Keutamaan Shalat Berjamaah – Bagian 3

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Berjamaah

Hadits 322: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata Rasulullah bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah sahalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada pada keduanya, pasti mereka mendatanginya walaupun dengan merangkak” (HR. Mutaffaq ‘Alaih).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntuku ke mesjid,” Maka beliau pun memberinya rukhshah (mengizinkannya tidak ikut berjama’ah). Namun ketika ia beranjak (pulang), beliau memanggilya lalu bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan (adzan) shalat?” ia menjawab “Ya” Beliau pun berkata, “Kalau begitu, penuhilah“. (HR Muslim)

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keutamaan Shalat Berjamaah – Bagian 2

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Berjamaah

Hadits 321: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh aku pernah bertekad memerintahkan agar dikumpulkan kayu bakar, lalu terkumpul. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimani orang-orang, lalu aku mendatangi kaum laki-laki yang tidak menghadiri shalat kemudian aku bakar rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang dari mereka mengetahui, bahwa ia akan mendapatkan tulang yang bedaging tebal (gemuk) atau dua tulang rusuk yang baik, maka ia pasti akan menghadiri shalat Isya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari hadits:

  • Shalat berjama’ah di masjid hukumnya fardhu ‘ain bagi laki-laki yang baligh; demikian menurut pendapat yang benar dari para ulama.
  • Keutamaan shalat Isya dan shalat Subuh (berjama’ah); karena adanya kesulitan dalam menghadirinya disamping pahalanya yang besar
  • Hadits ini menunjukan tentang kaidah syar’iyyah: “Meninggalkan kerusakan lebih didahulukan daripada meraih kemaslahatan”.
  • Maslahat yang dicapai dengan memberlakukan hukuman terhadap orang-orang yang meninggalkan jama’ah bisa menyebabkan kerusakan, yaitu tersiksanya orang-orang yang semestinya tidak dihukum, mereka itu adalah: para wanita dan anak-anak. Karena itulah, maslahat tersebut diabaikan untuk menahan terjadinya kerusakan ini.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama:

Shalat jama’ah disyariatkan. Akan tetapi ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya:

  • Imam tiga (Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi’i) berpendapat, “Bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah mu’akkaddah (sunnah yang sangat di anjurkan), bukan wajib“.
  • Imam Ahmad berpendapat, “Bahwa sahalat jama’ah hukumnya wajib atas setiap orang, walaupun tidak di masjid“.
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Orang-orang yang meneliti As-Sunnah, akan jelas baginya, bahwa melaksanakannya di masjid hukumnya fardhu ‘ain; karena Nabi ﷺ pernah berkata kepada seorang yang buta, “Apakah engkau mendengar seruan (adzan)?”, ia menjawab, “Ya“. Belia bersabda, “Kalau begitu penuhilah (datangilah)“.
  • Ibnu Mas’ud mengatakan, “Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat yang lima ini dengan melakukannya dimana saja diserukannya … tidak seroang pun yang meninggalkan shalat berjama’ah (pada masa kami) kecuali orang munafik yang sudah jelas kemunafikannya
  • Ibnu Abbas mengatakan tentang laki-laki yang tidak mengikuti shalat berjama’ah, bahwa ia di neraka.
  • Syaikhul Islam mengatakan “Wajibnya shalat jama’ah atas setiap orang adalah Ijma’ (konsensus) para sahabat dan para imam Salaf, dan itu yang ditunjukan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keutamaan Shalat Jama’ah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Jama’ah

Hadits 320: Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat berjama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Dua puluh lima bagian.”

Hal-Hal Penting dari hadits:

  • Maksud dari hadits, bahwa yang diperoleh dari shalat jama’ah itu sama dengan dua puluh tujuh kali pahala yang diperoleh dari shalat sendirian.
  • Yang dimaksud dengan sendirian adalah shalat sendirian di rurnahnya tanpa udzur. Adapun yang mempunyai udzur maka pahalanya sempurna.
  • Sebagaimana hadits riwayat Bukhari “Apabila seorang hamba sedang sakit atau berpergian, maka dicatat baginya (pahala) amal seperti yang biasa ia lakukan ketika ia sedang sehat dan mukim (tidak berpergian)
  • Bahwa berjama’ah bukan syarat sahnya shalat; karena shalat sendirian tetap sah, namun ia berdosa bila tidak ada udzur dalam meninggalkan jama’ah.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Pendahuluan – Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Pendahuluan

  • Disebut Jama’ah karena berkumpulnya orang-orang untuk melakukan shalat dalam satu waktu dan tempat.

