Meninggalkan Sesuatu yang tidak Bermanfaat

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 68. Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Di antara tanda-tanda kebaikan (kesempurnaan) Islam seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya” (Hadits Hasan, HR. At-Tirmidzi dan selainnya).

Penjelasan:

  • Seorang Muslim hendaknya ia meninggalkan sesuatu yang tidak penting baginya dalam urusan agamanya maupun dalam urusan dunianya.
  • Misalnya suatu perbuatan ragu-ragu antara dilakukan dan tidak dilakukan, maka hendaknya dilihat apakan perbuatan itu penting bagi agamamu atau duniamu. Jika demikian maka kerjakanlah dan jika tidak maka tinggalkanlah.
  • Adapun sebagian manusia, mereka sibukan akan urusan orang lain dalam hal yang tidak bermanfaat baginya. Ia menyia-nyiakan waktunya, menyibukan hatinya, menyempitkan pikirannya dan menyia-nyiakan kebaikan yang banyak.
  • Maka jika kamu ingin melakukan sesuau atau meninggalkan sesuatu lihatlah apakah itu sesuatu yang penting bagimu atau tidak. Jika memang bukan kepentinganmu maka tinggalkan. Namun jika itu merupakan kepentinganmu maka lakukanlah hal itu secukupnya.

Wallahu A’lam

Orang yang Cerdas dan Orang yang Lemah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 67. Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus Radhiallahu Anhu dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam dia berkata “Orang yang cerdas itu adalah orang yang menahan hawa nafsunya dan melakukan amal baik untuk setelah kematiannya. Dan orang yang lemah itu adalah orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan kepada Allah dengan berbagai angan-angan.” (HR. At-Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan).

Penjelasan:

  • Orang yang cerdas, yakni orang yang menahan hawa nafsunya dan melihat apa yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan. “Dan beramal untuk setelah kematiannya,” yakni amal akhirat. Orang yang cerdas beramal sesuatu untuk setelah kematian.
  • Orang yang lemah itu adalah orang yang jiwanya mengikuti hawa nafsunya. Tidak peduli kecuali dengan perkara-perkara dunianya Tidak menunaikan perintah dengan baik dan mengerjakan hal-hal yang dilarang.
  • Orang yang lemah berkata “Allah Maha Pengampun lagi Mahakasih Sayang, maka aku akan segera bertaubat kepada-Nya dimasa yang akan datang” atau “Aku akan memperbaiki keadaanku di hari tua”.

Wallahu A’lam

Kisah Orang yang Sakit Kusta, Orang Botak, dan Orang Buta.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 66. Kisah Orang yang Sakit Kusta, Orang Botak, dan Orang Buta.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia pernah mendengar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ ثَلَاثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى بَدَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الْأَبْرَصَ ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ فَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا ، فَقَالَ : أَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْإِبِلُ أَوْ ، قَالَ : الْبَقَرُ هُوَ شَكَّ فِي ذَلِكَ إِنَّ الْأَبْرَصَ وَالْأَقْرَعَ ، قَالَ : أَحَدُهُمَا الْإِبِلُ ، وَقَالَ : الْآخَرُ الْبَقَرُ فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ ، فَقَالَ : يُبَارَكُ لَكَ فِيهَا وَأَتَى الْأَقْرَعَ ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ وَأُعْطِيَ شَعَرًا حَسَنًا ، قَالَ : فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْبَقَرُ ، قَالَ : فَأَعْطَاهُ بَقَرَةً حَامِلًا ، وَقَالَ : يُبَارَكُ لَكَ فِيهَا وَأَتَى الْأَعْمَى ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : يَرُدُّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرُ بِهِ النَّاسَ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ ، قَالَ : فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْغَنَمُ فَأَعْطَاهُ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنْ إِبِلٍ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ بَقَرٍ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ غَنَمٍ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الْأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ ، فَقَالَ : رَجُلٌ مِسْكِينٌ تَقَطَّعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ، ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي ، فَقَالَ لَهُ : إِنَّ الْحُقُوقَ كَثِيرَةٌ ، فَقَالَ لَهُ : كَأَنِّي أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللَّهُ ، فَقَالَ : لَقَدْ وَرِثْتُ لِكَابِرٍ عَنْ كَابِرٍ ، فَقَالَ : إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ وَأَتَى الْأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ ، فَقَالَ لَهُ : مِثْلَ مَا ، قَالَ : لِهَذَا فَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَيْهِ هَذَا ، فَقَالَ : إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ وَأَتَى الْأَعْمَى فِي صُورَتِهِ ، فَقَالَ : رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ وَتَقَطَّعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي ، فَقَالَ : قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ بَصَرِي وَفَقِيرًا فَقَدْ أَغْنَانِي فَخُذْ مَا شِئْتَ فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلَّهِ ، فَقَالَ : أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْكَ وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ

“Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Isra’il, yang satu menderita penyakit kusta, satunya lagi kepalanya botak, dan yang terakhir matanya buta. Allah Shubhanahu wa Ta’alla ingin menguji mereka semua dengan mengutus kepada mereka semua seorang malaikat, pertama kali malaikat tersebut mendatangi orang yang menderita kusta, lalu berkata kepadanya : “Apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: “Warna kulit yang bagus, dan kulit yang mulus, serta di hilangkan penyakitku ini yang membuat manusia merasa jijik denganku”. Kemudian malaikat tersebut mengusapnya, sehingga penyakit yang di deritanya hilang lalu kulitnya berganti menjadi mulus.

Malaikat tersebut berkata kembali kepadanya: “Harta apa yang paling engkau cintai? Ia menjawab: “Onta – atau ia mengatakan: “Sapi”, para perawi merasa ragu di sini-. Maka ia di kasih seekor onta yang sedang bunting, seraya di do’akan oleh malaikat tersebut: “Semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberkahi kamu dengan onta ini “.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang botak, lalu berkata kepadanya: “Perkara apa yang paling engkau inginkan? Ia menjawab: “Rambut yang indah, sehingga aibku ini hilang, jadi manusia tidak lagi menjauh dariku”. Malaikat tersebut mengusap kepalanya, lalu tumbuhlah rambut yang indah, dan ia diberi rambut yang bagus. Lalu malaikat bertanya kembali: “Harta apa yang paling engkau cintai? Orang tadi menjawab: “Sapi”. Ia lalu di beri seekor sapi betina yang sedang bunting, seraya di do’akan: “Semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberkahimu dengan sapi ini”.

Setelah itu, malaikat tersebut mendatangi orang yang buta, lalu bertanya kepadanya: “Apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: “Aku mendambakan supaya Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatanku, sehingga aku bisa melihat orang lain”.

Maka di usaplah matanya oleh malaikat tadi, akhirnya Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatannya. Malaikat kemudian bertanya lagi: “Harta apa yang paling kamu sukai? Ia berkata: “Kambing”. Ia pun di kasih kambing yang sedang bunting.

Kemudian masing-masing dari hewan pemberian tadi saling beranak pinak, sehingga orang yang pertama mempunyai satu lembah onta, yang satunya lagi mempunyai satu lembah sapi, dan yang terakhirpun mempunyai satu lembah kambing.

Pada suatu ketika, malaikat tersebut mendatangi orang yang terkena kusta, dengan kondisi dan rupa yang sama ketika dirinya dulu sakit, lalu memelas kepadanya: “Saya orang yang miskin, sungguh diriku telah kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanan, tidak ada yang mampu menolongku pada hari ini, melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla dan dirimu. Saya minta kepadamu yang telah di beri warna kulit yang indah,dan bagus, serta harta yang berlimpah, berilah saya seekor unta agar saya bisa meneruskan perjalananku”.

Namun orang ini justru menghardiknya, seraya berkata kepadanya: “Kebutuhanku masih banyak”. Malaikat tadi berujar: “Sepertinya dulu aku mengenalmu, bukankah kamu dulu adalah orang yang kena kusta, yang di jauhi manusia, orang yang fakir kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberimu harta? Ia berkata dengan sombongnya: “Saya mendapatkan harta ini dari warisan ayahku dari kakeknya! Setelah itu, malaikat tadi berkata padanya: “Jikalau kamu berdusta, semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan keadaan kamu seperti semula”.

