بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
- Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
- Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah
Bab 10: Larangan terhadap Menyembelih Binatang untuk Allah pada Tempat yang Dipergunakan untuk Menyembelih kepada Selain Allah
Dalil 1: Firman Allah Ta’ala,
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًۭا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌۭ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ
Janganlah kamu salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Qubā`) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya, ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid
Bab ini merupakan kelanjutan dari bab sebelumnya. Pada bab sebelumnya, terdapat keterangan tentang hukum menyembelih untuk selain Allah. Adapun pada bab ini, terdapat larangan terhadap sarana yang mengantar kepada penyembelihan untuk selain Allah dan larangan untuk menyerupai pelaku perbuatan tersebut.
‘disembelih untuk selain Allah pada (tempat) itu’, yakni (tempat) yang dipersiapkan dan dimaksudkan untuk penyembelihan kepada selain Allah.
Makna Ayat Secara Global
Allah Subhanahu melarang Rasul-Nya ﷺ untuk mengerjakan shalat di masjid dhirar, yang dibangun oleh kaum munafikin untuk mendatangkan kerugian (kesulitan) bagi masjid Quba’ dan untuk berbuat kekafiran kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka (kaum munafikin) meminta kepada Rasul ﷺ untuk mendirikan shalat di masjid tersebut agar mereka dapat menjadikan (perbuatan Rasulullah) itu sebagai alasan pembenaran akan perbuatan mereka dan untuk menutupi kebathilan mereka. Maka Rasul ﷺ berjanji kepada mereka untuk memenuhi permintaan tersebut, dan beliau tidak mengetahui maksud jelek mereka. Oleh karena itu, Allah melarang terhadap hal itu dan memerintah agar Rasul mengerjakan shalat di masjid Quba’ yang dibangun di atas dasar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, atau di masjid Rasul (masjid Nabawi), walaupun ada perselisihan para ahli tafsir tentang hal tersebut. Kemudian, Allah memuji orang-orang yang mendirikan masjid tersebut karena telah membersihkan masjid dari kesyirikan dan perkara-perkara najis, dan Allah mencintai orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut.
Hubungan antara Ayat dan Bab
Ini merupakan qiyas (penyamaan) antara tempat yang dipersiapkan untuk penyembelihan kepada selain Allah dan masjid yang dipersiapkan untuk bermaksiat kepada Allah dalam (hukum) pelarangan beribadah kepada Allah di tempat tersebut. Oleh karena itu, sebagaimana halnya masjid ini yang tidak diperbolehkan untuk melaksanakan shalat di dalamnya, demikian pula tempat yang dipersiapkan untuk penyembelihan kepada selain Allah. Tidaklah diperbolehkan menyembelih untuk selain Allah Subhanahu di tempat tersebut.
Faedah Ayat
- Larangan menyembelih untuk Allah di tempat yang dipersiapkan untuk menyembelih kepada selain-Nya, dengan mengqiyaskan hal itu kepada larangan mengerjakan shalat di masjid yang dibangun diatas kemaksiatan terhadap Allah.
- Disukai untuk mengerjakan shalat bersama dengan kumpulan orang-orang yang shalih lagi suka menjauhkan diri dari berbuat hal-hal jelek.
- Penetapan sifat mahabbah (kecintaan) bagi Allah yang sesuai dengan keagungan-Nya Subhanahu sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain.
- Anjuran untuk menyempurnakan wudhu dan menyucikan diri dari najis.
- Bahwa niat berpengaruh terhadap tempat.
- Pernsyariatan menutup jalan-jalan yang mengantar kepada kesyirikan.
Catatan Kajian
Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 10 Larangan Menyembelih Binatang untuk Allah di Tempat Kesyirikan 1
La disini adalah La Nafiyah (penafian) atau La Nahiyah (larangan). Keduanya terdapat penjelasan haramnya menyembelih untuk Allah ditempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah. Penulis membawakan dua dalil: 1 ayat dan 1 hadits.
Alasan pelarangannya ada dua sebab:
- Menghindari menyerupai kaum musyrikin dalam ibadah mereka
- Memutus pintu kesyirikan atau menutup jalan pada pintu kesyirikan.
