Mengingat Allah Dalam Setiap Keadaan.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah

Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 9 Memikirkan Kekuasaan Allah, Fananya Dunia, Kesulitan-Kesulitan di Akhirat, Pengendalian dan Pendidikan Jiwa, Serta Membimbingnya untuk Istiqamah.

Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Tafakkur

Kemudian Allah berfirman dalam mensifati orang-orang berakal:

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَـٰطِلًۭا سُبْحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali-‘Imran 191)

Penjelasan:

  • Orang-orang yang berakal adalah yang mengingat Allah dalam setiap keadaannya.

Dua macam dzikir:

  1. Dzikir mutlak di setiap waktu. Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam bersabda, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah”. Maka dzikir kepada Allah di sini bersifat mutlak tidak dibatasi dengan jumlah, bahkan sesuai dengan kegiatan seseorang.
  2. Dzikir yang dibatasi dengan jumlah atau keadaan tertentu, seperti dzikir-dzikir shalat dalam ruku’, dalam sujud, setelah salam, dzikir masuk rumah dan keluar rumah, dzikir naik kendaraan, dan sebagainya.

Dua cara dzikir:

  1. Dzikir Tamm (sempurna), yaitu dzikir terus menerus dilakukan seseorang dengan hati dan lisannya.
  2. Dzikir Naqis (tidak sempurna), yaitu dzikir yang dilakukan dengan lisan sedangkan hatinya lalai.

Firman-Nya, “Dan mereka berfikir tentang penciptaan langit dan bumi” kemudian mereka berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini sia-sia“, yakni mereka berfikir tentang penciptaan langit dan bumi, mengapa Allah menciptakannya dan lain sebagainya.

Tidaklah penciptaan langit dan bumi ini sia-sia. Manusia tidak diciptakan hanya untuk makan, minum, dan bersenang-senang, sebagaimana bersenang-senangnya hewan. Allah Ta’ala berfirman, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat: 56)

Orang-orang yang menyangka penciptaan langit dan bumi ini hanya sia-sia, mereka itulah penduduk neraka. Allah Ta’ala berfirman, “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka” (Shad: 27)

Maka lindungilah kami dari azab neraka“, yakni mereka bertawasul kepada Allah dengan memuji kepada-Nya dengan sifat-sifat yang sempurna, agar dijauhkan dari neraka.

Wallahu Ta’ala A’lam

Dalam Setiap Apa yang telah diciptakan Allah Terdapat Tanda-Tanda Kekuasan-Nya.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah

Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 9 Memikirkan Kekuasaan Allah, Fananya Dunia, Kesulitan-Kesulitan di Akhirat, Pengendalian dan Pendidikan Jiwa, Serta Membimbingnya untuk Istiqamah.

Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Tafakkur

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَـٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَـَٔايَـٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَـٰبِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali-‘Imran 190)

Penjelasan:

  • Ini adalah ayat pertama dari sepuluh ayat yang Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam selalu membacanya ketika terbangun tidur untuk shalat malam.
  • Dalam setiap apa yang telah diciptakan Allah di langit dan di bumi, seperti bintang-bintang, matahari, bulan, pepohonan, lautan, sungai dan yang lainnya, ada tanda-tanda besar yang menunjukkan kesempurnaan keesaan-Nya, kekuasaan-Nya, kasih sayang-Nya, dan hikmah-Nya.
  • Firman Allah Ta’ala:

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَـٰوَٰتٍۢ وَمِنَ ٱلْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi” (At-Talaq: 12)

  • Firman Allah Ta’ala: “Dan silih bergantinya malam dan siang

Perbedaan siang dan malam:

  1. Malam itu gelap dan siang itu terang, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian Kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang benderang” (Al-Isra: 12).
  2. Terkadang malam lebih panjang dan terkadang siang lebih panjang dan terkadang sama. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Allah (kuasa) memasukan malam ke dalam siang dan memasukan siang ke dalam malam” (Al-Hajj: 61).
  3. Perbedaan keduanya dalam hal panas dan dingin, terkadang dingin dan terkadang panas.
  4. Dari segi subur dan kering terkadang dunia ini kering, panas bertahun-tahun dan terkadang subur bersemi dan luas.
  5. Perbedaan keduanya dalam masa perang dan damai, terkadang dunia ini berkecamuk perang, terkadang pula dalam keadaang damai, terkadang menang menjadi mulia dan terkadang kalah terhina, sebagaimana firman Allah: “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran” (Ali-‘Imran: 14).
  • Barangsiapa yang merenungi perbedaan siang dan malam maka ia akan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala yang tidak akan dapat dijangkau oleh akal-akal.
  • Firman Allah Ta’ala, “Sebagai tanda-tanda bagi orang-orang yang berfikir“, yakni bagi orang yang mempergunakan akalnya.
  • Kecerdasan itu berbeda dengan akal. Terkadang seorang cerdas namun gila dalam tingkah lakunya. Maka akal adalah yang mencegah dari tingkah laku yang jelek walaupun dia bukan seorang yang cerdas.
  • Semua orang kafir walaupun mereka cerdas, namun mereka bukanlah orang yang berakal, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلْبُكْمُ ٱلَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan tidak memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (Al-Anfal: 22)

