Apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedang Allah yang ketiganya

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedang Allah yang ketiganya

Hadits Ke 82: Dari Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiyallahu Anhu, Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bun Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi, – dia dan bapaknya serta ibunya adalah shahabat Rasulullahu Alaihi wa Sallam- ia berkata, “Ketika kami berada di gua -Tsur-, aku melihat kaki orang-orang Musyrik berada diatas kepala kami, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, jikalau salah seorang dari mereka melihat ke bawa telapak kakinya maka dia akan melihat kita.” Maka beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedangkan Allah yang ketiganya.” (Muttafaq Alaih)

Penjelasan

  • Kisah ini terjadi ketiga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hijrah dari Mekah menuju Madinah pada tahun ketiga belas kenabiannya. Beliau ditemani oleh Abu Bakar, penunjuk jalan, dan seorang pembantu.
  • Ketika orang-orang musryik ingin menangkap Nabi Shallallahu Alaihi wa Salam, maka beliau dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur.
  • Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, jikalau salah seorang dari mereka melihat ke bawa telapak kakinya maka dia akan melihat kita.” Maka beliau bersabda, “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu cemaskan dengan dua orang, sedangkan Allah yang ketiganya.
  • Allah Ta’ala berfirman, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At-Taubah: 40).
  • Dalam kisah ini ada dalil yang menunjukan kesempurnaan tawakal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Tuhannya, bahwa beliau berpegang teguh kepada-Nya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
  • Di sini juga ada dalil bahwa kisah laba-laba yang membangun jaringnya di pintu gua tidak benar.

Wallahu Ta’ala A’lam

Dengan Sebenar-benarnya Tawakal Kepada Allah, Maka Dia akan Memberi Rezeki.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Dengan sebenar-benarnya Tawakal kepada Allah, maka Dia akan memberi rezeki.

Hadits Ke-80: Dari Umar Radhiyallahu Anhu, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal [kepada-Nya], maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung, pergi pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore dalam keadaan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan)

Penjelasan

Sebenar-benar tawakal” yakni bersandar sepenuhnya kepada Allah dalam meminta rezeki dan hal lainnya.

Burung diberi rezeki oleh Allah karena tidak ada yang memiliki, ia terbang di angkasa dan pulang ke sarangnya untuk mencari rezeki yang diberikan Allah kepadanya.

Burung pergi dengan perut kosong, akan tetapi ia bertawakal sepenuhnya kepada Tuhannya, maka ia kembali dalam keadaan kenyang pada akhir siang.

Faedah hadits:

Pertama, Seyogianya bagi setiap orang untuk bersandar dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah.

Kedua, Sesungguhnya tidak ada satu hewan pun yang melata di muka bumi ini kecuali rezekinya telah ditentukan oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّۭ فِى كِتَـٰبٍۢ مُّبِينٍۢ

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lawḥ Maḥfūẓ). (Hud: 6)

Ketiga, Orang yang bertawakal harus melakukan sebab-sebab dalam mencari rezeki yang dikaruniakan. Hendaklah melakukan sebab-sebab yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu mencari rezeki dengan cara yang halal.

Keempat, Burung dan hewan-hewan lainnya adalah makhluk-makluk Allah yang mengenal Allah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

تُسَبِّحُ لَهُ ٱلسَّمَـٰوَٰتُ ٱلسَّبْعُ وَٱلْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِۦ

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun, melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, (Al-Isra: 44)

Wallahu Ta’ala A’lam

Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung

Hadits Ke 77: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma beliau bersabda, “Hasbiyallah wa ni’mal wakil [Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelidung], inilah doa yang diucapkan Ibrahim Alaihissalam ketika dilempar ke dalam api. Dan juga -doa- yang diucapkan oleh Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mereka -orang-orang kafir- berkata, “Sesungguhnya orang-orang telah mengumpulkan (pasukan)- untuk menyerang kalian, maka takutlah kepada mereka. Akan tetapi, ucapan itu justru menambah keimanan mereka, dan mereka berkata, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung” (HR. Al-Bukhariy)

Dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas ia berkata, “Dan akhir ucapan Ibrahim Alaihisalam ketika dilemparkan ke dalam api, “Cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Dialah sebaik-baik pelindung.”

