Jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan contohnya adalah Islam, Iman, Ihsan. Diantaranya juga berdo’a, takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan dikala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya dari jenis-jenis ibadah yang Allah perintahkan. Semua ibadah itu hanya diperuntukkan bagi Allah semata. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah” (QS. Al Jin: 18)
Siapa saja yang memalingkan sesuatu dari jenis ibadah tersebut kepada selain Allah, maka ia telah menduakan Allah dan ingkar kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Pembahasan
Pertama: Definisi Ibadah
Ibadah dari kata At-Tadalul, merendahkan diri atau penghinaan diri. Secara istilah ibadah adalah menjalankan perintah syariat dengan kecintaan dan ketundukan diri.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mendefinisikan ibadah adalah nama yang universal (cakupan yang luas), yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kedua: Jenis-jenis Ibadah
Pokok ibadah ada tiga, yaitu: Islam, Iman, dan Ihsan. Kemudian bercabang menjadi ibadah yang lain, di antaranya: takut, berharap, tawakkal, mengharap, cemas, khusu’, khashyah, kembali kepada Allah, meminta bantuan, memohon perlindungan, meminta perlindungan di kala susah, menyembelih, bernadzar, dan lain sebagainya.
Ibadah adalah sesuatu yang Allah perintah, cintai, dan ridhoi. Sehingga cakupan ibadah sangat luas dan banyak. Terdapat ibadah dengan hati, lisan, dan badan serta terkait ketiganya.
Ketiga: Kewajiban mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah
Apabila sesuatu dikatakan ibadah maka semuanya harus kepada Allah. Tidak boleh beribadah kepada selain Allah.
Keempat: Tafsir ayat surah Al-Jinn
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah“. (QS. Al Jin: 18)
Lihat penjelasan ayat pada surat Al-Jinn pada pembahasan sebelumnya.
Dua pengertian masajid yaitu tempat-tempat ibadah (mesjid) atau anggota badan (untuk sujud) yang dipakai beribadah. Sehingga tidak boleh digunakan untuk beribadah kepada selain Allah.
Kelima: Kaidah agung tentang diapa saja yang memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah
Kaidah ini penting dalam tauhid yang membedakan seseorang mengenal tauhid atau tidak. Kaidahnya yaitu: barang siapa yang memalingkan sesuatu dari ibadah kepada selain Allah walaupun sedikit, maka hukumnya musyrik, kafir, dan keluar dari Islam.
Keenam: Tafsir ayatsurah Al-Mu’minun
“Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping itu ia juga menyembah Allah, yang tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada akan beruntung” (QS. Al Mu’minun: 117)
Maksud dari “perhitungan di sisi Rabbnya” adalah menandakan perkara ini sesuatu yang besar sekali. Ancamannya tidak disebutkan menandakan besarnya ancaman tersebut. Yang berbuat kesyirikan tidak akan beruntung di dunia dan di akhirat. Penulis menyebutkan orang tersebut sebagai kafir, keluar dari Islam.
Ayat ini dalil yang sangat jelas menunjukkan kafirnya siapa yang beribadah kepada sesembahan lain bersama Allah. Apakah yang diibadahi itu malaikat, nabi, kuburan dan lainnya.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Jika engkau ditanya: “Siapa Rabbmu?” Maka jawablah: “Rabbku adalah Allah, yang telah mengurus aku dan seluruh alam ini dengan nikmatNya. Dialah sesembahanku yang tidak ada sesembahan bagiku selain Dia”. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
“Segala pujian hanya milik Allah Rabb semesta alam” (QS. Al Fatihah: 2)
Semua yang selain Allah adalah alam, dan aku adalah satu dari bagian alam tersebut.
