Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Tercelanya kebodohan dan rendahnya kedudukan kejahilan
Bait syair 13:Wa damma rabbi ta’ala, dan Rabbku Allah ta’ala, Al jahili bihi, orang-orang yang jahil dengan ilmu. Asyadadamin, dengan celaan yang paling keras. Fahum adna minal bahami, maka orang yang jahil ini derajatnya lebih rendah dari hewan-hewan ternak.
Pembahasan: tercelanya kebodohan dan rendahnya kedudukan kejahilan.
Penulis menjelaskan bahwa Allah mencela dengan sangat keras orang-orang yang jahil, sehingga mereka dianggap lebih rendah kedudukannya dari hewan ternak.
Allah mencela orang-orang yang jahil dalam beberapa ayat:
Dalam Surat AL-A’raf 179:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Banyak jin dan manusia dineraka jahanam, dikarenakan mereka mempunyai hati, tapi tidak digunakan, punya mata tidak dipakai untuk melihat, punya telinga tidak dipakai mendengar. Mereka seperti hewan ternak bahkan lebih rendah dari pada itu. Mereka adalah orang-orang yang lalai.
Dalam Surat Al-Furqan:44
atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
Dalam Surat Al-Anfal 22:
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan bisuyang tidak mengerti apa-apa pun. 1
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Keutamaan hewan yang terlatih (berilmu) dengan yang lainnya
Bait syair 12:Wamayajallahu hatta fii jawarihi ma minha yu’alama ‘an bagi wamuqtasyimi.
Wamayajallahu, dan Allah membedakan (antara yang belajar dan tidak belajar) , hatta fii jawarihi, sampai pada hewan-hewan yang dipakai diburu, ma minha yu’alama, Allah bedakan pada hewan-hewan yang dipakai diburu. ‘an baa gin wamuqtasyimi, dari hewan yang melampaui batas.
Pembahasan: dalil keutamaan hewan yang terlatih dibanding dengan hewan yang lain.
Hewan terlatih yang dipakai berburu ada hukumnya. seperti anjing, burung,. Punya taring yang dipakai berburu, tapi sudah terlatih. Ada tiga ciri hewan yang terlatih:
Apabilah diperintah berhenti, maka dia berhenti.
Apabilah diperintah bergerak, maka dia bergerak.
Dia tidak memakan hewan untuk dirinya sendiri
Diterangkan dalam Surat Al-Maidah:4
Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu1, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya)2. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya”.
Mereka menanyakan apa yang dihalalkan untuk mereka, Nabi Muhammad menjawab: hal yang baik-baik, dan juga apa yang kalian ajari dari hewan-hewan terlatih. Kalian ajari mereka apa yang Allah ajari pada kalian. Ini keutamaan ilmu, manusia punya pengetahuan, bisa melatih hewan. Hukumnya makanlah hewan buruan yang ditangkap oleh hewan terlatih itu. Ketika menuyuruh anjing untuk memburu hewan, bacalan Bismillah, setelah hewannya di gigit anjing, maka hewan itu halal. Air liur anjing tidak dipermasalahkan.
Apabila anjing terlatih membunuh hewan, tapi kemudian ada anjing lain disitu. Maka hewan tersebut menjadi tidak halal. Karena tidak tahu anjing mana yang membunuh hewan itu.
Ini adalah keutamaan ilmu, anjing yang terlatih derajatnya lebih tinggi dari pada anjing tidak terlatih.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Wamtanna rabbi, dan rabbku mengingkatkan anugerahnya. ‘ala kuli ‘ibadi, kepada seluruh hamba. wa kuli rusli, dan kepada seluruh rosul. bil ‘ilmi, berupa ilmu. Karena itu, fadzkur akbaro ni’ami, ingatlah nikmat yang paling besar. Ini menjelaskan bahwa ilmu itu nikmat terbesar.
Yakfiika fii dzaka uula suuratin najalat, cukuplah untukmu didalam besarnya nikmat ilmu ini tentang awal surat yang turun, ‘ala nabiyika a’ni suurtal qolami, kepada nabimu yaitu surat Al-Qolam, maksudnya surat Al-Alaq yang disebut juga surah Al-Qolam.
Kadaka fii ‘adatihi laala qoddamahu dzikro, demikian pula didalam menghitung nikmat-nikmat Allah sebutkan nikmat ilmu paling didepan. Maksudnya disuatu surah didalammnya dihitung-hitung nikmat Allah yaitu surah Ar-Rahman. Dalam surah Ar-rahman nikmat yang paling pertama disebut adalah nikmat tentang ilmu., waqoddamahu fii suurothin ni’ami, demikian pula dikedepankan penyebutannya disurah An-Ni’am (An-Nahl). Karena didalam surah ini diuraikan tentang nikmat-nikmat Allah.
Nikmat pertama didalam surat An-Nahl di awal surah (ayat 1-2), Para malaikat membawa ruh artinya membahwa ilmu agama.
Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu, “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku”.
