Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 14: Firman Allah Ta’ala, “Patutkan mereka berbuat syirik (dengan menyembah selain Allah) yang tidak dapat menciptakan apa-apa, bahkan mereka itu diciptakan? Padahal, (sembahan-sembahan selain Allah) itu tidak mampu menolong (orang-orang musyrik) juga tidak sanggup menolong diri sendiri” (Al-A’raf: 191-192)
Dalil Ke-2
Di dalam Ash-Shahih dari Anas Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, “Pada perang Uhud, Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam terluka pada kepala, dan gigi taring beliau patah. Beliau pun bersabda, “Bagaimana akan beruntung, suatu kaum yang melukai Nabi mereka?’ Maka turunlah (ayat),
لَيْسَ لَكَ مِنَ ٱلْأَمْرِ شَىْءٌ
“Tiada hak sedikitpun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka” (Ali ‘Imran: 128)
Makna Hadits SecaraGlobal
Anas Radhiyallahu Anhu mengabarkan apa yang terjadi pada diri Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam peperangan Uhud berupa berbagai gangguan dan cobaan dari tangan musuh-musuhnya berupa luka-luka di dua tempat di tubuh beliau yang mulia. Maka seakan-akan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam merasa putus asa bahwa orang-orang kafir Quraisy akan mendapatkan keburuntungan. Maka dengan sebab itualh dikatakan kepada beliau, “Tiada hak sedikitpun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka” (Ali ‘Imran: 128).
Artinya akibat akhir dari suatu perkara dan hukum terhadap seseorang adalah di tangan Allah, maka berjalanlah kamu dengan keadaanmu dan teruslah berdakwah.
Hubungan antara Hadits dan Bab
Pada hadits ini terdapat dalil akan batilnya kesyirikan kepada wali dan orang shalih, sebab apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mampu menolak musibah yang menimpanya, dan beliau juga tidak mampunyai hak sedikitpun untuk turut campur dalam menentukan suatu perkara, maka lebih-lebih selain Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam.
Faedah Hadits
Menunjukkan batilnya kesyirikan kepada para wali dan orang shalih, karena apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saja tidak mampu menolak bahaya dari diri beliau sendiri dan tidak berkuasa terhadap suatu perkara apapun, terlebih lagi selain beliau.
Terjadinya sakit dan ujian pada diri nabi ‘alaihimus shalatuwas salam.
Kewaijiban ikhlas dalam beribadah kepada Allah, karena hanya Dia semata yang menguasai segala urusan.
Disyrariatkan untuk bersabar dan menanggung gangguan dan kesulitan di jalan dakwah kepada Allah
Dilarang berputus asa dari rahmat Allah, meskipun manusia berbuat berbagai macam kemaksiatan selain kesyirikan.
Pada pertempuran Uhud, Nabi mengalami luka di kulit kepala tanpa menyentuh tulangnya. Beberapa gigi taringnya patah akibat serangan Ukbah bin Abi Wakos. Nabi pernah mendoakan agar Ukbah meninggal dalam tidak lebih dari setahun, dan doa tersebut dikabulkan. Ukbah meninggal dalam keadaan kafir sebelum setahun berlalu.
Maka Nabi mengatakan bahwa bagaimana mungkin suatu kaum bisa meraih kebahagiaan dengan melakukan kekerasan terhadap nabi mereka. Mereka melukai kepala nabinya dan mematahkan giginya.
Maka turunlah ayat “Tiada hak sedikitpun bagimu (untuk campur tangan) dalam urusan mereka“. Ini berarti bahwa Nabi Muhammad tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam hukum para hamba Allah. Semuanya ditangan Allah Subhanahu Wata’ala.
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah makhluk yang paling mulia di sisi Allah. Apabila beliau meminta apapun, Allah akan memberikannya. Akan tetapi, ayat ini adalah penegasan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak memiliki kekuasaan apapun dalam hal seperti ini. Beliau hanyalah hamba dan rasul Allah Subhanahu Wata’ala. Yang menentukan hukuman terhadap makhluk hanyalah Allah Subahanahu Wata’ala.
Wallahu Ta’ala A’lam
Referensi:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 14: Firman Allah Ta’ala, “Patutkan mereka berbuat syirik (dengan menyembah selain Allah) yang tidak dapat menciptakan apa-apa, bahkan mereka itu diciptakan? Padahal, (sembahan-sembahan selain Allah) itu tidak mampu menolong (orang-orang musyrik) juga tidak sanggup menolong diri sendiri” (Al-A’raf: 191-192)
Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan pada hari kiamat, mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fathir: 13-14)
Makna Ayat Secara Global
Allah Ta’ala mengabarkan tentang keadaan mereka yang diseru dari selain Allah, seperti kalangan malaikat, para nabi, patung-patung, dan yang lainnya, yang menunjukkan kelemahan dan ketidakmampuan mereka.
Juga, tidak ada pada mereka syarat-syarat yang harus ada pada yang diseru/diibadahi, yaitu: memiliki apa-apa yang diminta darinya, mendengar doa, dan mampu menjawab (mengabulkan) doa tersebut. Jika satu syarat saja tidak ada, maka batallah untuk dijadikan sebagai yang diseru/disembah, maka bagaimana pula kalau keseluruhan syaratnya tidak ada.
Hubungan antara Ayat dan Bab
Dalam ayat di atas terdapat keterangan yang pasti dan kukuh tentang batilnya kesyirikan, dan terdapat bantahan terhadap kaum musyrikin
Faedah Ayat
Menunjukkan batilnya kesyirikan dngan dalil yang kuat dan keterangan yang sangat jelas.
Penjelasan tentang syarat-syarat yang wajib dipenuhi pada yang diseru yang dimintai pertolongan yaitu:
Memiliki apa-apa yang diminta darinya.
Mendengan doa orang yang berdoa kepadanya.
Mampu menjawab doa.
Bahwa perkara aqidah dibangun di atas bukti keterangan-keterangan dan keyakinan, bukan dibangun di atas prasangka dan dugaan serta taqlid buta.
Penetapan ilmu Allah tentang akibat-akibat dari semua perkara.
Wallahu Ta’ala A’lam
Referensi:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Penulis telah menyebutkan bahwa jenis-jenis ibadah yang diperintah Allah adalah Islam, Iman dan Ihsan, yang merupakan pokok dalam ibadah. Secara terinci mengenai pokok Ibadah ini akan dijelaskan di landasan kedua.
Kemudian penulis menyebutkan 14 jenis-jenis ibadah lainnya: berdo’a, takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan dikala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya dari jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan.
Penulis akan menyebutkan dalil dari ibadah tersebut satu persatu.
Terjemahan Kitab
Dalam hadits disebutkan,
“Doa adalah inti ibadah” (HR. Tirmidzi nomo 3371)
Dalilnya bahwa do’a itu ibadah adalah firman Allah ta’ala
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).
Pembahasan
Dalil dari Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina“.
Pertama: Definisi Doa
Doa mempunyai makna umum dan khusus. Makna doa secara umum artinya menjalankan perintah syariat disertai dengan kecintaan dan meyerahkan diri. Makna ini sama dengan makna ibadah. Adapun makna doa secara khusus adalah seorang hamba meminta kepada Rabb-nya untuk mendapatkan yang bermanfaat baginya dan terus menerus bersamanya serta menolak apa yang membahayakannya dan mengangkat bahaya tersebut.
Kedua: Doa ada dua jenis: doa ibadah dan doa permohonan.
Doa ada dua jenis:
Doa Ibadah, artinya sama dengan definisi Ibadah
Doa Permohonan artinya memohon kepada Allah untuk meraih yang diinginkan, mendapatkan mafaatnya dan terus menerus bersamanya atau menolak bahaya dan mengangkatnya.
Ketiga: Penjelasan hadits dan tafsir ayat yang keduanya mengandung dalil bahwa doa adalah ibadah, sedangkan memalingkan doa kepada selain Allah adalah kesyirikan
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Doa itu adalah inti ibadah“. Inti maksudnya yang paling pokok. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dari Anas bin Malik. Dalam sanadnya ada rawi Abdullahi Ibnu Laihah, ini adalah hadits yang lemah.
Lafadz yang shahih adalah dari Nu’man bin Basyir dalam riwayat Abu Daud, yaitu
Semua doa adalah milik Allah sehingga tidak boleh diserahkan kepada selain Allah. Berdoa kepada selain Allah, maka hukum nya musyrik, kafir.
Dalil dari Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan Rabbmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan do’amu . Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku, ia akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina“.
Dalam ayat ini terdapat perintah untuk berdoa. Perintah dari Allah artinya Allah mencintai dan meridhainya. Sehingga doa adalah ibadah karena merupakan perintah Allah. Apabila kita memahami bahwa doa itu ibadah, maka kaidahnya ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Apabila dipalingkan kepada selain Allah walau pun sedikit, maka itu adalah kesyirikan.
Mintalah dari hajat dan keperluan kalian, Allah akan perkenankan (kabulkan) permohonan kalian. “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada Ku”, disini disebutkan bahwa doa adalah ibadah sebagaimana diawal disebutkan doa.