Dan jika engkau ditanya: “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu ? Maka katakanlah: “Aku mengenal Rabbku dengan ayat-ayatNya dan makhluq-makhluqNya. Diantara ayat-ayatNya adalah adanya malam dan siang, matahari dan bulan. Diantara makhluq- makhluqNya adalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh dan apa saja yang ada diantara keduannya dan ada di dalamnya. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah” (QS. Fushilat: 37)
“Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah bahwa menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam” (QS. Al A’raf: 54)
Makna Rabb adalah Dzat yang diibadahi. Dalinya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
“Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah- buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui” (QS. Al Baqarah: 21-22).
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: “Yang menciptakan segala sesuatu maka Dilah yang berhak untuk diibadahi”
Pembahasan:
Pertama: Penjelasan, “Siapakah Rabbmu?”
Secara umum mengenai mengenal Allah, terdapat dua tingkatan:
Pertama, tingkatan mengenal Allah sebagai Rabb yang diibadahi. Manusia berserikat dalam tingkatan ini.
Kedua, tingkatan mengenal Allah yang menyebabkan dia merasa dekat, cinta, rindu berjumpa dengan-Nya. Tingkatan ini adalah untuk kaum mukminin.
Terdapat pokok-pokok wajib mengenal Allah Ta’la. Adapun kesempurnaan dalam mengenal Allah, maka manusia berjenjang tingkatannya. Hal ini tergantung ilmu yang didapatinya.
Penulis hanya menjelaskan kadar wajib tentang mengenal Allah. Maka jawaban pertanyaan Siapa Rabbmu? adalah Rabbku adalah Allah. Yang mentarbiah ku, dan mentarbiah seluruh alam semesta dengan segala nikmatnya. Dan dialah sembahanku, tidak ada sembahan bagiku kecuali Dia.
Makna Ar-Rabb: Al-Malik maha berkuasa, Al-Khaliq maha mencipta, Al-Mudabir maha mengatur segala perkara, Al-Murabbi maha memelihara dan memenuhi segala keperluan makhluk. Namun dalam penggunaan bisa bermakna Al-Ma’bud (yang diibadahi).
Rabb artinya yang mentarbiah (memelihara atau menjaga). Rabb juga ditafsirkan sebagai yang diibadahi. Ar-Rabb adalah yang berhak untuk diibadahi.
Makna Tabiyah (memelihara) Allah ada yang khusus dan umum. Makna tarbiyah umum mencakup seluruh manusia, jin, muslim, kafir. Adapun tarbiyah khusus adalah hanya untuk orang-orang yang beriman.
Penulis memaknai Ar-Rabb sebagai yang mencipta dan yang diibadahi. Ini adalah inti keislaman tidak sekedar mengakui Allah sebagai maha pencipta, pemberi rizki, menghidupkan dan mematika, tapi mengakui bahwa hanya Allah yang diibadahi.
Kedua: Pokok-pokok wajib dalam mengenal Allah
Pokok wajib mengenal Allah ada empat, yaitu:
Mengenal adanya Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Maha Ada.
Mengenal Rububiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Allah adalah Rabb segala sesuatu: Dialah Allah yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan seterusnya.
Mengenal Uluhiyyah Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah adalah satu-satunya yang berhak untuk diibadahi.
Mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah, seorang mukmnin mengimani bahwa Dialah Allah memiliki nama yang maha indah dan sifat yang maha tinggi dan maha agung.
Apabila kita sudah mengetahui 4 pokok wajib mengenal Allah, maka terangkat kewajibannya. Hal ini menjadi modal besar untuk masuk surga walaupun disiksa dalam neraka, tapi hanya sampai kadar dosanya, dan akan dimasukan ke dalam surga.
Adapun mengenal Allah lebih dari empat pokok wajib di atas, maka manusia berjenjang dalam ilmu dan pengetahuan.
Dalam mengenal adanya Allah, manusia berserikat. Hal ini tidak diingkari oleh Iblis, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nashrani. Dalam mengenal Rububiyyah Allah, kaum musyrikin mengakui tapi mereka menyimpang pada masalah Uluhiyyah.