Setelah itu, ia lalu mendatangi orang yang botak dengan kondisi serta keadaan yang sama seperti dirinya dulu, lalu berkata seperti apa yang di katakan pada orang yang terkena kusta tadi, dan orang yang dulunya botak inipun menolak sama seperti yang di lakukan oleh orang pertama. Maka malaikat tersebut pun berkata kepadanya: “Kalau seandainya kamu berdusta, semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan keadaanmu seperti semula”.

Kemudian terakhir ia mendatangi orang yang dulunya tidak bisa melihat, dengan keadaan dan kondisi yang sama seperti dirinya dulu, lalu berkata kepadanya: “Saya orang miskin dan ibnu sabil yang telah kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalanan, tidak ada yang bisa menolongku melainkan Allah Shubhanahu wa Ta’alla dan anda, saya minta kepadamu yang telah dikembalikan penglihatanya, seekor kambing agar saya bisa meneruskan perjalananku? Orang tersebut berkata bijak kepadanya: “Sungguh dulu diriku adalah orang yang buta kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatanku, ambillah seberapa engkau mau, dan tinggalkan sesukamu. Sungguh demi Allah, saya tidak merasa keberatan dengan sesuatu yang diambil karena Allah Azza wa jalla”.

Malaikat tersebut menjawab: “Ambil hartamu, kalian sedang di uji, sungguh Allah Shubhanahu wa Ta’alla telah ridho kepadamu, dan murka kepada dua sahabatmu”. [Hadits shahih di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]

Referensi : https://almanhaj.or.id/4059-kisah-orang-yang-sakit-kusta-orang-botak-dan-orang-buta.html

Wallahu A’lam

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Keenam: Beriman Kepada Qadha dan Qadar

Rasulullah ﷺ bersabda, “Hendaklah kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Takdir adalah ketetapan Allah ﷻ terhadap apa yang akan terjadi hingga datangya hari kiamat.

Para ulama mengatakan, beriman kepada takdir juga harus beriman kepada empat tingkatannya.

Tingkat Pertama: Beriman bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu

Tingkat Kedua: Percaya bahwa Allah menuliskan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.

Tingkat Ketiga: Percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Allah, dan tidak ada sesuatu yang terjadi di luar kehendakNya

Tingkat Keempat: Percaya bahwa segala sesuatu itu ciptaan Allah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Allah Merasa Cemburu ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 65. Allah Merasa Cemburu ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa berliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’alla merasa cemburu, dan kecemburuan Allah Ta’alla adalah ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya”. (Muttafaq Alaihi).

Penjelasan:

  • Ghirah (cemburu) adalah sifat yang tetap bagi Allah, akan tetapi kecemburuan-Nya tidak seperti kecemburuan kita, bahkan ia lebih besar lagi.
  • Allah Ta’alla dengan hikmahnya mewajibkan bagi hamba-hamba-Nya beberapa hal yang Dia haramkan dan yang Dia halalkan.
  • Apa yang dihalalkan baik bagi mereka di dalam agama dan dunianya, dimasa sekarang atau dimasa depan.
  • Apa yang diharamkan buruk bagi mereka di dalam agama dan dunianya, dimasa sekarang atau dimasa depan.
  • Allah akan cemburu apabila hamba melanggar larangannya. Bagaimana bisa seseorang melanggar larangan-Nya padahal Allah melarangnya untuk kemaslhatan hamba-Nya.
  • Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Tidaklah ada orang yang lebih cemburu dari Allah ketika budaknya berzina atau budak perempuannya dizinai“.

Wallahu A’lam

Perkara Mengampangkan Perbuatan Dosa

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 64. Perkara Mengampangkan Perbuatan Dosa

Dari Anas Radhiallahu Anhu, ia berkata, “Sesungguhnya kalian akan melakukan amal-amal perbuatan yang dalam pandangan kalian lebih halus dari sehelai rambut (meremehkan dosa kecil), sedangkan kami menganggapnya pada masa Rasulullah Shalallallahu Alaihi wa Sallam termasuk perkara yang menghancurkan”. (HR Al-Bukhari). Dan beliau berkata Al-Mubiqat adalah yang membinasakan.

