14. Penuntut Ilmu dimohonkan ampun

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Bait Syair 34: Al ‘ilmu yaa shohi yastagfir, Ilmu itu, wahai kawanku, dimohonkan ampun untuk penuntutnya. Ahlu samawati wal ardi minal lamami, yaitu oleh penduduk langit dan penduduk bumi, dari dosa-dosa.

Bait Syair 35: Kadaka tastagfiru hitanu fii lujajin, sebagaimana ikan-ikan didalam dasar lautan, juga memohonkan ampun untuk ahli ilmu, Fiidhaui wadhulami, disiang dan dimalam hari.

Dari Abu Darda, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Penuntut ilmu dimohonkan ampun oleh makhluk Allah dilangit (para malaikat) dan dibumi (manusia)

Apakah orang kafir dan orang fasik memohonkan ampun untuk orang yang berilmu?

Jawabannya, iya, Lisan ada dua macam: lisan keadaan dan lisan yang berbicara. Mungkin lisannya tidak berbicara, tetapi lisan keadaannya mensyukuri ahli ilmu. Karena kebaikan oleh seluruh orang yang berilmu baik diseluruh atas muka bumi. Sampai hewan dan makhluk yang lain pun aman. Sepanjang orang yang berilmu masih mengajarkan ilmu. Contohnya orang yang bakar hutan adalah bentuk kejahilan. Apabila diajarkan ilmu kepada mereka tentang melestarikan hutan, maka akan aman hutan itu.

Tegak dan baiknya sebuah negeri karena dua komponen: Pemerintah dan Ulama. Keduanya diperintah untuk diagungkan.

Wallahu A’lam

15. Menuntut Ilmu adalah Jihad dijalan Allah

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Bait Syair 35: Wa kharijun fii thila bil ‘ilmi muhtasiban, mujaa hidun fii sabilillahi ayyu kamii

Wa kharijun, Dan seorang yang keluar, fii thila bil ‘ilmi, didalam mencari ilmu muhtasiban, dimana dia mengharap pahala dari Allah subhanahu wata’alla, mujaa hidun fii sabilillahi, maka dia dianggap orang yang berjihad dijalan Allah, ayyu kamii, berjihad dengan segala keberaniannya.

Pembahasan: Orang yang keluar menuntut ilmu bagaikan berjihad dijalan Allah

Diambil dari sebuah hadist riwayat Imam At-Tirmizi, Dari Annas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

Barangsiapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada dijalan Allah sampai dia kembali.

Jihad ada dua macam:

  1. Jihad dengan tangan dan dengan tombak
  2. Jihad dengan hujjah (ilmu) dan argumen (penjelasan)

Jihad dengan ilmu dan penjelasan lebih besar dari pada dengan tangan dan tombak. Dikarenakan pada jihad dengan tangan, banyak orang yang membantu. Adapun jihad dengan ilmu, ini jihadnya orang khusus dari pengikut nabi (tidak semuanya).

Dalam surat Al-Furqan:

Surat ini turun di Mekkah, dimana tidak ada jihad dengan tangan. Sehingga Jihad yang besar dimaksud adalah jihad dengan ilmu.

Dalam surat Al-Hajj:

Surat Al-Hajj juga surat makiyyah, sehingga yang dimaksud jihad disini adalah jihad dengan ilmu.

Tidak semua orang mampu dengan jihad ilmu dan argument. Ini jihad para nabi dan rasul, para imam dan para ulama. Karena itu tinta yang mengalir dari pena para ulama, lebih suci dan berharga dari darah-darah orang yang mati syahid. Jihad ilmu ini lebih besar manfaatnya untuk umat.

Sebagian sahabat berkata: “Apabila kematian mendatangi seorang penuntut ilmu, dalam keadaan menuntut ilmu, maka dia mati dalam keadaan mati syahid.”

Sufyan Ibnu Uyaynah rahimahullah berkata “Siapa yang menuntut ilmu, artinya sudah berbai’at kepada Allah”, maksudnya sudah berbai’at untuk berjihad.

Abu Darda radhiallahu ‘anhu berkata “Siapa yang memandang orang yang pergi menuntut ilmu, dia pandang bukan jihad, maka orang ini kurang akal dan kurang pemikirannya”.