“Mereka akan masuk dalam neraka jahanam dalam keadaan hina“, siksaan neraka dan kehinaan.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan contohnya adalah Islam, Iman, Ihsan. Diantaranya juga berdo’a, takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan dikala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya dari jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan. Semua ibadah itu hanya diperuntukkan bagi Allah semata. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al Jin: 18)
Siapa saja yang memalingkan sesuatu dari jenis ibadah tersebut kepada selain Allah, maka ia telah menduakan Allah dan ingkar kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Pembahasan
Pertama: Definisi Ibadah
Ibadah dari kata At-Tadalul, merendahkan diri atau penghinaan diri. Secara istilah ibadah adalah menjalankan perintah syariat dengan kecintaan dan ketundukan diri.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendefinisikan ibadah adalah nama yang universal (cakupan yang luas), yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kedua: Jenis-jenis Ibadah
Pokok ibadah ada tiga, yaitu: Islam, Iman, dan Ihsan. Kemudian bercabang menjadi ibadah yang lain, di antaranya: takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan di kala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya.
Ibadah adalah sesuatu yang Allah perintah, cintai, dan ridhoi. Sehingga cakupan ibadah sangat luas dan banyak. Terdapat ibadah dengan hati, lisan, dan badan serta terkait ketiganya.
Ketiga: Kewajiban mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah
Apabila sesuatu dikatakan ibadah maka semuanya harus kepada Allah. Tidak boleh beribadah kepada selain Allah.
Keempat: Tafsir ayat surah Al-Jinn
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah“. (QS. Al Jin: 18)
Lihat penjelasan ayat pada surat Al-Jinn pada pembahasan sebelumnya.
Dua pengertian masajid yaitu tempat-tempat ibadah (mesjid) atau anggota badan (untuk sujud) yang dipakai beribadah. Sehingga tidak boleh digunakan untuk beribadah kepada selain Allah.
Kelima: Kaidah agung tentang diapa saja yang memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah
Kaidah ini penting dalam tauhid yang membedakan seseorang mengenal tauhid atau tidak. Kaidahnya yaitu: barang siapa yang memalingkan sesuatu dari ibadah kepada selain Allah walaupun sedikit, maka hukumnya musyrik, kafir, dan keluar dari Islam.
Keenam: Tafsir ayatsurah Al-Mu’minun
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Maksud dari “perhitungan di sisi Rabbnya” adalah menandakan perkara ini sesuatu yang besar sekali. Ancamannya tidak disebutkan menandakan besarnya ancaman tersebut. Yang berbuat kesyirikan tidak akan beruntung di dunia dan di akhirat. Penulis menyebutkan orang tersebut sebagai kafir, keluar dari Islam.
Ayat ini dalil yang sangat jelas menunjukkan kafirnya siapa yang beribadah kepada sesembahan lain bersama Allah. Apakah yang diibadahi itu malaikat, nabi, kuburan dan lainnya.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Jika engkau ditanya: “Siapa Rabbmu?” Maka jawablah: “Rabbku adalah Allah, yang telah mengurus aku dan seluruh alam ini dengan nikmatNya. Dialah sesembahanku yang tidak ada sesembahan bagiku selain Dia”. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
“Segala pujian hanya milik Allah Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 2)
Semua yang selain Allah adalah alam, dan aku adalah satu dari bagian alam tersebut.
Dan jika engkau ditanya: “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu ? Maka katakanlah: “Aku mengenal Rabbku dengan ayat-ayatNya dan makhluq-makhluqNya. Diantara ayat-ayatNya adalah adanya malam dan siang, matahari dan bulan. Diantara makhluq- makhluqNya adalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh dan apa saja yang ada diantara keduannya dan ada di dalamnya. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” (QS. Fushilat: 37)
“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah bahwa menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al A’raf: 54)
Makna Rabb adalah Dzat yang diibadahi. Dalinya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah- buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah: 21-22).
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: “Yang menciptakan segala sesuatu maka Dilah yang berhak untuk diibadahi”
Pembahasan:
Pertama: Penjelasan, “Siapakah Rabbmu?”
Secara umum mengenai mengenal Allah, terdapat dua tingkatan:
Pertama, tingkatan mengenal Allah sebagai Rabb yang diibadahi. Manusia berserikat dalam tingkatan ini.
Kedua, tingkatan mengenal Allah yang menyebabkan dia merasa dekat, cinta, rindu berjumpa dengan-Nya. Tingkatan ini adalah untuk kaum mukminin.
Terdapat pokok-pokok wajib mengenal Allah Ta’la. Adapun kesempurnaan dalam mengenal Allah, maka manusia berjenjang tingkatannya. Hal ini tergantung ilmu yang didapatinya.
Penulis hanya menjelaskan kadar wajib tentang mengenal Allah. Maka jawaban pertanyaan Siapa Rabbmu? adalah Rabbku adalah Allah. Yang mentarbiah ku, dan mentarbiah seluruh alam semesta dengan segala nikmatnya. Dan dialah sembahanku, tidak ada sembahan bagiku kecuali Dia.
Makna Ar-Rabb: Al-Malik maha berkuasa, Al-Khaliq maha mencipta, Al-Mudabir maha mengatur segala perkara, Al-Murabbi maha memelihara dan memenuhi segala keperluan makhluk. Namun dalam penggunaan bisa bermakna Al-Ma’bud (yang diibadahi).
Rabb artinya yang mentarbiah (memelihara atau menjaga). Rabb juga ditafsirkan sebagai yang diibadahi. Ar-Rabb adalah yang berhak untuk diibadahi.
Makna Tabiyah (memelihara) Allah ada yang khusus dan umum. Makna tarbiyah umum mencakup seluruh manusia, jin, muslim, kafir. Adapun tarbiyah khusus adalah hanya untuk orang-orang yang beriman.
Penulis memaknai Ar-Rabb sebagai yang mencipta dan yang diibadahi. Ini adalah inti keislaman tidak sekedar mengakui Allah sebagai maha pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan mematika, tapi mengakui bahwa hanya Allah yang diibadahi.
Kedua: Pokok-pokok wajib dalam mengenal Allah
Pokok wajib mengenal Allah ada empat, yaitu:
Mengenal adanya Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Maha Ada.
Mengenal Rububiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu: Dialah Allah yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan seterusnya.
Mengenal Uluhiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi.
Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah memiliki nama yang maha indah dan sifat yang maha tinggi dan maha agung.
Apabila kita sudah mengetahui 4 pokok wajib mengenal Allah, maka terangkat kewajibannya. Hal ini menjadi modal besar untuk masuk surga walaupun disiksa dalam neraka, tapi hanya sampai kadar dosanya, dan akan dimasukan ke dalam surga.
Adapun mengenal Allah lebih dari empat pokok wajib di atas, maka manusia berjenjang dalam ilmu dan pengetahuan.
Dalam mengenal adanya Allah, manusia berserikat. Hal ini tidak diingkari oleh Iblis, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nashrani. Dalam mengenal Rububiyyah Allah, kaum musyrikin mengakui tapi mereka menyimpang pada masalah Uluhiyyah.
Dalam kurikulum Mafatihul Ilm, pada tema 10 kitab yang menyelamatkan dari api neraka, sudah mencakup empat kewajiban mengenal Allah. Pembahasan tauhid Uluhiyyah sudah dibahas pada kitab sebelumnya terutama ada di Kitab Tauhid. Pembahasan tauhid asma wasifat akan dijelaskan pada kitab aqidah wasitiyah.
Dengan demikian akan meneguhkan keimanan kita di dunia dan di akhirat termasuk di alam kubur, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Ucanpan yang teguh adalah tauhid.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Ketiga: Tafsir ayat surah Al-Fatihah
Dalil dalam mendeifinisikan siapa Rabbmu, adalah:
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Al-Fatihah: 2)
Alhamdu, artinya pujian terhadap Al-Mahmud (yang disanjung) tapi disertai dengan Al-Mahabbah Wa Takdim (kecintaan dan pengagungan). Alif Lam pada kata ini artinya mencakup segala jenis pujian.
Berbeda dengan pujian yang tanpa kecintaan dan pengagungan. Misalnya dikatakan, singa itu pemberani. Maka ini juga pujian dalam bahasa Indonesia akan tetapi dalam bahasa Arab tidak dikatakan hamdu, melainkan tsana. Karena singa berani atau tidak memang pemberani.
Lillahi, disertai dengan nama Allah. Segala jenis hamd adalah milik Allah dan Allah lah yang berhak terhadapnya.
Rabb Al-Alamin, Rabb semesta alam.
Penulis mengatakan segala selain Allah disebut alam. Maksudnya Alam secara bahasa cakupannya pada sebuah jenis, seperti alam manusia, alam jin, alam hewan. Adapun surga, neraka, kursi tidak masuk dalam alam.
Makhluk ada dua jenis: yang memiliki jenis yang sama yang disebut alam. Makhluk yang tidak ada semisal dengannya seperti surga, neraka, kursi, maka ini tidak disebut alam.
Dipuji Allah yang diibadahi bahwa dia adalah Rabbul Alamain. Rabb adalah yang menciptakan dan yang diibadahi
Keempat: Penjelasan “dengan apa engkau mengenal Rabbmu?”
Dengan apa mengenal Allah?, Maka katakanlah saya mengenalnya dengan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.
Ayat terbagi menjadi dua: Kauniyah dan Syariyyah. Ayat kauniyah terkait dengan penciptaan yang terlihat di alam seperti langit, bumi, bintang, matahari, bulan, pohon, lautan. Adapun ayat Syariyyah kita mengenal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan tuntunan dalam agama.