Penjelasan:

  • Anas bin Malik termasuk yang berumur panjang. Pada masanya perkara-perkara berubah, dan kondisi telah berbeda sehingga orang-orang menggampangkan beberapa perkara yang besar di masa shahabat Radhiyallahu Anhum.
  • Contohnya meninggalkan shalat berjamaah. Jaman dahulu para shahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah kecuali seorang munafik atau orang sakit (ada udzur).
  • Bahkan pada masa sekarang sudah meremehkan shalat itu sendiri. Mereka tidak mau shalat, atau sesekali shalat atau shalat di akhir waktu.
  • Contoh lain yaitu suka menipu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda “Barangsiapa yang melakukan penipuan bukanlah termasuk dari golonganku“.
  • Akan tetapi sekarang banyak penipuan, berbohong dan perbuatan korupsi. Dan menganggap enteng perkara ini.

Wallahu A’lam

Wasiat Rasulullah ﷺ Kepada Ibnu Abbas

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 63. Wasiat Rasulullah ﷺ Kepada Ibnu Abbas

عَنْ أَبِي عَبَّاسٍ عَبْدِ اللهِ بنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النبي صلى الله عليه وسلم يَومَاً فَقَالَ: (يَا غُلاَمُ إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحفَظك، احْفَظِ اللهَ تَجِدهُ تُجَاهَكَ، إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ، وَاعْلَم أَنَّ الأُمّة لو اجْتَمَعَت عَلَى أن يَنفَعُوكَ بِشيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلا بِشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ لَك، وإِن اِجْتَمَعوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشيءٍ لَمْ يَضروك إلا بشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفعَت الأَقْلامُ، وَجَفّتِ الصُّحُفُ) – رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح – وفي رواية – غير الترمذي: اِحفظِ اللهَ تَجٍدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاءِ يَعرِفْكَ في الشّدةِ، وَاعْلَم أن مَا أَخطأكَ لَمْ يَكُن لِيُصيبكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُن لِيُخطِئكَ، وَاعْلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَربِ، وَأَنَّ مَعَ العُسرِ يُسر

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi , beliau bersabda : “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih).

Dalam riwayat selain Tirmidzi : “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan.

Penjelasan:

Jagalah Allah” yakni dengan menjaga syariat-Nya, agama-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya.

Allah akan menjagamu“, yakni Allah menjaga dalam hal badannya, hartanya, keluarganya dan agamanya, dan yang paling penting adalah Dia menyelamatkanmu dari tidak puas dengan syariat dan kesesatan.

Jagalah Allah, maka kamu akan mendapatkan-Nya di depanmu“, yakni dengan menjaga syariat-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, maka akan mendapatkan Allah di depanmu, menunjukkanmu pada kebaikan dan menghindarkanmu dari keburukan.

Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohon pertolonganlah kepada Allah“, yakni jangan bersandar kepada makhluk.

Misalnya, seseorang fakir tidak mempunyai harga kemudian ia meminta kepada Allah Ta’alla dan ia berdoa “Ya Allah berilah aku rezeki, persiapkanlah bagiku rezeki”. maka akan datang kepadanya rezeki dari arah yang terduga.

Akan tetapi jika ia meminta kepada manusia, maka bisa jadi mereka memberi dan bisa jadi mereka menolaknya.

Ketahuilah jika umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan memberimu manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan kepadamu“, yakni jika mereka memberikan manfaat kepadamu, maka ketahuilah bahwa itu dari Allah.

“Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran”, Yakni apa yang telah dituliskan Allah telah berakhir dan diangkat, dan lembaran-lembaran telah mengering dari tinta-tinta serta tidak ada kesempatan untuk mereivisi.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Tiga Wasiat Nabi ﷺ

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 62. Tiga Wasiat Nabi ﷺ

عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ ” [رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]

“Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih).

Wasiat Pertama: Bertakwalah lepada Allah dimana pun kamu berada.

  • Takwa yaitu menjauhi hal-hal yang diharamkan dan melakukan hal-hal yang diperintah.
  • Mengerjakan perintah Allah dengan Ikhlas dan mengikuti Rasulullah .
  • Misalnya melaksanankan kewajiban shalat secara sempurna dengan semua syarat, rukun, kewajiban, dan kesempurnaannya.

Wasiat Kedua: Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka ia akan menghapusnya.

