Iman Kepada Kitab-Kitab Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Ketiga: Iman Kepada Kitab-Kitab Allah

  • Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah rukun iman yang ketiga.
  • Kitab disini adalah kitab yang telah Allah turunkan kepada para rasul dan setiap rasul memiliki kitab (QS. Asy-Syura: 17 dan Al-Hadid: 25)
  • Kitab-kitab yang kita diketahui seperti Taurat adalah kitab yang diturunkan kepada Musa, Injil adalah kitab yang diturunkan kepada Isa.
  • Kitab-Kitab yang tidak kita diketahui Suhuf Ibrahim, Zabur kitab Nabi Dawud, dan Suhuf Musa.
  • Kitab-Kitab yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an harus kita imani. Dan kitab yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Qur’an harus kita imani secara global.
  • Namun demikian, tidak berarti kitab Injil yang ada pada orang-orang Nasrani sekarang adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa, karena kitab Injil yang ada sekarang telah diubah, diganti dan dipermaikan oleh pendeta Nasrani.
  • Diantara bukti iman kita kepada kitab-kitab adalah: kita beriman bahwa setiap berita yang dikabarkan di dalamnya adalah benar. Sebagaimana dalam Al-Qur’an ada kisah-kisah, dan hukum, kita meyakini benar.

Menyikapi kisah-kisah yang ditulis dalam kitab-kitab (selain Al-Qur’an) terbagi dua:

Pertama, jika kisah-kisah itu diceritakan Allah dalam AL-Qur’an atau diceritakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada kita, maka kita terima kebenarannya.

Kedua, jika kisah-kisah itu meragukan, maka tidak terlepas dari tiga keadaan.

  1. Jika syariat kita mempersaksikan kedustannya, maka kita harus menolak dan mendustakannya.
  2. Jika syariat kita membenarkannya, maka kita pun membenarkannya dan menerimanya, karena syariat kita mempersaksikan kebenarannya.
  3. Adapun, hal-hal lian diluar kategori ini, kita cukup mendiamkannya, karena mereka tidak bisa dipercaya, dan dalam berita mereka ada banyak kebohongan, kedustaan, perubaha, tambahan dan pengurangan.

Wallahu A’lam

Iman Kepada Malaikat-Malaikat Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Kedua: Iman Kepada Malaikat-Malaikat Allah

  • Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari cahaya dan Allah menjadikan setiap dari mereka tugas-tugas khusus untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
  • Malaikat mengerjakan apa yang diperintah Allah dan mampu melaksanakannya.
  • Malaikat Jibril adalah malaikat yang paling mulia yang bertugas menyampaikan wahyu kepada para rasul dan para nabi.
  • Malaikat yang diberi tugas yang berkaitan dengan kehidupan: Malaikat Jibril, diberi tugas untuk urusan kehidupan hati, Malaikat Mikail diberi tugas untuk urusan yang berhubungan dengan kehidupan tetumbuhan dan bumi, dan Malaikat Israfil diberi tugas untuk urusan yang berhubungan dengan kehidupan badan.
  • Malaikat maut bertugas untuk mencabut nyawa. Malaikat ini mempunyai banyak pembantu dalam melaksanakan tugasnya.
  • Malaikat maut diberi kemampuan oleh Allah untuk mengambil ruh-ruh baik di timur maupun di barat bumi, walaupun mereka mati dalam waktu yang sama.
  • Jin lebih kuat dari manusia dan malaikat lebih kuat dari jin. (QS. An-Naml:38-40)
  • Malaikat Malik diberi tugas menjaga neraka (QS. Az-Zukhruf : 77)
  • Malaikat penjaga surga, dalam beberapa hadist diriwayatkan namanya adalah Ridwan.
  • Malaikat yang kita ketahui namanya maka kita beriman dengan namanya itu. Dan yang tidak diketahui namanya, maka kita mengimaninya secara umum.
  • Malaikat makhluk ghaib tapi terkadang bisa dilihat dalam bentuk aslinya (An Najm: 13-14) ataupun bentuk yang menyerupai orang yang dikehendaki Allah (dalam hadist Jibril).
  • Para malaikat itu berperang bersama para shahabat dalam perang Badar (QS. Al-Anfal:12), maka terlihat orang kafir berjatuhan, dibunuh oleh para malaikat.
  • Kita harus beriman kepada malaikat, barangsiapa yang mengingkari dan mendustai mereka, maka dia telah kafir yang mengeluarkannya dari agama, karena ia mendustakan Allah, Rasul-Nya, dan ijma kaum muslimin.

