Doa Qunut

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa Qunut

Hadits 247: Dari Al Hasan Bin Ali Radhiallahu Anhuma, dia berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajariku kalimat-kalimat yang aku ucapkan di dalam qunut witir, (Yaitu):

“Allahummahdinii fii man hadait, Wa’aafinii fiiman ‘aafait, Wa tawallanii fii man talawallait, Wa baarik lii fii maa a’thait, Wa qinii syarra maa qadhait, Fa inaaka taqdhii laa yuqdhaa ‘alaik, Wa innahu laa yadzillu man waalait, Tabaarakta rabbannaa wa ta’aalait”

“Ya Allah, tunjukilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau tunjuki. Selamatkanlah bersama orang-orang yang telah Engkau selamatkan. Lindungilah aku bersama orang-orang yang telah Engkau lindungi. Berkahilah pada apa yang telah Enkau anugerahkan kepadaku. Peliharalah aku dari keburukan yang telah Enkau takdirkan. Karena sesungguhnya, Engkaulah yang menjatuhkan qadha dan tidak ada yang menjatuhkan qadha terhadap-Mu. Sesungguhnya tidak akan terhina oerang yang Engkau bela. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau” (HR. Lima Imam Hadist). (Hadist ini shahih)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkan qunut dalam shalat witir, dan bahkan disunnahkan
  • Disunnahkannya doa ini yang mencakup kebaikan dunia dan akhirat. Doa ini pun diriwayatkan dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam sehingga merupakan doa yang sangat utama.
  • Jumhur ulama menganjurkan untuk mengantkat kedua tangan saat berdoa.

Wallahu Ta’ala A’lam

Rasulullah membaca Doa Qunut

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Rasulullah membaca Doa Qunut

Hadits 244: Dari Anas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam pernah membaca qunut setelah ruku selama sebulan penuh, yang mana beliau mendoakan kebinasaan untuk sebagian suku Arab. Kemudian beliau meninggalkannya (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Dalam riwayat Ahmad dan Ad-Daruquthni ada hadist yang seperti ini dari jalur lain, dan ada tambahan, “Adapun dalam shalat Subuh, beliau selalu membaca qunut sampai beliau wafat.”

Peringkat Hadist

Tambahan dalam riwayat Ahmad dan Ad-Daruquthni dinilai shahih oleh Al Hakim. Ibnu Daqiq Al Id pun cenderun menilainya shahih, namun di dalam sanadnya terdapat Isa bin Haman, seorang yang hafalannya buruk, sementara Ar-Rabi’ bin Anas sering menduga-duga.

Hadist 245: Dari Anas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah membaca qunut kecuali bila mendoakan kebaikan untuk suatu kaum atau mendoakan kebinasaan untuk suatu kaum. (Dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah).

Hadist 246: Dari Sa’ad bin Thariq Al Asyja’i Radhiallahu, dia berkata: Aku berkata kepada ayahku, “Wahai ayah, sungguh engkau telah shalat di belakang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali. Apakah mereka membaca qunut di dalam Shalaat Fajar (Subuh)? Dia menjawab, “Wahai anakku, itu adalah mengada-ada” (HR. Lima Imam hadist) kecuali Abu Daud.

Peringkat Hadist:

Hadist ini hasan. Di dalam At-Talkhish dijelaskan, “Hadist ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ia menilai Hadist ini hasan shahih. Diriwayatkan juga oleh An-Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abu Malik AI Asyaja’i dari ayahnya yang isnadnya hasan. Menurut penulis, hadist ini dinilai shahih juga oleh Ibnu Hibban.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Qunut yang dimaksud di sini adalah doa setelah ruku pada rakaat terakhir pada shalat yang lima dan witir
  • Ulama telah sepakat bahwa melakukan dan atau meninggalkannya tidak membatalkan shalat. Sedang perbedaan pendapat di kalangan mereka adalah tentang sunnahnya meninggalkan qunut atau memisahkannya.
  • Hadist Anas (244) menyebutkan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wasallam membaca qunut dalam shalat yang lima waktu selama satu bulan, beliau memohon kebinasaan untuk beberapa kabilah Arab.
  • Ad-Daruquthni menambahkan: Bahwa beliau masih terus membaca qunut hingga wafat. Ini bertolak belakang dengan riwayat yang terdapat di dalam Ash-Shahihain.
  • Hadist Anas (245) menyebutkan bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak pernah membaca qunut kecuali bila memohon kebaikan untuk suatu kaum atau memohon kebinasaan untuk suatu kaum.
  • Hadist Thariq Al Asyja’i (246) menyebutkan ayahnya pernah shalat bersama Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dan khulafaur rasyidin yang empat, semuanya tidak pernah membaca qunut ketika shalat Subuh, bahkan itu dianggap sebagai perkara yang diada-adakan.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama

  • Secara umum, ulama telah sepakat sunnahnya qunut.
  • Madzhab Hanafi berpendapat, “Wajib qunut di dalam shalat witir”
  • Madzhab Hambali berpendapat,” Sunnahnya qunut di dalam shalat witir”
  • Madzhab Maliki dan Asy-Syafi’i berpendapat, “Sunnahnya qunut di dalam shalat Subuh”.
  • Madzhab Asy-Syafi’i, Hanafi, Hambali berpendapat sunnahnya qunut didalam shalat fardhu kertika terjadinya bencana pada kaum muslimin. Namun madzhab Hanafi mengkhususkan hanya pada shalat Jahr.
  • Syaikh Taqiyuddin mengatakan, “Ada tiga pendapat ulama mengenai qunut. Yang paling benar adalah, bahwa qunut itu sunnah ketika diperlukan”.
  • Syaikh Al Mubarakfury mengatakan, “Qunut tersebut disebut qunut nawzil, namun dalam shalat fardhu tidak ada tuntunan qunut selain itu. Ini memang dikhususkan pada hari-hari genting dan ketika terjadinya peristiwa menakutkan atau bencana.
  • Syaikhul Islam mengatakan,” Tidak membaca qunut selain pada shalat witir, kecuali bila ada bencana yang menimpa kaum muslimin. Pada situasi itu setiap orang membaca qunut dalam semua shalat, hanya saja, dalam shalat Subuh dan Maghrib lebih ditekankan karena keselarasannya dengan bencana itu. Barangsiapa yang mengkaji As-Sunah, maka ia akan benar-benar mengetahui bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak terus-menerus membaca qunut dalam salah satu shalatnya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Duduk istirahat sejenak pada rakaat ganjil sebelum berdiri

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Duduk istirahat sejenak pada rakaat ganjil sebelum berdiri

Hadits 243: Dari Malik bin AL Huwarits Radhiallahu Anhu: Bahwa ia melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam ketika sedang shalat. Saat beliau dalam hitungan rakaat ganjil dari shalatnya, beliau tidak langsung berdiri sehingga beliau duduk terlebih dahulu (HR. Bukhari).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist ini menunjukan disunnahkannya duduk tersebut. Yakni, orang yang shalat ketika hendak berdiri setelah rakaat ganjil, misalnya ketika hendak berdiri setelah selesai rakaat pertama atau rakaat ketiga, maka ia duduk terlebih dahulu, yaitu diantara sujud kedua dengan bangkit (untuk berdiri), baru kemudian bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua.
  • Duduk tersebut dilakukan hanya sejenak, demikian menurut orang yang mengggapnya sunnah.
  • Pendapat yang masyur dari Imam Asy-Syafi’i adalah sunnahnya duduk istiraha, sementara ketiga imam lainnya tidak menganggapnya sunnah.
  • Dalil ketiga imam yang memandang tidak sunnahnya adalah hadist At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, “Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bangkit dengan (mendirikan) bagian depan telapak kakinya”.
  • Syaikh Abdurahman bin Sa’di mengatakan, Pendapat yang paling benar mengenai duduk istirahat adalah, bahwa itu sunnah bagi yang memerlukannya, dan sunnah meninggalkannya bagi yang tidak membutuhkannya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa duduk di antara dua Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa duduk di antara dua Sujud

Hadits 242: Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhu: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam mengucapkan di antara dua sujud, Allahummagfirlii warhamnii wahdinii wa’afinii warzuknii “Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, tunjukilah aku (kejalan yang benar), selamatkantah aku dan berilah aku rezeki (yang halal).” (HR. Empat Imam hadits) kecuali An-Nasa’i. Lafazh hadits ini dari Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Hakim.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkannya doa tersebut ketika duduk di antara dua sujud.
  • Madzhab Hanafi: Tidak menganggap sunnahnya doa tersebut ketika duduk di antara dua sujud. Menurut mereka, hukumnya boleh.
  • Dizkir ini hukumnya sunnah menurut ketiga imam lainnya (Ahmad, Malik dan Asy-Safi’i)
  • Golongan Hambali berpendapat, “Bahwa Rabbigfir lii’ wajib diucapkan satu kali, dan minimum yang sempurna adalah tiga kali. Adapun kalimat tambahannya adalah sunnah.
  • Redaksi doa tersebut menurut golongan Maliki, Syafi’i dan Hambali: “Rabbigfir lii warhamnii wajburnii warzuqnii wahdinii”

Wallahu Ta’ala A’lam

Merenggangkan jari-jari tangan saat Ruku dan merapatkannya saat Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Merenggangkan jari-jari tangan saat Ruku dan merapatkannya saat Sujud

Hadits 239: Dari Al Barra’ bin Azib Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila engkau sujud, maka letakanlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikutmu” (HR. Muslim).