  • Diantara kebaikan setelah keburukan adalah bertobat kepada Allah setelah melakukan dosa.
  • Nabi bersabda “Shalat lima waktu, shalat jum’at sampai jum’at berikutnya, Ramadhan sampai ke Ramadhan berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa diantara keduanya selagi kamu meninggalkan dosa-dosa bersar.
  • Nabi bersabda “Umrah ke umrah yang berikutnya itu penghapus bagi dosa di antara keduanya.

Wasiat Ketiga: Bergaulah dengan mansuai dengan pergaulan yang baik.

  • Berinteraksi dengan manusia dengan interaksi yang baik, memuji mereka dan tidak mencela mereka.
  • Dengan wajah ceria, ucapan yang jujur, berbicara dengan baik dan akhlak-akhlak yang baik.
  • Nabi bersabda “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka.

Wallahu A’lam

Iman Kepada Hari Akhir

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Keempat: Iman Kepada Hari Akhir

  • Beriman kepada hari akhir adalah rukum iman yang kelima.
  • Hari akhir adalah hari kiamat, dinamakan demikian karena tidak ada hari lagi setelah itu.
  • Empat fase kehidupan manusia: dalam perut ibu, di dunia, di alam barzakh, dan hari kiamat (fase terakhir).
  • Termasuk beriman kepada hari kiamat adalah beriman dengan segala sesuatu yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam tentang peristiwa apapun yang terjadi setelah kematian (dari Ibnu Taimiyah Rahimahullah).
  • Kita harus percaya adanya fitnah kubur yaitu pertanyaan dua malaikat tentang, siapa Tuhanmu?, apa agamamu? dan siapa nabimu?.
  • Kita juga harus percaya bahwa adanya nikmat kubur, dimana orang-orang yang beriman memakai pakaian dari surga, dan diluaskan kuburnya sejauh mata memandang, dan ruh nya naik keatas surga dan menyaksikan berbagai macam nikmat
  • Kita juga harus percaya akan adanya adzab kubur bahwa orang munafik dan orang kafir mendapatkan siksa kubur.
  • Dan juga beriman kepada hal-hal yang akan terjadi pada hari akhir, diantaranya: jika ditiupkan sangkakala kedua kalinya, maka bangkitlah manusia dari kuburnya menghadap Allah dalam keadaan telanjang kaki, tidak memakai baju, tidak dikhitan, dan tangan kosong yang tidak mempunyai harta. (QS. Al-Anbiya: 104)

Wallahu A’lam

Iman Kepada Para Rasul

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Keempat: Iman Kepada Para Rasul

  • Beriman kepada para Rasul adalah rukun iman yang keempat.
  • Rasul adalah orang-orang yang diutus oleh Allah kepada umat manusia dan dijadikan sebagai perantara kepada hamba-hamba-nya untuk menyampaikan syariat-Nya.
  • Allah mengutus para Rasul sebagai rahmat bagi manusia dan untuk menegakkan hujjah atas mereka (QS. An-Nisa: 163-165)
  • Jumlah Rasul banyak, yang pertama adalah Nuh dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (QS. An-Nisa: 163)
  • Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah Rasul yang terakhir (QS. Al-Ahzab: 40).
  • Kita harus percaya kepada nabi yang nama-namanya diterangkan kepada kita. Sedangkan nabi-nabi yang namanya tidak diterangkan, kita mempercayainya secara global.
  • Hendaknya kita percaya, bahwa tidak ada umat kecuali diutus kepada mereka rasul untuk menegakkan hujjah atasnya (QS. An-Nahl: 36 dan Fathir: 24)
  • Kita harus mengikuti Nabi pernutup para Nabi, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (QS. Al-A’raf: 158).
  • Allah memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam (QS. Al-Imran: 31)
  • Adapun rasul-rasul yang lain, maka kita mengikuti mereka jika ada syariat kita yang memerintahkan kita untuk mengikuti mereka. Seperti sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengenai Shalat dan puasanya Nabi Dawud.
  • Adapun jika tidak ada dalam syariat kita yang memerintahkan untuk mengikutinya, maka ulama berbeda pendapat. Akan tetapi yang benar, bahwa syariat orang-orang sebelum kita adalah syariat kita jika tidak ada dalam syariat kita yang menentangnya. (QS. Al-An’am:90 dan Yusuf: 111)

Wallahu A’lam