Wallahu A’lam

Iman Kepada Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61, hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Kelanjutan hadist, Setelah itu Jibril berakta, “Jelaskan kepadaku tentang iman”

Iman itu tempatnya didalam hati, dan islam tempatnya pada anggota badan. Maka itu kami katakan bahwa Islam adalah amal yang bersifat lahir dan iman adalah masalah batin yang tempatnya ada di dalam hati.

Nabi Shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Jibril, “Iman adalah kamu percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan beriman dengan takdir yang baik dan yang buruk“.

Rukun Iman pertama: Iman Kepada Allah

  • Beriman bahwa Allah itu ada, Mahahidup, Maha Mengetahui, dan Mahakuasa.
  • Allahlah yang paling berhak untuk disembah dan tidak ada seorang pun yang berhak disembah selain Dia.
  • Allah memiliki sifat kesempurnaan yang tidak mungkin menyerupai sifat-sifat makhluk. “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia” (QS. Asy-Syuraa:11)
  • Beriman kepada Allah adalah beriman kepada wujud Allah, rububiyah-Nya dan uluhiyah-Nya.
  • Termasuk kafir apabila: mengingkari wujud Allah, ragu akan rububiyah-Nya (Mahahidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa), dan mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
  • Iman kepada Allah, termasuk meyakini bahwa Allah berada diatas segala sesuatu dan bersemayam di Arsy-Nya.
  • Allah mengetahui mata yang berkhianat, mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati dan mengetahui yang ada di langit dan bumi baik yang sedikit atau banyak, dan besar maupun kecil. Allah berfirman: “Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit” (QS. Ali ‘Imran:5)
  • Setiap makhluk diciptakan dan dibangkitkan oleh Allah, sebagaimana Firman-Nya “Maka ketika itu mereka hidup kembali di bumi (yang baru)”. (QS. An-Nazi’at:14)
  • Tanda kekukasaan Allah ketika seseorang tidur, sesungguhnya Allah telah mewafatkannya, sebagaimana Firman-Nya “Dan Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari” (QS. Al-An’am).
  • Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, sebagaimana firman-Nya “Ataukah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan Kami (Malaikat) selalu mencatat di sisi mereka” (QS. Az-Zukhruf:80)
  • Allah Maha Melihat. Dia melihat semut kecil hitam yang berjalan di atas pasir hitam di kegelapan malam.
  • Beriman kepada kekuasaan Allah, seperti mukjizat Nabi Musa alaihisalam yang membelah laut merah, Sa’ad bin Abi Waqqas radhiyallahu anhu dan pasukannya ketika menaklukan Persia, mereka menyebrangi sungai dengan kuda, unta, dan kaki-kaki mereka.
  • Iman kepada Allah, adalah kamu mengetahui bahwa Allah melihatmu.
  • Iman kepada Allah, mengakui bahwa hukum kauni (alam) maupun syariat semuanya milik Allah.
  • Salah satu kekuasaan Allah adalah betapa banyak raja yang kekuasaannya dirampas pada waktu yang singkat. Orang yang mulia menjadi hina dalam waktu sekejap ataupun sebaliknya.
  • Hukum syar’at milik Allah sehingga hanya Allah lah yang berhak menghalalkan, mengharamkan dan mewajibkan.

Wallahu A’lam

Melaksanakan Ibadah Haji

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61, hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Islam kelima: Melaksanakan Ibadah Haji

  • Haji adalah menyengaja pergi ke baitullah untuk menunaikan manasik (ibadah) haji yang telah dijelaskan Allah didalam kitab-Nya melalui lisan Rasul-Nya.
  • Haji ke Baitullah merupakan salah satu rukun Islam.
  • Diantara manasik haji adalah Umrah. Nabi menyebutnya dengan haji kecil.

