Atsar mengenai Tamimah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah

Dari Sa’id bin Jubair Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Siapa saja yang memutus suatu tamimah dari seseorang, tindakannya itu sama dengan memerdekakan budak.” Diriwayatkan oleh Waki’.

(Diriwayatkan) pula oleh (Waki’) dari Ibrahim bahwa (Ibrahim) berkata, “Mereka (yakni murid-murid Abdullah bin Mas’ud) membenci segala jenis tamimah, baik berupa (ayat-ayat) Al-Qur’an maupun selain (ayat-ayat) Al-Qur’an.”


Biografi

Waki’ adalah Waki’ bin Al-Jarrah, orang yang terperaya, seseorang imam dan pemilik banyak tulisan. Beliau meninggal pada 197 H.

Ibrahim adalah Imam Ibrahim An-Nakha’iy, seorang yang terpercaya dari kalangan tokoh ahli fiqih. Beliau meninggal pada 96 H.

‘setara dengan seorang budak’: artinya dia mendapat pahala seperti pahala orang yang memerdekakan budak.

Makna Kedua Atsar Secara Global

Pengabaran bahwa siapa saja yang melenyapkan sesuatau dari seseorang yang dia gantungkan pada dirinya untuk menolak bahaya, dia mendapat pahala seperti pahala orang yang memerdekakan seorang budak dari perbudakan terhadap (budak) itu. Sebab, dengan menggantungkan jimat, berarti ia telah mejadi penyembah syaithan sehingga, jika jimat tersebut telah dia putuskan, berarti ia telah melenyapkan perbudakan syaithan dari orang itu.

Ibrahim An-Nakha’iy menceritakan dari sebagaian tokoh tabi’in bahwa mereka memutlakan larangan penggantungan jimat, meskipun jimat itu hanya bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an saja, dalam rangka menutup pintu kesyirikan.

Hubungan antara Kedua Atsar dan Bab

Sangat jelas bahwa, pada dua atsar di atas, terdapat kisah larangan penggantungan jimat secara mutlak dari tokoh-tokoh mulia dari kalangan pemuka tabi’in

Faedah Kedua Atsar

  1. Keutamaan memutus jimat karena hal itu tergolong sebagai menghilangkan kemungkaran dan melepaskan manusia dari kesyirikan.
  2. Pengharaman menggantungkan jimat secara mutlak, meskipun (jimat) itu terbuat dari ayat-ayat Al-Qur’an, menurut sekelompok tabi’in.
  3. Semangat salaf dalam menjaga aqidah dari berbagai bentuk khurafat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Larangan Menggelung Jenggot, Mengalungkan Tali Busur, Beristinja dengan Kotoran atau Tulang.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ruwaifi’ Radhiyallahu Anhu bahwa (Ruwaifi’) berkata, “Rasulullah bersabda kepadaku,

Wahai Ruwaifi, barangkali engkau berumur panjang. Sampaikanlah kepada manusia bahwa siapa saja yang menggelung janggutnya, mengalungkan tali busur, atau beristinja’ dengan kotoran binatang atau dengan tulang, sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya‘.”


Biografi

Ruwaifi’ adalah Ruwaifi’ bin Tsabit bin As-Sakan bin ‘Ady bin Al-Harits, dari bani Malik bin An-Najjar Al-Anshary. Beliau pernah diangkat sebagai gubernur di Barqah dan Tharabulus dan menaklukan wilayah Afrika pada 47 H. Beliau meninggal di Barqah pada 56 H.

menggelung janggutnya’: dikatakan bahwa maknanya adalah perbuatan mereka dalam peperangan dengan memilih dan mengikat (janggut)nya untuk menyombongkan diri. Ada yang mengatakan bahwa yang diinginkan dengan hal itu adalah menata rambut (janggut) agar tergelung dan terkuncir mengikuti gata perempuan dan gaya hidup mewah. Ada yang mengatakan bahwa artinya adalah mengikat (janggut) ketika shalat, yakni mengumpulkan janggut (menyatukan janggut).

mengalungkan tali busur panah‘: yakni menjadikan (tali busur) sebagai kalung pada lehernya atau pada leher hewan peliharaannya dengan tujuan berlindung dari penyakit ‘ain.

dengan kotoran hewan‘: ar-raji’ adalah kotoran. Dinamakan raji’ karena kembali pada keadaannya yang pertama setelah menjadi makanan.

berlepas diri darinya’: ini adalah ancaman keras bagi pelaku hal tersebut.