Wallahu A’lam

13. Kekuatan ilmu lebih kuat dari pada kekuatan fisik.

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair 30, 31, dan 32, yaitu pentingnya kekuatan ilmu dan kekuatan fisik.

Bait Syair 30: Wa kulamaa dzukirsulthonu fii huzajin, fal ‘ilmu laa sulthotun aidii limuhtakimi

Wa kulamaa dzukirsulthonu, dan setiap kali kata sulthon (kekuasaan) disebut, fii huzajin, didalam hujah-hujah, fal ‘ilmu laa sulthotun aidii limuhtakimi, maka yang dimaksud dalam kata sulthon itu adalah ilmu bagi orang yang berhukum.

Bait Syair 31: Fasulthotul yabdi biabdaani qoo shirotun, takuunu bil’adli wabidhulmi wal ‘asyami

Fasulthotul yabdi biabdaani qoo shirotun, karena kekuasaan (sulthon) tangan itu, terbatas menguasai badan saja. takuunu bil’adli wabidhulmi wal ghasyami, selain dari itu terkadang keadilan, terkadang dengan ke dholiman dan kecurangan.

Bait Syair 32: Wasulthotun ‘ilmi taqodul quluubulaha, Ilal hudaa wa ila mardhooti robihimi.

Wasulthotun ‘ilmi taqodul quluubulaha, adapun kekuasaan ilmu, hati-hati tunduk kepadanya. Ilal hudaa wa ila mardhooti robihimi, membawanya kepada petunjuk dan kepada keridhoan Rabb mereka.

Bait Syair 33: Wayadhabud diinu waddunya idja djahabal, ‘ilmu ladji fiihi manjaatun limu’tashimi.

Wayadhabud diinu waddunya idja djahabal, dan akan hilang agam dan dunia apabil, ‘ilmu ladji fiihi manjaatun limu’tashimi. ilmu yang didalamnya ada keselematan bagi orang yang berpegang telah pergi.

Pembahasan 1: Penyebutan sulthon dalam Al-Qur’an mengacu kepada ilmu

Ini jadikan kaidah dikalangan as-salaf. Ibu Qoyim menyebutkan dari Ibnu Abasa bahwa setiap sulthan dalam alquran maka dia adalah hujah, yang bermakna ilmu. Kecuali dalam surat Al-Haqqah, “halaka ‘ani sulthaniyah” ada yang menafsirkan sebagai hujah, tapi ada pula yang menafsirkan sebagai “telah pergi harta ku dan kekuasaanku”.

Pembahasan 2: Perbedaan antara kekuasan dengan ilmu dan kekuasaan dengan tangan.

Dua-duanya penting dalam kekuasaan. Dikarenakan ada yang telah berikan hujah dengan Al-Qur’an dan hadist tapi tidak mau tunduk. Hal ini diperlukan kekuasaan tangan (pemerintah) untuk menundukannya.

Fungsi dari pemerintah: memutuskan perselisihan, merubah kemungkaran, menjaga kebersamaan dan melindungi dari hal yang membahayakan.

Akan tetapi ada hal yang tidak akan berubah kecuali dengan kekuatan ilmu. Kisah kaum khawarij ditaklukan oleh Ibnu Abbas dengan Ilmu. Dimana sebelumnya telah diperangi (dengan tangan) oleh pemerintah (Ali bin Abi Thalib dan para sahabat), akan tetapi mereka tidak mematuhinya. Ketika Ibnu Abas (sendirian) mendakwahi mereka dengan membacakan beberapa ayat dan 1 hadist, maka rujuk (bertobat) 2.000 orang kaum khawarij. Dalam hal ini kekuatan ilmu lebih besar dari pada kekuatan tangan.

Mengunakan kekuasaan tangan, bisa dengan kebaikan dan kedholiman. Akan tetapi dengan kekuasan ilmu langsung mengingat hati tunduk pada syariat Allah. Ada beberapa hal yang tidak bisa dirubah dengan kekuatan tangan pemerintah, tetapi bisa dirubah dengan lisan para ulama.

Hal ini juga bisa diterapkan dalam mendidik anak. Bahwa tidak semua anak tunduk dengan diberikan hukuman atau diberikan hadiah. Tetapi yang paling bagus anak-anak ditundukan dengan ilmu. Diberikan hal-hal yang baik sehingga mengikat hati anak. Ini menjadikan kita tidak perlu selalu mengawasi anak.