Dalam kurikulum Mafatihul Ilm, pada tema 10 kitab yang menyelamatkan dari api neraka, sudah mencakup empat kewajiban mengenal Allah. Pembahasan tauhid Uluhiyyah sudah dibahas pada kitab sebelumnya terutama ada di Kitab Tauhid. Pembahasan tauhid asma wasifat akan dijelaskan pada kitab aqidah wasitiyah.
Dengan demikian akan meneguhkan keimanan kita di dunia dan di akhirat termasuk di alam kubur, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Ucanpan yang teguh adalah tauhid.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Ketiga: Tafsir ayat surah Al-Fatihah
Dalil dalam mendeifinisikan siapa Rabbmu, adalah:
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Al-Fatihah: 2)
Alhamdu, artinya pujian terhadap Al-Mahmud (yang disanjung) tapi disertai dengan Al-Mahabbah Wa Takdim (kecintaan dan pengagungan). Alif Lam pada kata ini artinya mencakup segala jenis pujian.
Berbeda dengan pujian yang tanpa kecintaan dan pengagungan. Misalnya dikatakan, singa itu pemberani. Maka ini juga pujian dalam bahasa Indonesia akan tetapi dalam bahasa Arab tidak dikatakan hamdu, melainkan tsana. Karena singa berani atau tidak memang pemberani.
Lillahi, disertai dengan nama Allah. Segala jenis hamd adalah milik Allah dan Allah lah yang berhak terhadapnya.
Rabb Al-Alamin, Rabb semesta alam.
Penulis mengatakan segala selain Allah disebut alam. Maksudnya Alam secara bahasa cakupannya pada sebuah jenis, seperti alam manusia, alam jin, alam hewan. Adapun surga, neraka, kursi tidak masuk dalam alam.
Makhluk ada dua jenis: yang memiliki jenis yang sama yang disebut alam. Makhluk yang tidak ada semisal dengannya seperti surga, neraka, kursi, maka ini tidak disebut alam.
Dipuji Allah yang diibadahi bahwa dia adalah Rabbul Alamain. Rabb adalah yang menciptakan dan yang diibadahi
Keempat: Penjelasan “dengan apa engkau mengenal Rabbmu?”
Dengan apa mengenal Allah?, Maka katakanlah saya mengenalnya dengan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya.
Ayat terbagi menjadi dua: Kauniyah dan Syariyyah. Ayat kauniyah terkait dengan penciptaan yang terlihat di alam seperti langit, bumi, bintang, matahari, bulan, pohon, lautan. Adapun ayat Syariyyah kita mengenal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan tuntunan dalam agama.
Firman Allah Ta’ala:
Pencipta langit hanya Allah. Apabila ada pencipta lain selain Allah maka akan rusak binasa. Hal ini karena setiap yang berkuasa tidak mau diatas yang lainnya. Dalam ayat lain Allah berfirman:
Kisah Nabi Ibrahmim dalam mencari yang diibadahi:
Kisah ini menunjukan bahwa dari ayat-ayat kauniyyah, seseorang bisa mengenal Allah. Akan tetapi harus ada bimbingan dari ayat-ayat syariyyah karena hidayah itu ada ditangan Allah.
Kelima: Maksud ayat-ayat dan makhluk-makhluk
Penulis menyebutkan malam, siang, matahari dan bulan sebagai ayat-ayat Allah. Adapun langit, bumi, dan seluruh yang ada pada langit dan bumi serta diantara keduanya sebagai makhluk Allah.
Perbedaan ayat-ayat dan makhluk-makhluk?
Dalam bahasa Arab, ayat-ayat bermakna alamat (tanda) dimana terus berputar dan tampak dengan jelas. Sehingga siang dan malam disebut ayat-ayat karena silih berganti, begitu pula matahari dan bulan.
Adapun Makhluq berasal dari kata Al-Makhluqat, yang berarti sesuatu yang sudah ditetapkan, tidak berubah. Sehingga langit dan bumi termasuk makhluk karena sudah ditetapkan tidak berubah.
