Cara Bershalawat kepada Nabi

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara Bershalawat kepada Nabi

Hadits 252: Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu Anhu, dia berkata: Basyir bin Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, Allah memerintahkan kami supaya membaca shalawat kepadamu, maka bagaimana (cara) kami membaca shalawat kepadamu?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam diam, seraya bersabda, “Katakanlah, ‘Ya Allah curahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah mencurahkan rahmat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, serta berikanlah keberkahan atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim di seluruh alam (makhluk).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah shalallhu alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Ta’alla telah memerintahkan kepada kamii supaya mernbaca shalawat kepadamu melalui firman-Nya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. “(Qs. Al Ahzaab [33], 56), maka bagaimanakah cara kami membacakan shalawat kepadamu?” Rasulullah shalallhu alaihi wasallam diam, sehingga mereka menyangka seandainya si penanya tidak menanyakannya, karena khawatir Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam tidak menyukai pertanyaan itu danmenyusahkannya.
  • Perkataan mereka (para sahabat), “Allah telah memerintahkan kepada kami supaya membaca shalawat kepadamu,” menjadi dalil tentang kewajiban membaca shalawat.
  • Hadits tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ditanyakan adalah cara membaca shalawat; bukan hukumnya. Karena masalah hukumnya telah mereka ketahui dari ayat Al-Qur’an.
  • Bacaan shalawat yang telah disebutkan sangatlah dianjurkan dalam shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah
  • Bacaan shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dapat dilakukan dengan sejumlah lafazh dan riwayat yang berbeda, dimana para ulama telah sepakat tentang kebolehan setiap bacaan shalawat yang dipastikan ditujukan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan kebolehan membacakannya, tetapi bukan itu satu-satunya bentuk bacaan shalawat melainkan hanya salah satu dari sejumlah bentuk bacaan shalawat dengan maksud mengamalkan seluruh nash dan menghidupkan semua riwayat As-Sunnah, tetapi bentuk bacaan shalawat yang dipilih untuk dilakukan pada banyak kesempatan ialah bentuk bacaan shalawat yang kami kemukakan tadi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Etika Berdoa

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Etika Berdoa

Hadits 251: Dari Fadhalah bin Ubaid Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam pemah mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya, ia tidak memuji Allah dan tidak pula membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda, ” Orang ini telah tergesa-gesa. “Kemudian beliau memanggilnya, seraya bersabda, ” Jika seseorang dari kalian shalat maka mulailah dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallahu Alaihi Wasallam, lalu ia berdoa (meminta) sesuai kehendaknya.” (HR. Ahmad dan Tiga Imam Hadits) dan dinilai shahih oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Nabi ﷺ pemah mendengar seseorang dalam tasyahud akhir shalatnya langsung mengajukan permohonan kepada Allah sebelum memuji dan menyanjung-Nya serta membacakan shalawat atas Nabinya terlebih dahulu, seraya bersabda: “Orang ini telah tergesa-gesa.” dimana ia tidak mendahulukan kedua hal penting tersebut sebelum berdoa.
  • Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam memberikan petunjuk terhadap umatnya tentang etika bedoa, seraya bersabda “Jika seseorang dari kamu berdoa, maka mulailah dengan mengagungkan dan memuji Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, lalu berdoa sesuai dengan kehendaknya dari dua kebaikan dunia dan akhirat”.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Tasyahud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa Tasyahud

Hadits 250: Dari Abdullah bin Mas’ud Rhadhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menoleh ke arah kami lalu bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian shalat, hendaklah ia mengucapkan,

Attahiyyatulillahi, washolatu, wathoyibatu, assalamu alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuhu, assalamu’alaina wa’ala ‘abdillahi sholihina, asyhaduala ilaha illallahi, wa asyhaduanna muhammadan ‘abduhu warosuluhu.

‘Segala penghormatan hanya milik Allah dan juga shalawat dan kebaikan (milik-Nya), semoga kesejahteraan (terlimpah) kepadamu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan berkah-Nya, semoga kesejahteraan terlimpah kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya-‘.

Kemudian hendaklah ia memilih doa yang ia sukai lalu berdoa-” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Lafazh ini riwayat Bukhari.

Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mengajarinya tasyahud dan memerintahkannya untuk mengajarkan kepada orang-orang.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu dia berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengjari kami tasyahud (yaitu):

Attahiyyatul mubarakatu, sholawatu thoyiibatulillahi, …. illa akhiri.

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat-shalawat yang penuh kebaikan milik Allah …..”

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Dzikir ini disebut tasyahud, berasal dari lafazh syahadatain yang terkandung di dalamnya, kedua syahadat ini merupakan bagian terpenting
  • Tasyahud ini dibaca satu kali dalam shalat yang dua rakaat, sedangkan dalam shalat yang tiga atau empat rakaat dibaca dua kali.
  • Tasyahud pertama : Hukumnya wajib menurut madzhab Hanafi dan Hambali; sunnah menunrut madzhab lainnya
  • Tasyahud bersumber dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh 24 sahabat dengan berbagai redaksi. semuanya boleh diamalkan.
  • Al Bazzar mengatakan, “Menurutku, hadist yang paling shahih tentang tasyahud adalah hadits Ibnu Mas’ud.
  • Muslim mengatakan, “Orang-orang sepakat pada tasyahud Ibnu Mas’ud, karena para sahabat tidak saling menyelisihi, sedangkan yang lainnya kadang menyelisihi sahabatnya yang lain”.
  • Adz-Dzahabi mengatakan “Itu (riwayat Ibnu Mas’ud) riwayat yang paling shahih tentang tasyahud”.
  • At-Tirmidzi mengatakan, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan tabi’on mengamalkannya.
  • Abu Hanifah, Ahmad dan jumhur ulama mengatakan, “Tasyahud Ibnu Mas’ud lebih utama, pendapat ini banya yang mengukuhkannya, diataranya adalah disepakati ke-shahihannya dan me -mutawatir-annya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Cara bersujud yang benar

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara bersujud yang benar

Hadits 248: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. TIga Imam Hadist).

Hadist ini lebih kuat daripada hadits yang diriwayatkan dari Wail bin Hjur, “Aku melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, apabila sujud beliau meletakan kedua lututnya sebelum beliau meletakkan kedua tangannya”. (HR. Empat Imam hadits).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Ada tiga hadits tentang sifat turun (merunduk) untuk sujud:
  • Hadist Abu Hurairah: “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya” (hadits marfu’)
  • Hadits Ibnu Umar: Nafi’ mengatakan, bahwa Ibnu Umar meletakkan kedua tangannya dipermukaan kedua lututnya (HR. Bukhari, hadits mu’allaq & mauquf)
  • Hadits Wail bin Hujr: “Apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya” (hadits marfu’).
  • Hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar sama-sama menyatakan bahwa yang lebih utama adalah sampainya kedua tangan ke lantai (landasan shalat) sebelum kedua lutut, sedangkan hadits Wail bin Hujr kebalikannya, yakni bahwa yang utama adalah sampainya kedua lutut lebih dulu daripada kedua tangan.
  • Sebagian ulama lebih mengunggulkan hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar daripada hadits Wail bin Hujr. Mereka mengatakan, “Lutut unta terletak di tangannya, dan itulah yang lebih dulu turun ke tanah (ketika hendak menderum), sedangkan manusia lututnya berada di kakinya, maka tidak selayaknya lutut itu sampai (ke tanah) sebelum tangan. Jadi larangan itu terletak pada lutut, yaitu agar tidak mendahului turun ke tanah. Walaupun letak lutut itu berbeda antara unta dan manusia, dan selama yang lebih dulu sampai ke tanah adalah lutut unta yang berada di tangannya, maka selayaknya yang lebih dulu sampai ke tanah dari manusia adalah tangannya. Demikian berdasarkan konteks hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar.”
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam hadits Abu Hurairah terdapat “pembalikan” dari perawi, yaitu ia mengatakan, “Hendaklah meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya,” padahal aslinya adalah, “Hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.” Ini ditunjukkan oleh hadits yang pertama, yaitu, ” Maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta.” Karena menderumnya unta yang diketahui umum adalah mendahulukan kedua tangannya daripada kakinya, maka beliau melarang manusia menjadikan bagian atas tubuhnya lebih dulu sampai ke tanah sebagaimana kebiasaan unta, jadi, hendaknya manusia menyelisihi unta, yaitu yang diturunkan lebih dahulu dari tubuhnya adalah kedua lututnya yang memang berada di kakinya, kemudian tangannya, kemudian wajah dan hidungnya’ Inilah yang benar dari kesimpulan hadits-hadits tadi. Dengan begitu hilanglah dugaan adanya persilangan antar hadits-hadits tersebut.
  • Mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa yang lebih utama adalah meletakkan lutut terlebih dahulu, kernudian tangan berdasarkan hadits Wail bin Hujr.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Qunut