  • Ulul Albab adalah orang-orang yang berakal yang berfikir tentang penciptaan langit dan bumi, melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan merenunginya, serta menjadikan bukti yang mengokohkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka hendaklah kamu terus berusaha memikirkan alam semesta disertai dengan tadabbur.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafakkur Terhadap Amal Ibadah yang Telah Dilakukan.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah

Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 9 Memikirkan Kekuasaan Allah, Fananya Dunia, Kesulitan-Kesulitan di Akhirat, Pengendalian dan Pendidikan Jiwa, Serta Membimbingnya untuk Istiqamah.

Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Tafakkur

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَآ أَعِظُكُم بِوَٰحِدَةٍ ۖ أَن تَقُومُوا۟ لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَٰدَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا۟

“Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad)” (QS. Saba’: 46)

Penjelasan:

Tafakkur adalah berkonsentrasi untuk berpikir dan merenungkan suatu masalah hingga menghasilkan suatu kesimpulan atau hikmah darinya.

Makna ayat diatas, yakni wahai Muhammad katakanlah kepada semua manusia, “Aku tidak memberikan nasihat kepada kalian kecuali dengan satu hal saja, jika kalian mengerjakannya maka kalian akan mendapatkan apa yang kalian harapkan dan selamat dari yang menakutkan.” Nasihat itu adalah firman Allah, “Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian kamu pikirkan.” (QS. Saba’: 46)

Supaya kamu menghadap Allah,” dengan ikhlas kepada-Nya, lalu kamu melaksanakan ketaatan kepada Allah sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada kamu dengan penuh keikhlasan, kemudian renungkanlah.

Pada ayat ini ada isyarat yang menunjukkan bahwa jika seseorang melaksanakan suatu pekerjaan hendaklah ia memikirkan apa yang ia lakukan dengan amal itu; Apakah ia telah melaksanakannya sesuai dengan yang diperintahkan, mengurangi, atau menambah. Apakah amal yang dilakukan itu dapat menyucikan hati dan menbersihkan jiwa atau tidak. Jangan seperti orang yang melakukan kesalehan sebagai rutinitas sehari-hari tanpa pernah merenungkannya. Oleh karena itu renungkanlah ibadah yang telah kamu lakukan, seberapa jauh pengaruhnya terhadap hatimu dan keistiqamahanmu.

Misalnya dalam ibadah shalat, Allah Ta’ala berfirman:

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا

Dan memohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat” (QS. Al-Baqarah: 45)

Maka, hendaklah kita berfikir, apakah jika kita shalat akan menambah kekuatan dan semangat kita dalam melakukan amal shaleh ataukah tidak.

Firman Allah Ta’ala:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ

Dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar“(QS. Al-‘Ankabut: 45)

Maka lihatlah shalatmu, apakah kamu jika shalat, kamu mendapatkan jiwamu membenci kemungkaran dan kemaksiatan atau shalat tidak memberikan faedah dalam hal ini.

Contoh lain dalam masalah zakat, yaitu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya kepada orang-orang yang telah diperintahkan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةًۭ تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا

“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)

Jika kamu telah menunaikan zakat, maka lihatlah zakat telah mensucikan dari akhlak-akhlak yang tercela dan dosa? Apakah hartamu telah bersih?.

Banyak orang yang menunaikan zakat, seakan-akan zakat adalah utang yang harus dilunasi, sehingga hatinya tidak menyukainya, tidak merasa bahwa harta itu dapat membersikahnnya, dan mensucikan jiwanya.

Ini adalah nasihat agung yang jika seseorang ternasehati dengannya maka akan bermanfaat baginya dan akan baik keadannya.

Kami memohon kepada Allah semoga Dia memperbaiki amal-amal dan keadaan kita.

Wallahu Ta’ala A’lam