Penjelasan

Nabi Ibrahim Alaihissalam dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam keduanya adalah khalilullah (kekasih Allah). Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(Nya)” (An-Nisa: 125). Dan sabda Nabi ﷺ “Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (HR. Shahih Muslim).

Kalimat Hasbunallah wa ni’mal wakil diucapkan Ibrahim ketika dilemparkan ke dalam api. Peristiwa ini terjadi ketika Ibrahim mengajak kaumnya untuk menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukannya. Namun mereka membangkan dan tetap dalam kekufuran dan kesyirikan. Maka, pada suatu hari beliau menghancurkan patung-patung dan menjadikannya berkeping-keping kecuali patung yang paling besar. Mereka berniat membalas dendam kepada Ibrahim Alaihissalam sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya “Mereka berkata, Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat” (Al-Anbiya: 68). Kemudian mereka menyalakan api dan melemparkan Ibrahim ke dalamnya. Ketika dilemparkan Ibrahim mengucapkan doa Hasbunallah wa ni’mal wakil. Maka Allah berfirman yang artinya “Wahai api! jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim.” (Al-Anbiya: 69).

Ketika Nabi ﷺ dan para shahabat kembali dari Uhud. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk menghadapi kalian, mereka akan mendatangi Madinah dan menghancurkan kalian”. Maka mereka berkata Hasbunallah wa ni’mal wakil (Ali ‘Imran: 173). Kemudian Allah ta’ala berfirman yang artinya “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar” (Ali ‘Imran: 174).

Maka seyogiyanya bagi setiap orang jika dia melihat manusia berkumpul untuk memusuhinya, hendaklah ia mengucapkan Hasbunallah wa ni’mal wakil [Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Dialah sebaik-baik pelidung]. Jika dia mengucapkan ini, maka Allah akan mencukupinya dari keburukan orang-orang sebagaimana Allah mencukupi Ibrahim Alaihissallam dan Muhammad ﷺ, maka jadikanlah kalimat ini selalu ada di hatimu jika kamu melihat orang-orang ingin memusuhimu.

Wallahu Ta’ala A’lam

Keutamaan Bertawakal dalam Al-Qur’an

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 7 Yakin dan Tawakal

Keutamaan Bertawakal dalam Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَمَّا رَءَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْأَحْزَابَ قَالُوا۟ هَـٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّآ إِيمَـٰنًۭا وَتَسْلِيمًۭا

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya  kepada kita”. Dan benarlah Allah dan rasul-Nya. Dan yang demikian itu, tidaklah menambah kepada mereka, kecuali iman dan ketundukan. (Al-Ahzab: 22)

ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ ١٧٣فَٱنقَلَبُوا۟ بِنِعْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضْلٍۢ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوٓءٌۭ وَٱتَّبَعُوا۟ رِضْوَٰنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ ١٧٤

(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali-‘Imran: 173-174)

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati (Al-Furqan: 58)

وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. (Ibrahim: 11)

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Ali ‘Imran 159)

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3)

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (Al-Anfal: 2)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang keutamaan bertawakal.

Wallahu Ta’ala A’lam

Khutbah Rasulullah pada Haji Wada’

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 74: Dari Umamah Shuday bin Ajlan Al-Bahili Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ berkhutbah pada haji wada’, maka beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, Shalatlah kalian lima waktu, dan berpuasalah pada bulan (Ramadhan) kalian, bayarlah zakat harta kalian, taatilah pemimpin kalian, maka kalian akan masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi dalam akhir bab Kitabus Shalah ia berkata, hadits hasan shahih)