Syarat menunaikan Ibadah Haji

  1. Baligh
  2. Berakal
  3. Islam
  4. Merdeka
  5. Mampu
  • Jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi, maka tidak wajib hukumnya melaksanakan ibadah Haji.
  • Jika kelemahan pada harta maka tidak wajib baginya untuk dirinya maupun untuk diwakilkan pada orang lain.
  • Jika kelamahan pada fisik (badan) dan dia masih berharap penyakitnya sembuh, maka dia harus menunggu sampai Allah menyembukan penyakitnya.
  • Namun apabila penyakitnya tidak bisa disembuhkan (seperti tua), maka dia harus mewakilkannya kepada orang yang bisa menghajikan untuknya.
  • Ada seorang perempuan yang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya bapakku telah terkena kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji, akan tetapi ia sudah tua tidak mampu melakukan perjalanan, apa saya boleh menghajikannya?”, kemudian beliau menjawab,”Ya, boleh“.

Wallahu A’lam

Puasa Ramadhan

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61, hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Islam keempat: Puasa Ramadhan

Nama bulan Ramadhan

  • Bulan antara Sya’ban dan Syawal, masa yang sangat panas, dalam istilah Arab ramadha’
  • Pada bulan Ramadhan, panasnya dosa dipadamkan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ailahi wasallam bersabda “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-sodanya yang telah lalu
  • Satu-satunya nama bulan dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an” (QS. Al-Baqarah :185)

Syarat-Syarat berpuasa Ramadhan:

Berpuasa di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, yang mana Islam tidak akan sempurna kecuali dengannya. Akan tetapi tidak wajibkan berpuasa Ramadhan kecuali orang-orang yang memenuhi syarat berikut:

  1. Islam
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Mampu
  5. Mukim
  6. Tidak berhalangan

Golongan yang tidak wajib berpuasa: anak kecil, orang gila, orang kafir, orang yang lemah, musafir, dan yang berhalangan tidak wajib berpuasa.

Orang yang lemah terbagi dua:

  1. Jika kondisi lemah (sakit)nya itu diharapkan bisa disembuhkan, maka ia berbuka dan mengqadhanya pada hari lain.
  2. Jika kondisi lemah (sakit)nya tidak dapat diharapkan kesembuhan, maka ia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang misikin setiap hari.

Orang yang berada dalam perjalanan (musafir) tidak wajib berpuasa, tetapi wajib mengqadhanya.

Orang yang berhalangan seperti perempuan yang haid dan nifas, tidak wajib berpuasa. Tetapi, wajib mengqadhanya pada hari lain.

Puasa Ramadhan bisa dua puluh sembilan hari atau tiga puluh hari, tergantung hasil ru’yah (pemantauan). Rasulullah shallallahu ailahi wasallam bersabda, “Jika kamu tidak melihat hilal maka berpuasalah, dan jika kamu melihat hilal maka berbukalah (berhari rayalah). Lalu, jika mendung hingga kamu tidak bisa melihat hilal, maka sempurnakanlah jumlah puasamu menjadi tiga puluh hari.

Wallahu A’lam

Orang-orang yang Berhak Mendapatkan Zakat

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61 mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Islam ketiga: Membayar Zakat

Orang-orang yang Berhak Mendapatkan Zakat

Zakat diberikan kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah berdasarkan hikmahnya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 9):

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Pertama: Orang-orang Fakir

Kedua: Orang-orang Miskin

  • Orang fakir dan miskin adalah mereka yang penghasilannya tidak cukup untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga selama setahun.
  • Diberikan zakat bagi fakir dan miskin untuk mencukupi kebutuhannya selama setahun.

Ketiga: Amil Zakat

  • Amil adalah orang yang ditunjuk pemerintah setempat untuk mengurusi masalah zakat
  • DIberikan zakat kepada amil seukuran gaji mereka.
  • Walaupun para amil kaya, mereka berhak menerima zakat.

