malaikat akan turun kepada mereka dengan perintah Allah di setiap tempat yang menakutkan apalagi ketika kematian datang, malaikat itu berkata pada mereka, “Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa bersedih“, yakni jangan takut dengan apa yang kalian hadapi dari perkara-perkara kalian dan jangan sedih dengan apa yang berlalu dari perkara-perkara kalian.

Dan berilah kabar gembira mereka dengan surga yang telah Allah janjikan kepadamu“, tidak diragukan lagi bahwa seseorang akan gembira jika dikatakan akan menjadi penduduk surga.

Di dalam hal ini ada dalil tentang pentingya istiqamah dalam agama Allah supaya manusia bisa kokoh tidak berkurang dan tidak bertambah, tidak merubah dan menggantinya. Adapun orang yang berlebihan dalam agama Allah, atau orang yang keras dari agama atau merubahnya maka dia bukan orang yang istiqamah pada syariat Allah Ta’ala. Istiqmah itu harus dengan keadilan di segala sisi, kemudian orang ini mampu komitmen.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Keluar Rumah: Aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan tidak ada upaya kecuali milik Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Penjelasan: Kajian Riyadhush Shalilhin #108 oleh Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc Hafizahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Doa Keluar Rumah: Aku bertawakal kepada Allah

Hadits Ke 84: Dari Anas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan (doa) – yakni ketika keluar dari rumahnya –

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan tidak ada upaya (kekuatan) kecuali milik Allah“.

Maka dikatakan kepadanya, “Engkau telah diberi hidayah, engkau telah dicukupi, engkau telah dijaga, dan setan akan menyingkir darinya“.

(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan selain mereka. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan”). Abu Dawud menambakan, “Maka dia -setan- berkata kepada setan yang lain, “Bagaimana engkau dapat mengajak (menggoda) seseorang yang telah diberi petunjuk, yang telah dilindungi, dan telah dijaga (oleh Allah)?

Penjelasan Hadits:

Doa ini pendek akan tetapi berisi kandungan yang luar biasa. Bismillah, dengan menyebut nama Allah, yakni saya meminta pertolongan dengan nama Allah.

Tawakaltu ‘ala Allah, saya bertawakal kepada Allah. Ketika meninggalkan rumah untuk suatu urusan maka hendaknya menyandarkan urusan-urusannya hanya kepada Allah. Kita semua ini adalah hamba yang lemah, yang hanya punya keinginan atau rencana. Akan tetapi Allah lah yang menentukan. Tidak boleh bersandar kepada kekuatan dan kemampuan kita.

Menghadirkan bahwa kita butuh dan percaya kepada Allah, rendah diri kita dihadapan Allah karena kita bukan siapa-siapa.

Kita tidak mempunyai kekuatan kecuali semua urusan dikembalikan kepada Allah.

Maka apabila kita membaca doa keluar rumah ini, malaikat berkata, “Kamu telah diberikan hidayah, dicukupi dan dilindungi”.

Telah diberikan hidayah“, maksudnya ada malaikat yang berkata, wahai hamba Allah, apabila engkau menyebut nama Allah maka sungguh engkau telah mendapatkan hidayah. Maksudnya telah diberikan rejeki untuk mencocoki kebenaran dan mendapati jalan yang lurus.

Dan kamu telah dicukupi“, maksudnya dicegah darimu kesedihanmu (kegalauanmu) dari apa-apa yang kamu inginkan atau yang kamu rencanakan. Terkadang kita merasa kegalauan ketika ingin melakukan sesuatu, maka dengan doa ini tidak akan terjadi kegalauan lagi dalam menjalankan urusan kita.

Dan kamu telah dijaga“, maksudnya telah dijaga dari musuhmu yaitu syaithon. Sehingga kelanjutan hadits dikatakan, “Dan menyingkir darinya syaithon“.

Faedah Hadits (dari beberapa ulama):

Pertama, dianjurkan (disunahkan) bagi seseorang apabila keluar dari rumahnya untuk membaca doa diatas.

Kedua, sesungguhnya apabila seorang hamba meminta pertolongan dengan menyebut nama Allah, dan dengan Nama Allah yang diberkahi. Maka sungguh Allah akan memberinya hidayah dan membimbingnya, dan menolongnya dalam urusan-urusan agama dan dunianya.

Ketiga, Hadits ini menunjukan kepada kita tentang agungnya dzikir yang diberkahi ini. Dan pentingnya melakukan penjagaan terhadap doa ini, ketika seorang muslim keluar dari rumahnya. Pada setiap kali dia keluar, agar dia meraih sifat-sifat yang diberkahi ini yaitu diberikan hidayah, dicukupi, dan dilindungi. Dan juga buah-buahnya yang agung tersebut dalam hadits ini termasuk syaithon yang menjauh.

Keempat, ada ulama yang membuat bab khusus yaitu Bab Keutamaan La Haula Wala Kuwata ila Billah.

Kelima, ada ulama yang menasukan hadits ini dengan judul bab: adab masuk dan keluar dari rumah.