Penjelasan

  • Di dalam haji wada’ Nabi ﷺ berkhutbah pada hari Arafah, beliau berkhutbah pada hari Nahr (Hari berkurban) memberi nasehat kepada manusia dan mengingatkan mereka.
  • Wahai manusia bertakwalah kepada Tuhan kalian”, Rasulullah ﷺ memerintahkan semua manusia untuk bertakwa kepada Tuhan mereka yang telah menciptakan mereka dan memberikan kepada mereka nikmat dan memberikan kesiapan kepada mereka untuk menerima risalahnya dan mmerintahkan mereka bertakwa kepada Allah.
  • Shalatlah lima waktu yang telah Allah fardhukan kepada kalian dan atas Rasul-Nya.
  • Berpuasalah pada bulan Ramadhan.
  • Bayarkanlah zakat harta kalian“, yakni berikanlah harta kalian kepada yang berhak menerimanya dan janganlah bersifat bakhil.
  • Taatilah para pemimpin kalian“, yakni orang-orang yang telah Allah jadikan pemimpin kalian, ini mencakup para pemimpin daerah maupun negeri, mencakup pula pemimpin secara umum yakni pemimpin negara seluruhnya.
  • Wajib bagi rakyat untuk menaati mereka (pemimpin) selain dalam hal bermaksiat kepada Allah. Adapun dalam bermaksiat kepada Allah maka tidak boleh menaati mereka, walaupun mereka memerintahkan hal tersebut.
  • Ketaatan kepada makhluk tidak didahulukan dari ketaatan kepada Allah Ta’ala sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (An-Nisa: 59)

Wallahu Ta’ala A’lam

Melaksanakan Sesuatu yang Lebih Bertakwa Kepada Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 73: Dari Abu Tharif Adi bin Hatim Ath-Tha’i Radhiyallahu Anhu ia berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bersumpah atas sesuatu, kemudian ia melihat ada sesuatu yang lebih membuatnya bertakwa kepada Allah daripada sumpah itu, maka hendaknya dia melaksanakan ketakwaannya itu.” (HR Muslim)

Penjelasan

  • Bersumpah kepada Allah Ta’la dengan nama dari nama-namanya atau sifat dari sifat-sifat-Nya, dan tidak boleh bersumpah dengan sesuatu selain Allah.
  • Nabi ﷺ bersabda “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kafir atau musyrik“.
  • Tidak sepantasnya seseorang banyak bersumpah, sebagaimana firman Allah Ta’ala “Dan jagalah sumpahmu” (Al-Maidah: 89). Sebagian mufasir berkata “Jagalah sumpah-sumpah kalian, yakni jangan memperbanyak sumpah kepada Allah, jika kamu bersumpah hendaklah dibatasi dengan ucapan Insya Allah. Kamu ucapkan, “Demi Allah, Insya Allah”.
  • Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa jika mau bersumpah dan kamu melihat bahwa selain sumpah ini lebih bertakwa kepada Allah maka bayarlah kafarat sumpahmu dan datangilah yang lebih bertakwa tersebut.
  • Jika ada yang mengatakan, “Demi Allah saya tidak akan berbicara kepada Fulan,” padahal ia seorang muslim, maka yang lebih bertakwa adalah kamu berbicara kepadanya, karena mendiamkan seorang muslim itu adalah haram, maka hendaklah kamu berbicara dan membayar kafarat dengan sumpahmu.
  • Bersumpah atas sesuatu yang telah berlalu, maka tidak ditanyakan keparatnya, karena tidak ada kafarat disini. Akan tetapi, bisa jadi orang yang bersumpah selamat atau ia berdosa.
  • Sedangkan bersumpah untuk masa yang akan datang inilah yang mengandung kafarat, jika seseorang bersumpah untuk masa yang akan datang, maka wajib baginya membayar kafarat, kecuali ia membarengi ucapan sumpahnya dengan kehendak Allah ia berkata, “Insya Allah”, maka tidak ada kafarat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Rasulullah Selalu Memohon Kepada Allah Petunjuk, Kebersihan Diri dan Merasa Cukup

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 72: Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu sesungguhnya Nabi ﷺ selalu berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu hidayah (petunjuk), ketakwaaan, kesucian diri, dan kekayaaan (kekayaan jiwa: merasa cukup dengan apa yang dimiliki).” (HR. Muslim)