Pembahasan Syair 9, 10 dan 11
Pembahasan 1: Al-‘Ilm akbaru ni’am: ilmu adalah nikmat yang terbesar
Ilmu adalah nikmat yang terbesar disebutkan oleh para Nabi dan kepada kaum mukminin dalam beberapa Firman Allah:
Nabi Muhammad shallallahu ailahi wasallam
Nabi Yusuf alaihi sallam:
Nabi Musa dan Nabi Isya alaihi sallam:
Nabi Daud alaihi sallam:
Nabi Khodir alaihi sallam:
Begitu juga Nabi Daud dan Nabi Sulaiman alaihi sallam, Nabi Sulaiman mewarisi ayahnya dengan ilmu dibeberapa tempat dalam Al-Qur’an
Kepada kaum mukminin, Allah berfirman:
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Pembahasan 2: Awalin surotun najalat minal qur’an fii fadlil ‘ilmi wata’lim,Awal surah yang diturnkan dalam Al-Qur’an adalah tentang keutamaan ilmu dan pengajaran ilmu. Yaitu Surah Al-Qolam (Al-Alaq).
Iqra, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diperintah membaca, ini merupakan bagian adab dalam ilmu.
Bismirobbika, dengan menyebut nama Rabb mu, artinya seorang penuntut ilmu tidak besandar kepada dirinya, tetapi bersandar kepada Rabb nya. Memohon pertolongan dengan menyebut asma-ul husna. Penuntut ilmu juga harus ikhlas dalam belajar
Aladzi khalaq, Allah maha pencipta segala sesuatu (umum)
Waladzi khalaqal ingsana, dikhususkan pada penciptaan manusia dari segumpal darah. Ini merupakan pertanda ketika Allah menyebutkan mengkhususkan penciptaan manusia, ini berarti manusia tidak akan ditinggalkan begitu saja. Akan diutus seorang Rasul. Ini peringatan bagi manusia apabila tidak belajar tidak akan menjadi baik. Dan apabila sudah berilmu harus ingat dicipta dari segumpal darah.
Iqra wa rabbukal akram, diperintah lagi untuk bacalah, dengan menyebut Rabb mu maha pemurah. Ini menandakan siapa yang belajar dan berusaha, maka Allah ini maha pemurah, dibukakan untuknya kebaikan. Sepanjang continue belajar, maka jangan khawatir akan dibukakan untuknya berbagai kemudahan. Hari ini diberi satu ilmu, maka nanti akan dimudahkan dapat ilmu yang lain, karena Allah Maha Pemurah. Sehingga penuntut ilmu harus banyak memohon berdo’a kepada Allah agar ditambahkan ilmu.
Aladzi ‘alama bil qolam, dia lah ALlah yang mengajari dengan qolam (pena).
‘Alamal ingsana malam ya’lam, mengajari manusia apa yang tidak diketahui.
Pembahasan 3: Penyebutan keutamaan ilmu dalam surah Ar-Rahman dan An-Nahl.
Di awal surat Ar-Rahman dan surat An-Nahl disebutkan nikmat yang terbesar yaitu nikmat Ilmu. Ini adalah nikmat yang terbesar, lebih besar dari kekuasaan, kedudukan, harta benda, anak dan istri, dan dunia beserta isinya. Apabila tidak belajar ilmu, maka tidak mengenal nikmat yang besar. Semakin memperdalam ilmu, maka akan semakin bersyukur kepada Allah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Wa hatsa rabbi, dan Rabb ku menanganjurkan. Wa hadhol mu’minina, dan memberi semangat kepada kaum mu’minin. ‘ala tafaqohu fiddiin, untuk tafakuh didalam agama. Ma’ indari qaumihimi, bersama mereka memberi peringatan kepada kaum mereka.
Pembahasan Syair 8: Motivasi untuk mempelajari agama
Pembahasan penulis dipetik dari surah At-Tawbah ayat 122:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Dua penafsiran dari ayat ini:
Tidak lah pantas kaum mu’minin semuanya berangkat pergi, untuk tafakuh dan ta’aluh, untuk belajar dalam agama. Ada satu kelompok yang pergi belajar, kemudian mereka kembali untuk memberikan peringatan kepada kelompoknya.
Tidak lah pantas kaum mu’minin semuanya berangkat pergi, untuk jihad. Harus ada satu kelompok yang tinggal tafakuh belajar agama. Sehingga apabila yang pergi jihad ini pulang, maka kelompok yang belajar ini bisa mengajari ilmu agama kepada mereka.
Kedua penafsiran ini menunjukan keutamaan ilmu dan mempelajari ilmu. Tidak boleh dari umat ini, tidak ada yang mempelajari agama. Sebab apabila sedikit atau tidak ada orang yang berilmu, maka akan datang kejelekan yang menimpa umat.