Keenam, didalam hadits ini terdapat dalil bahwa seorang manusia sepantasnya agar mengucapkan dzikir ini. Dalam doa ini terdapat tawakal seorang hamba kepada Allah, dan berlindungnya dia kepada Allah. Hal ini dikarenakan apabila seorang manusia keluar dari rumahnya, maka dia hakikatnya adalah sasaran untuk terkena musibah yang menimpa dirinya. Atau ada yang menyerangknya berupa hewan (ular, kala jengking) atau orang jahat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Keluar Rumah: Aku bertawakal kepada Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Doa Keluar Rumah: Aku bertawakal kepada Allah

Hadits Ke 84: Dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah, nama aslinya adalah Hindun binti Abu Umayyah Hudzaifah Al-Makhzumiyyah Radhiyallahu Anha, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam jika keluar dari rumahnya, beliau membaca (doa):

بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عليَّ

Bismillaahi tawakaltu Alallaah, Allahumma inni a’udzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya

Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sesuatu yang menyesatkan atau disesatkan, dari sesuatu yang menggelincirkan atau tergelincirkan, dari sesuatu yang menganiaya atau dianiaya, dan dari sesuatu yang membodohkan atau dibodohi”

(Hadits Shahih, HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan selain keduanya dengan sanad yang shahih, dan At-Tirmidzi berkata,”Hadits hasan shahih, dan ini lafaz Abu Dawud)

Penjelasan:

  • Sabda beliau, “Dengan nama Allah, aku bertawakal pada Allah“. Hal ini menunjukan bahwa seseorang seyogianya jika keluar dari rumah untuk mengucapkan dzikir ini yang menunjukkan adanya nilai ketawakalan kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya.
  • Sabda beliau, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan”, yakni ketersesatan didalam diriku. “Dan aku disesatkan”, yakni seseorang yang menyesatkanku.
  • Atau disesatkan orang lain atau digelincirkan dari ketergelinciran. Aku tersesat atau disesatkan, yakni seseorang yang mendorongku untuk berbuat keliru.
  • Atau aku menzhalimi“, yakni aku menzhalimi orang lain selainku. “Atau aku dizhalimi“, yakni seseorang menzhalimiku,
  • Aku bersifat bodoh atau aku dibodohi“, yakni membodohiku dan bebuat kejelekan kepadaku.
  • Inilah dzikir yang seharusnya diucapkan seseorang ketika keluar dari rumahnya dimana di dalam doa ini terdapat permintaan perlindungan kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedang Allah yang ketiganya

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedang Allah yang ketiganya

Hadits Ke 82: Dari Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiyallahu Anhu, Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bun Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi, – dia dan bapaknya serta ibunya adalah shahabat Rasulullahu Alaihi wa Sallam- ia berkata, “Ketika kami berada di gua -Tsur-, aku melihat kaki orang-orang Musyrik berada diatas kepala kami, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, jikalau salah seorang dari mereka melihat ke bawa telapak kakinya maka dia akan melihat kita.” Maka beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedangkan Allah yang ketiganya.” (Muttafaq Alaih)

Penjelasan

  • Kisah ini terjadi ketiga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah dari Mekah menuju Madinah pada tahun ketiga belas kenabiannya. Beliau ditemani oleh Abu Bakar, penunjuk jalan, dan seorang pembantu.
  • Ketika orang-orang musryik ingin menangkap Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam, maka beliau dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur.
  • Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, jikalau salah seorang dari mereka melihat ke bawa telapak kakinya maka dia akan melihat kita.” Maka beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedangkan Allah yang ketiganya.
  • Allah Ta’ala berfirman, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At-Taubah: 40).
  • Dalam kisah ini ada dalil yang menunjukan kesempurnaan tawakal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Tuhannya, bahwa beliau berpegang teguh kepada-Nya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
  • Di sini juga ada dalil bahwa kisah laba-laba yang membangun jaringnya di pintu gua tidak benar.

Wallahu Ta’ala A’lam

Dengan Sebenar-benarnya Tawakal Kepada Allah, Maka Dia akan Memberi Rezeki.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Dengan sebenar-benarnya Tawakal kepada Allah, maka Dia akan memberi rezeki.

Hadits Ke-80: Dari Umar Radhiyallahu Anhu, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal [kepada-Nya], maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, pergi pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore dalam keadaan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan)

Penjelasan

Sebenar-benar tawakal” yakni bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam meminta rezeki dan hal lainnya.

Burung diberi rezeki oleh Allah karena tidak ada yang memiliki, ia terbang di angkasa dan pulang ke sarangnya untuk mencari rezeki yang diberikan Allah kepadanya.

Burung pergi dengan perut kosong, akan tetapi ia bertawakal sepenuhnya kepada Tuhannya, maka ia kembali dalam keadaan kenyang pada akhir siang.

Faedah hadits:

Pertama, Seyogianya bagi setiap orang untuk bersandar dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah.

Kedua, Sesungguhnya tidak ada satu hewan pun yang melata di muka bumi ini kecuali rezekinya telah ditentukan oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّۭ فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lawḥ Maḥfūẓ). (Hud: 6)

Ketiga, Orang yang bertawakal harus melakukan sebab-sebab dalam mencari rezeki yang dikaruniakan. Hendaklah melakukan sebab-sebab yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu mencari rezeki dengan cara yang halal.

Keempat, Burung dan hewan-hewan lainnya adalah makhluk-makluk Allah yang mengenal Allah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَـٰوَٰتُ ٱلسَّبْعُ وَٱلْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِۦ

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun, melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, (Al-Isra: 44)

Wallahu Ta’ala A’lam

Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung

Hadits Ke 77: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma beliau bersabda, “Hasbiyallah wa ni’mal wakil [Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelidung], inilah doa yang diucapkan Ibrahim Alaihissalam ketika dilempar ke dalam api. Dan juga -doa- yang diucapkan oleh Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mereka -orang-orang kafir- berkata, “Sesungguhnya orang-orang telah mengumpulkan (pasukan)- untuk menyerang kalian, maka takutlah kepada mereka. Akan tetapi, ucapan itu justru menambah keimanan mereka, dan mereka berkata, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung” (HR. Al-Bukhariy)

Dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas ia berkata, “Dan akhir ucapan Ibrahim Alaihisalam ketika dilemparkan ke dalam api, “Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Dialah sebaik-baik pelindung.”

Penjelasan

Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam keduanya adalah khalilullah (kekasih Allah). Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(Nya)” (An-Nisa: 125). Dan sabda Nabi ﷺ “Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (HR. Shahih Muslim).

