Cara bersujud dalam Shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara bersujud dalam Shalat

Hadits 237: Dari ibnu Abbas Radhiallahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk besujud di atas tujuh tulang: (yaitu) Dahi – seraya beliau menunjuk hidungnya dengan tangannya -, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung jari kedua kaki” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Hadist ini menunjukkan wajibnya sujud dalam shalat dengan tujuh anggota sujud, yaitu: dahi dan termasuk hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua kaki (ujung kaki).
  • Jumhur ulama berpendapat, “Wajibnya mengunakan dahi dan hidung”. Ibnu AL Mundzir menuturkan ijma’, “Bahwa sujud itu tidak cukup hanya dengan hidung saja”.
  • Tangan yang dimaksud adalah telapak saja.
  • Dari setiap anggota cukup sebagiannya, baik itu dahi maupun yang lainnya.
  • Bila bersujud di atas penghalang yang menyambung selain anggota (tubuh) sujud, maka ini juga dianggap cukup (sah).

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa bangun dari Ruku

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa bangun dari Ruku

Hadits 235: Dari Abu Sa’id AL Khudri Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam apabila mengangkat kepalanya setelah ruku beliah mengucapkan “Ya Allah ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai TUhan yang layak dipuji dan dimuliakan, yang paling layak dikatakan oleh seorang hamba – dan kami semuanya adalah hamba-Mu – Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada pula yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya (kecuali iman dan amal shalihnya). Hanya dari-Mu kekayaan itu (HR. Muslim).

“Rabbanaa Laka Al Hamdu, Mil’a As-Samaawati wa Al Ardhi, Wa mil’a maa syi’ta min syai’in, Ahlu ats-tsanaa’i wa al majd, Ahaqqu maa qaala al ‘abd, Wa kullunna laka ‘abdun, Allahumma Laa maani’a limaa a’thaita, Wa laa mu’thiya limaa mana’ta, Wa laa yanfa’u dza al jaddi minka al jadd”

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Disyariatkannya dzikir tersebut pada rukun dimaksud, yaitu setelah bangkt dari ruku dan tasmi,
  • Dzikir yang wajib adalah ‘rabbanaa wa lakal hamd’, bila ditambah maka itu lebih utama.

Wallahu Ta’ala A’lam

Mengucapkan Takbir setiap perpindahan rukun Shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Mengucapkan Takbir setiap perpindahan rukun Shalat

Hadits 235: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam apabila berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku, kemudian mengucapkan ‘sami allaahu liman hamidah’ saat beliau menegakkan pungungnya setelah ruku, lalu beliau berdiri tegak sambil mengucapkan ‘rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian bertakbir ketika turun untuk sujud, lalu takbir ketika bangkit mengangkat kepalanya, lalu bertakbir ketika sujud (kedua), kemudian takbir lagi ketika bangkit untuk berdiri (setelah sujud). Selanjutnya beliau melakukan semua ini dalam semua shalat (dalam setiap rakaat). Dan beliau juga bertakbir ketika berdiri dari duduk pada dua rakaat (pertama).” (HR. Muttafaq Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Hadits ini menunjukkan disyariatkannya takbir intiqal (perpindahan) antar rukun shalat pada semua posisi selain pengucapan “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku.
  • Sami’allahu liman hamidah artinya, Allah mengabulkan bagi yang memujiNya. Ucapan ini khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian, tidak termasuk makmum, karena tidak sesuai dengan haknya. Hal ini berdasarkan hadist di dalam Shahih Bukhari (796) dan Shahih Muslim (409) bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka ucapkanlah ‘rabbanaa wa lakal hamd”.
  • Makmum hanya mengucapkan tahmid ini adalah merupakan pendapat jumhur ulama.
  • Perawi menyebutkan “hiina”, ini menunjukan bahwa takbir itu bersamaan dengan gerakan perpindahan dari satu rukuk ke rukun lainnya, sehingga tidak mendahului permulaan gerakan dan tidak pula terlambat, yakni tidak terlambat mengucapkannya sehingga ketika sampai pada rukun berikutnya ia belum selesai mengucapkan takbir. Jadi, saat takbir itu adalah ketika bergerak antara dua rukun.

