Keutamaan Shalat Berjamaah – Bagian 3

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Berjamaah

Hadits 322: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata Rasulullah bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah sahalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada pada keduanya, pasti mereka mendatanginya walaupun dengan merangkak” (HR. Mutaffaq ‘Alaih).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntuku ke mesjid,” Maka beliau pun memberinya rukhshah (mengizinkannya tidak ikut berjama’ah). Namun ketika ia beranjak (pulang), beliau memanggilya lalu bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan (adzan) shalat?” ia menjawab “Ya” Beliau pun berkata, “Kalau begitu, penuhilah“. (HR Muslim)

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keutamaan Shalat Berjamaah – Bagian 2

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Berjamaah

Hadits 321: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh aku pernah bertekad memerintahkan agar dikumpulkan kayu bakar, lalu terkumpul. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimani orang-orang, lalu aku mendatangi kaum laki-laki yang tidak menghadiri shalat kemudian aku bakar rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang dari mereka mengetahui, bahwa ia akan mendapatkan tulang yang bedaging tebal (gemuk) atau dua tulang rusuk yang baik, maka ia pasti akan menghadiri shalat Isya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Hal-Hal Penting dari hadits:

  • Shalat berjama’ah di masjid hukumnya fardhu ‘ain bagi laki-laki yang baligh; demikian menurut pendapat yang benar dari para ulama.
  • Keutamaan shalat Isya dan shalat Subuh (berjama’ah); karena adanya kesulitan dalam menghadirinya disamping pahalanya yang besar
  • Hadits ini menunjukan tentang kaidah syar’iyyah: “Meninggalkan kerusakan lebih didahulukan daripada meraih kemaslahatan”.
  • Maslahat yang dicapai dengan memberlakukan hukuman terhadap orang-orang yang meninggalkan jama’ah bisa menyebabkan kerusakan, yaitu tersiksanya orang-orang yang semestinya tidak dihukum, mereka itu adalah: para wanita dan anak-anak. Karena itulah, maslahat tersebut diabaikan untuk menahan terjadinya kerusakan ini.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama:

Shalat jama’ah disyariatkan. Akan tetapi ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya:

  • Imam tiga (Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi’i) berpendapat, “Bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah mu’akkaddah (sunnah yang sangat di anjurkan), bukan wajib“.
  • Imam Ahmad berpendapat, “Bahwa sahalat jama’ah hukumnya wajib atas setiap orang, walaupun tidak di masjid“.
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Orang-orang yang meneliti As-Sunnah, akan jelas baginya, bahwa melaksanakannya di masjid hukumnya fardhu ‘ain; karena Nabi ﷺ pernah berkata kepada seorang yang buta, “Apakah engkau mendengar seruan (adzan)?”, ia menjawab, “Ya“. Belia bersabda, “Kalau begitu penuhilah (datangilah)“.
  • Ibnu Mas’ud mengatakan, “Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat yang lima ini dengan melakukannya dimana saja diserukannya … tidak seroang pun yang meninggalkan shalat berjama’ah (pada masa kami) kecuali orang munafik yang sudah jelas kemunafikannya
  • Ibnu Abbas mengatakan tentang laki-laki yang tidak mengikuti shalat berjama’ah, bahwa ia di neraka.
  • Syaikhul Islam mengatakan “Wajibnya shalat jama’ah atas setiap orang adalah Ijma’ (konsensus) para sahabat dan para imam Salaf, dan itu yang ditunjukan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keutamaan Shalat Jama’ah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Jama’ah

Hadits 320: Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat berjama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Dua puluh lima bagian.”