Kalimat Hasbunallah wa ni’mal wakil diucapkan Ibrahim ketika dilemparkan ke dalam api. Peristiwa ini terjadi ketika Ibrahim mengajak kaumnya untuk menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukannya. Namun mereka membangkan dan tetap dalam kekufuran dan kesyirikan. Maka, pada suatu hari beliau menghancurkan patung-patung dan menjadikannya berkeping-keping kecuali patung yang paling besar. Mereka berniat membalas dendam kepada Ibrahim Alaihissalam sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya “Mereka berkata, Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat” (Al-Anbiya: 68). Kemudian mereka menyalakan api dan melemparkan Ibrahim ke dalamnya. Ketika dilemparkan Ibrahim mengucapkan doa Hasbunallah wa ni’mal wakil. Maka Allah berfirman yang artinya “Wahai api! jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69).

Ketika Nabi ﷺ dan para shahabat kembali dari Uhud. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk menghadapi kalian, mereka akan mendatangi Madinah dan menghancurkan kalian”. Maka mereka berkata Hasbunallah wa ni’mal wakil (Ali ‘Imran: 173). Kemudian Allah ta’ala berfirman yang artinya “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar” (Ali ‘Imran: 174).

Maka seyogiyanya bagi setiap orang jika dia melihat manusia berkumpul untuk memusuhinya, hendaklah ia mengucapkan Hasbunallah wa ni’mal wakil [Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelidung]. Jika dia mengucapkan ini, maka Allah akan mencukupinya dari keburukan orang-orang sebagaimana Allah mencukupi Ibrahim Alaihissallam dan Muhammad ﷺ, maka jadikanlah kalimat ini selalu ada di hatimu jika kamu melihat orang-orang ingin memusuhimu.

Wallahu Ta’ala A’lam

Keutamaan Bertawakal dalam Al-Qur’an

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Keutamaan Bertawakal dalam Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَمَّا رَءَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْأَحْزَابَ قَالُوا۟ هَـٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّآ إِيمَـٰنًۭا وَتَسْلِيمًۭا

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya  kepada kita”. Dan benarlah Allah dan rasul-Nya. Dan yang demikian itu, tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22)

ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ ١٧٣فَٱنقَلَبُوا۟ بِنِعْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضْلٍۢ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوٓءٌۭ وَٱتَّبَعُوا۟ رِضْوَٰنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ ١٧٤

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali-‘Imran: 173-174)

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati (Al-Furqan: 58)

وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (Ibrahim: 11)

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Ali ‘Imran 159)

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (Al-Anfal: 2)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang keutamaan bertawakal.

Wallahu Ta’ala A’lam

Ali-‘Imran Ayat 118-119: Larangan Menjadikan Teman Kepercayaan Diluar Kalanganmu.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةًۭ مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًۭا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْـَٔايَـٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ ١١٨هَـٰٓأَنتُمْ أُو۟لَآءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِٱلْكِتَـٰبِ كُلِّهِۦ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا۟ بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ ١١٩

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (Ali-‘Imran: 118-119)


Ini adalah peringatan Allah ﷻ untuk hamba-hambaNya dari tindakan mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka, menjadikan mereka sahabat-sahabat terpercaya, dan teman-teman dekat, menampakkan dan membuka rahasia-rahasia kaum Mukminin kepada mereka.

Lalu Allah ﷻ menjelaskan kepada hamba-hambaNya yang beriman tentang perkara-perkara yang mengharuskan mereka berlepas diri dari tindakan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai sahabat terpercaya, karena merekaلَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا “tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu.” Mereka berusaha tanpa pernah lelah, dalam mengakibat-kan kemudaratan bagi kalian, dan sungguh telah nampak adanya kebencian dari perkataan dan ketergelinciran lisan mereka. Kebencian dan permusuhan yang disembunyikan oleh hati mereka أَكْبَرُ “adalah lebih besar lagi” daripada sesuatu yang dinampakkan oleh mereka berupa perkataan maupun perbuatan mereka.

Bila kalian mempunyai pemahaman dan akal pikiran, maka sungguh Allah ﷻ telah menjelaskan bagi kalian perkara mereka. Lalu apa faktor yang mengharuskan untuk mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin atau teman-teman terpercaya, padahal kalian mengetahui adanya penyimpangan agama yang besar pada mereka dan juga pada balasan kebaikan kalian terhadap mereka? Kalian itu adalah orang-orang yang istiqamah berpegang teguh pada agama-agama para Rasul. Kalian beriman kepada semua Rasul yang diutus oleh Allah ﷻ dan kepada setiap kitab yang diturunkan olehNya, sedang mereka mengingkari kitab yang paling utama dan Rasul yang paling mulia. Kalian memberikan mereka (semua) cinta dan kasih sayang yang sama sekali mereka tidak memberikan imbalan minimal yang setimpal untuk kalian. Lalu bagaimana bisa kalian mencintai mereka sedang mereka tidak mencintai kalian. Mereka menjilat kalian dan berlaku nifak terhadap kalian? Dan bila mereka menjumpai kalian, قَالُوا آمَنَّا “mereka berkata, ‘Kami beriman,’ dan apabila mereka menyendiri” bersama dengan kelompok mereka sendiri,عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ “mereka menggigit ujung jari” disebabkan karena kemarahan yang besar dan kebencian mereka terhadap kalian dan agama kalian.