Wallahu Ta’ala A’lam

Bacaan Rasulullah dalam ruku dan sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Bacaan Rasulullah dalam ruku dan sujud

Hadits 234: Dari Aisyah Rhadiallahu Anha, dia berkata: Saat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam di dalam ruku dan sujud beliau mengucapkan “Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan dengan segala pujuan-pujian kepada-Mu. Ya Allah, ampunilah aku” (Subhaanaka Allahumma Rabbanaa Wabihamdika Allahummagfirlii) (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Imam Ahmad meriwayatkan (36741) dengan sanad yang bersambung hingga Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Setelah diturunkannya ayat, ‘Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan ‘ (Qs’ An-Nashr: 1) kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, apabila ruku beliau sering mengucapkan, ‘subhaanaka allahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirlii’ Sebanyak tiga kali.”
  • Dzikir ini sunnah diucapkan ketika ruku dan sujud bersama dengan pengucapan ‘Subhaana rabbiyal ‘Azhiim’ saat ruku dan bersama dengan pengucapan ‘Subhaana rabbiyal a’laa’ saat sujud.
  • Dzikir itu sangat sesuai karena mengandung sikap tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala, penyucian-Nya dari segala bentuk aib dan kekurangan serta penetapan segala bentuk keterpujian bagi-Nya, kemudian setelah ini semua adalah permohonan ampunan. Dengan begitu, sang hamba dalam posisi sangat tunduk dan merendah kepada Allah Ta’alaa sambil ruku dan sujud.
  • Dzikir tersebut hukumnya sunnah, bukan wajib, adapun yang disyariatkan menurut ijma’ adalah ‘Subhaaana robbiyal ‘azhiim’ ketika ruku dan ‘Subhaana rabbiyal a’la’ ketika sujud.

Wallahu Ta’ala A’lam

Larangan membaca ayat Al-Qur’an saat ruku dan sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Larangan membaca ayat Al-Qur’an saat ruku dan sujud

Hadits 233: Dari Ibnu Abbas Rhadiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Ingatlah bahwa sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur’an ketika ruku ataupun sujud. Adapun ketika ruku maka agungkanlah Tuhan, sedangkan ketika sujud, maka berdoalah dengan sungguh-sungguh, karena (saat itu) layak untuk dikabulkan doa kalian” (HR. Muslim)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Larangan membaca Al-Qur’an ketika ruku dan sujud baik dalam shalat fardu maupun shalat sunnah.
  • Hadist ini mengindikasikan haramnya apa yang dilarang itu, maka membaca Al-Qur’an ketika ruku dan sujud hukumnya haram. Namun mayoritas ulama mengindikasikan larangan itu sebatas makruh saja.
  • Wajib mengagungkan Rabb Jalla wa ‘Alla dalam posisi ruku dengan ungkapan redaksi yang ada tuntunannya.
  • Telah disebutkan dalam Musnad Ahmad (16961) dan Sunan Abu Daud (869) dari hadist Uqban bin Amir, dia berkata, “Ketika turunnya ayat, “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar’ (QS Al-Waqi’ah: 96), Nabi bersabda, “Berlakukanlah itu dalam ruku kalian”.
  • Wajib menyucikan Rabb Jalla wa ‘Alaa dalam posisi sujud dengan ungkapan yang ada tuntunannya.
  • Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Uqban bin Amir, bahwa dia berkata, “Ketika turunnya ayat, ‘sucikanlah nama Rabbmu Yang Paling Tinggi’ (Qs. Al Alaa: 1) Nabi bersabda, ‘Berlakukanlah itu dalam sujud kalian’.
  • Bacaan tasbih ruku dan sujud yang waiib adalah satu kali, yaitu ” Subhaana rabbiyal ‘azhiimi’ (Maha Suci Tuhanku lagi Maha Agung) ketika ruku dan ” Subhaana rabbiyal a’laaa’ (Maha Suci Tuhanku lagi Maha Tinggi) ketika sujud, namun minimum yang sempuma adalah tiga kali, dan maksimum sepuluh kali bagi imam.
  • “Subhaana rabbiyal ‘azhiim” wajib dibaca ketika ruku dan ” Subhaana robbiyal a’la” wajib dibaca ketika sujud. Namun kewajiban ini bisa gugur karena lupa dan diganti dengan sujud sahwi. Insya Allah akan dibahas kemudian.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sikap Rasulullah saat membaca ayat tentang rahmat dan adzab Allah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Sikap Rasulullah saat membaca ayat tentang rahmat dan adzab Allah