Pendapat Shalat Jama’ah hukumnya Sunnah

  • Imam yang tiga, yakni Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi’i berpendapat, Bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah, tidak wajib, berdasarkan keterangan yang tedapat dalam Ash-Shahihain “Shalat jama’ah lebih utama dua puluh lima derajat daripada shalat sendirian“.
  • Jadi shalat jamaah itu mengandung keutamaan. Dan Nabi ﷺ pun tidak mengingkari dua laki-laki yang mengatakan, “Kami sudah shalat di rumah kami

Pendapat Shalat Jama’ah hukumnya Wajib

  • Imam Ahmad berpendapat, “Shalat jama’ah hukumnya wajib untuk shalat yang lima waktu bagi laki-laki mukalaf”. Pendapat ini pun dilontarkan oleh ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in.
  • Dalil mereka: Keterangan yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi ﷺ bersabda “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh aku pernah bertekad memerintahkan agar dikumpulkan kayu bakar ….” hingga akhir hadits
  • Diriwayatkan, bahwa ada sesorang laki-laki buta yang meminta izin kepada beliau untuk shalat di rumahnya karena tempatnya jauh, namum beliau ﷺ mengatakan “Aku tidak menemukan rukhshah (dispensasi) bagimu (HR. Abu Daud 553).
  • Syaikhul Islam menegaskan dengan mengatakan, “Sesungguhnya berjama’aah itu merupakan syarat sahnya shalat, maka shalat menjadi tidak sah tanpa berjama’ah”
  • Al Muwaffaq Ibnu Qaddamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada seseorang yang mengharuskan mengulangi shalat pada orang yang sudah melaksanakan secara sendirian.
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Orang yang sungguh – sungguh mengamati As-Sunnah akan jelas baginya bahwa melakukan shalat berjama’ah di masjid hukumnya wajib bagi setiap orang, kecuali yang berhalangan sehingga membolehkannya meninggalkan jama’ah”.
  • Syaikh Taqiyyudin mengatakan, “Shalat di masjid merupakan simbol dan ciri agama yang terbesar, maka meninggalkannya berarti menghapus jejak shalat”.

Hikmah Shalat Berjama’ah di Masjid

  • Allah ﷻ telah mensyariatkan bagi umat Muhammad ﷺ perkumpulan-perkumpulan yang diberkahi pada waktu-waktu tertentu.
  • Diantaranya pada shalat-shalat fardhu, yang mana para warga kampung berkumpul di satu masjid, saling berkenalan dan saling bersatu
  • Pada shalat Jum’at dimana warga negeri atau warga kampung berkumul di masjid besar dengan tujuan yang mulia
  • Pada setia tahun: shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang mana warga berkumpul disatu lapangan
  • Berkumpul para duta kaum muslim dari pelbagai penjuru dunia di Arafah dan semua tempat pelaksanaan haji, untuk bekerjasama, persatuan, musywarah, tukar pikiran, dan pendapat, yang semuanya itu mendatangkan kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslim.
  • Diantara faidah: persatuan dan saling mengenal, pengajaran yang jahil oleh yang alim, persaingan dalam amal-amal yang baik, simpati yang kuat terhadap yang lemah, simpati yang kaya terhadap yang miskin, dan sebagainya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sifat Shalat untuk Orang Sakit

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Sifat Shalat untuk Orang Sakit

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

Hadits 263: Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda kepadaku “Shalatlah kamu sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka shalatlah sambil duduk, dan jika tidak mampu, maka sambil shalatlah kamu sambil berbaring .” (HR. Bukhari).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukkan ketentuan shalat wajib bagi orang sakit, ia dapat melakukannya sambil berdiri jika ia mampu berdiri, karena berdiri termasuk salah satu rukun shalat wajib, meskipun dilakukan dengan bersandar kepada sesuatu, seperti: tongkat, dinding atau lainnya.
  • Jika ia tidak mampu berdiri atau kesulitan melakukannya, hendaklah ia shalat sambil duduk meskipun dengan bersandar, kemudian ia ruku dan sujud sesuai kemampuannya.
  • Jika ia tidak mampu duduk atau kesulitan melakukannya, hendaklah ia shalat sambil berbaring, dan bagian yang sebelah kanan adalah lebih utama. Jika ia shalat sambil telentang menghadap kiblat maka shalatnya dinilai sah. Jika tidak mampu berbaring, maka ia shalat dengan isyarat anggukan kepalanya, dan isyarat sujudnya lebih menunduk dari isyarat rukunya untuk membedakan di antara kedua rukun tersebut, dan sujud itu lebih rendah dari ruku.

