Larangan Bernadzar kepada Selain Allah – Bagian 1

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 11: Tergolong sebagai Kesyirikan, Bernadzar kepada selain Allah

Firman Allah Ta’ala:

يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًۭا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًۭا

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7)

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ

Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)

Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Bahwasannya, pada bab ini, penulis menerangkan salah satu bentuk kesyirikan yang bisa meniadakan tauhid seseorang, yaitu bernadzar untuk selain Allah, agar perbuatan tersebut dapat dihindari dan dijauhi.

bernadzar untuk selain Allah’, yakni sebab (nadzar) adalah ibadah, sedang memalingkan ibadah kepada selain Allah adalah kesyirikan.

Nadzar berarti mewajibkan suatu hal, yang sebelumnya tidak wajib secara syari’at, kepada dirinya dalam rangka mengagungkan sesuatu yang kepadanya nadzar tersebut ditujukan. Pada asalnya, secara bahasa, nadzar adalah mewajibkan.

Makna Kedua Ayat Secara Global

Sesungguhnya Allah memuji orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan suatu hal yang mereka wajibkan atas diri mereka berupa amalan-amalan ketaatan. Allah Subhanahu juga mengabarkan bahwa diri-Nya mengetahui semua sedekah yang kita infakkan serta semua ibadah yang kita wajibkan bagi diri sendiri, baik (sedekah dan ibadah) itu untuk Allah maupun untuk selain Allah. Maka, Allah akan membalas semuanya sesuai dengan niat dan maksud orang tersebut.

Hubungan antara Kedua Ayat dan Bab

Keduanya menunjukan bahwa nadzar adalah suatu ibadah, bahwa Allah memuji orang-orang yang menunaikan (nadzar) sebab Allah tidaklah memuji, kecuali kepada pelaksanaan perintah atau peninggalan larangan. Allah juga mengabarkan bahwa diri-Nya mengetahui semua hal yang kita lakukan berupa infak-infak dan nadzar-nadzar, serta akan membalas kita semua yang kita lakukan tersebut. Maka, hal ini menunjukan bahwa nadzar adalah suatu ibadah, sedang apa saja yang merupakan ibadah, memalingkannnya kepada selain Allah adalah kesyirikan.

Faedah Kedua Ayat:

  1. Bahwasannya nadzar adalah ibadah maka memalingkan (nadzar) untuk selain Allah adalah syirik besar.
  2. Penetapan ilmu Allah Ta’ala atas segala sesuatu.
  3. Menetapkan adanya balasan terhadap setiap amalan.
  4. Anjuran untuk menunaikan nadzar.

Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 11 Termasuk Kesyirikan, Bernadzar Kepada Selain Allah

Pendahuluan

Terdapat berbagai macam bentuk nadzar. Para ahli fiqih membaginya menjadi beberapa bagian: ada yang 5 dan 6 bagian. Akan tetapi di Bab ini penulis menitikberatkan nadzar yang berkaitan dengan Tauhid.

Pembagian Nadzar, secara umum nadzar terbagi menjadi dua jenis:

Pertama: Nadzar yang tanpa mengharapkan imbalan.

Misalkan saya bernadzar akan melaksanakan itikaf satu hari di mesjid dengan alasan ingin beribadah saja. Tidak mengharapkan imbalan apapun. Hukum asal melakukan itikaf adalah sunnah. Akan tetapi dikarenakan nadzar tersebut menjadi wajib bagi dirinya. Hal ini tidak mengapa, bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuji orang yang melaksanakan nadzar seperti ini. (QS. Al-Insan: 7).

Kedua: Nadzar yang mengharapkan balasan.

Misalkan seseorang bernadzar yang apabila anaknya sembuh dari penyakit maka dia akan berpuasa 3 hari. Atau apabila bisnisnya lancar, maka dia akan bersedekah sebanyak 5 juta rupiah. Hal ini menjadikan sesuatu yang tidak wajib, menjadi wajib bagi dirinya.

Terdapat silang pendapat di kalangan para ulama pada jenis nadzar yang mengharapkan balasan ini. Yang benarnya adalah tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mensifati orang yang seperti ini sebagai tidak datang dari kebaikan, hanya dikeluarkan oleh orang-orang yang bakhil.

Akan tetapi apabila dia sudah bernadzar dan ternyata apa yang diminta tersebut terlaksana (anaknya sembuh atau bisnisnya lancar), maka dia wajib melaksanakan nadzarnya selama nadzarnya tersebut berupa ketaatan kepada Allah.

Nadzar yang termasuk kesyirikan.