Firman Allah Ta’ala:
Pencipta langit hanya Allah. Apabila ada pencipta lain selain Allah maka akan rusak binasa. Hal ini karena setiap yang berkuasa tidak mau diatas yang lainnya. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Kisah Nabi Ibrahmim dalam mencari yang diibadahi:
Kisah ini menunjukan bahwa dari ayat-ayat kauniyyah, seseorang bisa mengenal Allah. Akan tetapi harus ada bimbingan dari ayat-ayat syariyyah karena hidayah itu ada ditangan Allah.
Kelima: Maksud ayat-ayat dan makhluk-makhluk
Penulis menyebutkan malam, siang, matahari dan bulan sebagai ayat-ayat Allah. Adapun langit, bumi, dan seluruh yang ada pada langit dan bumi serta diantara keduanya sebagai makhluk Allah.
Perbedaan ayat-ayat dan makhluk-makhluk?
Dalam bahasa Arab, ayat-ayat bermakna alamat (tanda) dimana terus berputar dan tampak dengan jelas. Sehingga siang dan malam disebut ayat-ayat karena silih berganti, begitu pula matahari dan bulan.
Adapun Makhluq berasal dari kata Al-Makhluqat, yang berarti sesuatu yang sudah ditetapkan, tidak berubah. Sehingga langit dan bumi termasuk makhluk karena sudah ditetapkan tidak berubah.
Seseorang mengenal Rabbnya dengan ayat-ayat dan makhluk-makhluk-Nya.
Langit dan bumi ada 7 lapisan sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
Dan hadist yang dibaca ketika masuk sebuah negeri:
Keenam: Tafsir ayah surah Fushshilat
Dalilnya mengenai ayat-ayat Allah dalam Surat Fushilat Ayat 37. Dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan keesaan, kekuasaan, dan rahmat Allah ada malam yang gelap untuk beristirahat, siang yang terang untuk beraktivitas, dan bulan.
“Maka jangan sujud kepada matahari dan bulan“. Hal ini menunjukkan di masa Nabi ada kaum yang beribadah kepada Matahari dan Bulan. Sujud kepada matahari dan bulan terlarang karena keduanya adalah ayat-ayat Allah.
Seharusnya, “Bersujudlah kepada Allah saja yang menciptakannya“. Ini menunjukkan pengakuan terhadap rububiyyah mengharuskan pengakuan kepada ululhiyyah. Apabila mengakui bahwa Allah yang menciptakan semuanya (malam, siang, matahari, bulan) maka seharusnya beribadah kepada Allah saja yang menciptakannya.
Ketujuh: Tafsir ayah surah Al-A’raf
Dalil mengenai makhluk-makhluk Allah dalam surat Al-A’raf ayat 54, yang menjelaskan bahwa langit yang tujuh dan bumi yang tujuh adalah makhluk-makhluk Allah. Hal ini menunjukkan adanya Allah, keesaan Allah dan Dia-lah satu-satunya yang berhak diibadahi.
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari“. Kita tidak tahu mengenai hari disini tapi dijelaskan sebagai 6 hari.
“Kemudian Allah beristiwa di atas Arsy-Nya“. Istiwa adalah sifat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Diterjemahkan sebagai bersemayam adalah keliru karena ada makna duduk. Adapun istiwa ditafsirkan dengan empat penafsiran:
Al-‘Ulu, bermakna ketinggian.
Al-Irtifa, artinya yang diatas (tinggi atau terangkat).
As-Saud, artinya paling atas.
Al-Istikrar, bermakna yang tetap (tidak berubah).
Tidak bisa dikatakan Allah duduk atau tidak duduk karena kita tidak tahu dan tidak ada dalilnya.
Al-Arsy secara bahasa adalah Sarirur Malik, keranjang atau tempat duduk raja. Al-Arsy adalah makhluk Allah yang paling agung dan besar. Dalam Al-Qur’an disebutkan Al-Arsy sangat besar, sangat luas. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menggambarkan besarnya Arsy, yaitu surga yang luas atapnya adalah Arsy. Juga dalam hadits disebutkan Al-Arsy memiliki tiang-tiang dimana pada hari kiamat disandang oleh 8 malaikat dan pada saat ini disandang oleh 4 malaikat. Disebutkan sifat malaikat penyandang Arsy yaitu jarak antara telinga dan bahunya ditempuh dengan jarak 500 tahun.
“Dia menutup malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat“, maksudnya ketika siang datang maka hilang malamnya begitu juga sebaliknya.
“Matahari dan bulan serta bintang-bintang ditundukan dengan perintah-Nya“.
“Ketahuilah milik Allah penciptaan dan perintah“. Disini dibedakan antara penciptaan makhluk dan perintah. Ini adalah bantahan dari kelompk Jahmiyyah yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk karena Allah membedakan penciptaan makhluk dan perintah. Al-Qur’an adalah berisi perintah Allah, bukan makhluk.
“Mahasuci Allah Rabb semesta alam“.
Kedelapan: Pengakuan bahwa Allah adalah Rabb mengharuskan pengakuan bahwa Allah adalah Yang diibadahi lagi disembah
Ini adalah kaidah penting dalam tauhid. Ar-Rabb, dialah yang berhak unntuk diibadahi.
Sebagaimana dalam beberapa firman Allah Ta’ala berikut:
Tidak ada dari ahlul kitab yang menyakini ada pencipta dan pemberi rejeki selain Allah. Akan tetapi mereka beribadah kepada selain Allah.
Kesembilan: Tafsir ayah surah Al-Baqarah dan penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat.
Dalilnya dalam surat Al-Baqarah ayat 21 dan 22.
“Wahai sekalian manusia, beribadah kepada Rabb kalian”. Ini adalah perintah beribadah kepada Allah. “Yang menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”.
Ayat ini adalah perintah yang paling pertama dalam Al-Qur’an. Yaitu perintah untuk beribadah. Tauhid adalah awal perintah dalam Al-Qur’an.
Dan kelanjutan ayat, “Janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah“. Ini adalah awal larangan dalam Al-Qur’an, yaitu larangan dari berbuat kesyirikan.
Diawal surat Al-Baqarah terdapat penjelasan tiga golongan manusia:
Ayat 1 – 5, penjelasan sifat kaum mukminin.
Ayat 6 -7, penjelasan sifat orang-orang kafir.
Ayat 8 -20, penjelasan sifat kaum munafikin.
Yang paling banyak penjelasan adalah kaum munafikin karena samar, tidak jelas bisa kemana-mana dan tidak tetap.
Rabb, “Yang telah menjadikan untuk kalian bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air Dia mengeluarkan segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian.“.
Hujan berasal dari awan. Pengertian sama’ dalam bahasa Arab selain langit juga berarti di atasnya. Sehingga tidak bertentangan dengan bahwa hujan berasal dari awan.
Kemudian banyak buah-buahan yang keluar, sebagai rezeki.
Sehingga pengakuan rububiyyah Allah, yaitu: Allah yang mencipta, menjadikan bumi hamparan, langit sebagai atap, menurunkan hujan, mengeluarkan berbagai rezeki, maka seharusnya tidak boleh mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibnu Katsir Rahimahullah Ta’ala berkata, “Yang menciptakan segala sesuatu, Dialah yang berhak untuk diibadahi.”
Penutup
Penulis menerangkan mengenai hal penting sebagai berikut:
Menjelaskan siapa Rabb
Dengan apa mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Yang dikatakan Rabb, maka Dia-lah yang diibadahi.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan tujuan untuk mengenal Allah.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 14: Firman Allah Ta’ala, “Patutkan mereka berbuat syirik (dengan menyembah selain Allah) yang tidak dapat menciptakan apa-apa, bahkan mereka itu diciptakan? Padahal, (sembahan-sembahan selain Allah) itu tidak mampu menolong (orang-orang musyrik) juga tidak sanggup menolong diri sendiri” (Al-A’raf: 191-192)
“Patutkan mereka berbuat syirik (dengan menyembah selain Allah) yang tidak dapat menciptakan apa-apa, bahkan mereka itu diciptakan? Padahal, (sembahan-sembahan selain Allah) itu tidak mampu menolong (orang-orang musyrik) juga tidak sanggup menolong diri sendiri” (Al-A’raf: 191-192)
Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid
Di dalam bab ini, Penulis menjelaskan dalil-dalil tentang kebatilan kesyirikan dan menjelaskan keadaan mereka yang diseru selain Allah. Dalam hal ini, ada penetapan tauhid dengan keterangan-keterangan yang kuat dan kukuh.
Makna Ayat Secara Global
Allah mencela kaum musyrikin karena mereka menyembah bersama Allah sembahan-sembahan yang tidak bisa menciptakan sesuatu dan tidak memiliki hak untuk disembah, serta tidak mampu melindungi orang-orang yang menyembahnya dari bahaya, bahkan tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari bahaya. Kalau keadaannya seperti ini maka batillah penyeruan/penyembahan kepada mereka. Karena makhluk tidak mungkin bisa menjadi sekutu bagi khaliq/pencipta, sedang yang lemah tidak akan menjadi sekutu bagi Yang Maha Kuat yang tidak ada sesuatu yang bisa melemahkan-Nya.
Faedah Ayat
Menunjukkan batilnya kesyirikan dari dasarnya, karena bergantung kepada makhluk yang lemah.