Allah ﷻberfirman, قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ِ “Katakanlah (kepada mereka), ‘Matilah kamu karena kemarahanmu itu‘.” Maksudnya, kalian akan menyaksikan kemuliaan Islam dan kehinaan kufur yang akan membuat kalian mendapatkan keburukan, dan kalian meninggal disebabkan amarah kalian sehingga kalian tidak mendapatkan penawar untuknya seperti yang kalian inginkan.
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Sesungguhnya Allah ﷻ mengetahui segala isi hati.” Karena itu Allah ﷻ menjelaskan kepada hamba-hambaNya yang Mukmin apa yang dikandung oleh hati musuh-musuh agama dari orang-orang kafir dan munafik.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Sumber:

Quran Tadabbur, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bekalislam.qurantadabbur

Pelajaran Keenam: Kisah Kemurtadan Sepeninggal Nabi

Kitab Sittah Mawadhi’ Minas Sirah (Enam Pelajaran Aqidah dari Sirah Nabi )

Pelajaran Keenam: Kisah Kemurtadan Sepeninggal Nabi

الۡمَوۡضِعُ السَّادِسُ: قِصَّةُ الرِّدَّةِ بَعۡدَ مَوۡتِ النَّبِيِّ ﷺ، فَمَنۡ سَمِعَهَا لَا يَبۡقَى فِي قَلۡبِهِ مِثۡقَالُ ذَرَّةٍ مِنۡ شُبۡهَةِ الشَّيَاطِينِ الَّذِينَ يُسَمَّونَ الۡعُلَمَاءَ، وَهِيَ قَوۡلُهُمۡ هَٰذا هُوَ الشِّرۡكُ، لَٰكِنۡ يَقُولُونَ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَمَنۡ قَالَهَا لَا يُكَفَّرُ بِشَيۡءٍ.

Peristiwa keenam adalah kisah kemurtadan sepeninggal Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Barang siapa mendengarnya maka tidak akan tersisa di dalam hatinya sebiji zarah syubhat pun yang dilontarkan oleh para setan yang mereka gelari ulama. Syubhat itu adalah ucapan mereka bahwa perbuatan ini memang kesyirikan, namun mereka masih mengucapkan “laa ilaaha illallaah” dan siapa saja yang sudah mengucapkannya, maka dia tidak bisa dikafirkan dengan sebab apapun.

وَأَعۡظَمُ مِنۡ ذٰلِكَ وَأَكۡبَرُ: تَصۡرِيحُهُمۡ بِأَنَّ الۡبَوَادِيَ لَيۡسَ مَعَهُمۡ مِنَ الۡإِسۡلَامِ شَعۡرَةٌ وَلَٰكِنۡ يَقُولُونَ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَهُمۡ بِهَٰذِهِ اللَّفۡظَةِ أَهۡلُ إِسۡلَامٍ.

Yang lebih besar daripada itu adalah penegasan mereka bahwa orang-orang badui tidak melakukan ‘sehelai rambut pun’ amalan-amalan keislaman, akan tetapi mereka mengucapkan “laa ilaaha illallaah”. Jadi mereka dengan kalimat ini merupakan penganut agama Islam.

وَحَرَّمَ الۡإِسۡلَامُ مَالَهُمۡ وَدَمَهُمۡ مَعَ إِقۡرَارِهِمۡ بِأَنَّهُمۡ تَرَكُوا الۡإِسۡلَامَ كُلَّهُ. وَمَعَ عِلۡمِهِمۡ بِإِنۡكَارِهِمُ الۡبَعۡثَ، وَاسۡتِهۡزَائِهِمۡ بِمَنۡ أَقَرَّ بِهِ.

Islam mengharamkan harta dan darah orang-orang badui itu padahal mereka mengakui bahwa mereka meninggalkan seluruh amalan Islam. Apalagi mereka mengetahui bahwa mereka mengingkari hari kebangkitan dan mereka mengolok-olok orang yang menetapkan hari kebangkitan.

وَاسۡتِهۡزَائُهُمۡ وَتَفۡضِيلُهُمۡ دِينَ آبَائِهِمۡ الۡمُخَالِفَ لِدِينِ النَّبِيِّ ﷺ. وَمَعَ هَٰذَا كُلِّهِ يُصَرِّحُ هَٰؤُلَاءِ الشَّيَاطِينُ الۡمَرَدَةُ الۡجَهَلَةُ أَنَّ الۡبَدۡوَ أَسۡلَمُوا وَلَوۡ جَرَى مِنۡهُمۡ ذٰلِكَ كُلُّهُ؛ لِأَنَّهُمۡ يَقُولُونَ: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ. وَلَازِمُ قَوۡلِهِمۡ أَنَّ الۡيَهُودَ أَسۡلَمُوا لِأَنَّهُمۡ يَقولُونَهَا وَأَيۡضًا كُفۡرُ هَٰؤُلَاءِ أَغۡلَظُ مِنۡ كُفۡرِ الۡيَهُودِ بِأَضۡعَافٍ مُضَاعَفَةٍ، أَعۡنِي: الۡبَوَادِي الۡمُتَّصِفِينَ بِمَا ذَكَرۡنَا.

Pelecehan mereka dan sikap mereka lebih memuliakan agama leluhur mereka yang menyelisihi agama Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Bersamaan dengan ini semua, para setan yang sangat durhaka lagi jahil itu menegaskan bahwa orang badui itu telah berislam walaupun semua sikap itu masih bercokol pada diri mereka, dengan alasan mereka mengucapkan “laa ilaaha illallaah”. Konsekuensi ucapan mereka ini berarti orang-orang Yahudi pun berislam karena mereka juga mengucapkannya. Bahkan kekufuran orang badui lebih parah daripada kekufuran orang Yahudi berkali lipat. Yang aku maksudkan adalah orang-orang badui yang memiliki sifat yang telah kami sebutkan.

وَالَّذِي يُبَيِّنُ ذٰلِكَ مِنۡ قِصَّةِ الرِّدَّةِ أَنَّ الۡمُرۡتَدِّينَ افۡتَرَقُوا فِي رِدَّتِهِمۡ، فَمِنۡهُمۡ مَنۡ كَذَّبَ النَّبِيَّ ﷺ وَرَجَعُوا إِلَى عِبَادَةِ الۡأَوۡثَانِ وَقَالُوا: لَوۡ كَانَ نَبِيًّا مَا مَاتَ. وَمِنۡهُمۡ مَنۡ ثَبَتَ عَلَى الشَّهَادَتَيۡنِ، وَلَٰكِنۡ أَقَرَّ بِنُبُوَّةِ مُسَيۡلَمَةَ.