Hadist 240: Dari Wali bin Hujr Radhiallahu Anhu: Bahwa Apabilah Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam ruku, beliau merenggangkan jari-jari tangannya dan apabila sujud beliau merapatkan jari-jari tangannya (HR. Al Hakim)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist Al Barra’ menunjukan bahwa diwajibkan bagi orang yang shalat untuk meletakan kedua telapak tangannya di lantai (landasan shalat) ketika sujud.
  • Hadist ini menunjukan sunnahnya mengangkat (merenggangkan) kedua sikut dari lantai dan makruhnya meletakan sikut seperti binatang buas saat sedang istriahat (yang membentangkan kedua kaki depannya dengan menempel pada tanah).
  • Hadist Wali menunjukan sunnahnya memantapkan penempata tangan pada lutut ketika ruku.
  • Sunnahnya merenggangkan jari-jari tangan di atas lutut, karena hal ini yang lebih mantap dalam ruku dan bisa menghasilkan ratanya pungung dengan kepala.

Hadist 241: Dari Aisyah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Aku melihat Rasulullah Shallalhu Alaihi Wasallam shalat dengan duduk bersila (HR. An-Nasai’) dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam pernah melakukan duduk seperti ini setelah beliau terjatuh dari kudanya dan kakinya terkilir.
  • Hadist ini menunjukan cara duduk orang yang cacat ketika shalat sambil duduk.
  • Duduk besila adalah posisi khusus sebagai pengganti posisi berdiri yang benar, jadi tidak untuk semua dudu di dalam shalat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Merenggangkan kedua tangan saat Sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Merenggangkan kedua tangan saat Sujud

Hadits 238: Dari Ibnu Buhainah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam apabila shalat lalu sujud beliau merenggangkan kedua tangannya sehingga tampak putihnya ketiak beliau. (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika sujud adalah merenggangkan kedua tangan sehingga tampak putihnya ketiak beliau.
  • Disunnahkan sujud dengan cara seperti itu, karena cara itu menunjukkan kesemangatan dan kekuatan.
  • Disebutkan dalam Ar-Raudh Al Murabba’ wa Hasyiyatuh, “Hendaknya orang yang sujud menjauhkan kedua lengannya dari pinggangnya, menjauhkan perutnya dari pahannya dan menjauhkan pahanya dari betisnya, selama hal itu tidak mengganggu orang lain (yang di sebelah atau di depan atau di belakangnya). Sikap seperti itu adalah agar masing masing anggota tubuh berdiri sendiri dengan penghambaannya di samping hal itu bisa menggiatkan dari kondisi malas.”
  • Hadist ini menunjukan bahwa ketiak tidak termasuk aurat di dalam shalat, dan bahwa terlihatnya ketiak tidak melanggar etika umum ditengah masyarakat.
  • Cara sujud seperti yang disebutkan di dalam hadist selayaknya dilakukan selama itu tidak menganggu orang yang shalat di sebelahnya, tapi bila itu menganggunya karena mempersempit tempatnya dan memepetnya, maka tidak selayaknya dilakukan.

Wallahu Ta’ala A’lam

Cara bersujud dalam Shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara bersujud dalam Shalat

Hadits 237: Dari ibnu Abbas Radhiallahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk besujud di atas tujuh tulang: (yaitu) Dahi – seraya beliau menunjuk hidungnya dengan tangannya -, kedua tangan, kedua lutut, dan ujung-ujung jari kedua kaki” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Hadist ini menunjukkan wajibnya sujud dalam shalat dengan tujuh anggota sujud, yaitu: dahi dan termasuk hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua kaki (ujung kaki).
  • Jumhur ulama berpendapat, “Wajibnya mengunakan dahi dan hidung”. Ibnu AL Mundzir menuturkan ijma’, “Bahwa sujud itu tidak cukup hanya dengan hidung saja”.
  • Tangan yang dimaksud adalah telapak saja.
  • Dari setiap anggota cukup sebagiannya, baik itu dahi maupun yang lainnya.
  • Bila bersujud di atas penghalang yang menyambung selain anggota (tubuh) sujud, maka ini juga dianggap cukup (sah).

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa bangun dari Ruku

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa bangun dari Ruku

Hadits 235: Dari Abu Sa’id AL Khudri Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam apabila mengangkat kepalanya setelah ruku beliah mengucapkan “Ya Allah ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai TUhan yang layak dipuji dan dimuliakan, yang paling layak dikatakan oleh seorang hamba – dan kami semuanya adalah hamba-Mu – Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada pula yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya (kecuali iman dan amal shalihnya). Hanya dari-Mu kekayaan itu (HR. Muslim).