Bahwa sang penciptalah yang berhak untuk diibadahi.
Pendalilan dengan tauhid rububiyyah untuk menetapkan tauhid uluhiyyah.
Disyariatkan untuk membantah kaum musyrikin dalam rangka membela al-haq dan menghancurkan kebatilan.
Bab ini dibawahkan sebagai bantahan terhadap kaum musyrikin, siapapun dia, dan penjelasan bagaimana keadaan orang-orang yang dimintai doa. Bahwa mereka yang didoai tidak bisa memberi manfaat dan tidak bisa menolak bahaya.
Bab ini menegaskan tauhid dengan hujjah dan argumen. Bantahan kaum musyrikin sekaligus menjelaskan keadaan orang-orang yang didoakan.
Bagaimana mungkin bisa menjadi tandaingan bagi Allah yang menciptakannya.
Ini adalah celaan terhadap kaum musyrikin. Mereka beribadah kepada selain Allah yang tidak berhak diibadahi karena empat hal, sebagai berikut
Tidak menciptakan sesuatu apapun
Yang diibadahi adalah makhluk ciptaan Allah
Mereka tidak mempu menolong kaum musyrikin yang menyembah mereka
Mereka sendiri tidak mampu menolong diri-diri mereka.
Syirik adalah bergantung kepada makhluk yang tidak mampu.
Faedah Ayat
Kebatilan kesyirikan dari dasarnya karena adalah ketergantungan kepada makhluk yang lemah
Yang mencipta dialah satu-satunya yang berhak diibadahi
Terdapat pernyataan dengan tauhid rubuiyyah akan penetapan tauhid uluhiyyah. Sebab kaum musyrikin mengakui bahwa yang mencipta hanyalah Allah. Kaum musyrikin mengakui bahwa Allah satu-satunya yang mencipta, seharusnya mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya yang diibadahi.
Syariat untuk mematahkan hujjah kaum musyrikin
Wallahu Ta’ala A’lam
Referensi:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Ini adalah inti pembahasan mengenai tiga landasan utama.
Penulis membawakan bab ini dengan metode tanya-jawab. Apabila ditanyakan, maka jawabannya begini. Hal ini dikarenakan tiga hal:
Kitab ini berkaitan dengan pembahasan menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.
Terdapat dua metode dalam mempelajari ilmu, yaitu dengan penyampain dan tanya-jawab.
Terkait dengan hadits Jibril yang datang kepada Nabi dengan beberapa pertanyaan. Jibril bertanya mengenai apa itu Islam, Iman, Ihsan, kapan hari kiamat dan apa tanda-tanda kiamat. Kemudian diakhir tanya-jawab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Terjemahan Kitab
Tiga Landasan Agama
Kemudian apabila engkau ditanya, “Apa tiga landasan utama yang wajib manusia ketahui?”
Jawablah, “Seorang hamba mengenal Rabbnya, agamanya, dan (mengenal) Nabinya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam”
Pembahasan:
Pertama: Asal pembahasan tiga landasan utama
Dari mana asal dari pembahasan tsalatsatu ushul ini? Jawabannya, apabila ingin beribadah maka ibadah hanya tegak dengan tiga perkara, yaitu:
Pertama, apabila ingin beribadah harus tahu siapa yang dia ibadahi. Ini terkait dengan pembahasan ma’rifatullah, mengenal Allah.
Kedua, setelah tahu siapa yang diibadahi, maka mencari jalan bagaimana cara beribadah itu. Ini terkait dengan Agama Allah.
Ketiga, untuk mengetahui cara beribadah, maka harus mengetahui siapa yang menyampaikan atau mengajarkan tentang ibadah itu. Ini terkait dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Ketiga perkara tersebut adalah merupakan pembahasan tsalatsatu ushul.
Kedua: Kewajiban mengenal tiga landasan
Urgensi mengenal tiga landasan utama adalah berkaitan dengan pertanyaan malaikat di alam kubur. Terdapat banyak hadits yang meriwayatkan tentang pertanyaan di alam kubur, yang paling lengkap terdapat di riwayat Imam Ahmad rahimullah ta’la dari Al-Baro bin Ajib Radhiyallu Anhuma berkata:
Diatas kepala ada burung, maksudnya kondisinya sangat tenang karena tidak mungkin burung datang apabila dalam keadaan ramai.
“Dan ditangan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam ada kayu yang ditusukan ketanah”. Membawa tongkat adalah kebiasan orang Arab, tidak dikatakan Sunnah. Kecuali ketika khatib naik mimbar, maka sunnah membawa tongkat.
Hal ini menunjukan bolehnya dikuburan memberikan nasihat.
Nabi mengulangi dua atau tiga kali, sabdanya “Mintalah kalian perlidungan kepada Allah dari siksa kubur”, untuk menunjukan penekanan kalimat.
“Sampai yang dikubur ditanya, wahai kamu, siapa Rabbmu?, apa agamamu? dan siapa Nabimu”.
Pertanyaan ini bukan untuk umat Islam saja, melainkan termasuk umat sebelumnya. Akan tetapi pertanyaan siapa Nabi-mu, maka terkait nabinya masing-masing.
“Maka datang dua malaikat, dan mendudukan orang ini”
Pertanyaan “Bagaimana engkau tahu?” hal ini menunjukan pentingya mempelajari dan memahami jawaban kita.
Kemudian untuk orang yang kafir:
Dalam riwayat Asma binti Abu Bakr:
Hal ini menunjukan “ikut-ikutan” tidak ada manfaatnya, tapi harus dipelajari dan diamalkan serta dijaga sepanjang hidup. Dengan itulah kita dibangkitkan.
Kelanjutan hadits Al-Baro:
Pentingnya mempelajari Tsalatsatu Ushul
Hal ini menunjukan kewajiban mempelajari tsalatstu ushul, karena setiap orang akan mengalaminya di alam kubur.
Pada sakaratul maut, seorang yang selamat, apabila dia bersyahadat diakhir umurnya, yaitu berkata La Ilaha Illallah, dibangun pada siapa yang dia ibadahi dan pengetahuan terhadap agamanya.
Pada hari kiamat, Allah berfirman:
Sebagian as-salaf menafsirkan tentang apa yang dikerjakan yaitu ditanya mengenai La Ilaha Illallah.
Abu Al-Aliya (terdapat dalam Ibnu Katsir dan disebutkan Ibnu Mas’ud) mengatakan Allah akan bertanya mengenai dua perkata pada hari kiamat, yaitu: apa yang mereka ibadahi dahulu dan bagaimana mereka menjawab para rasul.
Allah Ta’ala berfirman:
Ketika dikumpulkan pada hari kiamat, (konteks penduduk neraka).
Pentingnya mengenal Allah dan mengetahui apa itu kesyirikan.
Keitka hari kiamat, juga ditanyakan bagaimana menjawab para rasul:
Bagaimana taat kepada rasul dan mengikuti syariat agama yang dibawa para rasul.
Sehingga tsalatatu ushul penting dipelajari bukan karena terkait pertanyaan malaikat dialam kubur saja, tapi dibutuhkan juga pada saat sakaratul maut, lebih dashyat lagi yaitu pertanyaan Allah di akhirat.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Ini adalah pendahuluan yang ketiga, yaitu penjelasan mengenai makna Al-Hanifiyyah serta mengenai perintah dan larangan Allah yang paling besar.
Kata Al-Hanifiyyah telah diulang beberapa kali dari beberapa kitab karya para penulis. Hal ini terjadi karena Al-Hanifiyyah adalah pokok dari agama di mana seluruh nabi dan rasul berada di atas Al-Hanifiyyah.
Pada khususnya Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang merupakan imam orang-orang yang Hanif. Nabi Ibrahim wajib diikuti oleh umat, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” (QS. An-Nahl: 123)
Terjemahan Kitab
Ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk mentaatinya bahwa hanafiyah agama Nabi Ibrahim adalah engkau beribadah kepada Allah saja dengan memurnikan agama untukNya. Dengan itulah Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptkan mereka karena hal tersebut. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzariat: 56)
Maksud kalimat “agar beribadah kepadaKu” adalah agar mereka mentauhidkan Aku. Perkara paling besar yang Allah perintahkan adalah tauhid yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Perkara paling besar yang Allah larang adalah kesyirikan yaitu beribadah kepada selain Allah bersamaan dengan itu dia juga beribadah kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
“Beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan menduakan Allah dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)
Pembahasan:
Pertama: Penggabungan antara pengajaran dan doa
Ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk mentaatinya bahwa hanafiyah agama Nabi Ibrahim.
Apabila seorang hamba mentaati Allah, maka telah mendapatkan seluruh kebaikan. Sehingga sangat penting untuk mendapatkan hidayah ini. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, dalam Shahih Muslim, berpesan kepada Ali Radhiyallahu Anhu:
Kedua: Penjelasan makna Al-Hanifiyyah
Al-Hanifiyyah berasal dari kata Al-Hanaf, yang bermakna condong. Hal ini dikarenakan seseorang yang condong kepada tauhid dan meninggalkan kesyirikan.
Adapaun secara istilah, Al-Hanifyyah adalah engkau beribadah kepada Allah saja dengan memurnikan agama untukNya.
Al-Hanifyyah mempunyai dua makna:
Makna umum artinya Islam
Makna khusus artinya menghadap kepada Allah dengan tauhid dan berpaling dari kesyirikan dengan berlepas diri darinya.