Dahulu kala penduduk Najed, menyembelih untuk Jin demi menyembuhkan penyakit mereka. Mereka mempunyai tempat khusus untuk menyembelih dirumah mereka. Maka dengan dakwah syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah, hal tersebut hilang.
Fiman Allah terkait mesjid yang dibangun kaum munafikin untuk menandingi mesjid Quba:
وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مَسْجِدًۭا ضِرَارًۭا وَكُفْرًۭا وَتَفْرِيقًۢا بَيْنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًۭا لِّمَنْ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَآ إِلَّا ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَٱللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَـٰذِبُونَ
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran, dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin, serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, “Kami tidak menghendaki, selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah: 107)
Disebutkan kaum munafikin yang membangun masjid ini ada 12 orang. Ada seseorang bernama Abu Amir Ar-Rahiban (digelari Al Fasik). Awalnya seorang Nasrani yang memiliki kedudukan di kalangan bani Al-Khazraj. Ketika Rasulullah tiba di Madinah, maka Al-Fasik ini menampakkan permusuhan. Diantaranya terkait dengan masjid Ad-Dhiraar.
Mereka membangun Masjid Ad-Dzarrar ketika Nabi ﷺ akan berangkat ke perang Tabuk. Mereka meminta agar Nabi ﷺ shalat di masjid itu. Mereka menyebutkan alasan pembangunan masjid yaitu untuk kaum duafa, orang yang lemah atau sakit, yang apabila tidak bisa ke masjid Quba, maka bisa shalat di masjid ini. Maka Nabi ﷺ berkata “Kami akan melakukan perjalanan, apabila kami kembali Insya Allah akan shalat di sana”. Setelah Nabi ﷺ kembali dari perang Tabuk dimana jarak ke Madinah tinggal beberapa hari, maka turun wahyu yang menjelaskan tentang masjid itu. Maka Nabi ﷺ mengirim orang untuk menghancurkan masjid dan membakarnya sebelum Nabi ﷺ tiba di Madinah.
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًۭا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌۭ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ
Janganlah kamu salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Qubā`) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya, ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Allah melarang Nabi ﷺ untuk shalat di mesjid itu. Mesjid Quba dan Mesjid Nabi lebih layak untuk shalat disitu. Menunjukkan mesjid Ad-Dhirar tidak dibangun di atas ketaqwaan melainkan atas dosa, maksiat, dan kekufuran.
Ini adalah sisi pendalilan penulis yaitu dilarang melakukan ibadah di tempat yang dibangun di atas dosa. Maka tempat yang dibangun untuk menyembelih atas selain Allah, harus ditinggalkan. Hal ini adalah qiyas.
Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah wajibnya menghilangkan tempat-tempat kekafiran dan kemaksiatan, yaitu Nabi ﷺ memerintahkan untuk menghancurkan masjid Ad-Dhirar karena dibangun atas dosa dan kemaksiatan. Seseorang dilarang untuk hadir di tempat maksiat dan kesyirikan dikarenakan terdapat 5 bahaya:
- Memperbanyak barisan pelaku dosa dan maksiat.
- Menjadi fitnah bagi orang-orang yang lemah keimanannya.
- Menjadi buruk sangka terhadap dirinya.
- Membawa syubhat terhadap dirinya.
- Tempat ini dikhawatirkan turun adzab dan petaka.
Dalil Ke-2:
Ada seseorang yang bernadzar untuk menyembelih seekor unta di Buwanah (dekat Yanbu). Buwanah adalah desa yang berada di pesisir pantai. Maka Nabi bersabda “Apakah di tempat itu ada salah satu berhala Jahiliyah yang disembah?”, Dia menjawab “Tidak”. Nabi bertanya lagi “Apakah di tempat itu salah satu hari perayaan mereka pernah dilaksanakan?”. Dia menjawab “Tidak”. Ied adalah suatu pertemuan umum yang selalu berulang dalam setahun, sebulan atau seminggu dalam melakukan Ibadah yang biasa dilakukan.
Nabi ﷺ sebelum menjawab mengenai hukum nadzarnya, meminta rincian pertanyaan terlebih dahulu.