Hadits 232: Dari Hudzaifah Radhiallahu Anhu, Aku pemah shalat bersama Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, maka tidak ada ayat tentang rahmat yang dilewati beliau kecuali beliau berhenti pada ayat tersebut untuk memohon, dan tidak pula ayat tentang adzab kecuali beliau memohon perlindungan dari itu. (HR. Lima Imam hadits) dan dinilai hasan oleh At-Tirmidzi.

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Disunnahkan menghayati Al Qur’an dan mengkaji makna-maknanya, baik ketika membaca maupun ketika mendengarkan, karena itu adalah bacaan yang sangat bermanfaat, Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Qs. Shaad [38]:29) baik itu di dalam shalat ataupun selainnya.
  • Disunnahkan memohon perlindungan kepada Allah ketika melalui ayat tentang adzab, ancaman dan yang serupanya, serta memohon rahmat ketika melalui ayat tentang rahmat, karena itu adalah doa yang sesuai dengan temanya.
  • Dalam riwayat Ahmad (18576) dan Ibnu Majah (1352) dari Muhammad bin Abdurahman bin Abu Laila dari ayahnya, dia berkata “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam membaca di dalam suatu shalat yang bukan fardhu, lalu ketika melalui ayat (yang menyebutkan tentang) surga dan neraka beliau mengucapkan “Aku berlindung kepada Allah dari neraka dan celakanya penghuni neraka”.
  • Dalam riwayat Ahmad (24088) Dari Aisyah Rhadiallahu Anha, dia berkata “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pada malam Ramadhan. Beliau membaca surah Al Baqarah, An-Nisaa’ dan Aali ‘Imraan, dan tidaklah beliau melalui ayat yang mengandung berita gembira kecuali berdoa kepada Allah Azza wa Jalla dan memohonkannya.”
  • Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam Al Fawa’id mengatakan, “Jika Anda ingin memperoleh manfaat dari Al Qur’an, maka konsentrasikanlah hati Anda ketika membaca dan mendengarnya, pusatkan pendengaran Anda dan bayangkan kehadiran yang menerima firman Allah itu, karena itu adalah perkataan dari-Nya untuk Anda melalui lisan Rasul-Nya, Allah Ta’ala berfirman,”Sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peingatan bagi orang-orang yang mempunyai hati” ini adalah tempat untuk menerima. Maksudnya adalah hati yang hidup yang ingat akan Allah. “atau yang menggunakan pendengarannya” yakni memusatkan dan menajamkan pendengarannya “Sedang dia menyaksikannya.” (Qs. Qaaf [50]: 37) Yakni menyaksikan dengan mata hatinya, tidak lengah dan tidak lupa. Jika pemberi pengaruh (yakni Al Qur’ an) telah ada (yakni dengan membaca atau mendengarnya), tempat penerimaannya dalam kondisi hidup (yakni hati), dan syaratnya ada, yakni konsentrasi serta tidak ada penghambat, maka akan tercapailah manfaatnya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Rasulullah membaca surat As-Sajdah dan Al Insan pada shalat Subuh Jum’at