Al-Hanifiyyah dikhususkan agama Nabi Ibrahim. Padahal seluruh Nabi dan Rasul juga Al-Hanifiyyah. Hal ini disebabkan:
Nabi Muhammad Shallallhu Alaihi Wasalam adalah keturunan dari Nabi Ismail Alaihi Salam, putra dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam
Nabi Ibrahim dijadikan imam (panutan) dalam Al-Hanifiyyah. “Sesungguhnya Nabi Ibrahim adalah sebuah umat yang jujur, taat, tekun dan giat beribadah kepada Allah dan orang yang Hanif“
Nabi Ibrahim adalah manusia yang paling sempurna didalam mentahqiq tauhid, sampai kepada derajat Al-Hulla. Disebut sebagai Halillullah, kekasih Allah Ta’ala demikian juga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam.
Mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya. Ini adalah perintah Allah kepada seluruh manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’lla:
Ketiga: Makna Ibadah
Dengan itulah Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptkan mereka karena hal tersebut.
Hakikat dari Al-Hanifyyah adalah ibadah sehingga ini adalah perintah untuk seluruh manusia. Sebagaimana firman Allah “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzariat: 56).
Makna “beribadah kepadaKu” adalah mentahuidkan Ku. Ibadah ada dua makna:
Makna umum, Ibadah adalah melaksanakan perintah syariat disertai dengan kecintaan dan ketundukan. Ibnu Qoyim berkata Ibadah adalah puncak kecintaan kepada Allah disertai dengan penghinaan dirinya tunduk kepada Allah.
Makna khusus, Ibadah adalah tauhid. Ibnu Abbas mempunyai kaidah yang disebutkan Al-Baghawi dalam tafsirnya, yaitu apa saja yang dalam dalam Al-Quran dari kalimat ibadah, maka makanya adalah tauhid.
Keempat: Tafsir ayat Sura Adz-Dzariyat
Firman Allah Ta’ala:
Tafsir Pertama: Ini adalah hikmah diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini bukan berarti Allah perlu kepada makhluk, karena Allah maha cukup dan maha kaya, tidak perlu sedikitpun dari makhluk. Akan tetapi makhluk lah yang perlu kepada Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Tafsir Kedua: Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat dalam surat Adz-Dzariat ini adalah khusus bagi orang-orang yang taat. Dalam bacaan Ibnu Abbas ayat ini disebutkan: “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia dari kaum mukminin, kecuali untuk beribadah kepada Ku.” Adapun Jin dan Manusia adalah kebanyakan penghuni neraka jahanam, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Kelima: Yang teragung dari segala yang Allah perintah
Tauhid adalah perkara yang paling agung, dikarenakan hal berikut:
Tauhid adalah perintah Allah kepada seluruh makhluk
Tauhid adalah tujuan diutusnya para Nabi dan Rasul
Tauhid terdapat pada seluruh kitab yang diturunkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Keenam: Definisi Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah didalam beribadah, artinya seseorang beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak ada serikat bagi-Nya.
Tauhid memilik dua makna:
Pertama, Makna umum, yaitu mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam seluruh haknya.
Hak Allah ada dua:
Hak dalam ma’rifah (pengenalan) dan isbat (penetapan). Hak ini terkait dengan tauhid rububiyyah dan asma wa sifat
Hak dalam al-iradah (kehendak) dan al-qas (maksud). Hak ini terkati dengan tauhid uluhiyyah.
Dengan kata lain hak Allah ada tiga, yaitu: rububiyyah, uluhiyah, dan asma wa sifat.
Kedua, Makna khusus, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Dengan kata lain tauhid uluhiyyah.
Ketujuh: Yang terbesar dari segala yang Allah larang
Syirik adalah larangan Allah yang terbesar. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada kesyirikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Dalam hadits Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu, riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu, riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Kedelapan: Definisi kesyirikan
Syirik adalah menyeru kepada selain Allah bersama dengan menyeru kepada-Nya. Syirik adalah mempersekutukan Allah dengan yang lainnya.
Definisi syirik dengan makna Umum adalah menjadikan sesuatu dari kekhususan Allah kepada selain Allah. Ini mencakup syirik dalam rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa sifat.
Definisi syirik dengan makna Khusus adalah menjadikan sesuatu dari ibadah Allah kepada selain Allah. Ini yang definisikan penulis yaitu menyeru (ibadah) kepada selain Allah bersama-Nya.
Kesembilan: Tafsir ayat surah An-Nisa’
Dalil dari tauhid adalah perintah terbesar dan syirik adalah larangan terbesar adalah firman Allah Ta’ala:
Dalam ayat ini mencakup 10 hak Allah kepada hamba, dimana hak yang pertama adalah beribadah kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikan kepada-Nya.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu:
Ini mencakup semua jenis kesyirikan baik kecil maupun bersar.
Syirik besar membatalkan keislaman, menghancurkan amalan, dan kekal dalam neraka.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Ini adalah Pendahuluan kedua dari tiga pendahuluan yang disebutkan penulis, yaitu ada tiga pembahasan yang wajib untuk diamalkan:
Kewajiban taat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wasalam
Bathilnya kesyirikan.
Al-Wala dan Al-Bara.
Terjemahan Kitab
Ketahuhilah –semoga Allah merahmatimu- bahwa wajib bagi seorang muslim dan muslimah mempelajari tiga perkara dan mengamalkannya.
Pertama ia mempelajari bahwa Allah telah menciptakan kita, memberi kita rezeki, dan tidak membiarkan kita terlantar. Tapi Allah mengutus kepada kita seorang rasul. Siapa yang mentaati Rasul itu, ia akan masuk surga dan siapa yang durhaka kepadanya ia akan masuk ke dalam neraka. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala
“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Firaun. Maka Firaun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat” (QS. al Muzammil: 15-16)
Kedua ia mempelajari bahwa Allah tidak ridha jika disyerikatkan dengan seorang pun dalam ibadah. Baik disyerikatkan dengan seorang malaikat yang didekatkan dengan Allah atau Nabi yang diutus.
“Dan masjid-masjid hanyalah milik Allah, maka janganlah kalian beribadah kepada Allah bersamaan dengan itu kalian juga ibadah kepada seseorang” (QS. al Jin: 18)
Ketiga siapa yang mentaati Rasul dan mentauhidkan Allah maka tidak boleh baginya untuk membela orang yang menentang Allah dan RasulNya walaupun dia adalah kerabat yang paling dekat dengannya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Kamu tidak akan mendapati sebuah kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih sayang kepada orang yang menentang Allah dan rasulNya walaupun mereka adalah bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka, atau saudara-saudara mereka, atau keluarga mereka. Mereka adalah orang yang telah Allah tetapkan keimanan dalam hati mereka dan Allah kuatkan dengan pertolongan dari Allah. Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Merekalah golongan Allah dan ketahuilah bahwa golongan Allah pasti akan menang” (QS. Al Mujadilah: 22)
Pembahasan:
Pertama: Menggabungkan antara pengajaran dan doa
Pengajaran dan Doa yang disebutkan yaitu “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu”
Belajar harus dilakukan dengan mengambil ilmu dari seorang guru yang ahli pada bidangnya, bukan hanya dengan belajar dan membaca sendiri.
Kedua: Kewajiban mempelajari dan mengamalkan tiga masalah
Hal ini dijelaskan dipendahuluan agar kita mengenal hakikat dari agama dan tauhid yang dibawa oleh Rasulullah Shallalahu Alaihi Wasallam. Ada tiga hal yang disebutkan penulis diatas yang wajib dipelajari dan diamalkan.
Ketiga: Keimanan kepada tauhid rububiyyah
Keimaman rububiyah menyatakan bahwa Allah menciptakan kita, memberi kita rezeki, dan tidak membiarkan kita terlantar.
Allah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, memperbaiki ciptaan, dan memberikan berbagai rezeki serta anugerah kepada manusia agar tidak kelaparan.
Keimanan pada tauhid rububiyyah sama di antara muslim dan musyrik pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Iblis pun tidak menyangkal hal ini.
Keimanan Rububiyyah adalah mengesakan Allah dalam perbuatannya.
Keempat: Hikmah penciptaan jin dan manusia
Kita tidak hidup tanpa perintah dan larangan. Kita memiliki kewajiban yang harus dikerjakan dan larangan yang harus dihindari.
Firman Allah Ta’ala:
Bahkan diutus seorang Rasul untuk membawa petunjuk pada jalan yang lurus, menyuruh kepada kebaikan, dan meninggalkan segala kejelekan. Siapa yang taat kepada Rasul akan masuk surga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Makhluk paling sempurna adalah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara dhohir maupun batin.
Hal ini juga berarti bahwa orang yang bermaksiat kepada Rasul akan masuk neraka, sebagaimana Firman Allah.
Manusia diciptakan Allah dan diberi rezeki. Allah mengutus Rasul, yang taat akan masuk surga, yang bermaksiat akan masuk neraka.
Kelima: Kewajiban taat kepada Rasulullah ﷺ
Imam Ahmad berkata terdapat lebih dari 33 tempat dalam Al-Qur’an mengenai taat kepada Rasul.
Ketaatan kepada Rasul berarti juga taat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Sehingga diwajibkan taat kepada Rasul sebagaimana dalam surah Al-Muzammil ayat 15-16.