Yang menjelaskan (kekafiran orang yang melakukan pembatal keislaman walau mengucapkan “laa ilaaha illallaah”) dari kisah kemurtadan (sepeninggal Nabi) adalah bahwa orang-orang yang murtad itu berbeda-beda dalam kemurtadan mereka. Di antara mereka ada yang mendustakan Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan kembali menyembah berhala-berhala; dan mereka berkata: Andai dia benar-benar seorang nabi, niscaya dia tidak meninggal. Di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimat syahadat namun mereka mengakui kenabian Musailamah.

ظَنًّا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَشۡرَكَهُ فِي النُّبُوَّةِ؛ لِأَنَّ مُسَيۡلَمَةَ أَقَامَ شُهُودَ زُورٍ شَهِدُوا لَهُ بِذٰلِكَ، فَصَدَّقَهُمۡ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ. وَمَعَ هَٰذَا أَجۡمَعَ الۡعُلَمَاءُ أَنَّهُمۡ مُرۡتَدُّونَ وَلَوۡ جَهِلُوا ذٰلِكَ. وَمَنۡ شَكَّ فِي رِدَّتِهِمۡ فَهُوَ كَافِرٌ.

Karena menyangka bahwa Nabi—shallallahu ‘alaihi wa sallam—melibatkannya dalam perkara kenabian. Latar belakangnya adalah Musailamah memberikan persaksian dusta, kemudian orang-orang menyaksikan persaksian palsunya itu, maka sebagian besar manusia membenarkannya. Bersamaan ini para ulama sepakat bahwa mereka adalah orang-orang yang murtad walaupun mereka tidak mengerti itu. Dan siapa saja yang ragu tentang kemurtadan mereka, maka dia kafir.

فَإِذَا عَرَفۡتَ أَنَّ الۡعُلَمَاءَ أَجۡمَعُوا أَنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا وَرَجَعُوا إِلَى عِبَادَةِ الۡأَوۡثَانِ وَشَتَمُوا رَسُولَ اللهِ ﷺ، هُمۡ وَمَنۡ أَقَرَّ بِنُبُوَّةِ مُسَيۡلَمَةَ فِي حَالٍ وَاحِدَةٍ وَلَوۡ ثَبَتَ عَلَى الۡإِسۡلَامِ كُلِّهِ.

Apabila engkau mengetahui bahwa para ulama bersepakat bahwa orang-orang yang mendustakan, kembali menyembah berhala-berhala, dan mencela Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dengan orang-orang yang mengakui kenabian Musailamah dalam keadaan yang sama (yakni murtad) walaupun mereka tetap melakukan seluruh amalan keislaman.

وَمِنۡهُمۡ مَنۡ أَقَرَّ بِالشَّهَادَتَيۡنِ وَصَدَّقَ طُلَيۡحَةَ فِي دَعۡوَاهُ النُّبُوَّةَ.

Di antara mereka ada yang masih menetapkan dua kalimat syahadat, namun membenarkan Thulaihah yang mengaku nabi.

وَمِنۡهُمۡ مَنۡ صَدَّقَ الۡعَنۡسِيَّ صَاحِبَ صَنۡعَاءَ. وَكُلُّ هَٰؤُلَاءِ أَجۡمَعَ الۡعُلَمَاءُ أَنَّهُمۡ سَوَاءٌ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ كَذَّبَ النَّبِيَّ ﷺ وَرَجَعَ إِلَى عِبَادَةِ الۡأَوۡثَانِ عَلَى حَالٍ وَاحِدَةٍ، وَمِنۡهُمۡ أَنۡوَاعٌ أُخَرُ.

Di antara mereka ada yang membenarkan (kenabian) Al-‘Ansi, seorang pemimpin Shan’a`. Mereka ini semua, para ulama sepakat bahwa mereka itu sama saja. Di antara mereka ada yang mendustakan Nabi Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan kembali menyembah berhala-berhala berada dalam keadaan yang sama. Di antara mereka ada jenis-jenis yang lain.

آخِرُهُمۡ الۡفُجَاءَةُ السُّلَمِيُّ، لَمَّا وَفَدَ عَلَى أَبِي بَكۡرٍ وَذَكَرَ لَهُ أَنَّهُ يُرِيدُ قِتَالَ الۡمُرۡتَدِّينَ، وَطَلَبَ مِنۡ أَبِي بَكۡرٍ أَنۡ يَمُدَّهُ، فَأَعۡطَاهُ سِلَاحًا وَرَوَاحِلَ، فَاسۡتَعۡرَضَ السُّلَمِيَّ الۡمُسۡلِمَ وَالۡكَافِرَ يَأۡخُذُ أَمۡوَالَهُمۡ، فَجَهَزَ أَبُو بَكۡرٍ جَيۡشًا لِقِتَالِهِ، فَلَمَّا أَحَسَّ بِالۡجَيۡشِ قَالَ لِأَمِيرِهِمۡ: أَنۡتَ أَمِيرُ أَبِي بَكۡرٍ وَأَنَا أَمِيرُهُ، فَلَمۡ أَكۡفُرۡ. فَقَالَ: إِنۡ كُنۡتَ صَادِقًا فَأَلۡقِ السِّلَاحَ. فَأَلۡقَاهُ، فَبَعَثَ بِهِ إِلَى أَبِي بَكۡرٍ فَأَمَرَ بِتَحۡرِيقِهِ بِالنَّارِ وَهُوَ حَيٌّ.