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa Qunut

Hadits 247: Dari Al Hasan Bin Ali Radhiallahu Anhuma, dia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajariku kalimat-kalimat yang aku ucapkan di dalam qunut witir, (Yaitu):

“Allahummahdinii fii man hadait, Wa’aafinii fiiman ‘aafait, Wa tawallanii fii man talawallait, Wa baarik lii fii maa a’thait, Wa qinii syarra maa qadhait, Fa inaaka taqdhii laa yuqdhaa ‘alaik, Wa innahu laa yadzillu man waalait, Tabaarakta rabbannaa wa ta’aalait”

“Ya Allah, tunjukilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau tunjuki. Selamatkanlah bersama orang-orang yang telah Engkau selamatkan. Lindungilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau lindungi. Berkahilah pada apa yang telah Enkau anugerahkan kepadaku. Peliharalah aku dari keburukan yang telah Enkau takdirkan. Karena sesungguhnya, Engkaulah yang menjatuhkan qadha dan tidak ada yang menjatuhkan qadha terhadap-Mu. Sesungguhnya tidak akan terhina oerang yang Engkau bela. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau” (HR. Lima Imam Hadist). (Hadist ini shahih)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkan qunut dalam shalat witir, dan bahkan disunnahkan
  • Disunnahkannya doa ini yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat. Doa ini pun diriwayatkan dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sehingga merupakan doa yang sangat utama.
  • Jumhur ulama menganjurkan untuk mengantkat kedua tangan saat berdoa.

Wallahu Ta’ala A’lam

Rasulullah membaca Doa Qunut

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Rasulullah membaca Doa Qunut

Hadits 244: Dari Anas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam pernah membaca qunut setelah ruku selama sebulan penuh, yang mana beliau mendoakan kebinasaan untuk sebagian suku Arab. Kemudian beliau meninggalkannya (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Dalam riwayat Ahmad dan Ad-Daruquthni ada hadist yang seperti ini dari jalur lain, dan ada tambahan, “Adapun dalam shalat Subuh, beliau selalu membaca qunut sampai beliau wafat.”

Peringkat Hadist

Tambahan dalam riwayat Ahmad dan Ad-Daruquthni dinilai shahih oleh Al Hakim. Ibnu Daqiq Al Id pun cenderun menilainya shahih, namun di dalam sanadnya terdapat Isa bin Haman, seorang yang hafalannya buruk, sementara Ar-Rabi’ bin Anas sering menduga-duga.

Hadist 245: Dari Anas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah membaca qunut kecuali bila mendoakan kebaikan untuk suatu kaum atau mendoakan kebinasaan untuk suatu kaum. (Dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah).

Hadist 246: Dari Sa’ad bin Thariq Al Asyja’i Radhiallahu, dia berkata: Aku berkata kepada ayahku, “Wahai ayah, sungguh engkau telah shalat di belakang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Apakah mereka membaca qunut di dalam Shalaat Fajar (Subuh)? Dia menjawab, “Wahai anakku, itu adalah mengada-ada” (HR. Lima Imam hadist) kecuali Abu Daud.

Peringkat Hadist:

Hadist ini hasan. Di dalam At-Talkhish dijelaskan, “Hadist ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ia menilai Hadist ini hasan shahih. Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abu Malik AI Asyaja’i dari ayahnya yang isnadnya hasan. Menurut penulis, hadist ini dinilai shahih juga oleh Ibnu Hibban.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Qunut yang dimaksud di sini adalah doa setelah ruku pada rakaat terakhir pada shalat yang lima dan witir
  • Ulama telah sepakat bahwa melakukan dan atau meninggalkannya tidak membatalkan shalat. Sedang perbedaan pendapat di kalangan mereka adalah tentang sunnahnya meninggalkan qunut atau memisahkannya.
  • Hadist Anas (244) menyebutkan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wasallam membaca qunut dalam shalat yang lima waktu selama satu bulan, beliau memohon kebinasaan untuk beberapa kabilah Arab.
  • Ad-Daruquthni menambahkan: Bahwa beliau masih terus membaca qunut hingga wafat. Ini bertolak belakang dengan riwayat yang terdapat di dalam Ash-Shahihain.
  • Hadist Anas (245) menyebutkan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak pernah membaca qunut kecuali bila memohon kebaikan untuk suatu kaum atau memohon kebinasaan untuk suatu kaum.
  • Hadist Thariq Al Asyja’i (246) menyebutkan ayahnya pernah shalat bersama Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan khulafaur rasyidin yang empat, semuanya tidak pernah membaca qunut ketika shalat Subuh, bahkan itu dianggap sebagai perkara yang diada-adakan.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama

  • Secara umum, ulama telah sepakat sunnahnya qunut.
  • Madzhab Hanafi berpendapat, “Wajib qunut di dalam shalat witir”
  • Madzhab Hambali berpendapat,” Sunnahnya qunut di dalam shalat witir”
  • Madzhab Maliki dan Asy-Syafi’i berpendapat, “Sunnahnya qunut di dalam shalat Subuh”.
  • Madzhab Asy-Syafi’i, Hanafi, Hambali berpendapat sunnahnya qunut didalam shalat fardhu kertika terjadinya bencana pada kaum muslimin. Namun madzhab Hanafi mengkhususkan hanya pada shalat Jahr.
  • Syaikh Taqiyuddin mengatakan, “Ada tiga pendapat ulama mengenai qunut. Yang paling benar adalah, bahwa qunut itu sunnah ketika diperlukan”.
  • Syaikh Al Mubarakfury mengatakan, “Qunut tersebut disebut qunut nawzil, namun dalam shalat fardhu tidak ada tuntunan qunut selain itu. Ini memang dikhususkan pada hari-hari genting dan ketika terjadinya peristiwa menakutkan atau bencana.
  • Syaikhul Islam mengatakan,” Tidak membaca qunut selain pada shalat witir, kecuali bila ada bencana yang menimpa kaum muslimin. Pada situasi itu setiap orang membaca qunut dalam semua shalat, hanya saja, dalam shalat Subuh dan Maghrib lebih ditekankan karena keselarasannya dengan bencana itu. Barangsiapa yang mengkaji As-Sunah, maka ia akan benar-benar mengetahui bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak terus-menerus membaca qunut dalam salah satu shalatnya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Duduk istirahat sejenak pada rakaat ganjil sebelum berdiri

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Duduk istirahat sejenak pada rakaat ganjil sebelum berdiri

Hadits 243: Dari Malik bin AL Huwarits Radhiallahu Anhu: Bahwa ia melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam ketika sedang shalat. Saat beliau dalam hitungan rakaat ganjil dari shalatnya, beliau tidak langsung berdiri sehingga beliau duduk terlebih dahulu (HR. Bukhari).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist ini menunjukan disunnahkannya duduk tersebut. Yakni, orang yang shalat ketika hendak berdiri setelah rakaat ganjil, misalnya ketika hendak berdiri setelah selesai rakaat pertama atau rakaat ketiga, maka ia duduk terlebih dahulu, yaitu diantara sujud kedua dengan bangkit (untuk berdiri), baru kemudian bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua.
  • Duduk tersebut dilakukan hanya sejenak, demikian menurut orang yang mengggapnya sunnah.
  • Pendapat yang masyur dari Imam Asy-Syafi’i adalah sunnahnya duduk istiraha, sementara ketiga imam lainnya tidak menganggapnya sunnah.
  • Dalil ketiga imam yang memandang tidak sunnahnya adalah hadist At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, “Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bangkit dengan (mendirikan) bagian depan telapak kakinya”.
  • Syaikh Abdurahman bin Sa’di mengatakan, Pendapat yang paling benar mengenai duduk istirahat adalah, bahwa itu sunnah bagi yang memerlukannya, dan sunnah meninggalkannya bagi yang tidak membutuhkannya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa duduk di antara dua Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa duduk di antara dua Sujud