Keempat: Para Muallaf

  • Para muallaf hatinya masih lemah, sehingga perlu untuk dibujuk agar ketertarikan kepada islam semakin kuat
  • Diberikan zakat untuk membujuk dan mengutamakan keimanannya.

Kelima: Para Budak

  • Zakat diberikan untuk membeli dan memerdekakan budak.
  • Zakat diberikan untuk membebaskan tawanan kaum muslim yang berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir.

Keenam: Orang-orang yang berhutang (Gharim)

  • Gharim adalah orang yang mempunyai tangungan hutang yang banyak, sehingga tidak sanggup membayarnya.
  • Zakat untuk orang yang berhutang, bisa diberikan kepada yang berhutang atau diberikan langsung kepada orang yang memberikan hutang.

Ketujuh: Orang yang berjuang di Jalan Allah

  • Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah, dialah orang yang berjuang dijalan Allah” (Shahih Al-Bukari 120, 2599 dan Muslim 1904)
  • Berjuang dijalan Allah termasuk orang yang berperang untuk menjaga harta atau rumahnya dan mempertahankan negara Islam dan didalamnya banyak penduduk yang beragama Islam.
  • Uang zakat diperbolehkan untuk membeli senjata karena untuk berjihad di jalan Allah
  • Apabilah ada yang berkata, aku mampu bekerja, tetapi ingin berkonsentrasi (mengasingkan diri) untuk beribadah, shalat, berpuasa, berdzikir dan membaca Al-Qur’an, maka berikanlah kepadaku zakat sehingga aku bebas dari bekerja. Kami katakan kepadanya, kami tidak akan memberimu apa-apa, tetapi bekerjalah.
  • Apabila ada yang berkata, aku ingi mengosentrasikan diri untuk menuntut ilmu, tetapi jika bekerja, aku tidak dapat menuntut ilmu, maka berikanlah aku uang yang dapat mencukupi aku agar aku dapat berkonsentrasi menuntut ilmu. Maka kami katakan, Selamat datang, kami akan mencukupi kebutuhanmu untuk menuntut ilmu.

Kedelapan: Ibnu Sabil

  • Ibnu sabil adalah orang yang berada dalam perjalanan (musafir) yang terputus diperjalanannya dan kehabisan bekal sehingga ia tidak mempunyai ongkos untuk meneruksan perjalanannya menuju ke negerinya.
  • Ibnu sabil diberikan zakat, walaupun ia adalah orang kaya. Karena hal ini bukan berkenaan dengan fakir miskin, tetapi masalah biaya perjalanan untuk sampai ke negerinya.

Inilah kedelapan kelompok yang berhak menerima zakat, dan tidak boleh hukumnya memberikan zakat kepada selain delapan kelompok tersebut. Oleh karena itu tidak boleh memberikan zakat untuk membangun masjid, memperbaiki jalan, membangun madrasah dan kemaslahatan lainnya. Akan tetapi hal-hal tersebut bisa dibiayai dengan jalan lain yakni melalui sedekah, hibah, swadaya dan sebagainya.

Wallahu ‘Alam

Jenis Harta Yang Wajib untuk DiZakati

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61 mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Islam ketiga: Membayar Zakat

Jenis harta yang wajib untuk dizakati

Pertama: Emas dan Perak

  • Hal ini termasuk uang, emas dan perak batangan, perhiasan yang dipakai dan dipinjamkan
  • Syaratnya telah mencapai satu nisab dan satu tahun penuh (haul)
  • Nisab emas adalah 85 gram, nisab perak adalah 595 gram
  • Nisab emas tidak bisa disempurnakan oleh nisab perak begitupun sebaliknya.
  • Adapun perhiasan lain seperti intan, permata, dan barang tambang lainnya, tidak wajib dikeluarkan zakatnya walaupun jumlahnya banyak. Kecuali apabila diperdagangkan

Kedua: Hewan Ternak

  • Yang termasuk hewan ternak yang wajib dizakati: unta, sapi, dan kambing
  • Nisab unta lima ekor, nisab sapi tiga puluh ekor, nisab kambing 40 ekor
  • Cara mengeluarkan zakat hewan ternak tidak seperti harta-harta lainnya. Jika telah mencapai satu nisab, maka selebihnya ada hitungannya tersendiri sesuai dengan pertambahan tersebut.