Makna Hadits Secara Global

Rasulullah mengabarkan bahwa shahabat (Ruwaifi’) ini akan berumur panjang sehingga (Ruwaifi’) akan menjumpai orang-orang yang menyelisihi petunjuk beliau dalam hal janggut, yang petunjuk tersebut adalah membiarkan (janggut) panjang serta menjauhkan (janggut) dari perlakuan sia-sia dengan penampilan yang menyerupai orang-orang ajam atau orang yang bermewah-mewahan dan dungu. Atau, (menjumpai) orang-orang yang aqidah tauhidnya kurang dengan menggunakan sarana-sarana kesyirikan, yang mereka memakai kalung atau mengenakan (kalung) tersebut pada hewan-hewan peliharaan mereka guna menolak bahaya. Atau, (menjumpai) orang-orang yang melakukan hal-hal yang Nabi mereka larang berupa beristijmar dengan kotoran hewan dan tulang. Maka, Nabi mewasiatkan sahabatnya agar (sahabatnya) menyampaikan kepada umat bahwa Nabi mereka berlepas diri dari para pelaku hal tersebut.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Dalam hadits, terdapat larangan mengenakan kalung dari tali busur untuk menolak bahaya, dan bahwasannya hal itu tergolong sebagai perbuatan kesyirikan sebab tiada yang mampu menolak bahaya, kecuali Allah.

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukan salah satu tanda kenabian sebab umur Ruwaifi’ dipanjangkan sampai (beliau meninggal pada) 56H.
  2. Kewajiban untuk mengabarkan manusia tentang hal-hal yang diperintahkan kepada mereka dan hal-hal yang dilarang terhadap mereka berupa perkara-perkara yang wajib dikerjakan atau yang wajib ditinggalkan.
  3. Pensyariatan untuk memuliakan dan membiarkan janggut, serta larangan berbuat sia-sia terhadap (janggut) dengan cara mencukur, memotong, mengikat, menguncir, atau perbuatan (sia-sia) lainnya.
  4. Pengharaman mengenakan kalung untuk menolak bahaya, dan bahwasannya hal itu tergolong sebagai kesyirikan.
  5. Pengharaman beristinja’ dengan kotoran hewan dan tulang.
  6. Bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut tergolong sebagai dosa besar.

Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 7 Tentang Ruqyah dan Tamimah 2

Wahai Ruwaifi, barangkali engkau berumur panjang. Sampaikanlah kepada manusia bahwa siapa saja yang menggelung janggutnya, mengalungkan tali busur, atau beristinja’ dengan kotoran binatang atau dengan tulang, sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya‘.”

Tanda kenabian dari nabi yang mengabarkan bahwa Ruwaifi berumur panjang dan memang terbukti berumur panjang, meninggal pada tahun 56 H. Panjang umur harus ada gunanya yaitu dengan amalan-amalan shaleh. Maka Ruwaifi’ dipesankan untuk menyampaikan pesan.

Terdapat kewajiban bagi yang mempunyai ilmu untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diperintah dan apa yang dilarang. Sebagaimana Allah telah mengambil sumpah dalam firman-Nya:

Apabila Ilmu itu hanya ada pada seseorang, maka orang tersebut fardu ‘ain untuk menyampaikan. Akan tetapi apabila Ilmu itu ada pada beberapa orang, maka penyampainnya menjadi fardu kifayah apabila sudah ada yang menyampaikan dalam jumlah yang cukup.