Seseorang mengenal Rabbnya dengan ayat-ayat dan makhluk-makhluk-Nya.
Langit dan bumi ada 7 lapisan sebagaimana Firman Allah Ta’ala:
Dan hadist yang dibaca ketika masuk sebuah negeri:
Keenam: Tafsir ayah surah Fushshilat
Dalilnya mengenai ayat-ayat Allah dalam Surat Fushilat Ayat 37. Dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan keesaan, kekuasaan, dan rahmat Allah ada malam yang gelap untuk beristirahat, siang yang terang untuk beraktivitas, dan bulan.
“Maka jangan sujud kepada matahari dan bulan“. Hal ini menunjukkan di masa Nabi ada kaum yang beribadah kepada Matahari dan Bulan. Sujud kepada matahari dan bulan terlarang karena keduanya adalah ayat-ayat Allah.
Seharusnya, “Bersujudlah kepada Allah saja yang menciptakannya“. Ini menunjukkan pengakuan terhadap rububiyyah mengharuskan pengakuan kepada ululhiyyah. Apabila mengakui bahwa Allah yang menciptakan semuanya (malam, siang, matahari, bulan) maka seharusnya beribadah kepada Allah saja yang menciptakannya.
Ketujuh: Tafsir ayah surah Al-A’raf
Dalil mengenai makhluk-makhluk Allah dalam surat Al-A’raf ayat 54, yang menjelaskan bahwa langit yang tujuh dan bumi yang tujuh adalah makhluk-makhluk Allah. Hal ini menunjukkan adanya Allah, keesaan Allah dan Dia-lah satu-satunya yang berhak diibadahi.
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari“. Kita tidak tahu mengenai hari disini tapi dijelaskan sebagai 6 hari.
“Kemudian Allah beristiwa di atas Arsy-Nya“. Istiwa adalah sifat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Diterjemahkan sebagai bersemayam adalah keliru karena ada makna duduk. Adapun istiwa ditafsirkan dengan empat penafsiran:
Al-‘Ulu, bermakna ketinggian.
Al-Irtifa, artinya yang diatas (tinggi atau terangkat).
As-Saud, artinya paling atas.
Al-Istikrar, bermakna yang tetap (tidak berubah).
Tidak bisa dikatakan Allah duduk atau tidak duduk karena kita tidak tahu dan tidak ada dalilnya.
Al-Arsy secara bahasa adalah Sarirur Malik, keranjang atau tempat duduk raja. Al-Arsy adalah makhluk Allah yang paling agung dan besar. Dalam Al-Qur’an disebutkan Al-Arsy sangat besar, sangat luas. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menggambarkan besarnya Arsy, yaitu surga yang luas atapnya adalah Arsy. Juga dalam hadits disebutkan Al-Arsy memiliki tiang-tiang dimana pada hari kiamat disandang oleh 8 malaikat dan pada saat ini disandang oleh 4 malaikat. Disebutkan sifat malaikat penyandang Arsy yaitu jarak antara telinga dan bahunya ditempuh dengan jarak 500 tahun.
“Dia menutup malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat“, maksudnya ketika siang datang maka hilang malamnya begitu juga sebaliknya.
“Matahari dan bulan serta bintang-bintang ditundukan dengan perintah-Nya“.
“Ketahuilah milik Allah penciptaan dan perintah“. Disini dibedakan antara penciptaan makhluk dan perintah. Ini adalah bantahan dari kelompk Jahmiyyah yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk karena Allah membedakan penciptaan makhluk dan perintah. Al-Qur’an adalah berisi perintah Allah, bukan makhluk.
“Mahasuci Allah Rabb semesta alam“.
Kedelapan: Pengakuan bahwa Allah adalah Rabb mengharuskan pengakuan bahwa Allah adalah Yang diibadahi lagi disembah
Ini adalah kaidah penting dalam tauhid. Ar-Rabb, dialah yang berhak unntuk diibadahi.