Hal-Hal Penting dari hadits:

  • Maksud dari hadits, bahwa yang diperoleh dari shalat jama’ah itu sama dengan dua puluh tujuh kali pahala yang diperoleh dari shalat sendirian.
  • Yang dimaksud dengan sendirian adalah shalat sendirian di rurnahnya tanpa udzur. Adapun yang mempunyai udzur maka pahalanya sempurna.
  • Sebagaimana hadits riwayat Bukhari “Apabila seorang hamba sedang sakit atau berpergian, maka dicatat baginya (pahala) amal seperti yang biasa ia lakukan ketika ia sedang sehat dan mukim (tidak berpergian)
  • Bahwa berjama’ah bukan syarat sahnya shalat; karena shalat sendirian tetap sah, namun ia berdosa bila tidak ada udzur dalam meninggalkan jama’ah.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Pendahuluan – Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Pendahuluan

  • Disebut Jama’ah karena berkumpulnya orang-orang untuk melakukan shalat dalam satu waktu dan tempat.

Pendapat Shalat Jama’ah hukumnya Sunnah

  • Imam yang tiga, yakni Abu Hanifah, Malik dan Asy-Syafi’i berpendapat, Bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah, tidak wajib, berdasarkan keterangan yang tedapat dalam Ash-Shahihain “Shalat jama’ah lebih utama dua puluh lima derajat daripada shalat sendirian“.
  • Jadi shalat jamaah itu mengandung keutamaan. Dan Nabi ﷺ pun tidak mengingkari dua laki-laki yang mengatakan, “Kami sudah shalat di rumah kami

Pendapat Shalat Jama’ah hukumnya Wajib

  • Imam Ahmad berpendapat, “Shalat jama’ah hukumnya wajib untuk shalat yang lima waktu bagi laki-laki mukalaf”. Pendapat ini pun dilontarkan oleh ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in.
  • Dalil mereka: Keterangan yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi ﷺ bersabda “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh aku pernah bertekad memerintahkan agar dikumpulkan kayu bakar ….” hingga akhir hadits
  • Diriwayatkan, bahwa ada sesorang laki-laki buta yang meminta izin kepada beliau untuk shalat di rumahnya karena tempatnya jauh, namum beliau ﷺ mengatakan “Aku tidak menemukan rukhshah (dispensasi) bagimu (HR. Abu Daud 553).
  • Syaikhul Islam menegaskan dengan mengatakan, “Sesungguhnya berjama’aah itu merupakan syarat sahnya shalat, maka shalat menjadi tidak sah tanpa berjama’ah”
  • Al Muwaffaq Ibnu Qaddamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada seseorang yang mengharuskan mengulangi shalat pada orang yang sudah melaksanakan secara sendirian.
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Orang yang sungguh – sungguh mengamati As-Sunnah akan jelas baginya bahwa melakukan shalat berjama’ah di masjid hukumnya wajib bagi setiap orang, kecuali yang berhalangan sehingga membolehkannya meninggalkan jama’ah”.
  • Syaikh Taqiyyudin mengatakan, “Shalat di masjid merupakan simbol dan ciri agama yang terbesar, maka meninggalkannya berarti menghapus jejak shalat”.

Hikmah Shalat Berjama’ah di Masjid

  • Allah ﷻ telah mensyariatkan bagi umat Muhammad ﷺ perkumpulan-perkumpulan yang diberkahi pada waktu-waktu tertentu.
  • Diantaranya pada shalat-shalat fardhu, yang mana para warga kampung berkumpul di satu masjid, saling berkenalan dan saling bersatu
  • Pada shalat Jum’at dimana warga negeri atau warga kampung berkumul di masjid besar dengan tujuan yang mulia
  • Pada setia tahun: shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang mana warga berkumpul disatu lapangan
  • Berkumpul para duta kaum muslim dari pelbagai penjuru dunia di Arafah dan semua tempat pelaksanaan haji, untuk bekerjasama, persatuan, musywarah, tukar pikiran, dan pendapat, yang semuanya itu mendatangkan kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslim.
  • Diantara faidah: persatuan dan saling mengenal, pengajaran yang jahil oleh yang alim, persaingan dalam amal-amal yang baik, simpati yang kuat terhadap yang lemah, simpati yang kaya terhadap yang miskin, dan sebagainya.

Wallahu Ta’ala A’lam