An-Nisa: 23: Wanita-Wanita yang Diharamkan (Untuk Dinikahi)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Tafsir An-Nisā 4:23

Allah ta’ala berfirman,,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَـٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّـٰتُكُمْ وَخَـٰلَـٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَـٰتُكُمُ ٱلَّـٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَـٰعَةِ وَأُمَّهَـٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَـٰٓئِبُكُمُ ٱلَّـٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّـٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَـٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَـٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An-Nisa: 23)

Tafsir As-Sa’di:
Ayat-ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang:

  • wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah, dan
  • wanita-wanita yang diharamkan karena persusuan dan
  • wanita-wanita yang diharamkan karena perkawinan dan
  • wanita-wanita yang diharamkan karena penyatuan dan
  • juga wanita-wanita yang dihalalkan.

Adapun wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah, mereka ada tujuh kelompok sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ, yaitu:

  1. Ibu, dan termasuk dalam makna ibu adalah setiap orang yang menjadi sebab kelahiran dirimu walaupun jauh.
  2. Kemudian anak perempuan, dan termasuk dalam makna anak perempuan adalah setiap orang yang engkau menjadi penyebab kelahirannya.
  3. Saudara perempuan kandung atau seayah atau seibu.
  4. Saudara perempuan ayah yaitu seluruh saudara perempuan ayah Anda atau kakek Anda dan seterusnya ke atas.
  5. Saudara perempuan ibu, yaitu setiap saudara perempuan ibu Anda atau nenek Anda dan seterusnya ke atas yang menjadi ahli waris ataupun tidak.
  6. Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan
  7. Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.

Mereka semua itu adalah wanita-wanita yang diharamkan karena pertalian darah menurut ijma’ para ulama, sebagaimana juga nash ayat yang mulia di atas, sedangkan selain dari mereka, maka termasuk dalam Firman Allah ﷻ:

, وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ

Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” yang demikian itu seperti anak perempuan bibi atau paman dari ayah atau anak perempuan bibi atau paman dari ibu.

Adapun wanita-wanita yang diharamkan karena persusuan, maka sesungguhnya Allah ﷻ telah menyebutkan pada ayat di atas yaitu di antara mereka adalah ibu dan saudara perempuan, hal itu adalah sebuah dalil tentang haramnya menikahi ibu, padahal hak air susunya bukanlah miliknya, sesungguhnya air susu itu adalah hak yang memiliki susu, indikasi ayat tersebut menunjukkan bahwa pemilik dari air susu itu adalah ayah bagi anak susuan tersebut, lalu bila telah terbukti dalam hal tersebut penamaan ayah dan ibu, maka harus terbukti pula hal-hal yang menjadi cabang dari kedua label tersebut, seperti saudara-saudara perempuan keduanya, kakek nenek keduanya, dan keturunan keduanya, dan Nabi ﷺ telah bersabda,

يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ.

Diharamkan dari persusuan apa yang diharamkan dari keturunan.

Dengan demikian tersebarlah pengharaman itu dari pihak ibu yang menyusui dan pemilik air susu tersebut, sebagaimana juga tersebar pada sanak famili pada anak tersebut hingga kepada anak keturunannya saja, akan tetapi dengan syarat persusuan tersebut adalah sebanyak lima kali susuan dalam usia dua tahun, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sunnah.

Adapun wanita-wanita yang diharamkan karena pernikahan adalah empat kelompok, yaitu:

  1. istri-istri bapak dan seterusnya ke atas,
  2. istri-istri anak dan seterusnya ke bawah, baik yang menjadi ahli waris maupun yang terhalang,
  3. ibu dari istri dan seterusnya ke atas, dan mereka yang disebut tadi adalah diharamkan dengan sempurnanya akad nikah,
  4. sedangkan yang keempat adalah anak perempuan tiri, yaitu anak perempuan istrinya dan seterusnya ke bawah, kelompok yang satu ini tidaklah haram kecuali bila suami telah menggauli istrinya,

sebagaimana Allah ﷻ berfirman dalam ayat ini, وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ “Anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri” dan jumhur ulama juga telah berkata, “Sesungguhnya Firman Allah ﷻ, اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ “Yang dalam pemeliharaanmu” sebuah pengikatan yang keluar dari perkara yang sering terjadi hingga tidak memiliki arti dan makna, karena sesungguhnya anak perempuan tiri itu tetap haram (dinikahi) walaupun tidak berada dalam pemeliharaan. Namun ikatan tersebut memiliki dua faidah; pertama, menyimpan sebuah indikasi tentang hikmah dari pengharaman anak perempuan tiri dan bahwa ia adalah dalam posisi anak kandung, maka sangatlah jelek menjadikannya halal untuk dinikahi, kedua; ikatan itu menyimpan sebuah isyarat tentang bolehnya berkhalwat dengan anak perempuan tiri, karena ia adalah dalam posisi orang-orang yang ada dalam pemeliharaannya seperti anak-anak perempuan-nya sendiri dan semisalnya, Wallahua’lam