Sebagaimana dalam beberapa firman Allah Ta’ala berikut:
Tidak ada dari ahlul kitab yang menyakini ada pencipta dan pemberi rejeki selain Allah. Akan tetapi mereka beribadah kepada selain Allah.
Kesembilan: Tafsir ayah surah Al-Baqarah dan penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat.
Dalilnya dalam surat Al-Baqarah ayat 21 dan 22.
“Wahai sekalian manusia, beribadah kepada Rabb kalian”. Ini adalah perintah beribadah kepada Allah. “Yang menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa”.
Ayat ini adalah perintah yang paling pertama dalam Al-Qur’an. Yaitu perintah untuk beribadah. Tauhid adalah awal perintah dalam Al-Qur’an.
Dan kelanjutan ayat, “Janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah“. Ini adalah awal larangan dalam Al-Qur’an, yaitu larangan dari berbuat kesyirikan.
Diawal surat Al-Baqarah terdapat penjelasan tiga golongan manusia:
Ayat 1 – 5, penjelasan sifat kaum mukminin.
Ayat 6 -7, penjelasan sifat orang-orang kafir.
Ayat 8 -20, penjelasan sifat kaum munafikin.
Yang paling banyak penjelasan adalah kaum munafikin karena samar, tidak jelas bisa kemana-mana dan tidak tetap.
Rabb, “Yang telah menjadikan untuk kalian bumi ini sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan (hujan) dari langit, lalu dengan air Dia mengeluarkan segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian.“.
Hujan berasal dari awan. Pengertian sama’ dalam bahasa Arab selain langit juga berarti di atasnya. Sehingga tidak bertentangan dengan bahwa hujan berasal dari awan.
Kemudian banyak buah-buahan yang keluar, sebagai rezeki.
Sehingga pengakuan rububiyyah Allah, yaitu: Allah yang mencipta, menjadikan bumi hamparan, langit sebagai atap, menurunkan hujan, mengeluarkan berbagai rezeki, maka seharusnya tidak boleh mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibnu Katsir Rahimahullah Ta’ala berkata, “Yang menciptakan segala sesuatu, Dialah yang berhak untuk diibadahi.”
Penutup
Penulis menerangkan mengenai hal penting sebagai berikut:
Menjelaskan siapa Rabb
Dengan apa mengenal Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Yang dikatakan Rabb, maka Dia-lah yang diibadahi.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan beberapa bentuk-bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan tujuan untuk mengenal Allah.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Ini adalah inti pembahasan mengenai tiga landasan utama.
Penulis membawakan bab ini dengan metode tanya-jawab. Apabila ditanyakan, maka jawabannya begini. Hal ini dikarenakan tiga hal:
Kitab ini berkaitan dengan pembahasan menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.
Terdapat dua metode dalam mempelajari ilmu, yaitu dengan penyampain dan tanya-jawab.
Terkait dengan hadits Jibril yang datang kepada Nabi dengan beberapa pertanyaan. Jibril bertanya mengenai apa itu Islam, Iman, Ihsan, kapan hari kiamat dan apa tanda-tanda kiamat. Kemudian diakhir tanya-jawab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Terjemahan Kitab
Tiga Landasan Agama
Kemudian apabila engkau ditanya, “Apa tiga landasan utama yang wajib manusia ketahui?”
Jawablah, “Seorang hamba mengenal Rabbnya, agamanya, dan (mengenal) Nabinya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam”
Pembahasan:
Pertama: Asal pembahasan tiga landasan utama
Dari mana asal dari pembahasan tsalatsatu ushul ini? Jawabannya, apabila ingin beribadah maka ibadah hanya tegak dengan tiga perkara, yaitu:
Pertama, apabila ingin beribadah harus tahu siapa yang dia ibadahi. Ini terkait dengan pembahasan ma’rifatullah, mengenal Allah.
Kedua, setelah tahu siapa yang diibadahi, maka mencari jalan bagaimana cara beribadah itu. Ini terkait dengan Agama Allah.