Penjelasan

  • Al-Huda disini maknanya Ilmu. Nabi ﷺ membutuhkan ilmu sebagaimana manusia yang lainnya. Al-Huda jika disebutkan menyendiri maka ia mencakup ilmu dan taufik kepada kebenaran.
  • At-Tuqa maksudnya adalah ketakwaan kepada Allah Ta’ala, maka Nabi ﷺ memohon kepada Allah agar diberikan ketakwaan.
  • Al-Afaf maksudnya adalah Allah menganugerahi kebersihan jiwa, dan Iffah itu berarti terlindung dari apa yang diharamkan Allah.
  • Al-Ghina maksudnya merasa cukup dari sesuatu selain Allah, yakni merasa cukup dari makhluk dimana seseorang tidak membutuhkan sesuatupun selain Tuhannya.
  • Maka seyogiyanya kita mengikuti Rasulullah ﷺ dengan doa ini untuk kita memohon kepada Allah petunjuk, kebersihan diri dan merasa cukup.
  • Hadits ini juga menunjukan bahwa Nabi ﷺ tidak memiliki pada dirinya kemanfaatan dan kemudaratan, dan semua itu adalah milik Allah.
  • Dalam hadits ini juga ada dalil yang menunjukan batalnya bersandar dengan orang-orang shaleh dan para wali dalam mendapatkan kemanfaatan, dan menolak bahaya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang tidak mengerti.

Wallahu Ta’ala A’lam

Waspadalah Kalian Kepada Dunia dan Wanita

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 71: Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah). Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian sebagai pewaris di dalamnya, lalu Dia memperhatikan bagaimana kalian berbuat (terhadapnya). Takutlah (waspadalah) kalian kepada dunia, dan takutlah (waspadalah) kalian kepada wanita. Sesungguhnya fitnah pertama yang timbul di kalangan Bani Israil adalah pada wanita.” (HR. Muslim).

Penjelasan

  • Perintah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk bertakwa setelah menyebutkan keadaan dunia.
  • Jika mata dan jiwa tertarik pada sesuatu yang indah dan manis (dunia), maka dikhawatirkan manusia akan terjerumus kepada sesuatu tersebut.
  • Takutlah pada dunia” Yakni tegakkanlah apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada kalian dan tinggalkanlah apa-apa yang telah Allah larang.
  • Takutlah pada perempuan” Yakni waspadalah terhadap perempuan. Ini mencakup waspada dari perempuan di dalam tipu dayanya terhadap suami dan juga mencakup tipu daya perempuan dan fitnahnya.
  • Oleh karena itu, kita menemukan musuh-musuh syariat Allah Ta’ala pada hari ini mengangkat isu tentang perempuan termasuk menghiasi perempuan, mecampuradukan mereka dengan laki-laki, menyamaratakan perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan.
  • Disebutkan dalam hadits shahih, “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi para lelaki daripada para perempuan“.

Wallahu Ta’ala A’lam

Siapakah Manusia yang Paling Mulia?

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 70: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu ia berkata, “Dikatakan, wahai Rasulullah siapakah manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa di antara mereka.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan,” Beliau menjawab, “Yusuf, nabi Allah, anak nabi Allah, anak nabi Allah, anak kekasih Allah.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan kepadamu.” Maka beliau menjawab, “Apakah tentang asal usul bangsa Arab (terkait nasab orang Arab) yang kalian tanyakan kepadaku? (Jika demikian yang kalian maksudkan) maka yang terbaik di antara mereka adalah pada zaman Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di dalam Islam (setelah masuk Islam) jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)” (Muttafaqun Alaih).

