Sifat Shalat untuk Orang Sakit

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Sifat Shalat untuk Orang Sakit

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

Hadits 263: Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda kepadaku “Shalatlah kamu sambil berdiri. Jika tidak mampu, maka shalatlah sambil duduk, dan jika tidak mampu, maka sambil shalatlah kamu sambil berbaring .” (HR. Bukhari).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukkan ketentuan shalat wajib bagi orang sakit, ia dapat melakukannya sambil berdiri jika ia mampu berdiri, karena berdiri termasuk salah satu rukun shalat wajib, meskipun dilakukan dengan bersandar kepada sesuatu, seperti: tongkat, dinding atau lainnya.
  • Jika ia tidak mampu berdiri atau kesulitan melakukannya, hendaklah ia shalat sambil duduk meskipun dengan bersandar, kemudian ia ruku dan sujud sesuai kemampuannya.
  • Jika ia tidak mampu duduk atau kesulitan melakukannya, hendaklah ia shalat sambil berbaring, dan bagian yang sebelah kanan adalah lebih utama. Jika ia shalat sambil telentang menghadap kiblat maka shalatnya dinilai sah. Jika tidak mampu berbaring, maka ia shalat dengan isyarat anggukan kepalanya, dan isyarat sujudnya lebih menunduk dari isyarat rukunya untuk membedakan di antara kedua rukun tersebut, dan sujud itu lebih rendah dari ruku.

Hadits 264: Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ, bersabda kepada seseorang yang sakit yang shalat di atas bantal, kemudian Nabi ﷺ  menyingkirkannya, seraya bersabda, “Shalatlah di atas bumi jika kamu mampu, dan jika kamu tidak mampu maka shalatlah dengan isyarat (menundukan kepala) dan jadikanlah sujudmu lebih rendah daripada rukumu” (HR. AL Baihaqi)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang sakit yang tidak mampu berdiri, maka ia shalat sambil duduk.
  • Orang sakit cukup berisyarat dengan menjadikan sujudnya lebih rendah dari rukunya.
  • Makruh bagi orang yang shalat mengangkat (mendekatkan) sesuatu yang dijadikan sebagai alat sujud, karena hal itu memberatkan, dan Allah tidak mengijinkannya, tetapi hendaklah seseorang shalat sesuai kemampuannya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Mengikuti cara shalat Rasulullah ﷺ 

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Mengikuti cara shalat Rasulullah ﷺ 

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Hadits 262: Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadits tersebut menunjukan bahwa sejumlah perbuatan dan perkataan Nabi ﷺ dalam shalat di dalamnya mengandung penjelasan terhadap permasalahan global dari suatu perintah yang tertera dalam Al-Qur’an Al Karim dan sejumlah hadits.
  • Kewajiban manusia mengikuti Nabi ﷺ dalam urusan yang dilakukan beliau dalam shalat, setiap perbuatan dan perkataan beliau harus dilakukan oleh umatnya, kecual ada dalil lain yang mengecualikan hal tersebut.
  • Shalat Nabi ﷺ adalah shalat yang lengkap dan sempuma, barangsiapa mengikutinya maka ia telah menyempurmakan shalat dan ibadahnya kepada Tuhannya.
  • Wajib memperhatikan shalat, memperbaikinya dan mendalaminya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Membaca Ayat Kursiy

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Membaca Ayat Kursiy

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلاَ الْمَوْتُ». رَوَاهُ الْنَّسَائيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ.

Hadits 261: Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat fardhu, maka tiada yang menghalanginya masuk surga kecuali maut (kematian).” (HR. An-Nasai dan disahihkan oleh Ibnu Hibban)

وَزَادَ فِيْهِ الطَّبْرَانِي وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

Ath-Thabrani menambahkan, “Dan bacalah surah Al-Ikhlas.”

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Adapun keutamaan ayat agung tersebut, karena di dalamnya meliputi sebagian nama-nama Allah yang baik, sejumlah sifat Allah yang Agung, Ke-Esaan, Hidup yang sempurna, Wujud yang abadi, Ilmu yang luas, Kerajaan yang menyeluruh, Kekuasaan yang besar, Penguasa yang adil, dan Kehendak yang terwujud.
  • Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, “Ayat manakah yang paling agung dalam kitab Allah (Al-Qur’an)?’ Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Ubay mengatakannya berulang-ulang, hingga Ubay pun menjawab,
    Ayat Al Kursiy”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ilmu itu menkhususkanmu, wahai Abu Al Mundzir! (panggilan lain Ubay)”
  • Adapun salah satu keutamaan surah Al-Ikhlas, dalam Shahih Bukhari dari hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata “‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya, Apakah seseorang dari kalian tidak sanggup membaca Al-Qur’an dalam satu malam?. Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, adakah dari kami yang mampu melakukan hal itu?” Rasulullah pun bersabda “Allaah Al Waahid Ash Shamadu (surat Al-Ikhlas) adalah sepertiga dari Al-Qur’an“.
  • Dalam hadits tersebut terdapat anjuran mernbaca ayat yang agung tadi (ayat Kursiy) dan surah yang mulia tersebut (Al Ikhlaash) setelah selesai setiap shalat wajib yang dengan keduanya maka dzikimya kepada Tuhannya menjadi sempuma dan dengan keduanya sesuatu yang kurang dalam shalatnya dapat dilengkapi, kemudian hendaklah ia memperbaharui keimanannya setiap hari lima kali yaitu dengan membaca nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifaf-Nya yang agung.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa usai shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa usai shalat