Ketiga: Hasil Bumi

  • Hal ini termasuk biji-bijian dan buah-buahan.
  • Nisabnya tiga ratus sha’ (satu sha’ yaitu takaran antara 2,157-3,0 kg)
  • Ukuran kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/10 atau 1/20.
  • 1/10 untuk tanaman disirami dengan air hujan.
  • 1/20 untuk tanaman yang diairi dengan menggunakan pompa, diesel dan sebagainya

Keempat: Barang Dagangan

  • Hal ini termasuk semua barang yang didagangkan termasuk tanah, kain, barang percah belah, mobil dan sebagainya.
  • Kadar zakat yang dikeluarkan 2.5% (seperti zakat emas dan perak)
  • Dikarenakan sifat dari barang dagangan berpurtar (artinya bisa dibeli pagi hari dan dijual sore hari), maka cara pengeluarkan zakatnya yaitu jika telah datang waktu mengeluarkan zakatnya. Walaupun barang itu baru saja di beli.

Wallahu ‘Alam.

Faedah Zakat

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61 mengenai islam, iman dan ihsan

RUkun Islam Ketiga: Membayar Zakat

  • Zakat berarti memberikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya yang ditentukan oleh Allah
  • Orang yang membeyar zakat berarti mensucikan dirinya dari sifat kebakhilan dan mengembangkan hartanya dengan zakat.
  • Pelaksanaan zakat banyak mengandung maslahat, sehingga ia menjadi salah satu rukun islam

Faedah Zakat

  1. Penghapus dosa
  2. Bentuk berbuat kebaikan terhadap sesama makhluk
  3. Menumbukan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia
  4. Mencegah perbuatan kriminal dari orang2 fakir kepada orang kaya
  5. Menarik turunnya rezeki dari langit
  6. Membantu para mujahid dijalan Allah.
  7. Membebaskan perbudakan
  8. Membebaskan seseorang dari hutangnya
  9. Membantu orang2 musafir yang kehabisan bekal diperjalanan.

Apakah orang yang meremehkan urusan zakat dianggap kafir seperti orang yang meremehkan shalat?

Jawabannya: Orang yang meremehkan zakat tidak dianggap kafir. Sebagaimana hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallah Anhu, sesungguhnya Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda:

“Setiap pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, akan dipakaikan kepada mereka kepingan-kepingan api pada hari kiamat. Lalu ia dibakar pada bagian rusuk, dahi dan belakang punggungnya dengan kepingan tersebut didalam neraka jahanam. Setiap kali kepingan itu dingin, akan dipanaskan kembali. Ukuran satu hari mennyamai lima puluh ribu tahun (di dunia). Hal ini terus berlangsung hingga manusia diputuskan kemana mereka akan ditempatkan, ke surga ataukah ke neraka”.

Hadist ini menunjukan bahwa orang yang tidak membayar zakat tidak dianggap kafir. Sekirannya dianggap kafir, maka tidak ada baginya jalan ke surga.

Hukum orang yang tidak menegakkan Shalat

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61 mengenai islam, iman dan ihsan

Bagaimana hukum orang yang tidak menegakkan shalat?

Orang yang tidak menegakkan shalatnya dengan sempurna, dia tidak mendapatkan kesempurnaan shalat, tetapi dia tidak berdosa.

Adapun orang yang sama sekali tidak menegakan shoalat, yakni meninggalkan shalat, maka ia adalah kafir dan murtad dari Islam. Pemerintah harus menyuruhnya untuk mengerjakan shalat. Jika ia mau shalat, maka ini diterima, dan jika tidak mau shalat, maka ia dibunuh karena murtad.