Kekuatan ilmu bisa dimiliki siapa saja, sepanjang dipelajari ilmu itu. Akan tetapi kekuatan tangan, hanya dimiliki oleh para raja dan orang kaya. Dan terkadang kekuatan ilmu lebih kuat.

Pembahasan 3: Hilangnya ilmu, maka hilangnya agama dan dunia.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu anhuma, dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Rasullullah shallallahi ‘alaihi wasallam bersabda:

Apabila ilmu telah pergi maka tanda hilangnya agama dan dunia. Ini juga merupakan tanda hari kiamat. Sebagaimana dalam hadist dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Rasullullah shallallahi ‘alaihi wasallam bersabda:

Kemudian dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Rasullullah shallallahi ‘alaihi wasallam bersabda:

Hadist tentang pentingnya ilmu agama dan menyebarkannya. Karena ini adalah tanda kebaikan dari sebuah negeri. Sehingga apabila kita mencintai diri kita, keluarga, masyarakat dan negeri, hendaknya belajar ilmu agama dengan baik. Mengangkat kejahilan dari dirinya, diajarkan keluarganya, masyarakat. Apabila tidak bisa mengajar, maka ajak lah yang lain supaya belajar.

Ini adalah kaidah bagi yang belajar sunnah. Dimana ditengah kondisi fitnah, banyak keributan, krisis, banyak musbiah, keributan. Maka obatnya adalah belajar ilmu, lebih giat lagi dan mengjarkannya.

Wallahu A’lam

12. Ilmu adalah penimbang dan penegak Syariat.

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-29, yaitu mengenai ilmu yang menjadi penimbang dan penegak syariat.

Bait Syair 29: Al ‘ilmu Mijanu Syar’i illahi haitsu bihi, qiwaamuhu wa biduuni ‘ilmi lam yaqumi.

Al ‘ilm Mijanu Syar’i illahi, Ilmu itu adalah timbangan syariat Allah. Haitsu bihi qiwaamuhu, dimana dengan ilmu tegaknya syariat itu. Wa biduuni ‘ilmi lam yaqumi, dan tanpa ilmu tidak akan tegak syariat Allah.

Pembahasan: Ilmu itu adalah penimbang dan penegak syariat.

Dasar hal ini adalah surat Al-Hadid ayat 25:

Dalam tafsir Ibnu Katsir, “Allah telah mengutus rasul-rasul dengan membawa kejelasan-kejelasan”, maksudnya dengan mukjizat-mukjizat dan hujah-hujah yang mencengangkan . “Dan kami turunkan bersama mereka al-kitab”, maksudnya penulikan dengan penuh kepercayaan. “Dan timbangan” adalah keadilan.

Dalam ayat yang lain:

Ini semua berkenaan dengan ilmu yang merupakan timbangan syariat Allah. Maksudnya dengan ilmu, syariat Allah menjadi diketahui: halal-haram, hak-bathil, petunjuk-kesesatan, hukum-hukum dibedakan dengan ilmu. Dengan ilmu pula syariat ditegakkan. Rasulllallaah melakukan hal ini, beliau mendirikan syariat yang dimulainya dengan ilmu, dakwah tauhid, mendidik diatas ilmu syar’i. Dimana dengan sendirinya berdiri khilafah Islamiyah di Madinah.

Adapun tanpa ilmu, syariat tidak akan tegak. Tidak ada yang ditegakan apabila tidak ada ilmu syariat. Lebih jauh lagi, apabila tidak punya ilmu, bisa saja syariat ditegakan dengan hawa nafsu dan kebathilan.

Beberapa kelompok ingin mendirikan khilafah akan tetapi tidak dibagun diatas ilmu yang benar. Tidak usah berpikir menegakan syarait dalam negara, pikirkan untuk menegakan syariat pada diri sendiri yang berdasarkan ilmu. Mengajarkan ilmu, sibukan dengan taklim, dan besabar diatasnya. Sehingga dengan sendirinya dapat ditegakan syariat ditengah manusia.