“Rabbanaa Laka Al Hamdu, Mil’a As-Samaawati wa Al Ardhi, Wa mil’a maa syi’ta min syai’in, Ahlu ats-tsanaa’i wa al majd, Ahaqqu maa qaala al ‘abd, Wa kullunna laka ‘abdun, Allahumma Laa maani’a limaa a’thaita, Wa laa mu’thiya limaa mana’ta, Wa laa yanfa’u dza al jaddi minka al jadd”

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Disyariatkannya dzikir tersebut pada rukun dimaksud, yaitu setelah bangkt dari ruku dan tasmi,
  • Dzikir yang wajib adalah ‘rabbanaa wa lakal hamd’, bila ditambah maka itu lebih utama.

Wallahu Ta’ala A’lam

Mengucapkan Takbir setiap perpindahan rukun Shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Mengucapkan Takbir setiap perpindahan rukun Shalat

Hadits 235: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam apabila berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku, kemudian mengucapkan ‘sami allaahu liman hamidah’ saat beliau menegakkan pungungnya setelah ruku, lalu beliau berdiri tegak sambil mengucapkan ‘rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian bertakbir ketika turun untuk sujud, lalu takbir ketika bangkit mengangkat kepalanya, lalu bertakbir ketika sujud (kedua), kemudian takbir lagi ketika bangkit untuk berdiri (setelah sujud). Selanjutnya beliau melakukan semua ini dalam semua shalat (dalam setiap rakaat). Dan beliau juga bertakbir ketika berdiri dari duduk pada dua rakaat (pertama).” (HR. Muttafaq Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Hadits ini menunjukkan disyariatkannya takbir intiqal (perpindahan) antar rukun shalat pada semua posisi selain pengucapan “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku.
  • Sami’allahu liman hamidah artinya, Allah mengabulkan bagi yang memujiNya. Ucapan ini khusus bagi imam dan orang yang shalat sendirian, tidak termasuk makmum, karena tidak sesuai dengan haknya. Hal ini berdasarkan hadist di dalam Shahih Bukhari (796) dan Shahih Muslim (409) bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda “Apabila imam mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka ucapkanlah ‘rabbanaa wa lakal hamd”.
  • Makmum hanya mengucapkan tahmid ini adalah merupakan pendapat jumhur ulama.
  • Perawi menyebutkan “hiina”, ini menunjukan bahwa takbir itu bersamaan dengan gerakan perpindahan dari satu rukuk ke rukun lainnya, sehingga tidak mendahului permulaan gerakan dan tidak pula terlambat, yakni tidak terlambat mengucapkannya sehingga ketika sampai pada rukun berikutnya ia belum selesai mengucapkan takbir. Jadi, saat takbir itu adalah ketika bergerak antara dua rukun.

Wallahu Ta’ala A’lam

Bacaan Rasulullah dalam ruku dan sujud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Bacaan Rasulullah dalam ruku dan sujud

Hadits 234: Dari Aisyah Rhadiallahu Anha, dia berkata: Saat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam di dalam ruku dan sujud beliau mengucapkan “Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan dengan segala pujuan-pujian kepada-Mu. Ya Allah, ampunilah aku” (Subhaanaka Allahumma Rabbanaa Wabihamdika Allahummagfirlii) (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Imam Ahmad meriwayatkan (36741) dengan sanad yang bersambung hingga Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Setelah diturunkannya ayat, ‘Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan ‘ (Qs’ An-Nashr: 1) kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, apabila ruku beliau sering mengucapkan, ‘subhaanaka allahumma rabbana wabihamdika allahummaghfirlii’ Sebanyak tiga kali.”
  • Dzikir ini sunnah diucapkan ketika ruku dan sujud bersama dengan pengucapan ‘Subhaana rabbiyal ‘Azhiim’ saat ruku dan bersama dengan pengucapan ‘Subhaana rabbiyal a’laa’ saat sujud.
  • Dzikir itu sangat sesuai karena mengandung sikap tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala, penyucian-Nya dari segala bentuk aib dan kekurangan serta penetapan segala bentuk keterpujian bagi-Nya, kemudian setelah ini semua adalah permohonan ampunan. Dengan begitu, sang hamba dalam posisi sangat tunduk dan merendah kepada Allah Ta’alaa sambil ruku dan sujud.
  • Dzikir tersebut hukumnya sunnah, bukan wajib, adapun yang disyariatkan menurut ijma’ adalah ‘Subhaaana robbiyal ‘azhiim’ ketika ruku dan ‘Subhaana rabbiyal a’la’ ketika sujud.

Wallahu Ta’ala A’lam