Ketiga, untuk mengetahui cara beribadah, maka harus mengetahui siapa yang menyampaikan atau mengajarkan tentang ibadah itu. Ini terkait dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Ketiga perkara tersebut adalah merupakan pembahasan tsalatsatu ushul.
Kedua: Kewajiban mengenal tiga landasan
Urgensi mengenal tiga landasan utama adalah berkaitan dengan pertanyaan malaikat di alam kubur. Terdapat banyak hadits yang meriwayatkan tentang pertanyaan di alam kubur, yang paling lengkap terdapat di riwayat Imam Ahmad rahimullah ta’la dari Al-Baro bin Ajib Radhiyallu Anhuma berkata:
Diatas kepala ada burung, maksudnya kondisinya sangat tenang karena tidak mungkin burung datang apabila dalam keadaan ramai.
“Dan ditangan beliau Shallallahu Alaihi Wasallam ada kayu yang ditusukan ketanah”. Membawa tongkat adalah kebiasan orang Arab, tidak dikatakan Sunnah. Kecuali ketika khatib naik mimbar, maka sunnah membawa tongkat.
Hal ini menunjukan bolehnya dikuburan memberikan nasihat.
Nabi mengulangi dua atau tiga kali, sabdanya “Mintalah kalian perlidungan kepada Allah dari siksa kubur”, untuk menunjukan penekanan kalimat.
“Sampai yang dikubur ditanya, wahai kamu, siapa Rabbmu?, apa agamamu? dan siapa Nabimu”.
Pertanyaan ini bukan untuk umat Islam saja, melainkan termasuk umat sebelumnya. Akan tetapi pertanyaan siapa Nabi-mu, maka terkait nabinya masing-masing.
“Maka datang dua malaikat, dan mendudukan orang ini”
Pertanyaan “Bagaimana engkau tahu?” hal ini menunjukan pentingya mempelajari dan memahami jawaban kita.
Kemudian untuk orang yang kafir:
Dalam riwayat Asma binti Abu Bakr:
Hal ini menunjukan “ikut-ikutan” tidak ada manfaatnya, tapi harus dipelajari dan diamalkan serta dijaga sepanjang hidup. Dengan itulah kita dibangkitkan.
Kelanjutan hadits Al-Baro:
Pentingnya mempelajari Tsalatsatu Ushul
Hal ini menunjukan kewajiban mempelajari tsalatstu ushul, karena setiap orang akan mengalaminya di alam kubur.
Pada sakaratul maut, seorang yang selamat, apabila dia bersyahadat diakhir umurnya, yaitu berkata La Ilaha Illallah, dibangun pada siapa yang dia ibadahi dan pengetahuan terhadap agamanya.
Pada hari kiamat, Allah berfirman:
Sebagian as-salaf menafsirkan tentang apa yang dikerjakan yaitu ditanya mengenai La Ilaha Illallah.
Abu Al-Aliya (terdapat dalam Ibnu Katsir dan disebutkan Ibnu Mas’ud) mengatakan Allah akan bertanya mengenai dua perkata pada hari kiamat, yaitu: apa yang mereka ibadahi dahulu dan bagaimana mereka menjawab para rasul.
Allah Ta’ala berfirman:
Ketika dikumpulkan pada hari kiamat, (konteks penduduk neraka).
Pentingnya mengenal Allah dan mengetahui apa itu kesyirikan.
Keitka hari kiamat, juga ditanyakan bagaimana menjawab para rasul:
Bagaimana taat kepada rasul dan mengikuti syariat agama yang dibawa para rasul.
Sehingga tsalatatu ushul penting dipelajari bukan karena terkait pertanyaan malaikat dialam kubur saja, tapi dibutuhkan juga pada saat sakaratul maut, lebih dashyat lagi yaitu pertanyaan Allah di akhirat.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah
Ini adalah pendahuluan yang ketiga, yaitu penjelasan mengenai makna Al-Hanifiyyah serta mengenai perintah dan larangan Allah yang paling besar.
