Khutbah Rasulullah pada Haji Wada’

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 74: Dari Umamah Shuday bin Ajlan Al-Bahili Radhiyallahu Anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ berkhutbah pada haji wada’, maka beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, Shalatlah kalian lima waktu, dan berpuasalah pada bulan (Ramadhan) kalian, bayarlah zakat harta kalian, taatilah pemimpin kalian, maka kalian akan masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi dalam akhir bab Kitabus Shalah ia berkata, hadits hasan shahih)

Penjelasan

  • Di dalam haji wada’ Nabi ﷺ berkhutbah pada hari Arafah, beliau berkhutbah pada hari Nahr (Hari berkurban) memberi nasehat kepada manusia dan mengingatkan mereka.
  • Wahai manusia bertakwalah kepada Tuhan kalian”, Rasulullah ﷺ memerintahkan semua manusia untuk bertakwa kepada Tuhan mereka yang telah menciptakan mereka dan memberikan kepada mereka nikmat dan memberikan kesiapan kepada mereka untuk menerima risalahnya dan mmerintahkan mereka bertakwa kepada Allah.
  • Shalatlah lima waktu yang telah Allah fardhukan kepada kalian dan atas Rasul-Nya.
  • Berpuasalah pada bulan Ramadhan.
  • Bayarkanlah zakat harta kalian“, yakni berikanlah harta kalian kepada yang berhak menerimanya dan janganlah bersifat bakhil.
  • Taatilah para pemimpin kalian“, yakni orang-orang yang telah Allah jadikan pemimpin kalian, ini mencakup para pemimpin daerah maupun negeri, mencakup pula pemimpin secara umum yakni pemimpin negara seluruhnya.
  • Wajib bagi rakyat untuk menaati mereka (pemimpin) selain dalam hal bermaksiat kepada Allah. Adapun dalam bermaksiat kepada Allah maka tidak boleh menaati mereka, walaupun mereka memerintahkan hal tersebut.
  • Ketaatan kepada makhluk tidak didahulukan dari ketaatan kepada Allah Ta’ala sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (An-Nisa: 59)

Wallahu Ta’ala A’lam

Melaksanakan Sesuatu yang Lebih Bertakwa Kepada Allah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 73: Dari Abu Tharif Adi bin Hatim Ath-Tha’i Radhiyallahu Anhu ia berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bersumpah atas sesuatu, kemudian ia melihat ada sesuatu yang lebih membuatnya bertakwa kepada Allah daripada sumpah itu, maka hendaknya dia melaksanakan ketakwaannya itu.” (HR Muslim)

Penjelasan

  • Bersumpah kepada Allah Ta’la dengan nama dari nama-namanya atau sifat dari sifat-sifat-Nya, dan tidak boleh bersumpah dengan sesuatu selain Allah.
  • Nabi ﷺ bersabda “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kafir atau musyrik“.
  • Tidak sepantasnya seseorang banyak bersumpah, sebagaimana firman Allah Ta’ala “Dan jagalah sumpahmu” (Al-Maidah: 89). Sebagian mufasir berkata “Jagalah sumpah-sumpah kalian, yakni jangan memperbanyak sumpah kepada Allah, jika kamu bersumpah hendaklah dibatasi dengan ucapan Insya Allah. Kamu ucapkan, “Demi Allah, Insya Allah”.
  • Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa jika mau bersumpah dan kamu melihat bahwa selain sumpah ini lebih bertakwa kepada Allah maka bayarlah kafarat sumpahmu dan datangilah yang lebih bertakwa tersebut.
  • Jika ada yang mengatakan, “Demi Allah saya tidak akan berbicara kepada Fulan,” padahal ia seorang muslim, maka yang lebih bertakwa adalah kamu berbicara kepadanya, karena mendiamkan seorang muslim itu adalah haram, maka hendaklah kamu berbicara dan membayar kafarat dengan sumpahmu.
  • Bersumpah atas sesuatu yang telah berlalu, maka tidak ditanyakan keparatnya, karena tidak ada kafarat disini. Akan tetapi, bisa jadi orang yang bersumpah selamat atau ia berdosa.
  • Sedangkan bersumpah untuk masa yang akan datang inilah yang mengandung kafarat, jika seseorang bersumpah untuk masa yang akan datang, maka wajib baginya membayar kafarat, kecuali ia membarengi ucapan sumpahnya dengan kehendak Allah ia berkata, “Insya Allah”, maka tidak ada kafarat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Rasulullah Selalu Memohon Kepada Allah Petunjuk, Kebersihan Diri dan Merasa Cukup