Hal tersebut berdasarkan Firman Allah, sabda Rasulullah, dan ucapan para sahabat beliau:

  1. Allah berfirman: “Dan jika mereka bertaubat, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama” (QS. At Taubah [9]:11).
    • Mereka saudara kita yang seagama. Jika tidak demikian, maka dia kafir. Karena setiap orang mukmin walaupun ia maksiat dengan dosa sebesar apapun, yang tidak mengeluarkan dari agama, maka ia adalah saudara kita.
  2. Rasulullah Shallaluhu Alaihi wa Sallam bersabda, “Yang memisahkan antara orang -Islam- dengan orang musyrik dan kafir adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim 82). Dalam riwayat lain “Yang membedakan antara kita dengan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya, maka ia telah kafir” (HR. At-Tirmidzi 2621).
    • Pemisah berarti pembeda, bahwa orang ini tidak sama dengan orang itu.
    • Jadi jika ia meninggalkan shalat maka ia bukan muslim lagi, dan menjadi orang musyrik atau kafir.
  3. Ucapan para sahabat, Abdullah bin Syaqiq (Tabi’in yang termasyur) berkata “Para sahabat Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam tidak melihat adanya suatu amal yang apabila ditinggalkan menjadi kafir, selain shalat” (HR. At-Tirmidzi 2757).

Meskipun ada yang berlainan dalam pendapat ini, namun mayoritas ulama mengatakan bahwa dia kafir.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa meninggalkan shalat tidak menjadikan kafir dan mengeluarkannya dari agama. Mereka berdalil dengan beberapa nash. Namun nash-nash ini tidak keluar dari 5 hal:

  1. Nash itu tidak mengandung dalil yang menunjukkan masalah seperti yang mereka katakan. Dan justru bertentangan dengan firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan dia mengampuni apa (dosa) selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki” (QS. An-Nisa [4]:48).
    • Antara dosa yang diampuni, menurut mereka adalah meninggalkan shalat.
    • Maka menurut kami, bahwa orang yang meninggalkan shalat berdasarkan hadist Jabir yang diriwayatkan oleh Muslim adalah musyrik, meskipun iat tidak sujud kepada patung.
  2. Mereka berdalil dengan hadist-hadist yang muqayyad (dibatasi) dengan suatu sifat yang tidak mungkin bagi seseorang yang bersifat dengannya meninggalkan shalat, seperti sabda Nabi Shallallahu Alai wa Sallam “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan la ilaha illallah untuk mengharapkan wajah Allah.
    • Maka sabda beliau “untuk mengharapkan wajah Allah”, menunjukan bahwa seseorang yang melakukan sesuatu untuk mendapatkan keridhaan Allah, tidak mungkin meninggalkan shalat.
  3. Dibatasi dengan keadaan -udzur- yang menghalangi seseorang untuk meninggalkan shalat. Seperti hadist Hudzaifah dalam Shahih, HR. Ubnu Majah (4096) dalam kaum yang tidak mengenal islam kecuali “la illaha illallah”.
    • Maka kami katakan, jika ada kaum yang berada di tempat yang terpencil, sehingga mereka tidak paham islam kecuali “la illaha illallah”, kemudian mereka meninggal dalam keadaan demikian, maka mereka bukanlah golongan orang-orang kafir.
  4. Mereka berdalil dengan hadist-hadist yang umum. Adapun kaidah-kaidah ushul fikih, bahwa dalil yang umum dikhususkan dengan dalil khusus.
  5. Mereka juga berdalil dengan hadist-hadist yang lemah yang tidak sepadan dengan hadis-hadist shahih yang menunjukan kafirnya orang yang meninggalkan shalat.

Ketahuilah, bahwa setiap perselisihan yang terjadi pada umat jika didorong oleh tujuan yang baik dan usaha keras serta kehat-hatian, maka pelakunya tidak dicela dan tidak disesatkan, karena ia telah berijtihad. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Jika seorang hakim menetapkan suatu hukum, lalu ia berijtihad dan salah maka baginya satu pahala, dan jika ia berijtihad dan benar maka baginya dua pahala” (HR. Bukhari dan Muslim).