Kata Al-Hanifiyyah telah diulang beberapa kali dari beberapa kitab karya para penulis. Hal ini terjadi karena Al-Hanifiyyah adalah pokok dari agama di mana seluruh nabi dan rasul berada di atas Al-Hanifiyyah.
Pada khususnya Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang merupakan imam orang-orang yang Hanif. Nabi Ibrahim wajib diikuti oleh umat, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” (QS. An-Nahl: 123)
Terjemahan Kitab
Ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk mentaatinya bahwa hanafiyah agama Nabi Ibrahim adalah engkau beribadah kepada Allah saja dengan memurnikan agama untukNya. Dengan itulah Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptkan mereka karena hal tersebut. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzariat: 56)
Maksud kalimat “agar beribadah kepadaKu” adalah agar mereka mentauhidkan Aku. Perkara paling besar yang Allah perintahkan adalah tauhid yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Perkara paling besar yang Allah larang adalah kesyirikan yaitu beribadah kepada selain Allah bersamaan dengan itu dia juga beribadah kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala,
“Beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan menduakan Allah dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)
Pembahasan:
Pertama: Penggabungan antara pengajaran dan doa
Ketahuilah semoga Allah membimbingmu untuk mentaatinya bahwa hanafiyah agama Nabi Ibrahim.
Apabila seorang hamba mentaati Allah, maka telah mendapatkan seluruh kebaikan. Sehingga sangat penting untuk mendapatkan hidayah ini. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, dalam Shahih Muslim, berpesan kepada Ali Radhiyallahu Anhu:
Kedua: Penjelasan makna Al-Hanifiyyah
Al-Hanifiyyah berasal dari kata Al-Hanaf, yang bermakna condong. Hal ini dikarenakan seseorang yang condong kepada tauhid dan meninggalkan kesyirikan.
Adapaun secara istilah, Al-Hanifyyah adalah engkau beribadah kepada Allah saja dengan memurnikan agama untukNya.
Al-Hanifyyah mempunyai dua makna:
Makna umum artinya Islam
Makna khusus artinya menghadap kepada Allah dengan tauhid dan berpaling dari kesyirikan dengan berlepas diri darinya.
Al-Hanifiyyah dikhususkan agama Nabi Ibrahim. Padahal seluruh Nabi dan Rasul juga Al-Hanifiyyah. Hal ini disebabkan:
Nabi Muhammad Shallallhu Alaihi Wasalam adalah keturunan dari Nabi Ismail Alaihi Salam, putra dari Nabi Ibrahim Alaihi Salam
Nabi Ibrahim dijadikan imam (panutan) dalam Al-Hanifiyyah. “Sesungguhnya Nabi Ibrahim adalah sebuah umat yang jujur, taat, tekun dan giat beribadah kepada Allah dan orang yang Hanif“
Nabi Ibrahim adalah manusia yang paling sempurna didalam mentahqiq tauhid, sampai kepada derajat Al-Hulla. Disebut sebagai Halillullah, kekasih Allah Ta’ala demikian juga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam.
Mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya. Ini adalah perintah Allah kepada seluruh manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’lla:
Ketiga: Makna Ibadah
Dengan itulah Allah memerintahkan seluruh manusia dan menciptkan mereka karena hal tersebut.
Hakikat dari Al-Hanifyyah adalah ibadah sehingga ini adalah perintah untuk seluruh manusia. Sebagaimana firman Allah “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu” (QS. Adz Dzariat: 56).
Makna “beribadah kepadaKu” adalah mentahuidkan Ku. Ibadah ada dua makna:
Makna umum, Ibadah adalah melaksanakan perintah syariat disertai dengan kecintaan dan ketundukan. Ibnu Qoyim berkata Ibadah adalah puncak kecintaan kepada Allah disertai dengan penghinaan dirinya tunduk kepada Allah.