(Kasus kemurtadan) yang terakhir adalah Al-Fuja`ah As-Sulami. Ketika dia datang menemui Abu Bakr, dia menyebutkan keinginannya untuk memerangi orang-orang yang murtad dan dia meminta dukungan dari Abu Bakr. Lalu Abu Bakr memberinya persenjataan dan hewan-hewan tunggangan. Namun As-Sulami membunuh membabi buta baik muslim maupun kafir dan mengambil harta-harta mereka. Maka, Abu Bakr menyiapkan satu pasukan untuk memeranginya.

Ketika pasukan itu bertemu, Al-Fuja`ah berkata kepada pemimpin pasukan itu, “Engkau pemimpin yang dipilih Abu Bakr dan aku pun pemimpin yang dipilih beliau, namun aku tidak kafir.”

Pemimpin pasukan itu berkata, “Jika engkau jujur, maka lemparkan senjatamu.”

 Dia pun melemparkannya, kemudian dia dibawa menghadap Abu Bakr, lalu Abu Bakr memerintahkan agar dia dibakar dengan api dalam keadaan hidup-hidup.

فَإِذَا كَانَ هَٰذَا حُكۡمُ الصَّحَابَةِ فِي هَٰذَا الرَّجُلِ مَعَ إِقۡرَارِهِ بِأَرۡكَانِ الۡإِسۡلَامِ الۡخَمۡسَةِ، فَمَا ظَنُّكَ بِمَنۡ لَمۡ يُقِرَّ مِنَ الۡإِسۡلَامِ بِكَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ إِلَّا أَنۡ يَقُولَ: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ بِلِسَانِهِ مَعَ تَصۡرِيحِهِ بِتَكۡذِيبِ مَعۡنَاهَا، وَتَصۡرِيحِهِ بِالۡبَرَاءَةِ مِنۡ دِينِ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَمِنۡ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى؟

Jika demikian ini hukum sahabat terhadap orang ini padahal dia masih mengakui rukun Islam yang lima, lalu bagaimana sangkaanmu dengan orang yang

  • tidak mengakui satu kalimat pun dari Islam kecuali dia hanya mengatakan “laa ilaaha illallaah” dengan lisannya,
  • bersamaan itu dia menegaskan sikapnya yang mendustakan maknanya,
  • dia juga menegaskan sikap berlepas dirinya dari agama Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan dari kitab Allah?

وَيَقُولُونَ: هَٰذَا دِينُ الۡحَضَرِ وَدِينُنَا دِينُ آبَائِنَا، ثُمَّ يُفۡتُونَ هَٰؤُلَاءِ الۡمَرَدَةُ الۡجُهَّالُ أَنَّ هَٰؤُلَاءِ مُسۡلِمُونَ وَلَوۡ صَرَّحُوا بِذٰلِكَ كُلِّهِ، إِذَا قَالُوا: لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ. سُبۡحَانَكَ هَٰذَا بُهۡتَانٌ عَظِيمٌ.

Mereka (orang-orang badui) mengatakan bahwa (Islam) ini adalah agama orang yang hidup menetap, adapun agama kami adalah agama leluhur kami.

Kemudian orang-orang yang sangat durhaka lagi jahil itu memfatwakan bahwa mereka ini tetap merupakan kaum muslimin apabila mereka telah mengatakan “laa ilaaha illallaah” walaupun mereka menegaskan semua sikap (pembatal keislaman) itu.

Mahasuci Engkau ya Allah, ini adalah kedustaan yang amat besar.

وَمَا أَحۡسَنُ مَا قَالَ وَاحِدٌ مِنَ الۡبَوَادِي لَمَّا قَدِمَ عَلَيۡنَا وَسَمِعَ شَيۡئًا مِنَ الۡإِسۡلَامِ، قَالَ: أَشۡهَدُ أَنَّنَا كُفَّارٌ -يَعۡنِي هُوَ وَجَمِيعُ الۡبَوَادِي- وَأَشۡهَدُ أَنَّ الۡمُطَوِّعَ الَّذِي يُسَمِّينَا أَهۡلَ الۡإِسۡلَامِ أَنَّهُ كَافِرٌ.

Alangkah bagusnya ucapan salah seorang badui ketika dia datang ke tempat kami dan mendengar sedikit tentang Islam. Dia berkata, “Aku bersaksi bahwa kami adalah orang-orang kafir.” Yakni dia dan semua orang-orang badui. “Dan aku bersaksi bahwa guru yang menamai kami sebagai orang muslim bahwa dia kafir.”

تَمَّ وَالۡحَمۡدُ لِلهِ رَبِّ الۡعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحۡبِهِ وَسَلَّمَ.

Tamat. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Semoga Allah mencurahkan selawat dan keselamatan kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabat beliau.


Penjelasan

Pelajaran yang keenam adalah kisah kemurtadaan sepeninggal Nabi .

Penulis ingin membantah syubhat para syaithon yang dimunculkan oleh orang-orang yang dikatakan dimasa beliau (penulis). Apalagi dimasa kini, terdapat berbagai macam definisi ulama diantaranya orang yang pandai beretorika, orang yang mampu berorasi didepan banyak orang, dan lainnya. Tidak tahu definisi dan ukuran ulama yang sebenarnya.

Syubhat syaiton yang dimaksud adalah mereka berkata, “Betul itu kesyirikan, tapi orang yang berucap syirik ini sudah berucap La Ilaha Illallah. Maka dengan kalimat ini tidak menjadikan dia kafir dengan satu apapun.” Mereka menganggap demgan ucapan La Ilaha Illallah, maka apa saja yang mereka lakukan tidak akan menjadi kafir walaupun berbuat kesyirikan. Ini yang penulis katakan sbeagai syubhat syaitan.