Kaidahnya tidak ada dalam satu kejadian semua kaum mu’minin dikerahkan semuanya. Termasuk ketika jihad, tidak semuanya pergi berjihad. Tetapi ada yang belajar, ada yang menjaga kaum muslimin. Ini juga menunjukan bahwa mempelajari agama lebih afdhol dari pada jihad.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Bait Syair 16: Al ‘ilmu ‘ala wa ahla ma lahustama’at udzunun, wa’roba ‘anhu naathiqun biqomi
Al ‘ilmu ‘ala wa ahla ma lahustama’at udzunun, Ilmu itu yang paling tinggi dan paling indah, yang pernah didengar oleh telinga. Wa’roba ‘anhu naathiqun biqomi, dari hal yang pernah dijelaskan secara gamblang oleh orang yang berbicara dengan mulut.
Maksudnya siapa saja yang pernah bicara menerangkan tentang ilmu, maka tidak akan ada yang lebih baik yang dia dengan melebihi dari pada ilmu.
Pembahasan Syair 16: Tinggi dan Manisnya Ilmu
Apabila sudah mengenal tinggi dan manisnya ilmu, maka akan dicarinya. Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah ayat 11: Orang-orang beriman dan berilmu diangkat derajatnya.
Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ibnu Qoyim menjelaskan sisi keutamaan ilmu: Sesungguhnya tidak ada hal yang lebih baik untuk seorang hamba, melebihi kecintaannya kepada Allah yang mengadakannya. Dan tidak ada yang lebih nikmat dari selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala berusaha untuk meraih rido-Nya. Dan untuk itu semua tidak ada jalan lain kecuali melalui pintu ilmu.
Apabila pernah merasakan yang tinggi, maka tidak ada yang lebih tinggi dari ilmu. Dan apabila pernah merasakan yang manis, maka tidak ada yang lebih manis dari ilmu.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Akan merasakan lezatnya iman, seorang yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul“. Semua hal yang disebutkdan dalam hadist tersebut terkait dengan Ilmu.
Al-Ilmu, ilmu itu. Ghoyatul quswa, tujuannya yang terpuncak. Warubatuhul ulya, dan kedudukannya yang tertinggi, Fas’au ilaihi, karena itu bersegeralah engkau kepadanya. Ya ulil himami, wahai orang-orang yang memiliki semangat.
Semua yang sudah mengenal ilmu, akan menjadikannya tujuan yang paling tinggi. Maka bersegeralah engkau mempelajarinya. Orang yang memiliki semangat dalam berlajar akan bersegera menuntut ilmu, tidak bermalas-malasan. Selagi ada kesempatan dalam menuntut ilmu, jangan ditinggalkan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu akan ringan, karena jiwa nya sudah terbentuk untuk cinta kepada ilmu.
Abu Toyib Al-Mutalabi berkata: “Apabila jiwa-jiwa itu adalah jiwa yang besar, maka jasat itu akan letih untuk melayani jiwa dalam memenuhi keperluannya”.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, Allah akan memahamkan dalam agama-Nya.
Bait Syair 7: Wa ba’du man yuridillahi ‘adzimu bihi, khairon yufakihuhuu Fii diinihil qiyami.
Wa ba’du, kemudian daripada itu. Ma yuridillahi ‘adzimu bihi, Siapa yang dikehendaki oleh Allah yang Maha Agung pada orang itu. Khairon, kebaikan. Yufakihuhu Fii diinihil qiyami, maka dia akan dibuat fakih (faham) pada Agama Allah yang lurus.
Bait syair ini diambil dari hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Al-Muslim dari Muawiyah radhiallahu anhu, Rasulullah bersabda:
Pembahasan Syair 7: Barangsiapa yang allah kehendaki kebaikan, Allah akan memahamkan dalam agamanya.
Makna dari hadist: (man) siapapun dia, lelaki/perempuan, miskin/kaya, terkenal/tidak terkenal, pemimpin/yang dipimpin. Semuanya tidak ada yang membedakannya dalam ilmu. Semuanya mendapatkan keutamaan sesuai dengan kadar mendapatkan dari ilmu.
Apabila Allah menghendaki kebaikan, yang mencakup dunia dan akhirat, untuk dirinya dan keluarganya, masyarakatnya dan negerinya.
Maka Allah akan membuatnya paham dalam agama. Maksudnya seluruh ilmu agama baik yang wajib dipelajari atau cabang-cabang pembahasan termasuk aqidah, fiqih, dan lainnya.
Ibnu Qoyim berkata hadist ini menunjukan bahwa siapa yang dibuat oleh Allah tidak paham dalam agamanya, berarti Allah tidak kehendaki padanya kebaikan.
Sehingga ini menjadi penjelasan mengenai keutamaan ilmu. Ini anjuran agar kita belajar menuntut ilmu untuk kebaikan kita. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Ada dua golongan yang dikategorikan orang yang terbaik yaitu yang belajar dan yang mengajarkan. Orang yang belajar termasuk pada tahapan: serius menulis dan menghafal, atau mendengar dan menyimak, atau cinta dengan ilmu. Orang yang mengajar juga orang yang paling baik. Akan tetapi golongan yang dijaukan dari kebaikan yaitu gologan yang tidak belajar ataupun mengajar, tidak ada kaitannya dengan ilmu.
Agama Allah yang lurus (qiyam): maksudnya lurus tidak ada bengkoknya sebagaimana Firman Allah:
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 1 Pendahuluan, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3, dan Bagian 4.
Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.
Judul dan Isi Buku
Buku ini berjudul Al-Manzhumah Al-Mimiyah. Al-Manzhum artinya syair sedangkan Mimiyah adalah yang berakhiran dengan huruf mim. Syair-syair dalam buku ini termasuk yang luas dan serius.
Isi buku tentang wasiat dan adab-adab dalam menuntu ilmu, sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan Penulis
Bab 2 Keutamaan Ilmu
Bab 3 Intisari Wasiat untuk Penuntut Ilmu
Bab 4 Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah ‘Azza wa Jalla
Bab 5 Wasiat agar Berpegang dengan Sunnah
Pasal Tentang Ilmu Faraidh dan Ilmu Alat serta Peringatan terhadap Bahaya Ilmu-Ilmu Ahli Bid’ah
Penutup: Seputar Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buah-Buahnya yang Dekat Lagi Matang
Penulis Buku
Penulis buku ini nama lengkap nya adalah Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh. Beliau berada di wilayah selatan Jazan. Lahir pada tanggal 24 Ramadhan 1342H. Beliau baru mulai belajar pada usia muda. Hafal Al-Qur’an di usia muda. Ketika kedua orang tuanya meninggal barulah beliau konsentrasi penuh untuk menuntut ilmu. Guru beliau As-Syaikh Abdulah Al-Qarawi.
Dikenal dengan beberapa akhlak:
Zuhud dan wara, lebih mengutamakan kehidupan akhirat dari pada dunia.
Ikhlas dalam belajar
Semangat dalam mengamalkan ilmu
Kuat dalam hafalan dan cepat memahami. DItugasi menjadi imam oleh gurunya Al-Qarawi disuatu mesjid. Dimana sebelumnya beliau belum hafal Al-Quran. Beliau menghafal 1 Juz satu hari dan malamnya menjadi imam pada Juz tersebut. Sehingga dalam waktu satu bulan Ramadhan beliau hafidz Al-Qur’an 30 Juz.
Beliau mengajar di madrasah salafiyah, menjadi mudir madrasaha tsanawiyah, mudir ma’had al-ilmi.
Beliau wafat pada usia 35 tahun dan 3 bulan, tepatnya tanggal 8 Dzulhijah 1377.
Bab 1 Pendahuluan
Bismillahirahmanirahim
Dimulai dengan basmallah. Ini mengikuti Al-Quran yang dimulai dengan bisimillahirahmanirahim, dengan menyebut nama Allah, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Yang maha merahmati lagi maha mengasihi.
Bait syair 1 – 6
Bait Syair 1: Segala puji hanya untuk Allah, Rab semesta alam, terhadap segala nikmat-nikmatNya, karunia-karunia-Nya dan dialah Allah yang maha berhak, maka memiliki segala pujian dan segala nikmat.
Bait Syair 2: Diterangkan beberapa sifat dan nama Alllah: Yang maha memiliki kekuasaan, maha satu, yang seluruh makhluk kembali (perlu) kepadaNya. Yang maha sempurna dzatnya (tidak beranak dan tidak diperanakan). Yang maha baik, yang maha menyaksikan (mengawasi, maha mengetahui segala perkara). Mubdii kholqi min adami: Yang mengadakan makhluk dari tidak ada.
Bait Syair 3: Man ‘alamanasa ma laya’ lamuna: dia Allah yang menagjarkan manusia, apa yang sebelumnya mereka tidak ketahui. Wabil bayani anthaqohum: dan Allah membuat manusia ini berbicara dengan bayan (bisa menerangkan). Wal khathi bil qalami: dan Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat mereka bisa menulis dengan pena.
Bait Syair 4: Tsuma shalata ‘ala mukhtar kaimi: Kemudian shalawat kepada nabi yang terpilih, utusan yang paling mulia. Bi khairi hudan: dan diutus dengan petunjuk yang paling baik. Fii fadholi umami: pada umat yang paling afdol.
Bait Syair 5: Wal ali wasahbi wal anbai’ qathibatan: Demikian pula sholawat ditujukan pula kepada keluarga Nabi dan sahabat-sabahabatnya dan seluruh pengikutnya. Watabi’na bi ihsani linahwanini: dan orang-orang yang mengikuti manhaj mereka dengan baik.
Bait Syair 6: Malaha najum wama syamsa aduha watoa’t: Salawat kepada nabi kelurga sahabat dan pengikutnya. Semoga shalawat itu sepanjang bintang masih bercahaya. Dan sepanjang matahari duha masih terbit. (maksudnya sampai hari kiamat). Demikian shalawat sebanyak bilangan nafas makhluk yang ada di alam ini.
Pembahasan
Ada 8 Pembahasan berkaitan dengan bait syair 1 – 6:
Dimulai dengan Alhamdulillah, mencontoh Al-Qur’an, dimana surat Al-Fatihah dimulai dengan Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Penting untuk seorang penuntut ilmu, selalu memuji Allah. Dikarenakan telah diberikan taufik, diberikan kesempatan untuk belajar, hadir di majelis ilmu. Ini adalah nikmat yang sangat besar.