Wallahu A’lam

11. Warisan para Nabi adalah Ilmu.

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-25 sampai ke-28. Salah satu keutamaan ilmu adalah dikarenakan ilmu adalah warisan para Nabi.

Bait Syair 25: Ilmu itu, demi Allah, warisan kenabian. Tidak ada warisan yang semisal dengan warisan ilmu. Betapa beruntungnya orang yang dapat warisan ilmu.

Bait Syair 26: Karena warisan ilmu adalah warisan yang hak, kekal, dan selama-lamanya. Adapun selain itu, akan menuju kepada kesirnaan dan ketiadaan.

Bait Syair 27: Diantara warisan yang bagus adalah warisan Nabi Sulaiman, yang mewarisi kenabian dan keutamaan yang sangat jelas. Betapa pantasnya Nabi Sulaiman mendapatkan nikmat-nikmat itu.

Bait Syair 28: Demikian pula Nabi Zakaria, memohon kepada Rabbnya. Supaya dianugrahkan keturunan dari keluarganya. Dia khawatir mawali (keturunan) dibelakannya (anak pamannya, dan kaumnya)

Dari Abu Darda radhiallahu ‘anhu, Rasullullah shallallhu alaihi wasallam bersabda:

Pembahasan 1: Ilmu adalah warisan para Nabi

Ibnu Qoyim berkata bahwa orang yang berilmu adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan Nabi. Karena ilmu adalah warisan, yang ada hubungan kekeluargaan yang sangat dekat.

Sebagaimana kewajiban taat pada Nabi, diwajibkan pula taat kepada para ulama. Karena para ulama adalah pewaris para nabi. Kecintaan pada ulama adalah bagian dari Agama yang harus dipegang.

Siapa pewaris para Nabi?. Apabila ada yang mengaku ahli waris tapi bukan ahli waris, bisa dipermasalahkan dipengadilan. Sama halnya apabila ada yang mengaku ulama, tapi bukan ulama, patut dipertanyakan.

Pembahasan 2: Perbedaan antara Warisan Ilmu dengan Warisan Harta

  • Warisan ilmu adalah warisan para nabi. Sedangkan harta adalah warisan selain nabi (orang kaya, raja-raja)
  • Warisan para Nabi kekal, sedangkan warisan harta terputus.

Harta dan ilmu sebenarnya tidak pantas dibandingkan, dikarenakan sangat jauh perbandingannya. Ibnu Qoyim memberikan perbandingan antara ilmu dan harta dari 40 sisi, diiantaranya:

  1. Ilmu warisan para Nabi, sedangkan harta bukan warisan para Nabi.
  2. Ilmu menjaga pemiliknya, sedangkan harta dijaga oleh pemiliknya.
  3. Harta kalau dikeluarkan akan berkurang, sedangkan ilmu ketika dikeluarkan maka akan bertambah.
  4. Pemilik harta apabila meninggal, maka mengucapkan selamat tinggal pada hartanya. Sedangkan pemilik ilmu apabila meninggal, ilmu nya akan ikut bersamanya dalam kuburnya.
  5. Ilmu itu hakim terhadap harta, adapun harta tidak pernah menghukumi ilmu.
  6. Harta itu bisa didapatkan oleh kebanyakan orang termasuk: kafir, fasik, orang jahat. Sedangkan ilmu hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang beriman saja.
  7. Ilmu diperlukan oleh para raja dan lainnya. Tapi harta diperlukan oleh orang yang kekurangan saja (fakir).
  8. Harta itu mengantar kepada kesewenang-wenangan, melampaui batas, kesombongan. Sedangkan ilmu mengantar kepada rendah hati, merasa cukup, dan semakin giat beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.
  9. Harta menjadikan pemiliknya budak terhadapnya. Sedangkan ilmu menjadikan hamba itu budak kepada Rabbnya.
  10. Kecintaan kepada ilmu dan mencari ilmu, itu adalah sumber segala ketaatan. Sedangkan kecintaan pada dunia dan harta dan mencarinya, itu adalah sumber segala kejelekan.

Pembahasan 3: Warisan nabi sulaiman dan nabi zakaria

Dalam surat An-Naml

Warisannya terhadap ilmu:

Warisan yang dimaksud adalah warisan ilmu dan kenabian.