Penulis membantah syubhat syaitan ini dengan membawahkan kisah kemurtadan sepeninggal Nabi . Sebahagian kisah kemurtadan ada yang semasa Nabi masih hidup. Siapa saja yang mendengar kisah Ridha’ ini tidak ada syubhat para syaitan, yang mereka namakan ulama, walaupun sebesar djarah.

Yang lebih besar dari syubhat ini adalah, mereka mengatakan bahwa orang Badui (pedalaman), tidak ada keislaman mereka sehelai rambutpun. Mereka tidak shalat, tidak puasa, tidak ada keislaman sama sekali. Mereka orang badui hanya berucap kalimat la ilaha illallah, sehingga dengan kalimat ini mereka menjadi Islam. Sedangkan Islam telah mengharamkan harta dan darah mereka. Pada mereka mengetahui, bahwa kaum badui meninggalkan Islam secara keseluruhan. Kaum badui juga meningkari hari kebangkitan, mereka mengolok-ngolok siapa yang meyakini hari kebangkitan, dan lebih mengutamakan agama nenek moyang mereka dari pada agama yang dibawah Nabi . Bersamaan dengan itu para syaitan yang durjana mengatakan bahwa mereka telah memeluk Islam. Walaupun seluruh pembatal keislaman berjalan ditengah mereka, dengan alasan kaum badui telah mengucapkan kalimat la ilaha illallah.

Konsekuensi dari ucapan mereka ini, berarti bahwa orang Yahudi juga masuk Islam karena mereka juga mengatakan la ilaha illallah. Penulis menegaskan bahwa kekafiran orang badui lebih besar daripada kekafiran orang Yahudi. Orang badui yang dimaksud disini adalah orang badui yang tidak mempunyai keislaman sama sekali, kecuali berucap la ilaha illallah.

Orang pembawa syubhat ini mengatakan apabila telah berucap la ilaha illallah, maka tidak bisa dibatalkan dengan apapun.

Banyak kita temui pada masa ini, ketika ditegurkan akan perbuatan syiriknya, mereka mengatakan kami sudah bersyahadat, mengucapkan la ilaha illallah dan muslim.

Penulis membawakan kisah orang yang murtad untuk membantah syubhat ini. Hal yang menjelaskan kebatilah syubhat diatas adalah bahwa orang-orang yang murtad berbeda-beda bentuk kemurtadannya. Diantara mereka ada yang medustakan nabi , kembali menyembah berhala. Hal ini dikarenakan karena mereka meyakini apabila Muhammad adalah Nabi maka tidak akan mati. Mereka murtad karena hal ini dan kembali menyembah berhala.

Beberapa bentuk kemurtadan:

Pertama, Diantara mereka ada yang mendustakan nabi, kembali menyembah berhala. Hal ini disebabkan karena mereka meyakini apabila Muhammad adalah Nabi maka tidak akan mati. Mereka murtad karena hal ini dan kembali menyembah berhala.

Kedua, Ada yang telah mengucapkan syahadat tetapi ucapannya ditambah dengan bahwa mereka beriman dengan Musailamah (Al-Kadzab). Ini juga termasuk kemurtadan. Mereka mengakui kenabian Musailamah karena dia menyangka bahwa Nabi memperserikatkan kenabiannya dengan Musailamah. Para ulama sepakat siapa yang menganggap kenabian Musailamah maka dianggap kafir, keluar dari Islam (murtad) walaupun dia jahil akan hal itu. Dan siapa yang ragu terhadap kemurtadannya, maka dianggap kafir.

Para ulama sepakat siapa yang mendustakan dan kembali beribadah kepada berhala, mencerca nabi, bahwa mereka ini dan yang mengakui kenabian Musailamah, maka hukumnya sama yaitu seorang yang murtad. Walaupun di atas keislaman seluruhnya.

Ketiga, Dan dibenarkan Tulaiha bin Kluwaid yang tadinya mengaku Nabi tapi bertaubat kembali ke dalam Islam. Dan keislamannya bagus dan menghadiri beberapa peperangan sampai mati syahid dalam peperangan di Nahwan. Maka ketika Tulaiha mengaku Nabi, orang-orang yang membenarkannya dianggap murtad.

Keempat, Ada yang membenarkan Al-‘Ansi, yang juga mengaku nabi di akhir hidup nabi. Dia membuat masalah di Yaman sampai menguasai wilayah di San’a. Nabi mengutus utusan empat orang ke pemuka kaum muslimin yang berada di Yaman dan membunuh Al-‘Ansi secara senyap.

Para ulama sepakat bahwa kisah tersebut adalah mereka yang dianggap orang yang murtad. Diantara mereka ada yang mendustakan Nabi dan kembali beribadah kepada berhala dan bentuk lainnya.

Kelima, kisah Al-Fuja`ah As-Sulami walaupun tidak ada sanad yang kuat mengenai ini. Kisah ini dipakai oleh sebagian orang Syi’ah Rafidah untuk mencela Abu Bakar As-Syidiq Radhiallahu Anhu. Orang Syi’ah mengatakan Abu Bakar telah membakar manusia. Pernyataan ini dibantah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yaitu mengapa Abu Bakar yang dipermasalahkan sedangkan ketika Ali bin Abi Thalib membakar pengikut Abdullah bin Saba (Yahudi), mereka tidak mempermasalahkannya. Kemungkinan larangan membakar manusia tersebut belum sampai kepada Abu Bakar dan Ali. Para ahli fiqih sepakat bahwa tidak boleh menyiksa dengan membakar manusia kecuali pada satu kondisi, yaitu qishah. Apabila seseorang mati karena dibakar, maka hukuman bagi yang membakar tersebut adalah dibolehkan dibakar.