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 72: Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu sesungguhnya Nabi ﷺ selalu berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu hidayah (petunjuk), ketakwaaan, kesucian diri, dan kekayaaan (kekayaan jiwa: merasa cukup dengan apa yang dimiliki).” (HR. Muslim)

Penjelasan

  • Al-Huda disini maknanya Ilmu. Nabi ﷺ membutuhkan ilmu sebagaimana manusia yang lainnya. Al-Huda jika disebutkan menyendiri maka ia mencakup ilmu dan taufik kepada kebenaran.
  • At-Tuqa maksudnya adalah ketakwaan kepada Allah Ta’ala, maka Nabi ﷺ memohon kepada Allah agar diberikan ketakwaan.
  • Al-Afaf maksudnya adalah Allah menganugerahi kebersihan jiwa, dan Iffah itu berarti terlindung dari apa yang diharamkan Allah.
  • Al-Ghina maksudnya merasa cukup dari sesuatu selain Allah, yakni merasa cukup dari makhluk dimana seseorang tidak membutuhkan sesuatupun selain Tuhannya.
  • Maka seyogiyanya kita mengikuti Rasulullah ﷺ dengan doa ini untuk kita memohon kepada Allah petunjuk, kebersihan diri dan merasa cukup.
  • Hadits ini juga menunjukan bahwa Nabi ﷺ tidak memiliki pada dirinya kemanfaatan dan kemudaratan, dan semua itu adalah milik Allah.
  • Dalam hadits ini juga ada dalil yang menunjukan batalnya bersandar dengan orang-orang shaleh dan para wali dalam mendapatkan kemanfaatan, dan menolak bahaya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang tidak mengerti.

Wallahu Ta’ala A’lam

Waspadalah Kalian Kepada Dunia dan Wanita

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 71: Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah). Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian sebagai pewaris di dalamnya, lalu Dia memperhatikan bagaimana kalian berbuat (terhadapnya). Takutlah (waspadalah) kalian kepada dunia, dan takutlah (waspadalah) kalian kepada wanita. Sesungguhnya fitnah pertama yang timbul di kalangan Bani Israil adalah pada wanita.” (HR. Muslim).

Penjelasan

  • Perintah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk bertakwa setelah menyebutkan keadaan dunia.
  • Jika mata dan jiwa tertarik pada sesuatu yang indah dan manis (dunia), maka dikhawatirkan manusia akan terjerumus kepada sesuatu tersebut.
  • Takutlah pada dunia” Yakni tegakkanlah apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada kalian dan tinggalkanlah apa-apa yang telah Allah larang.
  • Takutlah pada perempuan” Yakni waspadalah terhadap perempuan. Ini mencakup waspada dari perempuan di dalam tipu dayanya terhadap suami dan juga mencakup tipu daya perempuan dan fitnahnya.
  • Oleh karena itu, kita menemukan musuh-musuh syariat Allah Ta’ala pada hari ini mengangkat isu tentang perempuan termasuk menghiasi perempuan, mecampuradukan mereka dengan laki-laki, menyamaratakan perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan.
  • Disebutkan dalam hadits shahih, “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi para lelaki daripada para perempuan“.

Wallahu Ta’ala A’lam

Siapakah Manusia yang Paling Mulia?

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 70: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu ia berkata, “Dikatakan, wahai Rasulullah siapakah manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa di antara mereka.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan,” Beliau menjawab, “Yusuf, nabi Allah, anak nabi Allah, anak nabi Allah, anak kekasih Allah.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan kepadamu.” Maka beliau menjawab, “Apakah tentang asal usul bangsa Arab (terkait nasab orang Arab) yang kalian tanyakan kepadaku? (Jika demikian yang kalian maksudkan) maka yang terbaik di antara mereka adalah pada zaman Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di dalam Islam (setelah masuk Islam) jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)” (Muttafaqun Alaih).