Hadits 264: Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ, bersabda kepada seseorang yang sakit yang shalat di atas bantal, kemudian Nabi ﷺ  menyingkirkannya, seraya bersabda, “Shalatlah di atas bumi jika kamu mampu, dan jika kamu tidak mampu maka shalatlah dengan isyarat (menundukan kepala) dan jadikanlah sujudmu lebih rendah daripada rukumu” (HR. AL Baihaqi)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia shalat sambil duduk.
  • Orang sakit cukup berisyarat dengan menjadikan sujudnya lebih rendah dari rukunya.
  • Makruh bagi orang yang shalat mengangkat (mendekatkan) sesuatu yang dijadikan sebagai alat sujud, karena hal itu memberatkan, dan Allah tidak mengijinkannya, tetapi hendaklah seseorang shalat sesuai kemampuannya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Mengikuti cara shalat Rasulullah ﷺ 

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Mengikuti cara shalat Rasulullah ﷺ 

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Hadits 262: Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukan bahwa sejumlah perbuatan dan perkataan Nabi ﷺ dalam shalat di dalamnya mengandung penjelasan terhadap permasalahan global dari suatu perintah yang tertera dalam Al-Qur’an Al Karim dan sejumlah hadits.
  • Kewajiban manusia mengikuti Nabi ﷺ dalam urusan yang dilakukan beliau dalam shalat, setiap perbuatan dan perkataan beliau harus dilakukan oleh umatnya, kecual ada dalil lain yang mengecualikan hal tersebut.
  • Shalat Nabi ﷺ adalah shalat yang lengkap dan sempuma, barangsiapa mengikutinya maka ia telah menyempurmakan shalat dan ibadahnya kepada Tuhannya.
  • Wajib memperhatikan shalat, memperbaikinya dan mendalaminya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Membaca Ayat Kursiy

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Membaca Ayat Kursiy

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلاَ الْمَوْتُ». رَوَاهُ الْنَّسَائيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.

Hadits 261: Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat fardhu, maka tiada yang menghalanginya masuk surga kecuali maut (kematian).” (HR. An-Nasai dan disahihkan oleh Ibnu Hibban)

وَزَادَ فِيْهِ الطَّبْرَانِي وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Ath-Thabrani menambahkan, “Dan bacalah surah Al-Ikhlas.”

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Adapun keutamaan ayat agung tersebut, karena di dalamnya meliputi sebagian nama-nama Allah yang baik, sejumlah sifat Allah yang Agung, Ke-Esaan, Hidup yang sempurna, Wujud yang abadi, Ilmu yang luas, Kerajaan yang menyeluruh, Kekuasaan yang besar, Penguasa yang adil, dan Kehendak yang terwujud.
  • Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, “Ayat manakah yang paling agung dalam kitab Allah (Al-Qur’an)?’ Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Ubay mengatakannya berulang-ulang, hingga Ubay pun menjawab,
    Ayat Al Kursiy”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ilmu itu menkhususkanmu, wahai Abu Al Mundzir! (panggilan lain Ubay)”
  • Adapun salah satu keutamaan surah Al-Ikhlas, dalam Shahih Bukhari dari hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata “‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, Apakah seseorang dari kalian tidak sanggup membaca Al-Qur’an dalam satu malam?. Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, adakah dari kami yang mampu melakukan hal itu?” Rasulullah pun bersabda “Allaah Al Waahid Ash Shamadu (surat Al-Ikhlas) adalah sepertiga dari Al-Qur’an“.
  • Dalam hadits tersebut terdapat anjuran mernbaca ayat yang agung tadi (ayat Kursiy) dan surah yang mulia tersebut (Al Ikhlaash) setelah selesai setiap shalat wajib yang dengan keduanya maka dzikimya kepada Tuhannya menjadi sempuma dan dengan keduanya sesuatu yang kurang dalam shalatnya dapat dilengkapi, kemudian hendaklah ia memperbaharui keimanannya setiap hari lima kali yaitu dengan membaca nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifaf-Nya yang agung.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa usai shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa usai shalat