Nabi Zakaria khawatir tidak ada yang melanjutkannya. Maka beliau berdoa kepada Allah supaya dianugrahi anak, yaitu Yahya.:

Wallahu A’lam

10. Perbedaan orang yang berilmu dan orang yang Jahil

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 3.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.

Bait Syair 20

Al Ilmu A’la hayatin: ilmu adalah kehidupan yang paling tinggi. Lil’ibadi, untuk segenap hamba. Kama, sebagaimana. Ahlul jahalah amwatul bijahilimi, orang-orang yang jahil, mereka itu sebenarnya mati dengan kejahilan mereka.

Pembahasan Syair 20 : Kehidupan dengan ilmu dan kematian dengan kejahilan

Allah berfirman dalam Asy-Syura ayat 52:

Dan demikianlah, Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur`ān) dengan perintah Kami. Sebelumnya, kamu tidaklah mengetahui apakah Alkitab (Al-Qur`ān) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur`ān itu cahaya yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya, kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura:52)

Agama disebut sebagai ruh kehidupan. Ini menunjukan ilmu adalah kehidupan.

Allah berfirman dalam Al-Anfal ayat 24:

Ada orang yang didunia hidup setelah dikuburpun masih hidup. Itu adalah orang-orang yang berilmu. Sebaliknya ada orang-orang yang sebelum dikuburpun, dia sebenarnya sudah mati. Ini adalah orang-orang yang jahil.

Bait Syair 21

La sam’a, orang yang jahil itu tidak mendengar. La aqla, tidak pula berakal. Ba Laa yobshiruna, bahkan mereka sama sekali tidak melihat. Wa fi sa’iri mu’tarifun kulun bidambihimi, dan dineraka jahanam (As-Sa’ir), maka semuanya mengaku terhadap dosa-dosa mereka.

Firman Allah dalam surat Al-Mulk ayat 10, mengenai penyesalan penduduk neraka. Penyesalaan ini dimulai ketika keluar ruh keluar dari jasadnya, sakaratul maut, kemudian penyesalannya terus bertambah sampai mereka masuk neraka.

Pembahasan Syair 21 : Orang yang Jahil tidak mendengar, tidak berakal dan tidak melihat.

Orang yang mempunyai tiga sifat ini, tempatnya dineraka karena ditutup untuknya pintu kebaikan.

Bait Syair 22 : Fal jahru ashlu dholalil khalqi qaatibatan, washlu syiqwatihim

Fal jahru, kejahilan itu adalah. Dholalil khalqi qaatibatan, sumber kesesatan seluruh makhluk. Washlu syiqwatihim, sebagaimana sumber kesengsaraan dan kedholiman mereka semuanya.

Bait Syair 23: Wal ilmu ashlu hudahum, ma’ sa’a datihim, fala yadhilu wala yashqo dzaul hikami

Ilmu itu adalah sumber petunjuk/hidayah mereka disertai dengan kebahagiaan mereka. Maka tidak akan tersesat dan sengsara orang-orang yang memiliki ilmu.

Pembahasan Syair 22 dan 23: Kaidah dasar: sumber kesesatan, kesengsaraan dan kedholiman itu dari kejahilan. sedangkan sumber petunjuk dan kebahagian adalah dari ilmu.

Firman Allah surat Thaha ayat 2: Tidak kami turunkan Al-Qur’an untuk membuat kamu sengsara. Al-Quran itu ilmu sehingga tidak mungkin ada kesengsaraan. Pasti membawa kebahagiaan.

Firman Allah surat Thaha ayat 123: Siapa yang akan mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dijamin siapa yang berpegang dengan ilmu, akan sumber petnujuknya. Sehingga selalu diatas petunjuk. Ini adalah sumber kebahagiannya dan tidak akan sengsara selama-lamanya. Sebaliknya kejahilan membawa pada kesesatan.

This image has an empty alt attribute; its file name is screen-shot-2021-11-01-at-6.17.15-pm.png



Bait Syair 24:

Wal khaufu bil jahli, rasa takut muncul karena kejahilan. Wal husnu thowilu bihi, demikian pula kesedihan yang panjang karena kejahilan, Wa’an ulil ‘ilmi manafiyyan, Adapun terhadap orang-orang yang memiliki ilmu, kejahilan dan kesedihan ditiadakan bagi mereka. Fa’ tasimi, maka berpegang teguhlah dengan ilmu.