Penjelasan

  • Manusia yang paling mulai diantara manusia adalah “Orang yang paling bertakwa di antara mereka”.
  • Sebagaimana firman Allah,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ

Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa“. (Al-Hujurat: 13)

  • Allah Ta’ala tidak pernah memandang kepada manusia dari segi nasabnya, dari segi kedudukannya, dari segi hartanya dan dari segi kecantikannya. Namun Allah memandang dari amal-amal perbuatannya.
  • Para sahabat menginginkan jawaban lain, maka beliau mengatakan manusia yang paling mulia adalah Yusuf anak nabi Allah, anak Nabi Allah, anak kekasih Allah (Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim).
  • Para shahabat mengatakan “Kami tidak menanyakan tentang hal ini.” Beliau mengatakan “Apakah tentang pembesar-pembesar Arabkah kalian bertanya kepadaku? yang terbaik di antara mereka di masa Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di masa Islam jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)”, yakni sebaik-baiknya manusia dari nasab dan asal keturunannya adalah sebaik-baiknya orang Jahiliyah. Akan tetapi dengan syarat memahami agama dengan baik.
  • Misalnya, bani Hasyim terkenal nasab yang terbaik di Quraisy maka mereka menjadi yang terbaik di dalam Islam. Akan tetapi dengan syarat mereka memahami agama Allah, belajar agama Allah.
  • Namun, jika mereka tidak memahami, walaupun termasuk nasab yang terbaik di Arab maka mereka tidak menjadi makhluk yang termulia di sisi Allah.

Wallahu A’lam

Definisi dan Ayat yang Berkaitan dengan Takwa

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Definisi

Taqwa diambil dari kata wiqayah (perventif) yaitu seseorang mengerjakan sesuatu yang dapat menghindarkannya dari adzab Allah dan sesungguhnya yang dapat menghindarkanmu dari adzab Allah adalah dengan melakukan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Beberapa Ayat yang Berkaitan dengan Takwa:

Pertama: Firman Allah Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 103:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya

Perintah di sini ditunjukan kepada orang-orang mukmin, karena orang mukminlah yang keimanannya dapat mendorongnya untuk bertakwa.

Sebenar-benarnya takwa ditafsirkan dalam ayat kedua, yaitu firman Allah, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.

Kedua: Firman Allah Ta’ala dalam surat At-Tagabhun Ayat 16:

فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu

Allah tidak membebani jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ayat ini bukanlah dimaksudkan untuk mempermudah takwa kepada Allah, tetapi dimaksudkan untuk memberikan motivasi takwa sesuai dengan batas kemampuan.

Ketiga: Firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Ahzab Ayat 70-71:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًۭا سَدِيدًۭا ٧٠يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَـٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.

Allah Ta’ala memerintahkan dengan dua perintah, bertakwa pada Allah dan memerintahkan sesorang untuk berkata benar. Ucapan yang benar termasuk dizkir atau mencari ilmu atau memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran atau ucapan-ucapan yang baik yang dapat menimbulkan rasa cinta dan kerinduan sesama manusia atau yang lainnya.

Ucapan yang tidak benar dari segi materinya yaitu ucapan yang mengandung cacian, makian, ghibah, namimah, dan lainya. Adapun ucapan yang tidak benar dari segi kesempatannya adalah ucapan yang pada hakikatnya baik akan tetapi diucapkan pada keadaan yang tidak baik.

Jika seseorang bertakwa dan berkata dengan ucapan yang benar maka ia akan mendapatkan dua hal “Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu” (Al-Ahzab: 71)

Keempat: Firman Allah Ta’ala dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا ٢وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya

Maka setiap ada kesempitan sedangkan ia bertakwa kepada Allah, maka Allah menjadikan baginya jalan keluar, apakah itu dalam kehidupannya, dalam harta-hartanya, anak-anaknya, dalam sosial kemasyarakatan, atau lain-lainnya.

Kelima: Firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Anfal Ayat 29

إِن تَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًۭا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ

jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu Furqān1. Dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar

Terdapat tiga manfaat besar jika bertakwa kepada Allah:

  1. Allah akan jadikan bagimu sesuatu yang memisahkan antara hak dan batil, antara yang berbahaya dan yang bermanfaat..
  2. Allah akan memudahkan baginya melakukan amal-amal shaleh, yang dengannya Allah menghapus dosa-dosanya.
  3. Allah akan memudahkan baginya untuk beristigfar dan bertaubat.

Dan ayat-ayat dalam bab ini sangatlah banyak dan masyhur.

Wallahu A’lam