Sedangkan wanita-wanita yang diharamkan karena penghimpunan, maka Allah ﷻ telah menyebutkan tentang penyatuan dua saudara perempuan kemudian Allah ﷻ mengharamkannya, dan Nabi ﷺ juga telah mengharamkan penyatuan antara seorang perempuan dengan ammah (bibi dari pihak ayah atau khalah (bibi dari pihak ibu) , maka setiap dua perempuan yang disatukan yang memiliki ikatan pertalian darah adalah diharamkan, seandainya diumpamakan salah seorangnya adalah laki-laki dan lainnya adalah perempuan, maka yang perempuan haram bagi yang laki-laki, karena itu diharamkan menyatukan antara keduanya, yang demikian itu karena akan menjadi salah satu sebab di antara sebab-sebab putusnya tali kekeluargaan.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Sumber:

Quran Tadabbur, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bekalislam.qurantadabbur

Ali ‘Imran 195: Pahala Keimanan, Hijrah, dan Berjihad di Jalan Allah.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Tafsir Āli `Imrān 3:195

Allah ta’ala berfirman,

فَٱسۡتَجَابَ لَهُمۡ رَبُّهُمۡ أَنِّي لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَٰمِلٖ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ ۖ بَعۡضُكُم مِّنۢ بَعۡضٖ ۖ فَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ وَأُخۡرِجُواْ مِن دِيَٰرِهِمۡ وَأُوذُواْ فِي سَبِيلِي وَقَٰتَلُواْ وَقُتِلُواْ لَأُكَفِّرَنَّ عَنۡهُمۡ سَيِّـَٔاتِهِمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ ثَوَابٗا مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلثَّوَابِ

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang, dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”. (Ali ‘Imran: 195)

Tafsir As-Sa’di:
Maksudnya Allah ﷻ memenuhi doa mereka berupa doa ibadah maupun doa permohonan seraya berfirman, لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى “Sesungguhnya Aku tidak menyianyiakan amal orang-orang yang beramal dari kalian, baik laki-laki atau perempuan.” Semua orang akan mendapatkan balasan perbuatannya masing-masing secara penuh dan sempurna. Artinya, setiap kalian menurut batasan yang sama dalam pahala maupun siksa,

فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا “maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan yang dibunuh“, mereka menyatukan antara keimanan, hijrah, dan meninggalkan hal-hal yang dicintai berupa negeri dan harta untuk mencari keridhaan Rabb mereka dan mereka berjihad di jalan Allah ﷻ, لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ “Pastilah akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah ﷻ,” Yang memberikan kepada hambaNya pahala yang melimpah untuk perbuatan yang sedikit.


وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ “Dan Allah ﷻ pada sisiNya pahala yang baik” dari hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas pada benak seorang manusia pun. Dan barangsiapa yang mengharap hal itu, maka memohonlah kepada Allah ﷻ dengan cara taat kepadaNya, dan mendekatkan diri kepadaNya menurut kemampuan hamba.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Sumber:

Quran Tadabbur, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bekalislam.qurantadabbur

An-Nisa Ayat 97-100: Kewajiban Berhijrah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

٩٦ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَوَفَّىٰهُمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ ظَالِمِىٓ أَنفُسِهِمْ قَالُوا۟ فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا۟ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ قَالُوٓا۟ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةًۭ فَتُهَاجِرُوا۟ فِيهَا ۚ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ مَأْوَىٰهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ٩٧ إِلَّا ٱلْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ وَٱلنِّسَآءِ وَٱلْوِلْدَٰنِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةًۭ وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًۭا ٩٨ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًۭا ٩٩ ۞ وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًۭا كَثِيرًۭا وَسَعَةًۭ ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا ١٠٠

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa Ayat 97-100)

Tafsir Ayat 97:

Ancaman yang keras ini ditujukan kepada orang yang meninggalkan hijrah hingga ia meninggal padahal ia mampu melakukannya, sesungguhnya para malaikat yang mencabut nyawanya mencelanya dengan celaan yang keras tersebut, mereka berkata kepadanya, فِيْمَ كُنْتُمْ “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” maksudnya, dalam kondisi bagaimana kalian dahulu? Dan dengan apa kalian berbeda dengan kaum musyrikin? Akan tetapi kalian hanya menambah jumlah kekuatan mereka, dan kemungkinan kalian membantu mereka untuk melawan kaum Mukminin, dan hilanglah dari kalian kebaikan yang banyak dan kesempatan berjihad bersama Rasulullah ﷺ serta berada dengan kaum Mukminin dan membantu mereka untuk melawan musuh-musuh mereka, قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِي الأَرْضِ “mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)‘.” Maksudnya, kami adalah orang-orang yang lemah dan tertindas serta dizhalimi, kami tidak memiliki kemampuan untuk berhijrah, padahal mereka tidaklah jujur dalam hal tersebut, karena Allah ﷻ telah mencela dan mengancam mereka, dan Allah ﷻ tidaklah membebankan sesuatu atas seseorang kecuali yang mampu dilakukannya, dan Allah ﷻ mengecualikan orang-orang yang benar-benar tertindas, oleh karena itu malaikat berkata kepada mereka, أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا “Bukankah bumi Allah ﷻ itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Ini merupakan pertanyaan pemantapan, artinya sesungguhnya telah pasti bagi setiap orang bahwa bumi Allah ﷻ itu luas, maka di manapun seorang hamba berada dan ia tidak mampu meninggikan agama Allah ﷻ di sana, ia memiliki keluasan dan kemudahan pada bumi Allah ﷻ yang lain di mana ia mampu beribadah kepada Allah ﷻ di tempat itu, sebagaimana Allah ﷻ berfirman,

يَا عِبَادِيَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُوْنِ
Hai hamba-hambaKu yang beriman, sesungguhnya bumiKu luas, maka sembahlah Aku saja.” (Al-Ankabut: 56).

Allah ﷻ berfirman tentang orang-orang yang tidak memiliki udzur tersebut, فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا “Orang-orang itu tempatnya Neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali,” hal ini sebagaimana yang telah berlalu mengandung ungkapan penjelasan tentang sebab yang mengakibatkan hal tersebut, dan terkadang juga tuntutannya telah ada dengan adanya syarat-syaratnya dan tidak adanya penghalang-penghalangnya atau terkadang juga ada penghalang yang merintanginya.

Ayat ini merupakan sebuah dalil bahwa hijrah adalah di antara kewajiban yang paling besar, dan meninggalkannya adalah suatu hal yang diharamkan bahkan termasuk dosa-dosa besar. Dan ayat ini juga sebuah dalil bahwa setiap orang yang meninggal telah memenuhi dan melengkapi apa yang ditakdirkan untuknya berupa rizki, ajal, dan perbuatannya, ini diambil dari lafazh تَوَفَّهُمْ “diwafatkan,” yang menunjukkan akan hal tersebut, karena apabila masih tersisa sesuatu pun dari perkara-perkara tersebut, maka ia belum dikatakan telah memenuhinya. Ayat ini juga isyarat tentang keimanan kepada malaikat dan pujian kepada mereka, karena Allah ﷻ telah menjadikan percakapan itu dari mereka dalam bentuk penetapan dan kebaikan dari mereka serta kecocokannya dengan kondisinya.

Tafsir Ayat 98 – 99:

Kemudian Allah ﷻ mengecualikan orang-orang yang benar-benar tertindas, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk berhijrah dalam bentuk apa pun, وَلا يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلَا “dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)” Allah ﷻ berfirman tentang mereka, فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا “Mereka itu, mudah-mudahan Allah ﷻ memaafkannya. Dan Allah ﷻ Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun,” kata عَسَى “Mudah-mudahan” dan semacamnya menunjukkan kepastian terjadinya (jika bersumber) dari Allah ﷻ karena tuntutan kemuliaan dan kebaikanNya. Dan pengharapan akan pahala dari orang-orang yang melakukan beberapa perbuatan mengandung faidah, yaitu bahwa orang tersebut bisa jadi tidak benar-benar memenuhinya, dan tidak melakukannya menurut bentuk yang sesuai dari yang diinginkan, akan tetapi ia lalai, maka tidaklah ia berhak mendapatkan pahala tersebut, Wallahua’lam.

Di dalam ayat yang mulia ini terdapat sebuah dalil bahwa orang yang tidak mampu mengerjakan suatu perintah berupa kewajiban atau selainnya, maka sesungguhnya ia dimaafkan, sebagaimana Allah ﷻ berfirman tentang orang-orang yang tidak mampu berjihad,

لَيْسَ عَلَى الأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ
Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang-orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang).” (Al-Fath: 17).

Dan Allah ﷻ berfirman tentang keumuman segala perintah,

فَاتَّقُوْا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah ﷻ menurut kesanggupanmu.” (At-Taghabun: 16).

Nabi ﷺ bersabda,

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ.
Apabila aku memerintahkan kepada kalian suatu perkara, maka kerjakanlah perkara itu menurut kesanggupanmu.” (Dikeluarkan oleh al-Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337)

Akan tetapi tidaklah seorang manusia itu dimaafkan kecuali setelah ia mengerahkan segenap kemampuannya, namun tertutup baginya segala pintu-pintu usaha, atas dasar FirmanNya, لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيْلَةً “Yang tidak mampu berdaya upaya.

Ayat ini juga menyimpan suatu isyarat bahwa dalil tentang haji dan umrah -dan semacamnya dari perkara yang butuh perjalanan- di antara syarat menunaikannya adalah kemampuan.

Tafsir Ayat 100:

Ayat ini sebagai suatu penjelasan tentang anjuran untuk berhijrah dan dorongan kepadanya serta penjelasan tentang kemaslahatan yang terkandung di dalamnya, dan Allah ﷻ Yang Maha menepati janji itu telah menjanjikan bahwa barangsiapa yang berhijrah di jalanNya dengan hanya mengharap keridhaanNya, ia akan mendapatkan tempat yang luas dan rizki yang melimpah, tempat yang luas itu mencakup kemaslahatan-kemaslahatan agama, dan rizki yang melimpah mencakup kemaslahatan-kemaslahatan dunia, yang demikian itu ketika sebagian besar manusia mengira bahwa berhijrah itu akan mengakibatkan perpecahan setelah kebersamaan, kefakiran setelah kekayaan, keterhinaan setelah kemuliaan dan kesusahan setelah kelapangan, padahal hijrah itu tidaklah demikian, karena sesungguhnya seorang Mukmin selama ia masih berada di antara kaum musyrikin, maka agamanya berada dalam kondisi sangat kritis, tidak hanya pada ibadah-ibadahnya yang pribadi seperti shalat dan semacamnya, dan tidak juga pada ibadah-ibadahnya yang berhubungan dengan orang seperti jihad dengan perkataan maupun perbuatan dan hal-hal yang mengikutinya, karena ia tidak mampu melakukan hal tersebut, dan ia berada dalam sasaran empuk dalam perkara agamanya, khususnya jika termasuk dari orang-orang yang tertindas, namun bila ia berhijrah di jalan Allah ﷻ, niscaya ia mampu menegakkan agama Allah ﷻ dan berjihad melawan musuh-musuh Allah ﷻ dan memerangi mereka, sesungguhnya al-muraghamah itu adalah sebuah kata komprehensif yang mencakup segala hal yang membuat marah musuh-musuh Allah ﷻ berupa perkataan dan perbuatan, dan juga mengakibatkan perolehan rizki yang luas, dan sesungguhnya apa yang dikabarkan oleh Allah ﷻ tersebut benar-benar telah terjadi.

Maka ambillah pelajaran tersebut dari para sahabat radhiallahu ‘anhum, sesungguhnya mereka ketika berhijrah di jalan Allah ﷻ dan meninggalkan negeri, anak-anak, serta harta mereka karena Allah ﷻ, sempurnalah iman mereka dengannya, dan mereka memperoleh keimanan yang sempurna, jihad yang besar, dan pembelaan terhadap agama Allah ﷻ, di mana mereka menjadi para pemimpin bagi orang-orang setelah mereka, demikian juga mereka memperoleh hal-hal yang diakibatkan dari hal itu berupa kemenangan-kemenangan dan ghanimah-ghanimah, di mana mereka menjadi orang-orang yang paling kaya, dan demikianlah, setiap orang yang melakukan seperti apa yang mereka lakukan, niscaya ia akan memperoleh apa yang mereka peroleh sampai Hari Kiamat.

Kemudian Allah ﷻ berfirman, مَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ “Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah ﷻ dan RasulNya” yaitu bertujuan kepada Rabbnya, keridhaanNya dan kecintaan kepada RasulNya, pembelaan terhadap agama Allah ﷻ, dan bukan bertujuan selain itu, ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ “kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),” dengan terbunuh atau selainnya, فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ “maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah ﷻ,” yaitu sesungguhnya ia telah memperoleh pahala orang yang berhijrah yang telah mendapatkan maksudnya dengan jaminan dari Allah ﷻ, yang demikian itu karena ia telah berniat dan bertekad serta adanya tindakan memulai perbuatan tersebut, maka di antara rahmat Allah ﷻ kepadanya dan kepada orang-orang yang semisalnya bahwa Allah ﷻ memberikan pahala untuk mereka secara penuh walaupun mereka belum menyempurnakan perbuatannya, dan Allah ﷻ mengampuni apa yang terjadi dari mereka berupa kelalaian dalam berhijrah dan selainnya, karena itulah Allah ﷻ menutup ayat ini dengan dua namaNya yang mulia tersebut seraya berfirman, وَكَانَ اللَّهُ غَفُوْرًا رَحِيْمًا “Dan Allah ﷻ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Allah ﷻ mengampuni bagi kaum Mukminin apa yang telah mereka lakukan berupa kesalahan-kesalahan, khususnya orang-orang yang bertaubat dan kembali kepada Rabb mereka, Allah ﷻ Maha Penyayang terhadap seluruh makhluk dengan rahmat yang membuat mereka ada atau hidup, menyehatkan mereka, memberi rizki kepada mereka berupa harta, anak cucu, kekuatan dan lain sebagainya, Maha Penyayang terhadap kaum Mukminin di mana Allah ﷻ membimbing mereka kepada keimanan, mengajarkan mereka ilmu yang mengakibatkan keyakinan, memudahkan bagi mereka sebab-sebab kebahagiaan dan kemenangan, dan perkara yang membuat mereka memperoleh keuntungan yang besar, mereka akan melihat di antara rahmat dan karuniaNya yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbesit pada hati seorang manusia pun. Kita memohon kepada Allah ﷻ agar tidak menahan kebaikanNya karena keburukan yang ada pada diri kita.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Sumber:

Quran Tadabbur, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bekalislam.qurantadabbur

Ali-‘Imran Ayat 118-119: Larangan Menjadikan Teman Kepercayaan Diluar Kalanganmu.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةًۭ مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًۭا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْـَٔايَـٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ ١١٨هَـٰٓأَنتُمْ أُو۟لَآءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِٱلْكِتَـٰبِ كُلِّهِۦ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا۟ بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ ١١٩

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (Ali-‘Imran: 118-119)


Ini adalah peringatan Allah ﷻ untuk hamba-hambaNya dari tindakan mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka, menjadikan mereka sahabat-sahabat terpercaya, dan teman-teman dekat, menampakkan dan membuka rahasia-rahasia kaum Mukminin kepada mereka.

Lalu Allah ﷻ menjelaskan kepada hamba-hambaNya yang beriman tentang perkara-perkara yang mengharuskan mereka berlepas diri dari tindakan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai sahabat terpercaya, karena merekaلَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا “tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu.” Mereka berusaha tanpa pernah lelah, dalam mengakibat-kan kemudaratan bagi kalian, dan sungguh telah nampak adanya kebencian dari perkataan dan ketergelinciran lisan mereka. Kebencian dan permusuhan yang disembunyikan oleh hati mereka أَكْبَرُ “adalah lebih besar lagi” daripada sesuatu yang dinampakkan oleh mereka berupa perkataan maupun perbuatan mereka.

Bila kalian mempunyai pemahaman dan akal pikiran, maka sungguh Allah ﷻ telah menjelaskan bagi kalian perkara mereka. Lalu apa faktor yang mengharuskan untuk mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin atau teman-teman terpercaya, padahal kalian mengetahui adanya penyimpangan agama yang besar pada mereka dan juga pada balasan kebaikan kalian terhadap mereka? Kalian itu adalah orang-orang yang istiqamah berpegang teguh pada agama-agama para Rasul. Kalian beriman kepada semua Rasul yang diutus oleh Allah ﷻ dan kepada setiap kitab yang diturunkan olehNya, sedang mereka mengingkari kitab yang paling utama dan Rasul yang paling mulia. Kalian memberikan mereka (semua) cinta dan kasih sayang yang sama sekali mereka tidak memberikan imbalan minimal yang setimpal untuk kalian. Lalu bagaimana bisa kalian mencintai mereka sedang mereka tidak mencintai kalian. Mereka menjilat kalian dan berlaku nifak terhadap kalian? Dan bila mereka menjumpai kalian, قَالُوا آمَنَّا “mereka berkata, ‘Kami beriman,’ dan apabila mereka menyendiri” bersama dengan kelompok mereka sendiri,عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ “mereka menggigit ujung jari” disebabkan karena kemarahan yang besar dan kebencian mereka terhadap kalian dan agama kalian.


Allah ﷻberfirman, قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ِ “Katakanlah (kepada mereka), ‘Matilah kamu karena kemarahanmu itu‘.” Maksudnya, kalian akan menyaksikan kemuliaan Islam dan kehinaan kufur yang akan membuat kalian mendapatkan keburukan, dan kalian meninggal disebabkan amarah kalian sehingga kalian tidak mendapatkan penawar untuknya seperti yang kalian inginkan.
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Sesungguhnya Allah ﷻ mengetahui segala isi hati.” Karena itu Allah ﷻ menjelaskan kepada hamba-hambaNya yang Mukmin apa yang dikandung oleh hati musuh-musuh agama dari orang-orang kafir dan munafik.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Sumber:

Quran Tadabbur, https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bekalislam.qurantadabbur

Ali-Imran Ayat 112: Kaum Yahudi diliputi kehinaan di mana saja mereka berada

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Ali-Imran Ayat 112: Kaum Yahudi diliputi kehinaan di mana saja mereka berada

Allah Ta’ala berfirman:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْمَسْكَنَةُۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.


Ini merupakan kabar dari Allah ﷻ bahwa kaum Yahudi itu diliputi oleh kehinaan sehingga mereka selalu takut di mana pun mereka berada, tidak ada yang dapat menenangkan mereka kecuali perjanjian damai dan suatu sebab yang bisa membuat mereka tenang, mereka tunduk di bawah hukum-hukum Islam dan mereka membayar jizyah.


Atau dengan tali perjanjian حَبْلٍ مِنَ النَّاسِ “dengan manusia,” maksudnya, apabila mereka di bawah kekuasaan selain mereka dan pengawasan bangsa lain, sebagaimana telah terlihat dari kondisi mereka dahulu maupun yang akan datang, di mana mereka pada masa terakhir ini tidak mampu menguasai secara temporal di Palestina kecuali dengan bantuan negara-negara kuat dan penyediaan prasarana mereka untuk mereka dalam segala hal.


وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ “Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah ﷻ,” maksudnya, sungguh Allah ﷻ murka atas mereka dan menghukum mereka dengan kehinaan dan kerendahan. Sebab-sebabnya adalah kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah ﷻ dan pembunuhan mereka terhadap para Nabi بِغَيْرِ حَقٍّ “tanpa alasan yang benar.” Maksudnya, hal tersebut tidaklah atas dasar kebodohan, akan tetapi atas dasar kesewenang-wenangan dan kedurhakaan.


Hukuman yang bermacam-macam yang menimpa mereka, ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ “disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” Allah ﷻ tidak menzhalimi mereka dan menyiksa mereka tanpa adanya dosa, akan tetapi yang Allah ﷻ timpakan atas mereka disebabkan oleh kesewenang-wenangan, permusuhan, kekufuran, pendustaan, dan kejahatan mereka yang besar itu.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Al-Haj Ayat 19-22: Siksaan Neraka bagi Orang Kafir

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Al-Haj Ayat 19-22: Siksaan Neraka bagi Orang Kafir

Allah Ta’ala berfirman:

۞ هَـٰذَانِ خَصْمَانِ ٱخْتَصَمُوا۟ فِى رَبِّهِمْ ۖ فَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌۭ مِّن نَّارٍۢ يُصَبُّ مِن فَوْقِ رُءُوسِهِمُ ٱلْحَمِيمُ ١٩يُصْهَرُ بِهِۦ مَا فِى بُطُونِهِمْ وَٱلْجُلُودُ ٢٠وَلَهُم مَّقَـٰمِعُ مِنْ حَدِيدٍۢ ٢١كُلَّمَآ أَرَادُوٓا۟ أَن يَخْرُجُوا۟ مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا۟ فِيهَا وَذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلْحَرِيقِ ٢٢

Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar; mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancurluluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini“. (Al-Haj:19-22)

Setelah itu, Allah ﷻ menjelaskan penetapan keputusan ini dengan berfirman, هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ “Inilah dua golongan (golongan Mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka.” Setiap pihak mengklaim berada di atas jalan kebenaran.

فَالَّذِينَ كَفَرُوا “Maka orang kafir.” Lafazh ini meliputi setiap orang kafir dari bangsa Yahudi, Nasrani, Majusi, Shabi`in dan kaum musyrikin قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ “akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka,” maksudnya dibuatkan baju bagi mereka yang terbuat dari cairan ter, dinyalakan api padanya, supaya siksaan mengenai mereka secara merata dari semua sisi.

يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ “Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka,” yaitu air yang sangat panas sekali. يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ “Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka),” seperti daging, lemak serta usus-usus, karena dahsyatnya panas dan kengerian peristiwanya.

وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ “Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi,” yang berada di tangan para malaikat yang kasar lagi keras. Para malaikat memukuli dan menghantam mereka dengannya.

Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. Sehingga siksaan tidak diredakan dari mereka, dan mereka tidak mendapatkan tempo. Dikatakan kepada mereka sebagai pencelaan وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ “Rasakanlah azab yang membakar ini,” yakni siksaan yang akan membakar hati dan tubuh-tubuh mereka.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Al-Isra Ayat 36: Larangan Berbicara dan Mengerjakan Sesuatu Tanpa Ilmu

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Surat Al-Isra Ayat 36

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Al-Isra: 36)

Maksudnya, janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu ketahui. Namun, telitilah setiap apa yang hendak kamu katakan dan kerjakan. Janganlah pernah sekali-kali menyangka semua itu akan pergi tanpa memberi manfaat bagimu dan (bahkan) mencelakakanmu.


اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Sudah sepantasnya seorang hamba yang mengetahui bahwasanya dia akan diminta pertanggung jawaban tentang segala yang telah dia katakan dan perbuat serta (cara) pemanfaatan anggota badan yang telah Allah ﷻ ciptakan untuk beribadah kepadaNya, untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan (yang akan diajukan). Hal itu tidak bisa terlaksana kecuali dengan menggunakannya (hanya) dalam rangka pengabdian diri (beribadah) kepada Allah ﷻ , mengikhlaskan agama ini (hanya) untukNya dan mengekangnya dari setiap yang dibenci Allah

Wallahu Ta’alla ‘Alam

An-Nahl Ayat 43: Bertanyalah Kepada Ahli Ilmu Jika Kamu Tidak Mengetahui

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Surat An-Nahl Ayat 43

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,


Allah ﷻ berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ, {وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا} “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki,” maksudnya engkau bukanlah orang baru dari kalangan rasul. Kami tidak pernah mengutus malaikat sebelummu, tetapi kaum lelaki yang sempurna, bukan kalangan wanita, {نُوحِي إِلَيْهِمْ} “yang Kami beri wahyu kepada mereka,” berupa syariat-syariat dan hukum-hukum yang menjadi bagian kemurahan dan curahan kebaikan Allah kepada para hambaNya, tanpa menyodorkan sesuatu dari diri mereka pribadi, {فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ} “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,” maksudnya orang-orang yang mempunyai pengetahuan mengenai kitab-kitab terdahulu.

{إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ} “Jika kamu tidak mengetahui,” sejarah orang-orang terdahulu dan kalian dihinggapi keraguan, apakah Allah itu mengutus kaum lelaki (dari bangsa manusia)? Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berpengetahuan mengenai itu, yang mana kitab-kitab dan bukti-bukti yang nyata telah diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengetahui dan memahaminya. Sesungguhnya telah mapan pada keyakinan mereka bahwasanya Allah tidak mengutus kecuali kaum lelaki yang telah diwahyukan kepada mereka (wahyu) dari kalangan penduduk kampung setempat.

Di dalam kandungan umum ayat ini, terdapat pujian bagi para ahli ilmu, dan bahwasanya jenis ilmu yang paling tinggi kedudukannya, ialah ilmu tentang Kitabullah yang diturunkan. Sesungguhnya Allah telah menyuruh orang yang tidak berilmu (tidak tahu) untuk mendatangi para ahli ilmu dalam semua permasalahan. Dalam keterangan ini, termuat ta’dil (penetapan citra baik) bagi ahli ilmu dan tazkiyah (rekomendasi baik) bagi mereka, lantaran Allah memerintahkan untuk bertanya kepada mereka. Dengan tindakan ini, seorang yang jahil (tidak tahu) akan keluar dari lingkaran ikut-ikutan saja. Maka, hal ini menunjukkan bahwa Allah mempercayakan mereka atas wahyu dan kitab yang diturunkanNya, dan (menandakan) bahwa mereka diperintah untuk membersihkan jiwa-jiwa mereka dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Hud Ayat 15-16: Barangsiapa yang Menghendaki Dunia saja, Allah akan cukupi. Akan Tetapi tidak dapat Akhirat.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَـٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ١٥أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِيهَا وَبَـٰطِلٌۭ مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ١٦

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)

Allah ﷻ berfirman, مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya“, maksudnya segala keinginannya terbatas hanya pada kehidupan dunia berupa wanita, anak-anak, emas, dan perak yang melimpah, kuda pilihan, ternak dan tanah pertanian, maka sungguh dia telah memfokuskan keinginannya, usahanya dan pekerjaannya pada hal-hal ini, dan tidak terbetik dalam keinginannya untuk alam akhirat sedikit pun, orang ini tidak lain melainkan orang kafir karena jika dia adalah orang yang beriman, niscaya imannya menghalanginya untuk memberikan seluruh keinginannya kepada alam dunia, bahkan imannya itu sendiri dan amal perbuatan yang dilakukannya adalah salah satu tanda kalau dia itu menginginkan alam akhirat, akan tetapi orang yang sengsara ini yang sepertinya hanya diciptakan untuk dunia saja,

نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا “niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna.” Maksudnya, Kami memberi mereka sesuatu yang telah dibagikan kepada mereka di Ummul Kitab berupa balasan dunianya. وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ “Dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan“, tidak sedikit pun dari sesuatu yang ditakdirkan untuknya akan dikurangi, akan tetapi ini adalah puncak nikmat mereka.

أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka“, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, azabNya tidak terputus, mereka tidak mendapatkan balasan yang mulia. وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا “Dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dalamnya,” yakni di dunia, maksudnya, batal dan lenyap rencana mereka untuk membuat makar bagi kebenaran dan pengikutnya, begitu pula amal kebaikan yang tidak berdasar dan tidak terpenuhi syaratnya, yaitu iman.

Wallahu Ta’alla ‘Alam


Penjelasan Ustadz Dzulqaranin Muhammad Sunusi,

Video Kajian: Tafsir Surat Hud 15-16

Ayat ini menjelaskan tentang orang yang beramal dengan maksud perkara dunia, tidak diinginkan mengharap wajah Allah. Maka tidak ada bagian diakhirat kecuali neraka, hancur perbuatannya, dan bathil seluruh amalannya.

Ayat ini mencakup pada 4 Golongan:

  1. Orang yang beramal dengan amalan yang shalih, ikhlas didalamnya akan tetapi dia hanya mengharapkan dunia.
  2. Orang yang beramal dengan amalan shalih, tapi yang diinginkan harta.
  3. Orang yang beramal dengan Riya.
  4. Orang yang beramal dengan amalan shalih tapi menyandang pembatal keislaman (Orang kafir atau berbuat kesyirikan).

Golongan Pertama: Orang yang beramal dengan amalan yang shalih, ikhlas didalamnya akan tetapi dia hanya mengharapkan dunia. Misalhnya: Orang yang berpuasa dengan ikhlas, sesuai dengan tuntunan Nabi. Akan tetapi niat puasa supaya badannya sehat saja.

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:

  1. Orang yang beramal dengan ikhlas, akan tetapi hancur amalan karena tujuan beramal tersebut untuk mencari dunia saja.
  2. Orang yang beramal shalih dengan ikhlas, akan tapi menghendaki dunia karena memang didalam Al-quran atau Hadits disebutkan pahala dari sudut dunia.

Misalnya: Siapa yang shalat duha di awal hari 4 rakaat, maka Allah akan cukupi perkaranya disiang hari. Mencukupi perkaranya termasuk dijaga, di beri rejeki dan lainnya. Akan tetapi banyak orang yang berkata, kalau ingin lancar urusan, terbuka rizeki, maka shalat duha disiang Hari. Sehingga dia sholat Duha memang supaya mendapatkan rejeki yang lancar.

Yang benar adalah, beramal dengan amalan akhirat, dengan tujuan untuk mendapat pahala di akhirat. Adapun pahala di dunia yang Allah janjikan, tidak usah dipikirkan. Tujuan dunia jangan menjadi dasar melakukan ibadah tersebut. Mengingat kebaikan akan amalan tersebut tidak mengapa sepanjang iklas mengharap wajah Allah

Nabi memberikan jatah harta rampasan perang kepada para sahabat. Bagi sahabat yang mengalahkan seorang musuh maka apa yang melekat dibadan musuh itu menjadi miliknya. Hal ini adalah dunia, tapi tidak dipermasalahkan karena dasar mereka berjihad adalah untuk meninggikan kalimat Allah.

Banyak yang keliru dalam memotivasi manusia dalam beribadah. Misalkan bersedekah dengan sebuah mobil, maka dapat 700 mobil. Memang ada haditsnya yaitu tentang seorang shahabat menginfak kan 1 ekor unta dijalan Allah, maka nabi berkata engkau akan dapat 700 unta dihari kiamat. Tapi bedanya sahabat ini ikhlas membawa untanya, dia mungkin tidak pernah berfikir mendapatkan sesuatu dunia.

Contoh lain adalah pergi beribadah Umrah dengan tujuan supaya lancar urusan, terbuka rizekinya. Hal ini semua perkara dunia. Jangan seseorang meniatkan pada dasar amalannya untuk dunia. Dia niatkan untuk Allah, ikhas untuk Allah, lakukan amalan untuk Allah. Setelah itu jangan dia fikir. Dunia itu akan datang dibelakangnya. Apa yang dijanjikan Allah dan rasulnya pasti dia dapatkan.

Golongan Kedua: Orang yang beramal dengan amalan shalih, tapi yang diinginkan harta. Seperti belajar ilmu syariat atau sekolah, tujuannya supaya dapat pekerjaan, penghasilan. Ini tidak ikhlas dalam belajar. Orang yang belajar apalagi itu ilmu agama, yaitu untuk mengangkat kejahilan dari dirinya, meraih rida Allah dan Rasuln-Nya (Allah mencintai orang yang belajar). Dia niatkan dengan yang baik, apabila setelah belajar ada yang perlu kepadanya maka tidak ada masalah karena pada dasarnya tidak diniatkan untuk itu. Allah tidak pernah menelantarkan orang-orang yang bertakwa.

Golongan Ketiga: Orang yang beramal Riya. Kelihatan amalannya shaleh tapi ingin dipuji oleh manusia. Ini adalah peringatan tentang bahaya ria.

Golongan Keempat: Orang yang beramal dengan amalan shalih tapi menyandang pembatal keislaman. Seperti orang kafir yang berbuat baik (sedekah, pengobatan, santunan dan lainnya. Tapi kekafiran dan kesyirikan mereka menghalangi kebaikan utnuk sampai kepada mereka.

Faedah Ayat:

Pertama: Kadang terfitnah, yaitu ketika beramal saleh dengan harapan dunia. Allah penuhi dunianya. Tapi diingatkan tidak dapat apa-apa diakhirat kecuali neraka.

Kedua: Jangan tertipu dengan dunia yang didapatkan. Karena hal tersebut bukan bukti Allah ridha kepada kita. Dunia diberikan kepada kafir dan muslim. Bahkan kafir lebih banyak mendapatkan dunia.

Ketiga: Yang diukur bukan dhohir amalan tapi niat amalannya.

Keempat: Harus pandai membedakan amalan dengan niat mengharap wajah Allah dan amalan yang dilakukan dengan niat menghendaki dunia.

Kelima: Terdapat hal-hal dalam pembatal amalan berupa kesyirikan, riya, dan mengungkit amalan yang telah dilakukan.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Ali ‘Imran Ayat 64: Dakwah Kepada Satu Agama, yang telah disepakati oleh para Nabi dan Rasul

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Dakwah Kepada Satu Agama, yang telah disepakati oleh para Nabi dan Rasul

Firman Allah:

قُلْ يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍۢ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًۭٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah, “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Ali ‘Imran: 64)

Ayat yang mulia ini adalah ayat yang ditulis (baca: dicantumkan) oleh Nabi ﷺ untuk dikirim kepada raja-raja Ahli Kitab.

Beliau (kadang) membacanya pada rakaat pertama dari shalat sunnah fajar, قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ “Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah‘.” (Al-Baqarah: 136). Dan beliau membaca ayat tadi pada rakaat terakhir dari shalat sunnah Shubuh; karena mengandung dakwah kepada satu agama, yang telah disepakati oleh para Nabi dan Rasul.

Ayat itu juga mengandung tauhid uluhiyah yang berasaskan ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya. Dan agar diyakini bahwa manusia dan seluruh makhluk dalam kapasitas kemanusiaan, salah seorang di antara mereka tidak berhak sedikit pun memiliki sifat-sifat kerububiyahan dan tidak pula sifat-sifat keuluhiyahan.

Bila ahli Kitab dan selain mereka patuh terhadap hal itu, maka mereka telah mendapat petunjuk dan فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ “jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)‘.”

Ini persis seperti Firman Allah ﷻ

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

“Katakanlah, ‘Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku’.” (Al-Kafirun: 1-6).

Wallahu Ta’alla ‘Alam