Nasihat penulis supaya berpegang teguh dengan ilmu. Kesedihan dan kekhawatiran dikarenakan kejahilan. Adapun apabila punya ilmu tidak ada kekhawatiran. Sebagaimana Allah berfirman:

This image has an empty alt attribute; its file name is screen-shot-2021-11-01-at-6.21.57-pm.png

Tidak ada orang yang lebih baik hidupnya dari orang yang mempelajari ilmu. Seorang penuntut ilmu tidak ada yang dikhawatirkan. Tidak khawatir kefakiran karena Ilmu lebih berharga dari dunia dan isinya. Ilmu lebih berharga dari kekuasaan dan jabatan.

Apabila pengangungan sudah benar, maka dalam ilmu tersebut ada kemulian bagi para penuntutnya. Keliru penuntut ilmu, apa ila sudah diberikan ilmu tapi masih melihat ada yang lebih berharga dari ilmu. Harus diperbaiki belajarnya dan penganggungan terhadap ilmu.

Penuntut ilmu apabila dibacakan ayat dan hadist, jiwanya akan tenang dan gembira. Ada yang gundah gulana, begitu masuk majelis ilmu, maka hilang gundah gulananya.

Sahal ibnu Abdillah Tasturi rahimahullah berkata “siapa yang ingin melihat kemajelisnya para nabi, maka hadirlah ke majelis para ulama”. Dikarenakan Rasullallah shallallahu alaihi wasalam bersabda:

This image has an empty alt attribute; its file name is screen-shot-2021-11-01-at-6.31.52-pm.png

Wallahu A’lam

9. Ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 3.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.

Bait Syair 19

Al-Imu nuuru mubin, Ilmu adalah cahaya yang sangat terang. Yastadhiu bihi, yang dijadiksan sebagai lentera. Ahlu sa’adah, oleh orang yang beruntung. Wajuhalu fii dholami, sedangkan orang-orang yang jahil berada didalam kegelapan.

Pembahasan Syair 19: Perbedaan antara cahaya ilmu dan kegelapan kebodohan.

Perbedaan antara cahaya ilmu dan kegelapan kebodohan sangat mencolok sekali. Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 122:

Dan apakah orang yang sudah matikemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (Al-An’am:122)

Apakah orang yang tadinya mayat, lalu dihidupkan, kami jadikan untuknya cahaya. Dia berjalan dengan cahaya itu ditengah manusia. Apakah sama orang yang seperti ini, dengan orang yang dalam kegelapan dan tidak mau keluar darinya?

Manusia terbagi dua golonga. Pertama: manusia tadinya mayat lalu dihidupkan dan mendapat cahaya. Yang kedua: mayat lalu dihidupkan tapi tidak mendapat cahaya. sehingga seolah-olah seperti bangkai. Mereka beraktivitas tapi hakikatnya tidak hidup. Dikarenakan tidak ada petunjuk yang masuk pada dirinya. Dibacakan Al-Quran tidak ada pengaruhnya, ditegur dengan hadist tidak bermanfaat.

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 257: Allah adalah wali orang-orang yang beriman, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:257)

Allah menyebut orang beriman sebagai cahaya dibeberapa tempat dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam Surat An-Nisa ayat 174

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhan-mu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur`ān). (An-Nisa:174)

Bait Syair 17: Al-Ilmu ghoyatul quswa warubatuhul ulya fas’au ilaihi ya ulil himami

Al-Ilmu, ilmu itu. Ghoyatul quswa, tujuannya yang terpuncak. Warubatuhul ulya, dan kedudukannya yang tertinggi, Fas’au ilaihi, karena itu bersegeralah engkau kepadanya. Ya ulil himami, wahai orang-orang yang memiliki semangat.

Semua yang sudah mengenal ilmu, akan menjadikannya tujuan yang paling tinggi. Maka bersegeralah engkau mempelajarinya. Orang yang memiliki semangat dalam berlajar akan bersegera menuntut ilmu, tidak bermalas-malasan. Selagi ada kesempatan dalam menuntut ilmu, jangan ditinggalkan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu akan ringan, karena jiwa nya sudah terbentuk untuk cinta kepada ilmu.