Sehingga untuk para penuntut ilmu yang pertama diucapkan adalah bersyukur pada Allah, Alhamdulillah. Kemudian yang kedua selalu menganggap bahwa dirinya diberi nikmat oleh Allah (dan seluruh manusia diberi nikmat oleh Allah).
Definisi Alhamd (Ibnu Qoyim) adalah pengabaran tentang kebaikan-kebaikan Allah Ta’alla yang dipuji. Disertai kecintaan, pengangungan, dan pembesaran terhadap-Nya. Kalau hanya dipuji saja tanpa disertain kecintaan dan pengagungan, itu bukan hamd. Seperti Singa pemberani ini adalah madh, pujian. Ketika kita katakan singa pemberani, bukan berarti kita cinta singa. Ada alif lam dalam alhamd artinya seluruh pujian hanya milik Allah dan keberhakan Allah Ta’a’lla. Asmaul husna Al-Hamid: yang maha terpuji.
Alhamd ada dua jenis (dari Ibnu Taimiyah):
Hamd pujian kepada Allah karena kebaikan (nikmat dan karunia) Allah pada hambanya. Ini bagian dari syukur.
Hamd pujian yang merupakan hak Allah Ta’alla untuk diriNya, berupa sifat-sifat kesempurnannya. Ini hanya milik siapa yang berhak memilikinya yaitu Allah Ta’alla.
Dalam bait syair yang pertama disebutkan dua jenis hamd, diawal dan diakhir. Diawal berupa pujian kepada Allah atas nama dan sifatnya, sedangkan di akhir adalah pujian kepada Allah atas nikmat yang diberikan.
Makna Ahlul Hamd artinya dialah yang berhak, yang paling layak memiliki pujian itu.
Pembahasan Kedua: terkait dengan beberapa nama dan sifat yang disebutkan oleh penulis pada bait syair ke-1 dan ke-2.
Alhamdulillahi, segala puji bagi Allah. Ini adalah nama yang terbesar bermakna yang diibadahi (Al-Ma’bud) penuh kecintaan, pangagungan dan pembesaran.
Nama Allah, dalam ayat ini dikatakan semua asma ul husna adalah milik (kembali kepada) Allah. Nama Allah ini selalu berulang dan paling banyak dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 2360 kali.
Nama Rabil ‘alamin, banyak berulang dalam Al-Qur’an. Orang Arab menggunakan nama Ar-Rab ada tiga penggunaan: memperbaiki sesuatu, maha menguasai (memiliki) dan pemimpin yang ditaati.
Sifat Dji mulki dan Djil malaakut, artinya yang maha memiliki kekuasaan. Sifat Allah memilki kekuasaan. Al-Mulk artinya berkuasa (memiliki). Al-Malakut artinya lebih dari pada itu.
Al-Mulk ada tiga makna:
Penetapan sifat kepemilikan bagi Allah Ta’ala dan kekuasaan yang menunjukan sifat keagungannya, kesempurnannya dan kebesarannya.
Seluruh makhluk adalah milik Allah dan hambanya semuanya fakir kepada Allah Ta’alla.
Allah maha berjalan ketentuannya. Apa yang diatetapkan itulah yang berjalan, apa yang dia inginkan itulah yang berlaku. Dia lah yang memberi dan Dia pulalah yang menahan. Dia yang merendahkan dan dia pulalah yang meninggikan. Dia yang menghamparkan dan Dia pulalah yang menahan. Dia yang menghidupkan dan Dia pulalah yang mematikan.
Dalam Al-Qur’an (pembahasan asma ul husna) ada tiga nama yang mengandung sifat Al-Mulk: Al-Maalik (maalikiau middin), Al-Malik (malikinnas), Al-Maliik. Contohnya dalam Al-Qur’an: Maalikiau middin, Malikinnas, ‘Inda maliikin muqtadir. Maknanya kembali pada Al-Mulk.
Nama Al-Wahid, artinya yang maha satu. Maksudnya Allah subahanahu wa ta’ala yang bersendirian degan sifat kebesaran, keagungan, keelokan dan kekuasaan. Allah maha satu pada dzat-Nya, tidak ada yang semisal dengannya. Maha satu pada sifat-sifatNya, tidak ada yang serupa denganNya. Maha satu didalam perbuatanNya, tidak ada serikat bagiNya. Maha satu didalam uluhiyahNya (ibadah), tidak ada tandingan untukNya. Maha satu didalam segala kesempurnaan, keagungan, dan kebesaran.
Nama As-Shomad, disebutkan dalam Al-Qur’an 1 kali, di surah Al-Ikhlas. Dari sisi penggunaan menurut ahli tafsir dan bahasa, As-Shomad dalam bahasa Arab kadang digunakan dalam bahasa as-sayid ul adzim (tuan yang maha besar). Kadang digunakan suatu yang tidak ada cela padanya. Maha sempurna: tidak minum, tidak makan, tidak beranak, tidak diperankan, dan tidak ada yang keluar dariNya sesuatu apapun. Karena itu sebagian ulama menafsirkan As-Shomad sebagai lam yalid walam yu lad. Sebagian ulama mengartikan as-shomad, bahwa dialah yang dimaksudkan pada segala keperluan, kepadaNya lah seluruh makhluk itu bergantung. Ada pula yang menafsirkan seluruh makhluk kembali padaNya, menyandarkan hajat kepadaNya.