Hadits 242: Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mengucapkan di antara dua sujud, Allahummagfirlii warhamnii wahdinii wa’afinii warzuknii “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, tunjukilah aku (kejalan yang benar), selamatkantah aku dan berilah aku rezeki (yang halal).” (HR. Empat Imam hadits) kecuali An-Nasa’i. Lafazh hadits ini dari Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Hakim.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkannya doa tersebut ketika duduk di antara dua sujud.
  • Madzhab Hanafi: Tidak menganggap sunnahnya doa tersebut ketika duduk di antara dua sujud. Menurut mereka, hukumnya boleh.
  • Dizkir ini hukumnya sunnah menurut ketiga imam lainnya (Ahmad, Malik dan Asy-Safi’i)
  • Golongan Hambali berpendapat, “Bahwa Rabbigfir lii’ wajib diucapkan satu kali, dan minimum yang sempurna adalah tiga kali. Adapun kalimat tambahannya adalah sunnah.
  • Redaksi doa tersebut menurut golongan Maliki, Syafi’i dan Hambali: “Rabbigfir lii warhamnii wajburnii warzuqnii wahdinii”

Wallahu Ta’ala A’lam

Merenggangkan jari-jari tangan saat Ruku dan merapatkannya saat Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Merenggangkan jari-jari tangan saat Ruku dan merapatkannya saat Sujud

Hadits 239: Dari Al Barra’ bin Azib Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila engkau sujud, maka letakanlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikutmu” (HR. Muslim).

Hadist 240: Dari Wali bin Hujr Radhiallahu Anhu: Bahwa Apabilah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam ruku, beliau merenggangkan jari-jari tangannya dan apabila sujud beliau merapatkan jari-jari tangannya (HR. Al Hakim)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist Al Barra’ menunjukan bahwa diwajibkan bagi orang yang shalat untuk meletakan kedua telapak tangannya di lantai (landasan shalat) ketika sujud.
  • Hadist ini menunjukan sunnahnya mengangkat (merenggangkan) kedua sikut dari lantai dan makruhnya meletakan sikut seperti binatang buas saat sedang istriahat (yang membentangkan kedua kaki depannya dengan menempel pada tanah).
  • Hadist Wali menunjukan sunnahnya memantapkan penempata tangan pada lutut ketika ruku.
  • Sunnahnya merenggangkan jari-jari tangan di atas lutut, karena hal ini yang lebih mantap dalam ruku dan bisa menghasilkan ratanya pungung dengan kepala.

Hadist 241: Dari Aisyah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallalhu Alaihi Wasallam shalat dengan duduk bersila (HR. An-Nasai’) dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam pernah melakukan duduk seperti ini setelah beliau terjatuh dari kudanya dan kakinya terkilir.
  • Hadist ini menunjukan cara duduk orang yang cacat ketika shalat sambil duduk.
  • Duduk besila adalah posisi khusus sebagai pengganti posisi berdiri yang benar, jadi tidak untuk semua dudu di dalam shalat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Merenggangkan kedua tangan saat Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Merenggangkan kedua tangan saat Sujud

Hadits 238: Dari Ibnu Buhainah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam apabila shalat lalu sujud beliau merenggangkan kedua tangannya sehingga tampak putihnya ketiak beliau. (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika sujud adalah merenggangkan kedua tangan sehingga tampak putihnya ketiak beliau.
  • Disunnahkan sujud dengan cara seperti itu, karena cara itu menunjukkan kesemangatan dan kekuatan.
  • Disebutkan dalam Ar-Raudh Al Murabba’ wa Hasyiyatuh, “Hendaknya orang yang sujud menjauhkan kedua lengannya dari pinggangnya, menjauhkan perutnya dari pahannya dan menjauhkan pahanya dari betisnya, selama hal itu tidak mengganggu orang lain (yang di sebelah atau di depan atau di belakangnya). Sikap seperti itu adalah agar masing masing anggota tubuh berdiri sendiri dengan penghambaannya di samping hal itu bisa menggiatkan dari kondisi malas.”
  • Hadist ini menunjukan bahwa ketiak tidak termasuk aurat di dalam shalat, dan bahwa terlihatnya ketiak tidak melanggar etika umum ditengah masyarakat.
  • Cara sujud seperti yang disebutkan di dalam hadist selayaknya dilakukan selama itu tidak menganggu orang yang shalat di sebelahnya, tapi bila itu menganggunya karena mempersempit tempatnya dan memepetnya, maka tidak selayaknya dilakukan.

Wallahu Ta’ala A’lam