Abu Toyib Al-Mutalabi berkata: “Apabila jiwa-jiwa itu adalah jiwa yang besar, maka jasat itu akan letih untuk melayani jiwa dalam memenuhi keperluannya”.

Wallahu A’lam

8. Kemuliaan Ilmu dan yang Mempelajarinya

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 3.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.

Bait Syair 18

Al-Ilmu asyrofu mathlub, ilmu itu hal yang paling dicari yang paling mulia. Wa tholibuhu, dan orang yang menuntut ilmu. Lillahi, bagi allah, Akrom mayamsyi ‘ala qodami, dia adalah orang-orang yang paling baik yang pernah berjalan diatas muka bumi.

Pembahasan Syair 18: Ilmu itu adalah tuntunan yang termulia.

Ketika belajar ilmu, yang pertama dipelajari adalah ilmu agama. Agama adalah milik Allah. Jadi ketika mempelajari sesuatu yang berasal dari Allah, maka ini adalah yang paling mulia. Tugas Nabi dan Rasul adalah untuk menyampaikan ilmu agama. Para Nabi dan Rosul adalah makhluk yang terbaik, sehingga kita perlu mengikuti mereka.

Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 9: “Apakah sama orang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui?” Jawabannya tentu saja tidak.

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat pada waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhan-nya? Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 19: Apakah orang yang mengetahui punya ilmu, bahwa yang diturunkan kepada nabi Muhammad benar, apakah sama dengan orang yang buta?.

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,

Pembahasan Syair 18: Penuntut ilmu adalah orang yang paling mulia yang berajalan diatas muka bumi.

Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 22, apakah orang yang mukanya teseret diatas tanah itu lebih baik dengan orang yang berjalan seimbang diatas jalan yang lurus?. Tentu saja orang yang berjalan seimbang diatas jalan yang lurus lebih baik.

Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (Al-Mulk:22)

7. Ketamakan pada Ilmu tidak akan pernah kenyang

Bait Syair 15:

Wamin sifati, dan dari sifat-sifat. Ulil iimaani, orang-orang yang memiliki ilmu. Nahmatuhum, semangatnya (ambisi di dada). Fil ilmi, tentang ilmu. Hata liqo, sampai mati, ‘Abidh bidi nahami, maka iri lah kamu.

Pembahasan: Ketamakan pada ilmu tidak akan pernah kenyang.

Hadist dari Nabi bersabda:

Ada dua ketamakan yang tidak pernah kenyang: penuntut ilmu dan pencari dunia dunia.

Dalam kitab rihdatah sahadah, Ibnu Qoyim membawakan hadist berikut. Yang walaupun hadist nya ada kelemahan pada sanadnya, karena ada salah satu periwayat yang lemah, Namun Ibnu Qoyim bisa berpendapat hadist nya bisa dikuatkan karena ada pendukung dari hadist-hadist lain.

Seorang mukmim tidak pernah kenyang dari kebaikan apa yang dia dengar, sampai akhirnya surga menjadi tempat tinggalnya.

Dua hal yang bertentangan pencari ilmu dan dunia. Pencari ilmu tidak ada kenyangnya seperti kisah-kisah As-Salaf berikut ini:

  • Nabi shalallahu alaihi wasallam diperintah Allah untuk berdoa: Robbi jidni ‘ilman, Ya Allah berikanlah tambahan ilmu untuku.
  • Nabi Musa melakukan perjalanan untuk berjumpa dengan Nabi Khodir supaya bertambah ilmu.
  • Ditanyakan kepada salah seorang dari Imam umat islam, Sampai kapan kamu menuntut ilmu?, beliau menjawab sampai mati.
  • Ditanyakan kepada Abdullah Ibnu Mubarak, sampai kapan kamu mendengar hadist?, beliau menjawab sampai mati.
  • Ditanyakan kepada Imam Ahmad rohimahullah oleh Hasan Al-Jasos, Sampai kapan seseorang menulis hadist?, beliau menjawab sampai mati.
  • Imam Ahmad berkata, saya akan memuntut ilmu sampai saya dimasukan kekuburan.
  • Disebutkan ketikan Imam Ahmad mengunakan (penuh) tinta, muridnya bertanya sampai kapan tinta ini digunakan, beliau menjawab bersama tinta sampai kekuburan.
  • Ditanyakan kepada seorang, sampai kapan seseorang pantas untuk belajar?, beliau menjawab sempanjang dia masih layak untuk hidup.
  • Ditanyakan kepada AL-Hasan AL-Basri mengenai apakah seseorang yang sudah berumur 80 tahun masih pantas untuk belajar?, beliau menjawab kalo dia masih layak untuk hidup, dia belajar.