Keenam: Tafsir dua ayat surah Al-Muzzammil
Tafsir surah Al-Muzammil ayat 15-16:
Sesungguhnya kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam. Beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul.
Rasul yang akan menjadi saksi amalan-amalan kalian di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir’aun seorang Rasul, yaitu Nabi Musa Alaihi Salam.
Fir’aun menentang Nabi Musa, lalu Firaun dan tentaranya disiksa dengan ditenggelamkan ke dalam laut. Mereka juga disiksa di dalam kubur sampai hari kiamat, sesuai dengan Firman Allah Ta’ala.
Umat Nabi Musa yang membangkang kepada beliau disiksa di neraka, begitu juga umat Nabi Muhammad yang membangkang kepada beliau akan disiksa di neraka.
Diakhirat akan ditanya bagaimana kalian menjawab seruan para Rasul:
Hanya terdapa dua golongan: mengikuti Rasul atau mengikuti hawa nafsu.
Seorang mukmin apabila sudah ada printah dari Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada pilihan lain.
Ketujuh: Kebatilan kesyirikan dalam ibadah dan kebenaran tauhid untuk Allah
Ini adalah poin kedua dari penulis tentang kebatilan kesyirikan dan kebenaran tauhid. Perintah terbesar adalah tauhid dan larangan terbesar adalah kesyirikan. Wasiat Allah dalam surat Al-An’am pertama kali membahas tentang tauhid. Begitu juga dalam surat Al-Isra, yang dimulai dengan pembahasan tentang tauhid.
Kedelapan: Tafsir surah Al-Jinn
Dalil bahwa ibadah hanya milik Allah terdapat dalam Surat Al-Jinn ayat 18. Mesjid-mesjid (tempat shalat) dan anggota tubuh yang digunakan untuk sujud adalah milik Allah, dan tidak boleh digunakan untuk menyembah selain Allah.
Larangan beribadah kepada selain Allah termasuk pada malaikat, Nabi, wali, dan lainnya. Ibadah mencakup doa, nadzar, sembelihan, dan sebagainya.
Kesembilan: Kewajiban berlepas diri dari kaum musryikin
Ini adalah poin ketiga dari penulis, yang melanjutkan poin pertama dan kedua. Siapa yang taat kepada rasul dan mentauhidkan Allah, tidak boleh berloyalitas kepada yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka adalah keluarga dekatnya.
Penulis ingin menjelaskan bahwa Islam itu tidak hanya taat kepada Rasul, mentauhidkan Allah, tetapi Islam itu harus Al-Wara dan Al-Bara. Artinya wajib memberikan cinta hanya kepada Allah dan Rasul-Nya serta kaum mukminin. Dan juga wajib berlepas diri dari yang memberikan loyalitasnya kepada orang kafir.
Kesepuluh: Penjelasan ayat surat Al-Mujadilah dan beberapa pembahasan seputar Al-Wara dan Al-Bara
Dalil larangan memberikan loyalitas kepada yang menentang Allah dan Rasul-Nya adalah surat Al-Mujadilah ayat 22.
Engkau tidak akan menemukan kelompok yang benar-benar beriman, yaitu beriman kepada Allah dan hari akhirat, namun juga memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir, walaupun mereka adalah keluarga dekat. Ini adalah konsekuensi dari Tauhid, yaitu tidak memberikan loyalitas kepada orang kafir.
Mereka adalah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dan keteguhan dalam hati. Mereka akan masuk surga dan kekal di dalamnya karena Allah ridha pada mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan Allah, dan beruntung di dunia maupun akhirat.
Mereka yang benar pada Al-Wala dan Al-Bara-nya maka disebutkan enam keutamaan:
Dikumpulkan dan dikuatkan keimanan dalam hatinya
Dikuatkan oleh Allah dengan petunjuk dan cahaya
Dijamin masuk surga
Ridha Allah terhadap mereka
Ridha hamba kepada Allah karena dimasukan ke surga
Dijadikan orang-orang khusus Allah (hizbullah)
Ini adalah hakikat Islam: keislaman seseorang tidak lengkap, meskipun dia bersaksi atas keesaan Allah dan meninggalkan kesyirikan, jika dia tidak secara terang-terangan menentang dan membenci kaum musyrikin.
Hal ini tidak berarti ekstrem atau tidak adil terhadap orang kafir. Keadilan adalah perintah dalam Agama, baik untuk muslim maupun kafir. Umat Islam yang memegang teguh aqidah ini, tidak akan menjadi penyebab kerusakan bagi orang kafir. Pada zaman Nabi, orang-orang Yahudi tinggal di Madinah dan hidup damai, kecuali mereka yang melanggar perjanjian.
Saikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Al-Bara’ (berlepas diri) adalah kebalikan dari Al-Wala’ (memberi loyalitas). Kata Al-Bara’ berarti kebencian, sedangkan kata Al-Wala’ berarti cinta. Inti dari konsep Tauhid adalah mencintai hanya Allah serta mencintai semua yang Allah cintai, dan tidak mencintai kecuali untuk Allah serta tidak membenci kecuali untuk Allah.
Saikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ketika seorang hamba telah kuat dalam pembenaran, pengetahuan, dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hal tersebut mengharuskan adanya kebencian terhadap musuh-musuh Allah.
Apa Hukum memberi Loyalitas kepada orang Kafir?
Secara umum jawaban nya ada dua hukum:
Al-Tawali, ini adalah hukumnya kafir, keluar dari Islam.
Al-Muwalah, ini adalah hukumnya dosa besar.
Al-Tawali adalah mencintai kesyirikan, mencintai orang-orang yang berbuat kesyirikan, membantu orang kafir agar menang diatas kaum mukminin, bergembira apabila orang kafir yang menang diatas kaum mukminin, menolong kaum kafir untuk membinasakan kaum mukminin.
Firman Allah Ta’ala
Al-Baghawi menafsirkan, Iman seorang mukmin menjadi rusak karena memberikan kecintaan kepada orang kafir.
Al-Muwalah merupakan kecintaan dan pertemanan yang berkaitan dengan urusan dunia saja. Tidak ada cinta orang kafir terhadap kemenangan atas Islam, tetapi ada urusan dunia yang dicari. Tidak ada alasan untuk membantu orang kafir untuk menang atas kaum mukminin. Orang yang memberikan loyalitas hanya untuk kepentingan dunia masih disebut mukmin.
Hal ini terjadi pada Hatib bin Abi Baltah, seorang sahabat mulia, yang membocorkan rahasia Nabi. Kemudian Nabi memanggil Hatib, dan bertanya mengapa dia melakukannya. Hatib menjawab bahwa para sahabat yang berhijrah ke Madinah memiliki keluarga di Mekah yang dilindungi, sementara keluarganya di Mekah tidak aman. Hatib hadir di Pertempuran Badar dan memperoleh keutamaan.
Sehingga ini tidak membatalkan keislaman, tetapi dosa besar.
Orang Muslim yang tinggal di Negeri Kafir dan memiliki kewajiban untuk membela negaranya dalam pertempuran melawan Negeri Muslim tidak dapat disebut kafir. Jika mereka membela negara kaum Musyrikin demi kepentingan dunia, itu adalah dosa besar.
Hubungan antara negara Muslim dan non-Muslim tidak membuat salah satu pihak menjadi kafir. Ini disebabkan oleh banyak keterkaitan dengan hubungan dunia dan merupakan bagian dari strategi syar’iyyah.
Syeikh Shaleh Al Fauzan Hafihazullah memberikan ketentuan terkait sikap terhadap orang kafir, yang menekankan bahwa kita tidak boleh memberikan loyalitas kepada mereka. Namun, hal ini tidak berarti bahwa kita harus memutus hubungan dengan orang-orang kafir dalam segala hal. Beberapa hal yang diperkecualikan dalam hal ini, di antaranya:
Mendakwahi kepada Islam.
Melakukan perdamaian dengan orang Kafir (tidak saling berperang). Seperti dalam kisah perjanjian Hudaibiyah.
Tidak dilarang berbuat baik kepada orang kafir apabila mereka berbuat baik kepada umat Islam (Surat Al-Mumtahanah Ayat 8)
Taat kepada orang tua dalam hal yang baik
Dibolehkan pertukaran dalam perniagaan (jual-beli). Nabi mempekerjakan penduduk Khaibar.
Diperbolehkan menikahi perempuan ahlul kitab dengan syarat perempuan yang suci.
Memenuhi undangan orang kafir untuk makanan yang diperbolehkan.
Berbuat baik kepada tetangga orang kafir
Tidak boleh mendhalimi mereka.
Ayat ini sering disalahartikan oleh orang-orang liberal dan munafik masa kini. Pengertiannya sebenarnya adalah boleh berbuat baik pada orang yang tidak berarti memberikan loyalitas kepada mereka. Tidak memberikan loyalitas kepada orang kafir tidak berarti menolak berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Judul kitab: Tiga Landasan Utama berserta Dalil-Dalilnya karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah Ta’ala.
Kitab ini menguraikan mengenai kewajiban setiap muslim dan muslimah yang harus diketahui, yang akan ditanyakan di alam kubur, yaitu tiga pertanyaan alam kubur. Diuraikan mengenai bagaimana mengenal Allah, mengenal Agama Islam, dan bagaimana mengenal Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Kitab ini sangat penting, dahulu penulis mengajarkan selalu kitab ini kepada murid-murid dan orang-orang awam. Dan hingga saat ini kitab ini terus diajarkan secara rutin.