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Rasulullah membaca surat As-Sajdah dan Al Insan pada shalat Subuh Jum’at

Hadits 231: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata, Dalam shalat Fajar (subuh) pada hari Jum’at, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam membaca alif laam miim tanziil (surah As-sajdah) dan Hal ataa ‘alal insaan (surah Al Insaan).” (HR. Muttafaq ‘Alaih) Dalam riwayat Ath-Thabrani dari hadits Ibnu Mas’ud disebutkan, “Beliau mendawamkan hal itu.”

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Disunnahkan membaca surat As-Sajdah di rakaat pertama shalat Subuh pada hari Jum’at dan surat Al-lnsaan di rakaat kedua.
  • Perkataan perawi “Kaana” dan dalam riwayat Ath-Thabrani, “Yudiimu dzaalik” menunjukkan bahwa itu terjadi terus menerus, yaitu bacaan dengan kedua surah tersebut dalam shalat Subuh pada hari Jum’at dan beliau tidak meninggalkan kebiasaannya itu.
  • Dalam Zad Al Ma’ad, Ibnul Qayyi, “Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam membaca surah As-Sajdah dan Al Insaan dalam shalat Subuh. Dan aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ‘Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam membaca kedua surah ini dalam shalat Subuh pada hari Jum’at adalah karena keduanya mengandung apa yang telah dan yang akan terjadi pada hari Jum’at.
  • Kedua surah itu menyebutkan tentang penciptaan Adam Alaihi Sallam, menyebutkan tentang hari kebangkitan dan pengumpulan para hamba, itu terjadi pada hari Jum’at.
  • Jadi seolah-olah, dibacakannya itu pada hari Jum’at peringatan bagi umat tentang apa yang telah dan yang akan terjadi agar mereka bisa mengambil pelajaran dari yang telah terjadi dan bersiap-siap untuk yang akan terjadi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Membaca surah Ath-Thuur dalam shalat Magrib

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Membaca surah Ath-Thuur dalam shalat Magrib

Hadits 230: Dari Jubair bin Muth’im radhiallahu anhu: Aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membaca surat Ath-Thuur dalam shalat Magrib (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Biasanya bacaan dalam shalat Maghrib adalah dengan Al Mufashshal yang pendek karena singkatnya waktu Maghrib, namun adakalanya pula dengan yang panjang sehingga tidak mengkhususkan dengan yang pandek. Nabi shalallahu alaihi wasallam pun (dalam shalat Maghrib) pemah membaca surah Ath-Thuur, ini termasuk Al Mukshshal yang panjang.
  • Diriwayatkan bahwa dalam shalat Maghrib Nabi shallahu alaihi wasallam membaca surah Al A’raaf, surah Ash-Shaffaat, surah Ad-Dukhaan, surah Al Mursalaat, surah At-Tiin, dua surah Al Mu’aurwidzat (Al Falaq dan An-Naas). Semua ini disebutkan dalam hadits-hadits shahih.
  • Para ulama mengatakan, “Penulisan Mushaf harus mengikuti susunan seperti yang sekarang ada ini, yaitu dalam urutan surah-surahnya, karena hal ini merupakan kesepakatan para sahabat, dan kesepakatan mereka itu adalah hujiah.”
  • Adapun mengenai bacaan, Imam An-Nawawi mengatakan, “Yang menjadi pilihan adalah membaca sesuai urutan mushaf, baik itu untuk dibaca di dalam shalat maupun lainnya. Bila membaca suatu surah, maka selanjutnya adalah surah yang berikutnya. Demikian ini karena urutan surah-surah itu ditetapkan untuk suatu hikmah, maka hendaknya dijaga.
  • Kecuali dalam hal yang dikecualikan oleh syariat, misalnya dalam shalat subuh pada hari Jum’at, pada rakaat pertama membaca surah As-Sajdah dan pada rakaat kedua membaca surah Al Insaan. Juga dalam shalat sunah Subuh, pada rakaat pertama membaca surah A lKaafiruun dan pada rakaat kedua membaca surah Al Ikhlaash. Ini boleh dilakukan walaupun tidak sesuai dengan urutan, karena Rasulullah shalallahi alaihi wasallam pun pernah membaca Al Baqarah, lalu surah An-Nisaa, kemudian surah Ali ‘Imraan.