Mengabarkan tiga perbuatan

  1. Tidak boleh menggelung jenggot. Jenggot akan terus ada sampai hari kiamat karena Nabi yang memberitakan dan hukum tetap berlaku.
  2. Menggantung kalung dari tali busur.
  3. Tidak boleh beristinja dengan kotoran binatang karena najis, tidak membersihkan malah membuat semakin kotor.
  4. Tidak boleh beristinja dengan tulang karena makanan dari jin. Makanan tidak boleh dipakai untuk istinja.

Maka sesungguhnya Nabi Muhammad berlepas diri darinya. Hal ini menunjukan dosa besar.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Larangan Terhadap Bergantung Kepada Selain Allah.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah

Dari Abdullah bin ‘Ukraim secara marfu’, (beliau berkata), “Siapa saja yang menggantungkan suatu benda (dengan anggapan bahwa benda itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya dia akan diserahkan kepada benda tersebut.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzy


Biografi

Abdullah bin ‘Ukaim memiliki kunyah Abu Ma’bad Al-Juhany Al-Kufy. Beliau mendapati zaman kenabian, tetapi tidak diketahui bahwa beliau mendengar dari Nabi

siapa saja yang menggantungkan sesuatu‘: yaitu hatinya berpaling dari Allah kepada sesuatu yang dia yakini bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.

diserahkan kepadanya‘: yaitu Allah menyerahkan orang tersebut kepada sesuatu tempat dia bergantung, dan Allah menghinakannya.

Makna Hadits Secara Global

Hadits ini lafaznya ringkas tetapi faedahnya sangat agung, bahwa Nabi mengabarkan kepadanya bahwa siapa saja yang berpaling dengan hatinya, perbuatannya, atau dengan keduanya kepada sesuatu (selain Allah) dengan mengharap mendapat manfaat dan terhindar dari bahaya, Allah akan menyerahkan orang tersebut kepada sesuatu tempat ia bergantung. Siapa saja yang bergantung kepada Allah, Allah akan mencukupinya serta akan memudahkan segala kesulitan. (Namun), siapa saja yang bergantung kepada selain Allah, Allah akan menyerahkan diri-Nya tersebut dan Allah akan menghinakannya.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Pada hadits di atas, terdapat larangan dan peringatan terhadap bergantung kepada selain Allah untuk mendapatkan manfaat dan menolak bahaya.

Faedah Hadits

  1. Larangan terhadap bergantung kepada selain Allah.
  2. Kewajiban untuk bergantung hanya kepada Allah dalam segala urusan.
  3. Penjelasan tentang bahaya dan akibat jelek kesyirikan.
  4. Bahwasannya balasan (yang diperoleh) sesuai dengan amalannya
  5. Bahwa hasil/buah perbuatan akan kembali kepada pelakunya, baik (perbuatan tersebut) baik maupun jelek.

Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 7 Tentang Ruqyah dan Tamimah 1

Barang siapa yang menggantungkan suatu benda (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya (Allah) menjadikan dia selalu bergantung kepada benda tersebut.”

Haditsnya hasan.

Bergantung bisa dengan hati, bisa dengan perbuatan dan mungkin dengan hati dan perbuatan. Maka diserahkan kepada dirinya sendiri, pada selain Allah. Maka pasti akan binasa.

Harus bergantung hanya kepada Allah, sehingga Allah akan mencukupi dan memenuhi nya.

Bagaimana bergantungnuya? Apakah sebab atau bukan sebab. Apabila bukan sebab bukan qodari, maka masuk dalam hadits. Tapi apabila sebab tersebut adalah sebab qodari. Maka harus dipastikan sebab syari’i.

Misalkan seorang ingin anak, tapi dengan cara berzina. Ini merupakan sebab untuk mendapatkan anak tapi ini sebab yang diharamkan. Atau ingin sembuh tapi mimum obat yang diharamkan. Ini juga sebab yang diharamkan.

Yang benar bergantung pada Allah dan sebab yang disyariatkan Allah. Tapi selain dari itu maka dia akan disandarkan kepada sesuatu tersebut. Kaidah nya apabila disandarkan kepada selain Allah maka akan mengantarkan kepada kebinasaan.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.