Disebut kita tsalatsatul ushul dikarenakan sebelum dijelaskan mengenai tiga landasan utama yaitu mengenal Allah, mengenal agama dan mengenal nabi, didahului oleh tiga risalah pendahuluan yaitu:
Kewajiban mempelajari empat masalah agama yang terkandung dalam surat Al-Ashr.
Kewajiban taat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan bathilnya kesyirikan serta Al-Wala dan Al-Bara.
Penjelasan Makna Al-Hanifiyyah serta perintah teragung dan larangan terbesar.
Terjemahan Kitab
Ketahuhilah –semoga Allah merahmatimu- bahwa wajib atas kita untuk mempelajari empat perkara.
Pertama : Berilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabiNya, dan mengenal agama Islam dari dalilnya.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. al‘Ashr: 1-3)
Berkata Imam Syafi’i rahimahullah
“Seandainya Allah tidak menurunkan keterangan kepada kepada makhluknya kecuali surah ini, maka surah ini sudah cukup bagi mereka”
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS.Muhammad: 19)
Dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah berilmu (belajar) sebelum berucap dan beramal.
Pembahasan:
Pertama: Pembukaan risalah dengan basmalah
Kitab ini dimulai dengan basmalah, memohon pertolongan Allah ketika memulai penulisan. Hal ini sesuai dengan Al-Quran dimana dimulai dengan basmalah pada setiap surah nya, kecuali surah At-Taubah.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam juga memulai surat-surat nya dengan basmalah, seperti penulisan surat kepada Heraclius dan perjanjian hudaibiyah.
Makna bismillahi, ismi adalah mufrad dan disandarkan pada ma’rifah (Allah) maka menunjukan artinya bersandar kepada seluruh nama-nama Allah. Allah adalah yang diibadahi dengan penuh pengagungan. Allah adalah nama yang terbesar dari seluruh Asma Al-Husna.
Ar-Rahman Ar-Rahim, maha pemberi rahmat yang terus bersambung. Perbedaannya adalah:
Ar-Rahman adalah nama khusus untuk Allah, tidak boleh digunakan untuk selain Allah. Adapun Ar-Rahim boleh digunakan untuk selain Allah.
Ar-Rahman adalah rahmat yang luas untuk umum termasuk mu’minin, kafir, jin dan manusia sedangkan Ar-Rahim adalah rahmat yang terus bersambung khusus untuk kaum mu’minin.
Ar-Rahman kaitannya dengan dzat Allah sedangkan Ar-Rahim kaitannya dengan fi’il (perbuatan) Allah. Dalam Ar-Rahman, Allah maha rahmat, sedangkan dalam Ar-Rahim, Allah maha merahmati kepada siapa yang Allah kehendaki dari orang yang beriman dan tidak merahmati dari orang-orang kafir.
Kedua: Menggabungkan pengajaran dan doa
Pada permulaan risalah disebutkan “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu”. Ketahuilah artinya diajarilah ilmu dan kemudian didoakan semoga Allah merahmatimu.
Ini adalah sifat seorang guru yang baik yaitu mengajari ilmu dan kemudian mengiginkan kebaikan untuk muridnya. Seorang guru yang baik juga memberikan ilmu yang sesuai untuk muridnya, yaitu diawali dengan buku-buku dasar dan ringan dipelajari. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu menyebut guru seperti ini sebagai Rabani, yaitu yang mengajari manusia ilmu yang kecil sebelum ilmu yang besar.
Ketiga: Kewajiban mempelajari empat masalah
Penulis menyebutkan “wajib atas kita untuk mempelajari empat perkara”. Kewajiban ini adalah untuk semua orang yang sudah mukalaf (dewasa, aqil, baligh). Sebagaimana dalam surat Al-Asr, apabila tidak mempelajari ini, maka orang tersebut menjadi golongan orang yang merugi.
Keempat perkara tersebut adalah:
Ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agama Islam berdasarkan dalil-dalil.
Amalan dengan ilmu.
Mendakwahkan ilmu.
Sabar di atas rintangan dalam hal tersebut (mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan ilmu).
Keempat: Definisi Ilmu dan ma’rifah
Definisi Ilmu adalah mengenal petunjuk dengan dalilnya. Apabila seseorang mengerti akan sesuatu tetapi tidak mempunyai dalil maka itu tidak dianggap ilmu.
Definisi Ma’rifah adalah pengetahuan untuk mengenal sesuatu. Seperti ma’rifah Allah artinya bagaimana mengenal Allah dengan dalil-dalilnya.
Ilmu secara syar’i memiliki dua sifat:
Sifatnya dicari darinya atau darimana diambilnya. Terdapat 3 bagian yaitu mengenal Rabb, Agama, dan Nabi-nya.
Sifatnya dicari padanya. Padanya harus diketemukan ada dalilnya.
Mengetahui dengan dalil artinya kita pernah mendengar dan mengetahui dalil akan sesuatu. Dalil tidak harus dihafalkan akan tetapi kita memegang petunjuk dengan dalilnya. Sehingga tidak disebut sebagai orang yang ikut-ikutan.
Tidak mempunyai dalil dan hanya ikut-ikutan tidak akan diperhitungkan. Seperti orang yang tidak tahu jawaban dari tiga pertanyaan di alam kubur: “ha ha. Saya tidak tahu, Saya hanya mendengar manusia berucap seperti itu, saya juga ikut mengucapkannya“. Sehingga walaupun kita tahu jawaban tersebut adalah Allah tuhan saya, Islam agama saya, dan Muhammad Shallallahu Alaihi wasalam Nabi saya, akan tetapi tidak ada manfaatnya apabila hanya ikut-ikutan orang yang menyebutkannya.
Dalam buku ini dipaparkan jawaban dari tiga pertanyaan alam kubur tersebut dengan dalil-dalilnya. Seperti siapa Allah akan dijelaskan dalil-dalilnya. Kemudian apa itu agama Islam? dijelaskan tentang Islam dan tingkatan-tingkatannya Islam. Mengenai nabi, dijelaskan siapa namanya, dimana tinggalnya dan kemana beliau hijrah.
Apabila kita tidak tahu akan jawaban tersebut dengan dalil-dalilnya, maka akan susah menjawab pertanyaan dialam kubur dan di akhirat.
Kelima: Ilmu yang wajib untuk dipelajari
Ilmu yang wajib dipelajari adalah mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal Islam dengan dalil-dalilnya. Bagaimana kadar kewajiban dari ketiga ilmu tersebut adalah inti pembahasan pada kitab ini.
Ilmu syar’i yang wajib (fard ‘ain) dipelajari bagi setiap muslim adalah ilmu pokok-pokok syari’at secara umum. Adapun rincian rinician detail dari pokok-pokok tersebut, tidak diwajibkan untuk setiap muslim. Akan tetapi menjadi fadhu kifayah pada sebagian jumlah yang cukup dari kaum mu’minin, seperti: hakim, mufti, pengajar dan selainnya.
Bagaimana mengenal Allah? yaitu bagaimana Allah mengenalkan dirinya dalam Al-Qur’an dan juga apa yang Rasulullah perkenalkan Allah dalam hadits-haditsnya. Mengenal Allah yang diibadahi, mengenal jalan yang mengantarknya kepada Allah, kemudian mengenal Nabi yang menunjukan jalan.
Ibnul Qoyim berkata “Allah telah mencela siapa yang tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Dan Allah mencela siapa tidak mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan. Dan Allah mencela siapa yang tidak megenal sifat Allah dengan sebenar-benar pengsifatan”.
Bagaimana mengenal Nabi-Nya (Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam) ? dan bagaimana mengenal agama Islam dengan dalilnya? Hal ini akan dijelaskan oleh penulis.
Didahului dengan Ilmu karena ilmu adalah landasan atau dasar dari semuanya. Ilmu disini adalah ilmu syar’i yang wajib dipelajari. Hukum mempelajarinya ada yang fardu ‘ain dan ada yang fardu kifayah.
Adapun ilmu dunia hukum asalnya mubah, bisa menjadi dianjurkan apabila banyak manusia yang memerlukannya. Atau bisa menjadi fardu kifayah apabila banyak umat Islam yang akan tertimpa bahaya, apabila tidak mempelajari ilmu dunia tersebut.
Keenam: Kewajiban beramal
Beramal dengan ilmu artinya tampaknya bentuk perintah Allah pada seorang hamba. Seperti perintah shalat, maka ketika diamalkan kelihatan dirinya shalat. Amalan adalah buah dari ilmu.
Kaidah disebagian ahli hadist agar dikuatkan hafalan haditsnya maka mereka mengamalkan hadits tersebut.
Dalam Surat An-Nisa ayat 66-68: Andaikata mereka melakukan amalan yang diberikan ilmu kepada mereka, maka ini adalah yang terbaik untuk mereka, hal yang mengukuhkan (amalannya menjadi lebih bagus), dan akan diberi pahala yang besar, serta akan diberi hidayah menuju kepada jalan yang lulus.
Sebagian ulama mengatakan, “siapa yang beramal dengan ilmu yang dia pelajari, maka Allah akan mengajarkan atau mewariskan kepadanya ilmu yang sebelumnya tidak dipelajari”.
