Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah
Bab 11 Mujahadah (Bersungguh-sungguh Menunaikan Amal Shalih)
Hadits 96: “Dari Abu Hurairah Radhyiallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku nyatakan perang kepadanya. Tidak ada hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih baik kecuali dengan apa yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku masih tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya, dan jika Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang ia pergunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia pergunakan untuk melihat, tangannya yang ia pergunakan untuk memegang, kakinya yang ia pergunakan untuk melangkah. Jika ia memohon kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkannya, dan jika ia berlindung kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)
Penjelasan
“Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku nyatakan perang kepadanya“, memusuhi artinya menjauhi, lawan kata menolong.
Yang dimaksud Wali Allah adalah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala, “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa” (QS. Yunus: 62-63)
Wali Allah adalah orang yang beriman, yaitu hakikat keimanan yang menghujam dalam hati dengan menunaikan konsekuensi keimanan. Dan orang yang bertakwa, yaitu menunaikan amal shalih dengan anggota badan sebaik-baiknya, menjauhi semua larangan-Nya, mereka memiliki keshalihan batin dengan keimanannya dan keshalihan lahir dengan ketakwaannya; mereka itu berhak mendapat predikat Wali Allah.
Wali Allah ini bukan orang yang mengklaim bahwa dirinya wali sebagaimana yang dilakukan para dajjal yang mengklaim di hadapan orang-orang awam, padahal hakikatnya adalah musuh Allah, na’udzubillah.
“Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku nyatakan perang kepadanya“, yaitu terang-terangan Aku umumkan perang kepadanya. Dengan demikian, orang yang memusuhi mereka ini sama halnya dengan memusuhi Allah.
“Tidak ada hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih baik kecuali dengan apa yang Aku wajibkan kepadanya“, artinya amalan wajib itu lebih dicintai Allah daripada amalan sunnah.
“Hamba-Ku masih tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya“. Ibadah sunnah itu untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan penyempurna ibadah wajib. Jika seorang hamba memperbanyak perbuatan ini dengan tetap melakukan ibadah wajibnya dengan baik, maka ia berhak mendapat kecintaan Allah.
Jika Allah mencintainya, maka seperti firman-Nya, “maka Aku menjadi pendengarannya yang ia pergunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia pergunakan untuk melihat, tangannya yang ia pergunakan untuk memegang, kakinya yang ia pergunakan untuk melangkah,” yaitu Allah selalu mengarahkan empat anggota tubuh ini; pendengarannya tidak mendengar sesuatupun kecuali suatu kebaikan, penglihatannya tidak memandang yang diharamkan Allah, tangannya tidak melakukan sesuatu kecuali yang diridhai-Nya, dan kakinya tidak melangkah kecuali pada kebaikan yang diridhai-Nya.
“Jika ia memohon kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkannya,” hal ini menjadi dalil bahwa wali Allah yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah wajib dan sunnah, jika ia memohon kepada-Nya, pasti akan dikabulkan.
“Dan jika ia berlindung kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya.” Yaitu jika ia berlindung dan menyerahkan urusannya kepada-Ku dari kejahatan orang-orang jahat, pasti Aku akan melindunginya, mengabulkan permohonannya, dan menghindarkannya dari semua yang ia khawatirkan.
Penulis menyebutkannya dalam bab ini karena jiwa manusia itu membutuhkan kesungguhan untuk menunaikan amalan-amalan wajib, apalagi ditambah dengan amalan sunnah.
Kita memohon kepada Allah agar menolong kita untuk selalu berdzikir, bersyukur, dan menunaikan ibadah kepada-Nya dengan baik.
Wallahu Ta’ala A’lam