Hadits 260: Dari Mu’adz bin Jabal Rhadiallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, “Wahai Mu’adz, aku berwasiat kepadamu, ‘Janganlah kamu meninggalkan di setiap selesai shalat (wajib) membaca:

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

‘Ya Allah, bantulah aku untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah dengan baik kepada-Mu’

(HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i) dengan sanad yang kuat.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Doa tersebut sangat dianjurkan setelah shalat wajib lima waktu
  • Mayoritas ulama berpendapat doa tersebut dibaca setelah salam. Sekelompok ulama berpendapat setelah salam
  • Keutamaan sejumlah kalimat yang penuh berkah dan kebaikan, yang meliputi kebaikan dunia dan akhirat tersebut yang di dalamnya berisi pertolongan dari Allah Ta’alla untuk tetap mengingat-Nya, mensyukuri nikmat-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan baik; dimana semestinya seorang muslim beribadah kepada Tuhannya seakan-akan ia melihat-Nya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa yang diajarkan Rasulullah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa yang diajarkan Rasulullah

Hadits 254: Dari Abu Bakar Ash-Shidiq Rhadiallahu Anhu: Bahwa dia berkata kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Ajarkanlah kepadaku sebuah doa yang akan aku panjatkan dalam shalatku. “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,” Katakanlah:

Allahumma inni zhalamtu nafsii zhulman katsiraa, Wa laa Yaghfirudz-Dzunuba Illaa Anta, Faghfirlii maghfiratan min ‘indika, Warhamnii, Innaka Anta Ghafuurru-Rahim

“Ya Allah, aku telah menzhalimi diriku dengan kezhaliman yang banyak, dan tidak ada yang dapat mangampuni dosa-dosa selain Engkau, maka berikanlah kepadaku pengampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Hadist ini menjadi dalil disyariatkannya doa tersebut dalam shalat secara mutlak tanpa ditentukan tempatnya.
  • Salah satu tempat doa tersebut adalah setelah tasyahud serta shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, berdasarkan sabda Nabi, “Kemudian pilihlah doa sesuai kehendaknya”.
  • Dalam hadits tersebut terkandung anjuran supaya menuntut ilmu serta sering bertanya kepada para ulama, terutama persoalan yang sangant penting dan sejumlah hal yang dikehendaki.
  • Kewajiban seorang guru memberikan nasihat kepada muridnya dan membimbingnya kejalan yang lebih bermafaat baginya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Memohon Perlindungan kepada Allah dari empat hal

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Memohon Perlindungan kepada Allah dari empat hal

Hadits 253: Dari Abu Hurairah Rhadiallahu Anhu, dia berkata: Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Ketika seseorang dari kalian membaca tasyahud, maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara, seraya membaca (doa):

Allahuma Innii A’uudzubika min ‘Adzaabi Jahannam, Wa min ‘Adzabilqabri, Wa min Fitnailmahyaa Walmamaati, Wa min syarri fitnatil masiihi Dajjal”.

‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dan adab neraka, adzab kubur, fitnah hidup dan fitnah mati, serta fitnah Al Masih Ad-Dajjal. ” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Dalam riwayat Muslim, “Jika seseorang dari kalian telah selesai membaca tasyahud akhir …. “

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Disyariatkannya tasyahud akhir dalam shalat dan sebagaimana telah dijelaskan bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang telah mewajibkannya dan mewajibkan shalawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam di dalamnya.
  • Dianjurkannya berdoa setelah tasyahud dan juga shalawat untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam saat duduk tersebut, yaitu yang berada pada penghujung akhir shalat.
  • Dianjurkan berdoa dengan doa yang bersumber dari Nabi shalallahu alaihi wasallam dan memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari empat keburukan yang merupakan sumber petaka dan keburukan.
  • Doa tersebut khusus (dipanjatkan) dalam tasyahud akhir berdasarkan riwayat Muslim, “Jika salah seonng dari kamu selesai dari tasyahud akhir….” dimana tidak dikatakan kecuali setelah tasyahud dan shalawat kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam.
  • Terkait dengan duduk terakhir dalam shalat, maka disusun dzikir dan doa di dalamnya dengan susunan yang baik, yang sejalan dengan etika berdoa, yaitu dimulai dengan sanjungan kepada Allah dan menyebutkan sejumlah pujian untuk Nya, kemudian membaca shalawat serta salam kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam, kemudian berdoa, dan doa tidak akan mendatangkan buahnya kecuali dangan terpenuhi sejumlah pendahuluan tersebut.