Nama Al-Bari, secara bahasa adalah yang berbuat baik kepada makhluk dan memperbaiki keadaan mereka. Ibnu Jair menngartikan yang lembut kepada hamba-hambaNya. Ibu Qoyim mengatakan kebaikann Allah subhanahu wa ta’la itu artinya sangat banyak kebaikan-kebaikan dan kedermawannya. Al-Bari ada dua jenis: sifat dan perbuatan. Dialah Allah subhanahu wa ta’la yang maha baik, selalu memberikan kebaikan.
Nama Al-Muhaimin, dalam Al-Qur’an disebutkan satu kali di Surat Al-Hasyr. Asal katanya dari Mu’taman yang bermakna terpercaya. Ada juga yang mengatakan artinya yang selalu mengawasi dan menjaga. Ada juga yang mengartikan As-Sahid yang maha menyaksikan. As-Sai’di mengartikan lebih mendalam lagi yaitu yang maha melihat perkara-perkara yang tersembunyi, maha mengetahui sudut-sudut yang tersimpan didalam dada, dan ilmu nya meliputi segala sesuatu.
Nama Mubdi Al-Khalq, dalam Al-Qur’an:
Banyak dalam Al-Qur’an dari keyakinan bahwa Allah yang mengadakan makhluk dari tidak ada menjadi ada.
Pembahasan Ketiga: Ada tiga nikmat disebutkan dalam sifat Allah
Nikmat tesebut adalah:
Dialah yang mengajari manusia, apa yang mereka tidak ketahui
Maka nikmat ini selalu kita ingat, tidak ada manusia dilahirkan langsung jadi alim. Tapi tadinya dia tidak tahu kemudian Allah memberikan pengajaran kepadanya:
Dialah yang membuat manusia berbicara dengan bayan (bisa menjelaskan)
Sebagaimana manusia bertingkat-tingkat dalam ilmu, demikian pula mereka berjenjang dalam bayan (penjelasan).
Dialah yang membuat manusia menulis dengan pena.
Dari surat Al-Alaq hanya disebut satu yaitu mengajarkan dengan pena karena tidak tergambar pengajaran dengan pena, ada yang ditulis sedangkan tidak ada sesuatu yang akan ditulis. Artinya ini sudah mencakup mengajarkan berbicara dengan ilmu, dan menyimpan ilmu itu. Dan kemudian baru bisa ditulis.
Pembahasan Keempat: Makna shalawat kepada Nabi, Sahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik
Bait 4: Kemudian shalawat selalu tercurah kepada Al-Mukhtar (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) yang merupakan sebaik-baik yang diutus, membawa petunjuk yang paling baik pada umat yang terbaik.
Bait 5: Demikian pula shalawat kepada keluarga beliau (istri-istri Nabi), para sahabat, pengikut sahabat (tabi’in) seluruhnya, demikian pula para tabi’in yang mengikuti manhaj mereka dengan ihsan.
Pengertian mengikuti manhaj dengan ihsan: mengikuti sangat detail dengan sempurna.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.
Shalawat, shalawat Allah untuk nabi artinya pujian Allah kepada hamba dihadapan para malaikat diatas langit.
Bait 6: Shalawat ini sepanjang bintang masih bersinar dan sepanjang matahari duha masih terbit. Dan shalawat sebanyak nafas makhluk yang berada jagat semesta ini.
Pembahasan Kelima: Beberapa sifat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Disebutkan dua sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: Al-Mukhtar (yang terpilih) dan Akramu Mab’usin (utusan yang paling mulia).
Al-Mukhtar memiliki makna yang sama dengan sifat nabi yang lain: Al-Mustafa, Al-Mujtaba, sayyidul ambiya warmusalim, sayidul waladi adam, khatamul ambiya wal mursalin.
Semua orang Arab keturunan Nabi Ismail, dari banyak suku-suku Arab dipilih bani Kinanah. Bani Kinanah ini memiliki banyak kabilah dibawahnya, salah satu nya Quraish. Kemudian orang-orang Quraish dibawahnya ada banyak kabilah, salah satu kabilahnya adalah Bani Hasyim.
Sebagaimana hadist riwayat Imam Muslim dari Washil Ibnu Astqo, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak Ismail, Quraish dipilh dari Kinanah, Bani Hasyim dipilih dari Quraish. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘ailai wasallam terpilih dari Bani Hasyim.
Pembahasan Keenam: sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Petunjuk yang paling baik, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadist riwayat Muslim:
Pembahasan Ketujuh: Umat yang paling afdhol
Umat islam adalah umat yang terbaik sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dalam hadist Bahast bin Hakim:
Umat islam adalah umat yang ketujuh puluh dan mereka adalah umat yang paling baik dan mulia.