Hadits 260: Dari Mu’adz bin Jabal Rhadiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, “Wahai Mu’adz, aku berwasiat kepadamu, ‘Janganlah kamu meninggalkan di setiap selesai shalat (wajib) membaca:

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

‘Ya Allah, bantulah aku untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu’

(HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i) dengan sanad yang kuat.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Doa tersebut sangat dianjurkan setelah shalat wajib lima waktu
  • Mayoritas ulama berpendapat doa tersebut dibaca setelah salam. Sekelompok ulama berpendapat setelah salam
  • Keutamaan sejumlah kalimat yang penuh berkah dan kebaikan, yang meliputi kebaikan dunia dan akhirat tersebut yang di dalamnya berisi pertolongan dari Allah Ta’alla untuk tetap mengingat-Nya, mensyukuri nikmat-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan baik; dimana semestinya seorang muslim beribadah kepada Tuhannya seakan-akan ia melihat-Nya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa yang diajarkan Rasulullah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa yang diajarkan Rasulullah

Hadits 254: Dari Abu Bakar Ash-Shidiq Rhadiallahu Anhu: Bahwa dia berkata kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Ajarkanlah kepadaku sebuah doa yang akan aku panjatkan dalam shalatku. “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,” Katakanlah:

Allahumma inni zhalamtu nafsii zhulman katsiraa, Wa laa Yaghfirudz-Dzunuba Illaa Anta, Faghfirlii maghfiratan min ‘indika, Warhamnii, Innaka Anta Ghafuurru-Rahim

“Ya Allah, aku telah menzhalimi diriku dengan kezhaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mangampuni dosa-dosa selain Engkau, maka berikanlah kepadaku pengampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist ini menjadi dalil disyariatkannya doa tersebut dalam shalat secara mutlak tanpa ditentukan tempatnya.
  • Salah satu tempat doa tersebut adalah setelah tasyahud serta shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, berdasarkan sabda Nabi, “Kemudian pilihlah doa sesuai kehendaknya”.
  • Dalam hadits tersebut terkandung anjuran supaya menuntut ilmu serta sering bertanya kepada para ulama, terutama persoalan yang sangant penting dan sejumlah hal yang dikehendaki.
  • Kewajiban seorang guru memberikan nasihat kepada muridnya dan membimbingnya kejalan yang lebih bermafaat baginya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Memohon Perlindungan kepada Allah dari empat hal

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Memohon Perlindungan kepada Allah dari empat hal

Hadits 253: Dari Abu Hurairah Rhadiallahu Anhu, dia berkata: Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Ketika seseorang dari kalian membaca tasyahud, maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara, seraya membaca (doa):

Allahuma Innii A’uudzubika min ‘Adzaabi Jahannam, Wa min ‘Adzabilqabri, Wa min Fitnailmahyaa Walmamaati, Wa min syarri fitnatil masiihi Dajjal”.

‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan adab neraka, adzab kubur, fitnah hidup dan fitnah mati, serta fitnah Al Masih Ad-Dajjal. ” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim, “Jika seseorang dari kalian telah selesai membaca tasyahud akhir …. “

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkannya tasyahud akhir dalam shalat dan sebagaimana telah dijelaskan bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang telah mewajibkannya dan mewajibkan shalawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam di dalamnya.
  • Dianjurkannya berdoa setelah tasyahud dan juga shalawat untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam saat duduk tersebut, yaitu yang berada pada penghujung akhir shalat.
  • Dianjurkan berdoa dengan doa yang bersumber dari Nabi shalallahu alaihi wasallam dan memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari empat keburukan yang merupakan sumber petaka dan keburukan.
  • Doa tersebut khusus (dipanjatkan) dalam tasyahud akhir berdasarkan riwayat Muslim, “Jika salah seonng dari kamu selesai dari tasyahud akhir….” dimana tidak dikatakan kecuali setelah tasyahud dan shalawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam.
  • Terkait dengan duduk terakhir dalam shalat, maka disusun dzikir dan doa di dalamnya dengan susunan yang baik, yang sejalan dengan etika berdoa, yaitu dimulai dengan sanjungan kepada Allah dan menyebutkan sejumlah pujian untuk Nya, kemudian membaca shalawat serta salam kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam, kemudian berdoa, dan doa tidak akan mendatangkan buahnya kecuali dangan terpenuhi sejumlah pendahuluan tersebut.

Wallahu Ta’ala A’lam