Sebagaimana ketamakan pada dunia, juga tidak akan habisnya. Rasulullah bersabda dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim:

Andaikata anak adam memiliki dua lembah yang berisi emas, mereka masih menginginkan lembah emas yang ketiga. Ini adalah tabiat manusia, punya ketamakan. TIdak ada yang bisa menghentikan ketamakannya pada dunia kecuali tanah yang menyumbat mulutnya dalam kuburan.

Kisah para penuntut ilmu masa dahulu:

  • Kisah dimasa imam Malik, ada muridnya yang berbuat sesuatu, kemudian dipukul oleh imam Malik, maka setelah itu Imam Malik menyadari, beliau keliru dan minta maaf pada Muridnya. Tapi muridnya tidak memaafkan beliau kecuali Imam Ahmad membacakan hadist untuk beliau sejumlah pukulannya. Imam Malik terkenal dengan jarang menyampaikan hadist dengan lisannya. Biasanya muridnya disuruh baca kitabnya. Maka dalam riwayatnya kebanyakan berkata saya membaca pada Imam Malik, bukan Imam Malik berkata pada saya. Maka Imam Malik menyampaikan hadist sejumlah pukulan beliau, setelah selesai muridnya berkata tambah lagi pukulannya. Ini adalah salah satu semangat penuntut ilmu
  • Ibnu Mas’ud berkata hari ini saya tidak mengetahui ada orang yang lebih banyak pengetahuan tafsir Al-Qur’an dari pada saya. Andaikata ada seseorang yang mengetahui yang tidak saya dan bisa di temui dengan berkendaraan, maka saya akan menemuinya.

Wallahu A’lam

6. Tidak boleh hasad pada dua perkara, salah satunya dalam hal ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab 2 Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses pada link berikut: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3.

Kitab Manzhumah Mimiyah, Karya Syaikh Hâfizh bin Ahmad Al-Hakamiy rahimahullâh, Memuat seputar wasiat dan adab ilmiah.

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai keutamaan ilmu, melalui bait syair ke-7 sampai dengan bait syair ke-60 dari Kitab Manzhumah Mimiyah.

Tidak boleh hasad pada dua perkara, salah satunya dalam hal ilmu

Bait syair 14: Walaisa Gibthotu nIlla Fitnataini huma, Tidak boleh iri pada sesuatu apapun kecuali pada dua hal. Ihsani filmali, berbuat baik dengan harta. Wa fil ilmi walhikami, dan seputar ilmu dan hikmah-hikmah.

Pembahasan: Tidak boleh ada hasat kecuali pada dua perkara: salah satunya dalam hal ilmu

Dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud radhiallah anhuma:

Tidak ada hasat kecuali pada dua perkara:

  1. Seorang lelaki yang Allah berikan harta padanya, lalu dia habiskan harta tersebut dalam kebinasaannya membela kebenaran. Artinya betul-betul habis-habisan dengan hartanya. Harus iri karena: betapa besar pahala orang ini, dia menggunakan nikmat Allah pada hal yang baik, dan betapa baik kondisi hatinya.
  2. Seorang lelaki yang Allah berikan padanya hikmah (ilmu), maka dia memutuskan dengan ilmu dan mengajarkannya. Artinya berhukum dengan ilmu, bertidak dengan ilmu, dan diajarkan ilmunya. Harus iri karena: pahala yg besar dan kebaikan luar biasa.

Kalo hasad ingin seperti sesuatu dan juga sesuatu itu hilang dari seseorang. Tapi kalo gibtoh, iri ingin seperti seseorang tapi cinta pada nikmat itu pada seseorang.

Harta akan bermanfaat apabila digunakan pada ketaatan. Tapi Ilmu tetap mempunyai keutaman ketika mulai mempelajarinya.

Wallahu A’lam