Makna khusus, Ibadah adalah tauhid. Ibnu Abbas mempunyai kaidah yang disebutkan Al-Baghawi dalam tafsirnya, yaitu apa saja yang dalam dalam Al-Quran dari kalimat ibadah, maka makanya adalah tauhid.
Keempat: Tafsir ayat Sura Adz-Dzariyat
Firman Allah Ta’ala:
Tafsir Pertama: Ini adalah hikmah diciptakannya manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini bukan berarti Allah perlu kepada makhluk, karena Allah maha cukup dan maha kaya, tidak perlu sedikitpun dari makhluk. Akan tetapi makhluk lah yang perlu kepada Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Tafsir Kedua: Sebagian ahli tafsir mengatakan ayat dalam surat Adz-Dzariat ini adalah khusus bagi orang-orang yang taat. Dalam bacaan Ibnu Abbas ayat ini disebutkan: “Tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia dari kaum mukminin, kecuali untuk beribadah kepada Ku.” Adapun Jin dan Manusia adalah kebanyakan penghuni neraka jahanam, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Kelima: Yang teragung dari segala yang Allah perintah
Tauhid adalah perkara yang paling agung, dikarenakan hal berikut:
Tauhid adalah perintah Allah kepada seluruh makhluk
Tauhid adalah tujuan diutusnya para Nabi dan Rasul
Tauhid terdapat pada seluruh kitab yang diturunkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Keenam: Definisi Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah didalam beribadah, artinya seseorang beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak ada serikat bagi-Nya.
Tauhid memilik dua makna:
Pertama, Makna umum, yaitu mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam seluruh haknya.
Hak Allah ada dua:
Hak dalam ma’rifah (pengenalan) dan isbat (penetapan). Hak ini terkait dengan tauhid rububiyyah dan asma wa sifat
Hak dalam al-iradah (kehendak) dan al-qas (maksud). Hak ini terkati dengan tauhid uluhiyyah.
Dengan kata lain hak Allah ada tiga, yaitu: rububiyyah, uluhiyah, dan asma wa sifat.
Kedua, Makna khusus, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Dengan kata lain tauhid uluhiyyah.
Ketujuh: Yang terbesar dari segala yang Allah larang
Syirik adalah larangan Allah yang terbesar. Tidak ada dosa yang lebih besar daripada kesyirikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Dalam hadits Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu, riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu, riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Kedelapan: Definisi kesyirikan
Syirik adalah menyeru kepada selain Allah bersama dengan menyeru kepada-Nya. Syirik adalah mempersekutukan Allah dengan yang lainnya.
Definisi syirik dengan makna Umum adalah menjadikan sesuatu dari kekhususan Allah kepada selain Allah. Ini mencakup syirik dalam rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa sifat.
Definisi syirik dengan makna Khusus adalah menjadikan sesuatu dari ibadah Allah kepada selain Allah. Ini yang definisikan penulis yaitu menyeru (ibadah) kepada selain Allah bersama-Nya.
Kesembilan: Tafsir ayat surah An-Nisa’
Dalil dari tauhid adalah perintah terbesar dan syirik adalah larangan terbesar adalah firman Allah Ta’ala:
Dalam ayat ini mencakup 10 hak Allah kepada hamba, dimana hak yang pertama adalah beribadah kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikan kepada-Nya.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu Anhu:
Ini mencakup semua jenis kesyirikan baik kecil maupun bersar.
Syirik besar membatalkan keislaman, menghancurkan amalan, dan kekal dalam neraka.
Wallahu Ta’ala ‘Alam
Sumber:
Diktat, Silsilah yang menyelamatkan dari Api Neraka 2, Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat di Alam Kubur, Dzulqarnain M. Sunusi, Pustaka As-Sunnah, 2017
Seri Buku-Buku Aqidah, Agar Mudah Menjawab Tiga Pertanyaan Malaikat, Terjemah Kitab Tsalatsatul Ushul, Bambang Abu Ubaidillah, Madrosah Sunnah