Ilmu ada yang wajib diamalkan dan ada yang sunnah diamalkan. Ilmu dalam mengamalkannya ada yang cukup satu kali ada juga yang diamalkan terus menerus.
Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ada tiga kelompok yang pertama dipanggang api neraka. Salah satunya adalah orang yang belajar tentang ilmu tapi tidak mengamalkannya. Dua yang lainnya adalah yang berjuang dijalan Allah dan yang bersedekah. Ketiga kelompok ini melakukan amalan tapi tidak ikhlas hanya ingin disebut sebagai seorang yang berilmu, mujahid, dan dermawan.
Dalam surat Al-Fatihah, kita meminta jalan yang lurus, yaitu beramal dengan ilmu. Tidak seperti orang-orang yang dimurkai yaitu orang Yahudi yang punya ilmu tapi tidak beramal. Dan tidak seperti orang-orang yang disesatkan yaitu orang Nashrani yang beramal tanpa ilmu.
Ketujuh: Kewajiban berdakwah kepada Allah
Setelah dipelajari dan diamalkan, maka didakwahkan ilmunya. Seperti kita ketahui bahwa ada ilmu yang wajib untuk dipelajari dan setelah itu ada yang amalan yang wajib diamalkan, maka ada kewajiban juga untuk mendakwahkan atau mengajarkan ilmu. Sehingga wajib mempelajari bagaimana cara menyampaikan ilmu.
Terdapat etika dan adab dalam berdakwah, diantaranya
Dijelaskan jalan yang benar
Harus ikhlas mengajak kepada Allah
Diatas ilmu dan yakin.
Diatas tauhid.
Mengajak kepada jalan yang jelas yaitu jalan Allah
Dengan hikmah, yaitu meletakan sesuatu kepada tempatnya.
Pelajaran yang baik, artinya nasihat yang mendalam, sehingga mengamalkannya.
Berbantahan dengan cara yang baik, yaitu apabila perlu diluruskan kesalahan atau membantah syubhat.
Sifat seorang da’i adalah orang-orang yang adil dan terpercaya.
Mereka menafikan orang-orang yang melampaui batas.
Mereka juga menafikan orang-orang yang mengikuti kebathilan.
Mereka juga menafikan takwil orang-orang yang jahil. Maka mereka menjelaskan tafsir yang benar.
Pesan nabi ketika mengutus para shahabat ke Yaman:
Seorang da’i agar jangan menggunakan bahasa-bahasa yang sulit dipahami. Tapi juga tidak terlalu mempermudah tapi sesuai dengan batasan agama. Kemudian memberi kabar gembira dan jangan membuat orang lari. Tidak langsung diberikan ancaman masuk neraka, sehingga orang tidak mau lagi mendengarnya. Kemudian saling pengertian dan tidak berselisih.
Dakwah bertingkat-tingkat, dakwah yang paling tinggi adalah kepada tauhid dan memperingatkan dari bahaya kesyirikan. Kemudian tingkatan dibawahnya adalah kewajiban-kewajiban.
Kedelapan: Kewajiban bersabar
Kewajiban bersabar dalam ilmu, maksudnya mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan ilmu.
Sabar artinya mengurung dirinya diatas hukum Allah dan tidak keluar darinya. Sabar adalah mengekang jiwanya untuk tidak berkeluh kesah dan mengeluh, anggota badannya tenang tidak melakukan yang tidak baik.
Para ulama berkata terbagi dua, yaitu kesabaran terhadap hukum Allah qadari dan hukum Allah syar’i. Qadari adalah ketentuan dan takdir adapun Syar’i adalah perintah dan larangan Allah. Sehingga kebanyakan ulama membagi sabar menjadi tiga: sabar dalam menjalankan perintah, sabar dalam meninggalkan larangan, dan sabar dalam menerima ketentuan dan takdir Allah.
Apabila kita mulai berdakwah, maka akan ada gangguan sebagaimana para rasul juga mendapat gangguan dan cobaan:
Maka harus bersabar dalam berdakwah dalam menghadapi ujian dan cobaan, sehingga terbiasa dan semakin kuat dalam menghadapinya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam mengibaratkan seorang mu’min sebagai sebuah pohon yang apabila diterpa angin dari timur maka pohonnya condong kebarat dan apabila diterpa angin dari barat maka pohonnya condong ketimur. Dan apabila tidak ada angin maka pohonya kembali ketengah. Akan tetapi orang kafir diibaratkan sebagai pohon yang kuat, yang apabila diterpa angin tidak goyah. Akan tetapi apabila anginnya lebih besar maka pohonya tumbang.
Ibnul Qoyim rahimahullah menyebutkan empat tingkatan ini (ilmu, amal, dakwah dan sabar) sebagai jihadun nafs (jihad memperbaiki diri), yaitu jihad dalam menuntut ilmu, jihad dalam mengamalkan ilmu, jihad dalam mendakwahkan ilmu dan jihad bersabar. Apabila sempuran dalam empat tingkatan ini maka termasuk yang rabaniyyun.
Kesembilan: Tafsir surah Al’Ashr
Dalil dari empat kewajiban ini adalah surat Al-Ahsr ayat 1-3.
Wal Ashr, artinya Allah bersumpah dengan waktu yang berada diakhir hari atau waktu Ashr atau masa seluruhnya. Waktu ini adalah orang yang shalih mendapatkan amalan shalih dan orang yang merugi juga mendapatkan amalan yang merugi.
Yang ingin Allah tegaskan adalah “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian“. Dalam ayat ini dikuatkan sebanyak tiga kali, yaitu demi waktu ashr, sesungguhnya, dan benar-benar. Dengan sumpah ini mengingatkan kita bahwa manusia ini benar-benar merugi, kecuali apa yang dikecualikan. Manusia disini adalah untuk semua umat manusia. Merugi ada yang ruginya semuanya, ada yang rugi sebagian, ada yang rugi besar atau kecil, ada yang rugi dunia, ada yang rugi akhirat, dan ada yang rugi dunia dan akhirat.
Yang dikecualikan empat sifat, yang juga disebutkan penulis yaitu empat perkara:
Beriman adalah keyakinan atau mengakui sesuatu tidak mungkin kecuali dengan ilmu. Dasar iman dan lanjutannya adalah terkait dengan ilmu.
Beramal dengan amalan yang shalih baik dhohir maupun bathin.
Saling berwasiat dengan kebenaran artinya berdakwah mengajak dijalan Allah.
“Seandainya Allah tidak menurunkan keterangan kepada kepada makhluknya kecuali surah ini, maka surah ini sudah cukup bagi mereka”
“Mencukupi bagi mereka” maksudnya cukup tegaknya hujjah bagi mereka dan kewajiban dalam menjalankan hukum Allah. Tidak bermaksud bahwa surat ini mencukupi semua perkara agama karena dalam agama banyak perkara yang harus dijelaskan seperti shalat, zakat, puasa dan lainnya.
Dalam surat Al Ashr ini terdapat kesempurnaan. Apabila dia berilmu dan mengamalkan maka mendapat kesempurnaan akan dirinya. Dan apabila dia berdakwah dan bersabar maka menyempurnakan orang lain.
Ibnul Qoyim rahimahullah surah Al-Ashr ini ringkas tapi surah Al-quran yang luas cakupannya dan mengumpulkan segala kebagikan.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata mengenai surat Al-Ashr ini sebagai timbangan untuk amalan dimana seorang mukmin menimbang dirinya dengan surah ini agar kelihatan apakah termasuk yang beruntung atau yang merugi.
Kesebelas: Penjelasan ucapan Imam Al-Bukhariy Rahimahullah dan pendalian beliau berupa ayat surat Muhammad.
Imam Al-Bukhariy berucap Bab tentang Ilmu sebelum berucap dan beramal, dalam kitab shahih Al-Bukhariy. Dalilnya adalah firman Allah “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah, dan mohonlah ampunan terhadap dosa-dosamu” (Muhammad: 19)
Sisi pendalilannya adalah Allah memulai perintah dengan mempelajari ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.
Maksudnya disini untuk mengurutkan dari empat kewajiban yang disebutkan yaitu: ilmu, amal, berdakwah dan bersabar. Sehingga yang didahulukan adalah Ilmu sebelum ucapan dan amalan.
Dari ayat diatas, perintah pertama adalah mengilmui la ilaha illallah, sebelum memohon pengampunan dan sebab-sebab yang mengantar kepada pengampunan Allah Subhanahu Wata’ala.
Sofyan Ibnu Uyeinah Rahimahullah juga sebelumnya mengucapkan hal semisal. Beliau ditanya mengenai keutamaan ilmu, maka beliau berkata “tidak kah engkau mendengar kepada firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala yang memulai dengan ilmu, “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah“, setelah itu Allah perintah Nabi Muhammad untuk beramal “dan mohonlah ampunan terhadap dosa-dosamu“.
Hal semisal diucapkan oleh ulama setelahnya yaitu Abu Qosim Al-Jauhari Rahimahullah, memberi judul Bab Ilmu Sebelum Amalan, berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah“.
Ilmu adalah pemimpin (imam) nya amalan. Ilmu didepan kemudian amalan mengikut bermakmum dibelakangnya. Maka amalan yang tidak mengikut pada ilmu tidak akan bermanfaat dan akan membahayakan. Sebagian As-Salaf berkata, “Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang dia rusak lebih banyak dari apa yang dia perbaiki”.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah