Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah
Dari Sa’id bin Jubair Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Siapa saja yang memutus suatu tamimah dari seseorang, tindakannya itu sama dengan memerdekakan budak.” Diriwayatkan oleh Waki’.
(Diriwayatkan) pula oleh (Waki’) dari Ibrahim bahwa (Ibrahim) berkata, “Mereka (yakni murid-murid Abdullah bin Mas’ud) membenci segala jenis tamimah, baik berupa (ayat-ayat) Al-Qur’an maupun selain (ayat-ayat) Al-Qur’an.”
Biografi
Waki’ adalah Waki’ bin Al-Jarrah, orang yang terperaya, seseorang imam dan pemilik banyak tulisan. Beliau meninggal pada 197 H.
Ibrahim adalah Imam Ibrahim An-Nakha’iy, seorang yang terpercaya dari kalangan tokoh ahli fiqih. Beliau meninggal pada 96 H.
‘setara dengan seorang budak’: artinya dia mendapat pahala seperti pahala orang yang memerdekakan budak.
Makna Kedua Atsar Secara Global
Pengabaran bahwa siapa saja yang melenyapkan sesuatau dari seseorang yang dia gantungkan pada dirinya untuk menolak bahaya, dia mendapat pahala seperti pahala orang yang memerdekakan seorang budak dari perbudakan terhadap (budak) itu. Sebab, dengan menggantungkan jimat, berarti ia telah mejadi penyembah syaithan sehingga, jika jimat tersebut telah dia putuskan, berarti ia telah melenyapkan perbudakan syaithan dari orang itu.
Ibrahim An-Nakha’iy menceritakan dari sebagaian tokoh tabi’in bahwa mereka memutlakan larangan penggantungan jimat, meskipun jimat itu hanya bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an saja, dalam rangka menutup pintu kesyirikan.
Hubungan antara Kedua Atsar dan Bab
Sangat jelas bahwa, pada dua atsar di atas, terdapat kisah larangan penggantungan jimat secara mutlak dari tokoh-tokoh mulia dari kalangan pemuka tabi’in
Faedah Kedua Atsar
Keutamaan memutus jimat karena hal itu tergolong sebagai menghilangkan kemungkaran dan melepaskan manusia dari kesyirikan.
Pengharaman menggantungkan jimat secara mutlak, meskipun (jimat) itu terbuat dari ayat-ayat Al-Qur’an, menurut sekelompok tabi’in.
Semangat salaf dalam menjaga aqidah dari berbagai bentuk khurafat.
Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ruwaifi’ Radhiyallahu Anhu bahwa (Ruwaifi’) berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku,
“Wahai Ruwaifi, barangkali engkau berumur panjang. Sampaikanlah kepada manusia bahwa siapa saja yang menggelung janggutnya, mengalungkan tali busur, atau beristinja’ dengan kotoran binatang atau dengan tulang, sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya‘.”
Biografi
Ruwaifi’ adalah Ruwaifi’ bin Tsabit bin As-Sakan bin ‘Ady bin Al-Harits, dari bani Malik bin An-Najjar Al-Anshary. Beliau pernah diangkat sebagai gubernur di Barqah dan Tharabulus dan menaklukan wilayah Afrika pada 47 H. Beliau meninggal di Barqah pada 56 H.
‘menggelung janggutnya’: dikatakan bahwa maknanya adalah perbuatan mereka dalam peperangan dengan memilih dan mengikat (janggut)nya untuk menyombongkan diri. Ada yang mengatakan bahwa yang diinginkan dengan hal itu adalah menata rambut (janggut) agar tergelung dan terkuncir mengikuti gata perempuan dan gaya hidup mewah. Ada yang mengatakan bahwa artinya adalah mengikat (janggut) ketika shalat, yakni mengumpulkan janggut (menyatukan janggut).
‘mengalungkan tali busur panah‘: yakni menjadikan (tali busur) sebagai kalung pada lehernya atau pada leher hewan peliharaannya dengan tujuan berlindung dari penyakit ‘ain.
‘dengan kotoran hewan‘: ar-raji’ adalah kotoran. Dinamakan raji’ karena kembali pada keadaannya yang pertama setelah menjadi makanan.
‘berlepas diri darinya’: ini adalah ancaman keras bagi pelaku hal tersebut.
Makna Hadits Secara Global
Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa shahabat (Ruwaifi’) ini akan berumur panjang sehingga (Ruwaifi’) akan menjumpai orang-orang yang menyelisihi petunjuk beliau ﷺ dalam hal janggut, yang petunjuk tersebut adalah membiarkan (janggut) panjang serta menjauhkan (janggut) dari perlakuan sia-sia dengan penampilan yang menyerupai orang-orang ajam atau orang yang bermewah-mewahan dan dungu. Atau, (menjumpai) orang-orang yang aqidah tauhidnya kurang dengan menggunakan sarana-sarana kesyirikan, yang mereka memakai kalung atau mengenakan (kalung) tersebut pada hewan-hewan peliharaan mereka guna menolak bahaya. Atau, (menjumpai) orang-orang yang melakukan hal-hal yang Nabi mereka larang berupa beristijmar dengan kotoran hewan dan tulang. Maka, Nabi ﷺ mewasiatkan sahabatnya agar (sahabatnya) menyampaikan kepada umat bahwa Nabi mereka berlepas diri dari para pelaku hal tersebut.
Hubungan antara Hadits dan Bab
Dalam hadits, terdapat larangan mengenakan kalung dari tali busur untuk menolak bahaya, dan bahwasannya hal itu tergolong sebagai perbuatan kesyirikan sebab tiada yang mampu menolak bahaya, kecuali Allah.
Faedah Hadits
Hadits ini menunjukan salah satu tanda kenabian sebab umur Ruwaifi’ dipanjangkan sampai (beliau meninggal pada) 56H.
Kewajiban untuk mengabarkan manusia tentang hal-hal yang diperintahkan kepada mereka dan hal-hal yang dilarang terhadap mereka berupa perkara-perkara yang wajib dikerjakan atau yang wajib ditinggalkan.
Pensyariatan untuk memuliakan dan membiarkan janggut, serta larangan berbuat sia-sia terhadap (janggut) dengan cara mencukur, memotong, mengikat, menguncir, atau perbuatan (sia-sia) lainnya.
Pengharaman mengenakan kalung untuk menolak bahaya, dan bahwasannya hal itu tergolong sebagai kesyirikan.
Pengharaman beristinja’ dengan kotoran hewan dan tulang.
Bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut tergolong sebagai dosa besar.
“Wahai Ruwaifi, barangkali engkau berumur panjang. Sampaikanlah kepada manusia bahwa siapa saja yang menggelung janggutnya, mengalungkan tali busur, atau beristinja’ dengan kotoran binatang atau dengan tulang, sesungguhnya Muhammad berlepas diri darinya‘.”
Tanda kenabian dari nabi ﷺ yang mengabarkan bahwa Ruwaifi berumur panjang dan memang terbukti berumur panjang, meninggal pada tahun 56 H. Panjang umur harus ada gunanya yaitu dengan amalan-amalan shaleh. Maka Ruwaifi’ dipesankan untuk menyampaikan pesan.
Terdapat kewajiban bagi yang mempunyai ilmu untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diperintah dan apa yang dilarang. Sebagaimana Allah telah mengambil sumpah dalam firman-Nya:
Apabila Ilmu itu hanya ada pada seseorang, maka orang tersebut fardu ‘ain untuk menyampaikan. Akan tetapi apabila Ilmu itu ada pada beberapa orang, maka penyampainnya menjadi fardu kifayah apabila sudah ada yang menyampaikan dalam jumlah yang cukup.
Mengabarkan tiga perbuatan
Tidak boleh menggelung jenggot. Jenggot akan terus ada sampai hari kiamat karena Nabi yang memberitakan dan hukum tetap berlaku.
Menggantung kalung dari tali busur.
Tidak boleh beristinja dengan kotoran binatang karena najis, tidak membersihkan malah membuat semakin kotor.
Tidak boleh beristinja dengan tulang karena makanan dari jin. Makanan tidak boleh dipakai untuk istinja.
Maka sesungguhnya Nabi Muhammad berlepas diri darinya. Hal ini menunjukan dosa besar.
Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah
Dari Abdullah bin ‘Ukraim secara marfu’, (beliau berkata), “Siapa saja yang menggantungkan suatu benda (dengan anggapan bahwa benda itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya dia akan diserahkan kepada benda tersebut.“
Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzy
Biografi
Abdullah bin ‘Ukaim memiliki kunyah Abu Ma’bad Al-Juhany Al-Kufy. Beliau mendapati zaman kenabian, tetapi tidak diketahui bahwa beliau mendengar dari Nabi ﷺ
‘siapa saja yang menggantungkan sesuatu‘: yaitu hatinya berpaling dari Allah kepada sesuatu yang dia yakini bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya.
‘diserahkan kepadanya‘: yaitu Allah menyerahkan orang tersebut kepada sesuatu tempat dia bergantung, dan Allah menghinakannya.
Makna Hadits Secara Global
Hadits ini lafaznya ringkas tetapi faedahnya sangat agung, bahwa Nabi ﷺ mengabarkan kepadanya bahwa siapa saja yang berpaling dengan hatinya, perbuatannya, atau dengan keduanya kepada sesuatu (selain Allah) dengan mengharap mendapat manfaat dan terhindar dari bahaya, Allah akan menyerahkan orang tersebut kepada sesuatu tempat ia bergantung. Siapa saja yang bergantung kepada Allah, Allah akan mencukupinya serta akan memudahkan segala kesulitan. (Namun), siapa saja yang bergantung kepada selain Allah, Allah akan menyerahkan diri-Nya tersebut dan Allah akan menghinakannya.
Hubungan antara Hadits dan Bab
Pada hadits di atas, terdapat larangan dan peringatan terhadap bergantung kepada selain Allah untuk mendapatkan manfaat dan menolak bahaya.
Faedah Hadits
Larangan terhadap bergantung kepada selain Allah.
Kewajiban untuk bergantung hanya kepada Allah dalam segala urusan.
Penjelasan tentang bahaya dan akibat jelek kesyirikan.
Bahwasannya balasan (yang diperoleh) sesuai dengan amalannya
Bahwa hasil/buah perbuatan akan kembali kepada pelakunya, baik (perbuatan tersebut) baik maupun jelek.
“Barang siapa yang menggantungkan suatu benda (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya (Allah) menjadikan dia selalu bergantung kepada benda tersebut.”
Haditsnya hasan.
Bergantung bisa dengan hati, bisa dengan perbuatan dan mungkin dengan hati dan perbuatan. Maka diserahkan kepada dirinya sendiri, pada selain Allah. Maka pasti akan binasa.
Harus bergantung hanya kepada Allah, sehingga Allah akan mencukupi dan memenuhi nya.
Bagaimana bergantungnuya? Apakah sebab atau bukan sebab. Apabila bukan sebab bukan qodari, maka masuk dalam hadits. Tapi apabila sebab tersebut adalah sebab qodari. Maka harus dipastikan sebab syari’i.
Misalkan seorang ingin anak, tapi dengan cara berzina. Ini merupakan sebab untuk mendapatkan anak tapi ini sebab yang diharamkan. Atau ingin sembuh tapi mimum obat yang diharamkan. Ini juga sebab yang diharamkan.
Yang benar bergantung pada Allah dan sebab yang disyariatkan Allah. Tapi selain dari itu maka dia akan disandarkan kepada sesuatu tersebut. Kaidah nya apabila disandarkan kepada selain Allah maka akan mengantarkan kepada kebinasaan.
Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah kesyirikan“
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.
Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan pada leher anak-anak untuk menangkal ‘ain. Namum, apabila yang dikalungkan itu berupa (ayat-ayat) Al-Qur’an, sebagian salaf memberi keringanan dalam hal ini, tetapi sebagian lain tidak memperbolehkan dan menggolongkan hal it sebagai larangan. Di antara mereka (yang tidak memperbolehkan) adalah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu.
Ruqyah disebut pula dengan ‘azimah. (Metode pengobatan) ini (diperbolehkan) secara khusus selama bebas dari hal-hal kesyirikan sebab Rasulullah ﷺ telah memberi keringanan dalam hal (ruqyiah) ini untuk mengobati ‘ain atau sengatan kalajengking.
Tilawah adalah sesuatu yang mereka buat dengan anggapan bahwa sesuatu tersebut dapat menjadikan seorang istri lebih dicintai oleh suaminya atau seorang suami lebih dicintai oleh istrinya.
Makna Hadits Secara Global
Bahwasanya Rasul ﷺ mengabarkan bahwa menggunakan hal-hal tersebut (dalam hadits) untuk tujuan menolak bahaya dan mendapatkan manfaat dari selain Allah tergolong kesyirikan terhadap Allah. Karena, tidak ada yang berkuasa untuk menolak bahaya dan mendatangkan kebaikan, kecuali Allah. Kabar ini berarti larangan untuk mengerjakan hal tersebut.
Hubungan antara Hadits dan Bab
Hadits ini menjelaskan bahwa menggunakan hal-hal tersebut tergolong sebagai kesyirikan yang merusak tauhid.
Faedah Hadits
Anjuran untuk menjaga aqidah terhadap hal-hal yang bisa merusak (aqidah), meskipun hal tersebut banyak dikerjakan oleh manusia.
Keharaman menggunakan hal-hal tersebut (dalam hadits)
Bahwa tiga perkara yang disebut dalam hadits adalah kesyirikan tanpa pengecualian.
Simpulan Penyebutan Penulis Rahimahullah tentang Hukum Perkara-Perkara tersebut adalah Sebagai Berikut:
Bahwa Ruqiyah terbagi menjadi dua jenis: jenis yang disyariatkan dan jenis yang dilarang. Yang disyariatkan adalah yang bebas dari kesyirikan, sedangkan yang terlarang adalah yang mengandung kesyirikan.
Bahwa tamimah terbagi menjadi dua jenis. Jenis yang terlarang secara ijma’ yaitu tamimah yang mengandung kesyirikan. Sedangkan, jenis yang diperselisihkan adalah tamimah yang terbuat dari Al-Qur’an. Ada yang mengatakan (bahwa jenis kedua ini) boleh, tetapi ada pula yang mengatakan tidak boleh. Namun, yang benar adalah tidak boleh demi menutup jalan-jalan kesyirikan dan untuk menjaga Al-Qur’an.
At-Tiwalah terlarang tanpa ada perselisihan karena tergolong sebagai salah satu jenis sihir.
Kisah dalam musnad Imam Ahmad: Zaenab (istri Ibnu Mas’ud), Kata Ibnu Mas’ud melihat ada benang di leherku. Ibnu Mas’ud berkata apa ini, ini adalah benang yang telah dirukiah untuku. Maka Ibnu Mas’ud mengambilnya (memutusnya). Kalian keluarga Abdulah Ibnu Mas’ud tidak perlu kepada kesyirikan kemudian berkata hadits ini.
Para sahabat apabila ada kemungkaran di keluarga, maka mereka perbaiki. Seorang suami shaleh menjaga keluarganya, tapi pengaruh bisa datang dari arah yang tidak dia sangka. Abdulah bin Mas’ud termasuk shaabat yang menajaga keluarganya. Ketika ada seseorang yang ingin ketemu dengan Ibnu Mas’ud di pagi hari tidak jadi. Kemudian ditanyakan kenapa, karena tidak ingin menganggu istrihaatnya. Ibnu Mas’ud berkata apakah ada kelalaian di keluarga Ibnu Mas’ud?
Tiga hal ini dihukumkan pada kesyirikan. Tapi jangan dikatakan hukum asal rukiyah adalah syirik. Tamimah dan tiwalah memang hukum asalnya syirik tapi tidak pada rukiyah. Ada alif lam pada ketiganya sehingga tertentu.
Makna Tamimah, Ruqyah dan Tiwalah
Tamaim, tamimah: adalah sesuatu yang dikalungkan pada leher anak-anak untuk menangkal ‘ain. Tapi berkembang lebih dari itu dipakai dilainnya utnuk mendapat manfaat dan menolak bahaya. Hal ini diperintahkan untuk diputus, kesyirikan. Akan tetapi tidak semua tamimah. apabila yang digantung adalah sebagaian ayat Al-quran, sebagian salaf memberi keringanan dalam hal ini. Tapi sebagian salaf lainnya tidak memperbolehkan. Dan mereka menggolongkan sebagai larangan. Diantara salaf yang tidak membolehkan adalah ibnu mas’ud.
Tamimah terbagi dua:
Ada yang dari selain Al-Qur’an, mengandung kesyirikan. Yang ini jelas akan keharamannya. pendapat mayoritas ulama, Ibnu ‘Abas, Ibnu Mas’ud.
Dan ada yang dari Al-Qur’an.Yang digantung berasal dari Al-Qur’an ada dua pendapat dikalangan as-salaf. Ada yang membolehkan seperti Abdulah bin Amr. Ibnul Qoyim cenderung pada pendapat ini.
Kenapa pendapat yang tidak membolehkan dikuatkan karena 4 alasan:
Dalil-dalil Menjelaskan keharaman tamimah dalilnya umum tidak ada pengkhususan.
Menutup pintu jatuh pada hal yang diharamkan.
Karena menggantung dari Al-Qur’an diharuskan dibawa kemana-mana bisa ketempat yang dilarang membawa Al-Qur’an, sehingga bisa menghinakan Al-Qur’an.
Nabi meruqiyah dan di ruqiyah. Apabila gantungan dari Al-Qur’an boleh, maka Nabi akan membolehkan pada sahabatnya.
Apakah digantungkan Al-Qur’an dikatakan syirik? apabila bergantung pada ayat-ayatnya maka tidak dikatakan syriik tapi diharamkan. Tapi kalau dia bergantung pada gantungannya (bukan Al-Qur’annya), maka bisa masuk dalam kesyirikan.
Ruqyah adalah perlindungan dari bacaan. Atau azimah atau jampi-jampi.
Ruqyah terbagi dua yang tidak mengandung kesyirikan dan yang mengandung kesyirikan. Yang mengandung kesyirikan misalnya memohon atau berdoa kepada selain Allah seperti nama Malaikat, nama Nabi, dan nama Jin.
Adapun ruqyah yang disyariatkan adalah apabila ruqiyah tidak mengandung kesyirikan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan tiga sayarat Ruqyah:
Ruqyah berasal dari kalam Allah (nama dan sifat-sfat Allah).
Ruqyah dengan lisan bahasa Arab atau selain bahasa Arab tapi dipahami dan dimaklumi maknanya.
Harus diyakini bahwa Ruqyah itu dengan sendirinya tidak bermanfaat tapi yang menjadikannya bermanfaat adalah Allah Ta’ala.
Ulama lain menambahkan dua syarat lainnya yaitu:
Ruqyah tidak boleh dijadikan sandaran. tapi bersandar kepada Allah Ta’ala. Karena ruqyah hanya sekedar sebab saja.
Hendaknya orang yang meruqyiah bukan dari tukang sihir atau dukun.
Tiwalah adalah sesuatu yang mereka buat dengan anggapan dapat menjadikan seorang istri lebih dicintai oleh suaminya atau seorang suami lebih dicintai oleh istrinya. Tiwalah tidak ada silang pendapat mengenai kesyirikannya karena termasuk kedalam sihir.
Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid
Penulis:Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Pensyarah:Dr. Shalih bin Fauzan Al-FauzanHafizahullah
Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah
(Diriwayatkan) dalam Ash-Shahih, dari Abu Basyir Al-Anshary Radhiyallahu ‘Anhu, (beliau berkata) bahwa beliau pernah bersama Rasulullah ﷺ dalam salah satu perjalaman (Rasulullah), lalu (Rasulullah) mengutus seorang utusan (untuk memaklumkan),
“Tidaklah ada kalung dari tali busur atau kalung apapun pada leher unta, kecuali harus diputus“
Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid
Bahwa bab ini merupakan kelanjutan penyebutan tentang segala sesuatu yang bisa merusak tauhid berupa ruqyah dan tamimah yang syirik.
Makna Hadits Secara Global
Bahwa, pada satu kesempatan dalam perjalanan Nabi ﷺ, beliau mengutus seseorang untuk menyeru manusia agar melepaskan taili-ltai yang ada di leher unta-unta mereka, yang (tali itu) ditujukan sebagai penolak ‘ain dan bala, karena hal tersebut tergolong sebagai kesyirikan yang wajib dihilangkan.
Hubungan antara Hadits dan Bab
Dari sisi tinjauan, bahwasannya hadits tersebut menunjukkan bahwa mengikat unta atau binatang lain, dengan bekas tali busur panah atau yang sejenisnya, dengan tujuan untuk tolak bala adalah haram dan tergolong sebagai kesyirikan karena hal itu dianggap sebagai menggantungkan jimat yang dilarang.
Faedah Hadits
Bahwa menggantungkan bekas tali busur panah (untuk tolak bala) masuk ke dalam hukum tamimah (jimat) yang dilarang.
Menghilangkan kemungkaran
Menyampaikan perkara kepada manusia yang bisa menjaga aqidah mereka.
Tidak seperti bab sebelumnya yang dipastikan kesyirikannya, pada bab ini penulis tidak memastikan hukum mengenai ruqiyah dan tamimah karena dua hal:
Butuh rincian pada ruqiyah dan tamimmah. Ruqiyah ada yang dibolehkan dan yang diharamkan (mengandung kesyirikan). Tamimah ada yang dipastikan kesyirikannya dan ada tamimah yang silang pendapat dikalangan ulama apabila tamimah tersebut berasal dari Al-Quran
Agar yang membaca buku melihat dalil yang dibawakan dari Al-Qur’an dan hadits mengenai hukum hal ini.
Ar-Ruqaya jamak dari ruqyah. adalah bacaan perlindungan yang orang yang terkena penyakit diruqiyah dengannya.
Sendangkan At-Tamaim adalah bentuk jamak dari Tamimah yang artinya apa yang digantung untuk perlindungan, mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.
“Tidaklah ada kalung dari tali busur atau kalung apapun pada leher unta, kecuali harus diputus“
Nabi ﷺ mengutus sebagian sahabat dalam suatu perlajalan supaya diumumkan kepada manusia agar kalung-kalung dileher unta yang dimasukan untuk menolak ‘ain dan bahaya, harus diputus. Karena ini kesyrikan yang wajib dihilangkan.
Orang Arab mempunyai kebiasaan pada unta dikalungkan kadang dari tali busur yang sudah tua dan tidak dipakai. Mereka meyakini bahwa hal tersebut menolak penyakit ain dan bahaya dari kendaraannya.
Sisi pendalilan adalah perintah Nabi untuk memutuskan. Menunjukan hal ini di haramkan, tidak diperbolehkan.
Faedah:
Mengantung dari tali dileher unta, masuk dalam hukum tamimah (gantungan-gantungan).
Pelajaran yang membuat akidah terjaga
Perintah untuk memutusnya, penegasan bahwa tali-tali yang di ikat sama saja dalam hukumnya.
Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.