Al-Fuja`ah As-Sulami berkata kepada Abu Bakar bahwa beliau akan memerangi kaum yang murtad, agar diberi bantuan senjata. Maka Abu Bakar memberi persenjataan dan tunggangan-tunggangan. Akan tetapi As-Sulami menghadang muslim dan kafir, tidak memerangi orang yang murtad saja. Maka Abu Bakar menyiapkan pasukan untuk memeranginya, dan As-Sulami merasakan kekalahan. As-Sulami berkata kepada pimpinan pasukan Abu Bakar, “Engkau adalah pimpinan dari pasukan Abu Bakar, dan aku juga pimpinan pasukan Abu Bakar. Saya tidak kafir.” Maka pimpinan dari pasukan Abu Bakar berkata, “Jika engkau jujur lemparkan senjatamu.” Maka As-Sulami melemparkan senjatanya, kemudian dia dibawa ke Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar memerintahkan untuk membakarnya dengan api dalam keadaan hidup.

Apabila itu adalah hukuman para sahabat terhadap orang tersebut, padahal dia mengakui lima rukun Islam, bagaimana dengan orang yang:

  • tidak mengakui satu kalimat pun dari Islam kecuali dia hanya mengatakan “laa ilaaha illallaah” dengan lisannya,
  • bersamaan itu dia menegaskan sikapnya yang mendustakan maknanya,
  • dia juga menegaskan sikap berlepas dirinya dari agama Muhammad—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan dari kitab Allah?

Mereka (orang-orang Badui) mengatakan bahwa (Islam) ini adalah agama orang yang hidup menetap, adapun agama kami adalah agama leluhur kami.

Kemudian orang-orang yang sangat durhaka lagi jahil itu memfatwakan bahwa mereka ini tetap merupakan kaum muslimin apabila mereka telah mengatakan “laa ilaaha illallaah” walaupun mereka menegaskan semua sikap (pembatal keislaman) itu.

Ada seorang Badui hadir di majelis syiekh, mendengar tentang Islam dan Tauhid. Mereka mengatakan bahwa saya bersaksi bahwa kami dulunya kafir dan saya bersaksi bahwa si Mutawi’ (sebutan orang yang pandai agama) yang mengatakan kami Muslim, dia adalah kafir. Akhirnya orang Badui ini mengerti apa itu tauhid.

Pembahasan 1: Pelajaran dari kisah kemurtadan.

Pembahasan 2: Syubhat para syaitan bahwa siapa saja yang mengucapkan La Ilaha Illallah, dia tidaklah kafir dengan sesuatu apapun.

Pembahasan 3: Konsekuensi ucapan mereka dalam syubhat ini.

Dengan konsekuensi ucapan syubhat ini maka orang Yahudi juga bisa dianggap Muslim, dan yang lainnya menjadi keliru.

Pembahasan 4: Bantahan terhadap syubhat ini dari kisah kemurtadan

Bentuk kemurtadaan banyak, ada yang melakukan seluruh rukun Islam tapi murtad karena melakukan pembatal keislaman.

Pembahasan 5: Penyebutan sejarah beberapa orang murtad

Kisah beberapa orang murtad yang disebutkan penulis

  1. Orang yang mendustakan Nabi dan kembali menyembah berhala
  2. Musailamah (Al-Kadzab)
  3. Tulaiha bin Kluwaid
  4. Al-‘Ansi
  5. Fujaah As-Sulaimi

Pembahasan 6: Pemahaman orang Badui yang telah mengenal Islam

Orang awam apabila sudah mengenal tauhid, maka bisa mengetahui syubhatnya kaum musyrikin.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Sumber:

Matan dan Terjemahan Kitab Sittah Mawadhi’ Minas Sirah:

Ismail bin Issa. (2020, April 16). Sittatu Mawadhi’ Minas Sirah. Sittatu Mawadhi’ minas Sirah – إسماعيل بن عيسى. https://ismail.web.id/2020/04/16/sittatu-mawadhi-minas-sirah/

Ali-Imran Ayat 112: Kaum Yahudi diliputi kehinaan di mana saja mereka berada

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Ali-Imran Ayat 112: Kaum Yahudi diliputi kehinaan di mana saja mereka berada

Allah Ta’ala berfirman:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْمَسْكَنَةُۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.


Ini merupakan kabar dari Allah ﷻ bahwa kaum Yahudi itu diliputi oleh kehinaan sehingga mereka selalu takut di mana pun mereka berada, tidak ada yang dapat menenangkan mereka kecuali perjanjian damai dan suatu sebab yang bisa membuat mereka tenang, mereka tunduk di bawah hukum-hukum Islam dan mereka membayar jizyah.


Atau dengan tali perjanjian حَبْلٍ مِنَ النَّاسِ “dengan manusia,” maksudnya, apabila mereka di bawah kekuasaan selain mereka dan pengawasan bangsa lain, sebagaimana telah terlihat dari kondisi mereka dahulu maupun yang akan datang, di mana mereka pada masa terakhir ini tidak mampu menguasai secara temporal di Palestina kecuali dengan bantuan negara-negara kuat dan penyediaan prasarana mereka untuk mereka dalam segala hal.


وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ “Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah ﷻ,” maksudnya, sungguh Allah ﷻ murka atas mereka dan menghukum mereka dengan kehinaan dan kerendahan. Sebab-sebabnya adalah kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah ﷻ dan pembunuhan mereka terhadap para Nabi بِغَيْرِ حَقٍّ “tanpa alasan yang benar.” Maksudnya, hal tersebut tidaklah atas dasar kebodohan, akan tetapi atas dasar kesewenang-wenangan dan kedurhakaan.


Hukuman yang bermacam-macam yang menimpa mereka, ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ “disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” Allah ﷻ tidak menzhalimi mereka dan menyiksa mereka tanpa adanya dosa, akan tetapi yang Allah ﷻ timpakan atas mereka disebabkan oleh kesewenang-wenangan, permusuhan, kekufuran, pendustaan, dan kejahatan mereka yang besar itu.

Wallahu Ta’alla ‘Alam