Sisi pendalilan penulis yang melarang menyembelih untuk Allah di tempat menyembelih kepada selain Allah yaitu menutup pintu agar jangan sampai jatuh ke dalam kesyirikan dan tidak boleh menyerupai kaum musyrikin. Nabi ﷺ bertanya dua pertanyaan “Apakah ada berhala jahiliyah yang pernah diibadahi disitu?” dan “Apakah ada hari raya orang jahiliyah pernah dilakukan disitu?”.
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Penuhilah nadzarmu.” Hal ini disebabkan karena tempat nadzarnya tidak ada berhala dan tidak ada hari raya kaum jahiliyah.
Dalam Islam, ada aturan yang harus diikuti terkait nadzar. Misalnya, nadzar harus dipenuhi asal tidak melibatkan perbuatan dosa. Selain itu, seseorang tidak boleh membuat nadzar tanpa memiliki kemampuan untuk memenuhinya. Contohnya, melarang membuat nadzar untuk menyakiti seorang Muslim atau memberikan sedekah kepada burung-burung di langit.
Pembahasan:
Pertama, Tafsir firman Allah “Janganlah engkau mendirikan shalat di mesjid itu selama-lamanya”
Bahwa mesjid Dhirar dilarang untuk shalat di situ karena dibangun di atas kekufuran. Maka demikian pula tempat untuk menyembelih kepada selain Allah, tidak diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk menyembelih untuk Allah.
Kedua, kemaksiaatan dapat bedampak kepada bumi sebagaimana ketaatan juga dapat berdampak dibumi ini.
Ketika kaum munafikin membangun masjid Dhirar dengan maksud untuk kemaksiatan dan perpecahan, maka Nabi ﷺ dilarang Shalat di situ. Sehingga kemaksiatan berpengaruh yang menyebabkan tidak bisa shalat di situ.
Sebaliknya masjid Quba yang dibangun atas dasar ketakwaan dan keimanan, maka disebutkan di masjid Quba ada sekolompok orang yang senang bersuci dan Allah mencintai orang yang bersuci.
Ketiga, Sinkronisasi persoalan yang meragukan kepada masalah yang telah jelas. Agar keraguan tersebut menjadi sirna.
Seorang bertanya mengenai hukum menyembelih di Buwanah. Apa itu Buwanah? tidak jelas tempatnya. Sehingga diarahkan kepada yang jelas dimana nabi ﷺ bertanya dua pertanyaan diatas. Sehingga jelas bagi Nabi ﷺ, maka Nabi memerintahkan untuk menunaikan nadzarnya.
Keempat, Pengajuan detail persoalan dari seorang Mufti.
Apabila seorang yang memberi fatwa (Mufti), ditanya mengenai sebuah perkara. Apabila perlu rincian pertanyaan, maka ditanyakan rinciannya.
Kelima, Pengkuhsusan tempat tertentu untuk menunaikan nadzar, tidak mengapa. Apabila tempat tersebut terlepas dari segala hal yang terlarang.
Keenam, Pengkhususan yang terlarang apabila ditempat tersebut ada berhala Jahiliyah, walaupun tempat tersebut telah disingkirkan.
Apabila dahulunya ada berhala yang diibadahi dan telah disingkirkan, maka tetap tidak boleh untuk beribadah. Hal ini dikarenakan bisa menyerupai kaum musyrikin dan menjadi pintu untuk melakukan maksiat dan kesyirikan.
Ketujuh, Larangan terhadap pengkhususan tersebut apabila pada tempat itu terdapat penyelenggaraan salah satu dari sekian hari raya kaum jahiliyah, walaupun perayaan tersebut telah ditiadakan.
Kedelapan, tidak boleh menunaikan nadzar ditempat itu karena nadzar itu nadzar maksiat.
Kesembilan, Peringatan terhadap penyerupaan dengan kaum musyrikin dalam hari-hari mereka.
Walaupun tidak dimaksudkan untuk memperingati hari-hari mereka. Nabi tidak menanyakan niatnya dulu, tapi langsung menanyakan dua hal diatas.
Kesepuluh, Tidak ada nadzar pada maksiat
Kesebelas, Tidak syah nadzar berupa sesuatu yang tidak dia miliki.
Wallahu Ta’ala A’lam