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Pembahasan Kedelapan: Sisi kesesuaian hubungan pendahuluan penulis dengan isi syair
Dalam sastra Arab biasanya seorang penulis, ketika akan bicara, disampaikan pendahuluan berupa kata-kata yang mengesankan dengan apa yang akan dibicarakan. Yang demikian disebut dengan keindahaan pendahuluan.
Sisi hubungan bait syair di pendahuluan dengan pembahasan ilmu:
Pemujian terhadap Allah, karena ilmu adalah anugrah yang harus disyukuri
Disebut nama-nama Allah, karena semua ilmu terkait dengan Allah
Ilmu merupakan bagian dari kekuasaan Allah
Disebut AL-Wahid (maha satu), karena ciri dari penuntut ilmu (ibnu Qoyim) hanya untuk Allah yang maha satu, jadilah kamu it satu saja (dalam semangat, kehendak), untuk hal yang satu yaitu jalan kebenaran dan keimanan.
As-Shomad, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tempat bergantung pada siapa yang ingin meraih ilmu.
Al-Bar (maha baik), karena ilmu itu bagian dari kebaikan Allah kepada hamba
Al-Muhaimin, diingatkan seorang penuntut ilmu akan ikhlas dalam belajar, semangat karena Allah melihatnya
Mubni Khalaq Bil adami, perlu diingat bahwa tadinya dia tidak ada, kemudian Allah yang mengadakannya, maka dia tidaklah diadakan sia-sia, pasti ada tujuannya.
Diingatkan tentang nikmat Allah, mengajari yang tidak diketahui.
Penjeasan pentingnya bayan, penulisan.
Disebutkan pilihan sifat-sifat Nabi diantaranya: Al-Mukhtar (dipilih), Akrami Mab’ustin. Agar supaya kita tahu bahwa, ketika belajar adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah mengenal agamanya.
DIsebutkan beberapa kebaikan dari Umat, petunjuk yang paling baik.
Diingatkan penuntut ilmu harus mengikuti jalan As-Salaf dengan ihsan.
Penulis memilih kata-kata di bait syair pendahuluan ini, dimana semuanya berkaitan dengan pembahasan yang akan dikaji wasiat seputar ilmu dan adab-adab ilmiah.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Marhaban bi tholibil Ilmi
Selamat Datang Wahai Penuntut Ilmu
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Pembukaan – Kuliah Mafatihul ‘Ilm, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.
Kajian ini adalah pembuka kuliah berseri Mafatihul ‘Ilm yaitu membahas kunci-kunci ilmu syar’i.
Mempelajari Ilmu terbagi dua: Ilmu Fard ‘Ain, dan Ilmu Fard Kifayah.
Ilmu Fardu ‘Ain, wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk mempelajarinya. Dengan ilmu ini akan dimudahkan ketika menghadapi kondisi dirinya diberbagai hal yang memang dijalani oleh setiap muslim dan muslimah. Seperti kondisi berikut:
Ketika sakaratul maut, dimana seseorang berupaya berucap la ilaha ilallah. Bagaimana bisa dia berucap kalimat tersebut tanpa mempelajari makna dari la ilaha illallah.
Di alam kubur ditanya dengan tiga pertanyaan: siapa Rabmu?, siapa Nabimu?, dan apa agamamu?. Semua orang akan menjawab sesuai dengan apa yang dia pelajari, dia yakini, dan dia amalkan. Ada yang ditanya tapi jawabannya: ha.. ha.. saya tidak tahu, saya hanya mendengar manusia berucap sesuatu, maka saya juga ikut-ikutan mengucapkannya.
Wajib mengetahui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: siapa beliau, apa kewajiban terhadap Rasulullah.
Wajib mengenal agamanya, ada kewajiabn sehari-semalam seperti shalat 5 waktu, puasa, zakat, haji.
Apabila seseorang berbisnis maka wajib untuk mempelajari hukum-hukum seputar Riba.
Hal tersebut diatas akan ditanyakan, kita harus siap dengan jawabannya. Di hari kiamat, Allah bersumpah “Demi Rabmu wahai Muhammad, sungguh kami akan bertanya kepada manusia-manusia itu semuanya. Tentang apa yang mereka kerjakan”.
Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, sehingga Allah akan mempertanyakan kewajiban ibadahnya. Sebagaimana manusia hidup didunia ini, tidak dibiarkan begitu saja tanpa ada hisab dan perhitungan. Allah berfirman “Apakah kalian menyangka kalian menciptakan kalian sia-sia dan tidak akan kembali pada kami?”
Dalam program Mafatihul ‘Ilm ini akan dikaji buku-buku yang terdapat penjelasan dari kunci-kunci ilmu yang menutupi seluruh kadar kewajiban (Fard ‘Ain) itu. Apabila ini semua telah dipelajari, maka itu tahap awal yang menutupi kewajiban tersebut.