Penjelasan

  • Manusia yang paling mulai diantara manusia adalah “Orang yang paling bertakwa di antara mereka”.
  • Sebagaimana firman Allah,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ

Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa“. (Al-Hujurat: 13)

  • Allah Ta’ala tidak pernah memandang kepada manusia dari segi nasabnya, dari segi kedudukannya, dari segi hartanya dan dari segi kecantikannya. Namun Allah memandang dari amal-amal perbuatannya.
  • Para sahabat menginginkan jawaban lain, maka beliau mengatakan manusia yang paling mulia adalah Yusuf anak nabi Allah, anak Nabi Allah, anak kekasih Allah (Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim).
  • Para shahabat mengatakan “Kami tidak menanyakan tentang hal ini.” Beliau mengatakan “Apakah tentang pembesar-pembesar Arabkah kalian bertanya kepadaku? yang terbaik di antara mereka di masa Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di masa Islam jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)”, yakni sebaik-baiknya manusia dari nasab dan asal keturunannya adalah sebaik-baiknya orang Jahiliyah. Akan tetapi dengan syarat memahami agama dengan baik.
  • Misalnya, bani Hasyim terkenal nasab yang terbaik di Quraisy maka mereka menjadi yang terbaik di dalam Islam. Akan tetapi dengan syarat mereka memahami agama Allah, belajar agama Allah.
  • Namun, jika mereka tidak memahami, walaupun termasuk nasab yang terbaik di Arab maka mereka tidak menjadi makhluk yang termulia di sisi Allah.

Wallahu A’lam

Definisi dan Ayat yang Berkaitan dengan Takwa

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Definisi

Taqwa diambil dari kata wiqayah (perventif) yaitu seseorang mengerjakan sesuatu yang dapat menghindarkannya dari adzab Allah dan sesungguhnya yang dapat menghindarkanmu dari adzab Allah adalah dengan melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Beberapa Ayat yang Berkaitan dengan Takwa:

Pertama: Firman Allah Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 103:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya

Perintah di sini ditunjukan kepada orang-orang mukmin, karena orang mukminlah yang keimanannya dapat mendorongnya untuk bertakwa.

Sebenar-benarnya takwa ditafsirkan dalam ayat kedua, yaitu firman Allah, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.

Kedua: Firman Allah Ta’ala dalam surat At-Tagabhun Ayat 16:

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu

Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ayat ini bukanlah dimaksudkan untuk mempermudah takwa kepada Allah, tetapi dimaksudkan untuk memberikan motivasi takwa sesuai dengan batas kemampuan.

Ketiga: Firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Ahzab Ayat 70-71:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًۭا ٧٠يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَـٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.

Allah Ta’ala memerintahkan dengan dua perintah, bertakwa pada Allah dan memerintahkan sesorang untuk berkata benar. Ucapan yang benar termasuk dizkir atau mencari ilmu atau memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran atau ucapan-ucapan yang baik yang dapat menimbulkan rasa cinta dan kerinduan sesama manusia atau yang lainnya.

Ucapan yang tidak benar dari segi materinya yaitu ucapan yang mengandung cacian, makian, ghibah, namimah, dan lainya. Adapun ucapan yang tidak benar dari segi kesempatannya adalah ucapan yang pada hakikatnya baik akan tetapi diucapkan pada keadaan yang tidak baik.

Jika seseorang bertakwa dan berkata dengan ucapan yang benar maka ia akan mendapatkan dua hal “Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu” (Al-Ahzab: 71)

Keempat: Firman Allah Ta’ala dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا ٢وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya

Maka setiap ada kesempitan sedangkan ia bertakwa kepada Allah, maka Allah menjadikan baginya jalan keluar, apakah itu dalam kehidupannya, dalam harta-hartanya, anak-anaknya, dalam sosial kemasyarakatan, atau lain-lainnya.

Kelima: Firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Anfal Ayat 29

إِن تَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًۭا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ

jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu Furqān1. Dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar

Terdapat tiga manfaat besar jika bertakwa kepada Allah:

  1. Allah akan jadikan bagimu sesuatu yang memisahkan antara hak dan batil, antara yang berbahaya dan yang bermanfaat..
  2. Allah akan memudahkan baginya melakukan amal-amal shaleh, yang dengannya Allah menghapus dosa-dosanya.
  3. Allah akan memudahkan baginya untuk beristigfar dan bertaubat.

Dan ayat-ayat dalam bab ini sangatlah banyak dan masyhur.

Wallahu A’lam