Wallahu Ta’ala A’lam

Cara Bershalawat kepada Nabi

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara Bershalawat kepada Nabi

Hadits 252: Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu Anhu, dia berkata: Basyir bin Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, Allah memerintahkan kami supaya membaca shalawat kepadamu, maka bagaimana (cara) kami membaca shalawat kepadamu?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam diam, seraya bersabda, “Katakanlah, ‘Ya Allah curahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah mencurahkan rahmat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, serta berikanlah keberkahan atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim di seluruh alam (makhluk).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah shalallhu alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Ta’alla telah memerintahkan kepada kamii supaya mernbaca shalawat kepadamu melalui firman-Nya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. “(Qs. Al Ahzaab [33], 56), maka bagaimanakah cara kami membacakan shalawat kepadamu?” Rasulullah shalallhu alaihi wasallam diam, sehingga mereka menyangka seandainya si penanya tidak menanyakannya, karena khawatir Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam tidak menyukai pertanyaan itu danmenyusahkannya.
  • Perkataan mereka (para sahabat), “Allah telah memerintahkan kepada kami supaya membaca shalawat kepadamu,” menjadi dalil tentang kewajiban membaca shalawat.
  • Hadits tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ditanyakan adalah cara membaca shalawat; bukan hukumnya. Karena masalah hukumnya telah mereka ketahui dari ayat Al-Qur’an.
  • Bacaan shalawat yang telah disebutkan sangatlah dianjurkan dalam shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah
  • Bacaan shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dapat dilakukan dengan sejumlah lafazh dan riwayat yang berbeda, dimana para ulama telah sepakat tentang kebolehan setiap bacaan shalawat yang dipastikan ditujukan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan kebolehan membacakannya, tetapi bukan itu satu-satunya bentuk bacaan shalawat melainkan hanya salah satu dari sejumlah bentuk bacaan shalawat dengan maksud mengamalkan seluruh nash dan menghidupkan semua riwayat As-Sunnah, tetapi bentuk bacaan shalawat yang dipilih untuk dilakukan pada banyak kesempatan ialah bentuk bacaan shalawat yang kami kemukakan tadi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Etika Berdoa

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Etika Berdoa

Hadits 251: Dari Fadhalah bin Ubaid Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam pemah mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya, ia tidak memuji Allah dan tidak pula membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda, ” Orang ini telah tergesa-gesa. “Kemudian beliau memanggilnya, seraya bersabda, ” Jika seseorang dari kalian shalat maka mulailah dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallahu Alaihi Wasallam, lalu ia berdoa (meminta) sesuai kehendaknya.” (HR. Ahmad dan Tiga Imam Hadits) dan dinilai shahih oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Nabi ﷺ pemah mendengar seseorang dalam tasyahud akhir shalatnya langsung mengajukan permohonan kepada Allah sebelum memuji dan menyanjung-Nya serta membacakan shalawat atas Nabinya terlebih dahulu, seraya bersabda: “Orang ini telah tergesa-gesa.” dimana ia tidak mendahulukan kedua hal penting tersebut sebelum berdoa.
  • Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam memberikan petunjuk terhadap umatnya tentang etika bedoa, seraya bersabda “Jika seseorang dari kamu berdoa, maka mulailah dengan mengagungkan dan memuji Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, lalu berdoa sesuai dengan kehendaknya dari dua kebaikan dunia dan akhirat”.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Tasyahud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa Tasyahud

Hadits 250: Dari Abdullah bin Mas’ud Rhadhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menoleh ke arah kami lalu bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian shalat, hendaklah ia mengucapkan,

Attahiyyatulillahi, washolatu, wathoyibatu, assalamu alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuhu, assalamu’alaina wa’ala ‘abdillahi sholihina, asyhaduala ilaha illallahi, wa asyhaduanna muhammadan ‘abduhu warosuluhu.

‘Segala penghormatan hanya milik Allah dan juga shalawat dan kebaikan (milik-Nya), semoga kesejahteraan (terlimpah) kepadamu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan berkah-Nya, semoga kesejahteraan terlimpah kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya-‘.

Kemudian hendaklah ia memilih doa yang ia sukai lalu berdoa-” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Lafazh ini riwayat Bukhari.

Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mengajarinya tasyahud dan memerintahkannya untuk mengajarkan kepada orang-orang.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu dia berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengjari kami tasyahud (yaitu):

Attahiyyatul mubarakatu, sholawatu thoyiibatulillahi, …. illa akhiri.

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat-shalawat yang penuh kebaikan milik Allah …..”

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Dzikir ini disebut tasyahud, berasal dari lafazh syahadatain yang terkandung di dalamnya, kedua syahadat ini merupakan bagian terpenting
  • Tasyahud ini dibaca satu kali dalam shalat yang dua rakaat, sedangkan dalam shalat yang tiga atau empat rakaat dibaca dua kali.
  • Tasyahud pertama : Hukumnya wajib menurut madzhab Hanafi dan Hambali; sunnah menunrut madzhab lainnya
  • Tasyahud bersumber dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh 24 sahabat dengan berbagai redaksi. semuanya boleh diamalkan.
  • Al Bazzar mengatakan, “Menurutku, hadist yang paling shahih tentang tasyahud adalah hadits Ibnu Mas’ud.
  • Muslim mengatakan, “Orang-orang sepakat pada tasyahud Ibnu Mas’ud, karena para sahabat tidak saling menyelisihi, sedangkan yang lainnya kadang menyelisihi sahabatnya yang lain”.
  • Adz-Dzahabi mengatakan “Itu (riwayat Ibnu Mas’ud) riwayat yang paling shahih tentang tasyahud”.
  • At-Tirmidzi mengatakan, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan tabi’on mengamalkannya.
  • Abu Hanifah, Ahmad dan jumhur ulama mengatakan, “Tasyahud Ibnu Mas’ud lebih utama, pendapat ini banya yang mengukuhkannya, diataranya adalah disepakati ke-shahihannya dan me -mutawatir-annya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Cara bersujud yang benar

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara bersujud yang benar

Hadits 248: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. TIga Imam Hadist).

Hadist ini lebih kuat daripada hadits yang diriwayatkan dari Wail bin Hjur, “Aku melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, apabila sujud beliau meletakan kedua lututnya sebelum beliau meletakkan kedua tangannya”. (HR. Empat Imam hadits).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Ada tiga hadits tentang sifat turun (merunduk) untuk sujud:
  • Hadist Abu Hurairah: “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya” (hadits marfu’)
  • Hadits Ibnu Umar: Nafi’ mengatakan, bahwa Ibnu Umar meletakkan kedua tangannya dipermukaan kedua lututnya (HR. Bukhari, hadits mu’allaq & mauquf)
  • Hadits Wail bin Hujr: “Apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya” (hadits marfu’).
  • Hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar sama-sama menyatakan bahwa yang lebih utama adalah sampainya kedua tangan ke lantai (landasan shalat) sebelum kedua lutut, sedangkan hadits Wail bin Hujr kebalikannya, yakni bahwa yang utama adalah sampainya kedua lutut lebih dulu daripada kedua tangan.
  • Sebagian ulama lebih mengunggulkan hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar daripada hadits Wail bin Hujr. Mereka mengatakan, “Lutut unta terletak di tangannya, dan itulah yang lebih dulu turun ke tanah (ketika hendak menderum), sedangkan manusia lututnya berada di kakinya, maka tidak selayaknya lutut itu sampai (ke tanah) sebelum tangan. Jadi larangan itu terletak pada lutut, yaitu agar tidak mendahului turun ke tanah. Walaupun letak lutut itu berbeda antara unta dan manusia, dan selama yang lebih dulu sampai ke tanah adalah lutut unta yang berada di tangannya, maka selayaknya yang lebih dulu sampai ke tanah dari manusia adalah tangannya. Demikian berdasarkan konteks hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar.”
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam hadits Abu Hurairah terdapat “pembalikan” dari perawi, yaitu ia mengatakan, “Hendaklah meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya,” padahal aslinya adalah, “Hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.” Ini ditunjukkan oleh hadits yang pertama, yaitu, ” Maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta.” Karena menderumnya unta yang diketahui umum adalah mendahulukan kedua tangannya daripada kakinya, maka beliau melarang manusia menjadikan bagian atas tubuhnya lebih dulu sampai ke tanah sebagaimana kebiasaan unta, jadi, hendaknya manusia menyelisihi unta, yaitu yang diturunkan lebih dahulu dari tubuhnya adalah kedua lututnya yang memang berada di kakinya, kemudian tangannya, kemudian wajah dan hidungnya’ Inilah yang benar dari kesimpulan hadits-hadits tadi. Dengan begitu hilanglah dugaan adanya persilangan antar hadits-hadits tersebut.
  • Mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa yang lebih utama adalah meletakkan lutut terlebih dahulu, kernudian tangan berdasarkan hadits Wail bin Hujr.

Wallahu Ta’ala A’lam