Kurikulum Mafatihul ‘Ilm
Kurikulum kuliah Mafatihul ‘Ilm terdiri dari 26 Kitab yang mencakup: Aqidah dan Manhaj, Tafsir, Ushul Tafsir dan Tajwid, Fiqih, Ushul Fiqih, Qawaid Fiqhiyah, Maqashid Syariah, Hadits, Musthalah Hadits, Adab, dan Akhlak, Bahasa Arab dan Sirah.
Kuliah ini diawali dengan pembahasan wasiat dan adab dalam menuntut ilmu dan keutamaan islam:
Setelah itu dilanjutkan dengan 10 kitab aqidah yang diberi tema tersendiri yaitu: “Silsilah akidah yang menyelamatkan dari api neraka”. Kurikulum ini sudah dianggap baik oleh Fadhilatus Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah. Sebagai berikut:
Manfaat besar yang ingin dipetik dari kuliah Mafatihul ‘Ilm
1. Mengangkat kewajiban-kewajiban dari menuntut ilmu Fard’ ‘ain
2. Terdapat kaidah-kaidah penting yang merupakan solusi untuk segala masalah yang menimpa umat. Terdapat penyelamat dari pintu-pintu fitnah.
3. Membangun pondasi ilmiah
Ini adalah bentuk dari bagaimana seseorang itu membuat pondasi ilmiah untuk dirinya. Karena siapa yang mengambil ilmu itu dari sumber yang benar, jalan yang telah dijalani oleh para ulama, maka ia akan mapan diatas ilmu, tegar diatas jalan.
Beberapa perkataaan ulama As-Salaf:
Siapa yang mengambil ilmu dari mata air ilmu, maka dia akan stabil dan lurus, dan siapa yang mengambil dari lautan ilmu, maka dia akan goncang dan tidak tetap. Sebab kalau diliat lautan ilmu itu banyak, ngga bisa dia kumpul semuanya. Maka harus dipilih dari ilmu itu kadar yang paling bagusnya. Ambil initisarinya, ambil dari pokoknya, dasar2nya, kaidah2nya. Pondasi yang membangun dasar ilmiah didalamnya. Apabila mengambil dari segala sudut, ini bukan jalan yang benar. Walaupun ada faedah tapi tidak membentuk sebuah bagunan ilmiah pada dirinya.
Dari Ibnu Taimiyah rahimahullah: Wajib bersama manusia itu memilliki dasar-dasar yang universal (bisa mencakup seluruh pembahasan), sehingga yang cabang-cabang itu dikembalikan ke dasarnya. Supaya dia berbicara ilmu dan keadilan. Kalau tidak dia akan berada dalam kedustaan dan kejahilan. Maka lahirlah kerusakan yang besar.
Dari Zarkasih rahmiahullah, mengenai pintu penjelasan ilmu: seorang yang bijaksana apabila ingin belajar, ingin mengajar, maka dia harus mengumpulkan dua bentuk penjelasan: yang bersifat global dan yang bersifat rinci. Yang secara global adalah untuk menyemangati dalam belajar sedangkan rincian yang membuat jiwa itu tenang. Apabila memahami globalnya, maka akan memudahkan dalam mempelajari rincian secara tepat.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu: orang yang mengajari yang Ilmu yang kecil dahulu, sebelum ilmu yang besar.
Mengambil dari dasar-dasar ilmiah yang mengumpulkan dan menyatukan ilmu inti yang dipelajari inilah makna mengambil dari mata air ketika belajar
Seorang penyair: “Ilmu itu tidak akan didapatkan seluruhnya oleh satu orang saja, walaupun dia belajar selama 1000 tahun. Ilmu itu lautan yang sangat dalam, karena itu ambilah dari segala sesuatu yang paling indahnya dan baiknya.”
Termasuk kekeliruan seorang penuntut ilmu yang belum membangun pondasinya secara benar, belum mengambil dari kunci2 ilmu, langsung melompat ingin mengambil hal yang besar.
Sebagaian As-Salaf: “makanan orang besar itu, racun untuk anak kecil”.
Ketika belajar harus memiliki kaidah yang menyebabkan dia memiliki pondasi dan dasar.
4. Ketika sudah mengenal usul ilmu kemudian masuk kecabang-cabangnya.
Dalam belajar itu bertingkat-tingkat. Seperti kitabnya Ibnu Qodamah yang menulis 4 kitab. Dimana kitab tersebut ada tingkatannya seolah-olah: untuk tingkat SD, SMP, SMA, dan perkuliahan. Tingkatan kitab beliau adalah sebagai berikut:
Kitab pertama, berisi kumpulan kesimpulan fiqih dari satu pendapat saja,
Kitab kedua, berisi kesimpulan dari fiqih, ditambah pendapat kedua
Kitab ketiga, bersisi seluruh pendapat didalam madzhab Imam Ahmad rahimahullah.
Kitab keempat: berisi perbandingan madzah Imam Ahmad dengan imam yang lain.
5. Akan mengenal keindahaan islam
Membuat hidupnya tenang. Ketika ada fithah, dia tahu sebab terjadinya apa, kenapa seperti itu, dan dia punya solusi untuk hal tersebut. Ada pijakan ilmu yang dijadikan dasar.