Wallahu Ta’ala A’lam

Memanjangkan Shalat Subuh

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Memanjangkan Shalat Subuh

Hadits 229: Dari Sulaiman bin Yasar Radhiallahu Anhu, dia berkata, “Ada seseorang yang selalu memperpanjang shalat pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur dan memendekkannya pada shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib ia membaaca (surah-surah) Al Mufashshal yang pendek, dalam shalat Isya’ (membaca surah-surah Al Mufashshal) yang sedang (pertengahan) dan dalam shalat Subuh (membaca surah-surah Al Mufashshal) yang panjang. Abu Hurairah Radhiallahu Anhu mengatakan mengatalkan, ‘Aku tidak pernah shalat di belakang seseorang yang shalatnya lebih mirip dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasalaam daripada orang ini’. (HR An-Nasa’i) dengan sanad shahih.

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Tuntunan Nabi shalallahu alaihi wasallam adalah tidak taratas hanya dengan membaca surah-surah Al Mufashshal yang pendek dalam shalat Maghrib, karena melanggengkannya berarti menyelisihi sunnah. Yang benar, bacaan dalam shalat Maghrib dengan Al Mufashshal yang panjang dan yang pendekserta surah-surah lainnya adalah sunnah.
  • Menurut pendapat yang kuat, Al Mufashshal dimulai dari surat Al Hujurat hingga akhir Al-Qur’an.
  • Al Mufashshal yang panjang dari Al-Hujurat hingga An-Naba
  • Al Mufashshal yang sedang dari An-Naba hingga Adh-Dhuhaa
  • Al Mufashshal yang pendek dari Adh-Dhuhaa hingga akhir Al Qur’an
  • Hikmah dipanjangkannya bacaan dalam shalat Subuh: Bahwa malaikat malam dan malaikat siang ikut menghadirinya, sebagaimana firman Allah Ta’ala “Dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh Malaikat) (QS. Al Israa: 78)
  • Selain itu agar orang-orang sempat mengikuti shalat Subuh.

Wallahu Ta’ala A’lam

Lama berdirinya Rasulullah dalam shalat Zhuhur dan Ashar

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Lama berdirinya Rasulullah dalam shalat Zhuhur dan Ashar

Hadits 228: Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu Anhu, dia berkata: Kami pernah mengukur lamanya berdiri Rasullah shalallahu alaihi wasallam ketika shalat Zhuhur dan Ashar, maka kami mengukur lamaya berdiri beliau pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur sekitar (lamanya membaca surah As-Sajdah), dan pada dua rakaat berikutnya sekitar setengah dari itu. Sementara pada dua rakaat pertama shalat Ashar seperti dua rakaat terakhir shalat Zhuhur, sedangkan dua rakaat terakhir setengahnya dari itu. (HR Muslim – 33)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  1. Disunnahkan memanjangkan rakaat pertama daripada rakaat kedua, dan disunnahkan memanjangkan dua rakaat pertama daripada rakaat keduanya.
  2. Sebagaimana pula sunnah menjadi shalat Zhuhur lebih panjang daripada shalat Ashar, baik dari bacaan maupun Gerakan. Karena ada faktor waktu, karena waktu Zhuhur lebih panjang sedangkan waktu shalat Ashar adalah setelahnya.

Wallahu Ta’ala A’lam