Penulis ingin menjelaskan mengenai kesyirikan, yaitu bernadzar kepada selain Allah. Nadzar adalah salah satu bentuk ibadah, sehingga apabila diserahkan kepada selain Allah, maka hukumnya adalah syirik akbar. Misalnya, apabila selesai haji dan pulang dengan selamat, maka akan datang ke kuburan si fulan (berbuat kesyirikan).

Dalil Pertama, Firman Allah Ta’ala:

يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًۭا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًۭا

Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan: 7)

  • Allah Subhanahu Wa Ta’ala memuji orang yang menunaikan nadzar. Hal ini menandatakan bahwa nadzar adalah suatu Ibadah.
  • Kaidah: Memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah, maka hukumnya syirik besar.

Dalil Kedua, Firman Allah Ta’ala:

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ

Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan1, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)

  • Dalam ayat ini menunjukan bahwa infak dan nadzar adalah Ibadah. Sehingga apabila ditujukan kepada selain Allah, maka hukumnya syirik akbar.
  • Sebagian ulama berkata nadzar kepada selain Allah artinya berbuat syirik kepada Allah. Demikian halnya dengan menyembelih untuk selain Allah.
  • Terdapat 5 perkara yang apabila diserahkan kepada selain Allah maka perkara tersebut termasuk kesyirikan, yaitu: ruku, sujud, nadzar, penyembelihan, dan sumpah.
    • Misalkan seseorang yang ruku atau sujud kepada selain Allah, maka termasuk kesyirikan. Termasuk juga seseorang yang membungkukan dirinya seperti ruku kepada seseroang karena mau melewatinya. Hal ini bisa dihindari yaitu dengan isyarat tangan yang juga menandakan kesopanan.
    • Mencium tangan seseorang terdapa silang pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang memakruhkan. Yang benar adalah tidak mengapa apabila hal tersebut sudah menjadi kebiasaan pada suatu budaya atau daerah. Akan tetapi tidak sampai rukuk. Terdapat kekeliruan yang harus diluruskan yaitu anak-anak yang mencium tangan seseorang bukan dengan bibir akan tetapi menggunakan jidatnya, sehingga seperti bersujud diatas tangan.

Dalil Ketiga, (Diriwayatkan) dalama Ash-Shahih dari Aisyah Radhiyallahu Anha, (beliau berkata): Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa saja yang bernadzar untuk mentaati Allah, hendaklah dia menaati-Nya. Akan tetapi, siapa saja yang bernadzar untuk bermaksiat terhadap Allah, janganlah dia bermaksiat terhadap-Nya (dengan melaksanakan nadzar itu).

  • As-Shahih maksudnya dari riwayat Al-Bukhariy,

Biografi Aisyah

Aisyah adalah Ummul Mu’minin, salah satu dari istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, merupakan putri dairi Abu Bakr Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu.

Aisha dinikahi Nabi ketika berusia 7 tahun. Kemudian tinggal dengan Nabi saat Aisha berusia 9 tahun. Terdapat hukum diperbolehkan akad nikah dahulu sebelum tinggal bersama. Hal ini adalah kekhususan dari perbuatan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Dalam hal ini perlu digandengkan dengan kaidah-kaidah lain sehingga benar dalam pendalillan.

Sebagian orang munafikin menolak hadist ini bahkan orang syiah mengkafirkan karena hadits ini. Kemudian dijadikan celaan.

Perlu digandengan dengan kaidah dalam agama, salah satunya “tidak ada bahaya dan tidak ada yang membahayakan“. Usia seorang perempuan bisa tinggal dengan suami beranekaragam diantara perempuan, ada yang 9 tahun sudah mampu hidup sebagai suami istri. Ada yang umur 17 tahun baru mampu, tinggal bersama suami. Sehingga hal ini tidak dijadikan sebagai suatu masalah. Ini adalah adalah perbuatan Nabi yang bukan berarti disunahkan menikah umur 7 tahun. Sehingga harus belajar ilmu pendalilan sehingga mengerti cara pendalilan.

Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang paling afdhal diantara Khadijah dan Aisha. Yang benar adalah khadijah lebih afdhal dari sisi kedahuluan masuk islam dan pembelaan terhadap agama. Adapun Aisha lebih afdhal dari sisi keilmuan dan hukum-hukum syariat yang dikuasai.

Tiga pembahasan:

  1. Kewajiban penunaian nadzar. Seperti terlihat pada hadits diatas.
  2. Apabila sesuatu telah ditetapkan sebagai suatu peribadatan kepada Allah, maka memalingkan kepada selain Allah adalah kesyirikan (kaidah tauhid)
  3. Nadzar untuk melakukan sesuatu maksiat tidak boleh ditunaikan. Misalnya berzina, meminum khamar.

Wallahu Ta’ala A’lam