7. Jangan mencari ilmu untuk tujuan mendebat orang jahil dan membanggakan diri pada ulama

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 70: Berhati-hatilah dan waspadalah dari mencari ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh … Demikian pula jangan berniat membanggakan diri terhadap ahli ilmu

Bait Syair 71: Sebab makhluk yang paling dibenci oleh Allah … adalah manusia yang paling keras dalam pertengkaran.

Hati-hati kamu, dan hendaknya berwaspada, engkau belajar itu untuk mendebat orang-orang yang jahil. Demikian pula jangan kamu memaksudkan belajar untuk berbangga didepan ulama. Karena seluruh makhluk yang paling dibencinya oleh Allah adalah manusia yang paling keras dalam pertengkaran

Pembahasan: Peringatan mempelajari ilmu untuk mendebat orang jahil, berbangga diri atas ulama, bantah-membantah dan perdebatan.

Akhak ini harus dijauhi oleh penuntu ilmu, jangan sampai ada pada dirinya hal tersebut. Belajar jaga dari keikhlasannya. Ada beberapa penyakit penutunt ilmu:

  • Jangan belajar untuk mendebat orang-orang jahil. Karena orang yang jahil itu bukan untuk didebat, tetapi untuk diajari. Apabila orang jahil tidak mau belajar, maka ditinggalkan.
  • Jangan belajar untuk berbangga didepan ahli Ilmu.

Dua hal ini diingatkan oleh Nabi, dalam riwayat At-Tirmidzi, dari Ka’ab bin Malik.

Barangsiapa yang mencari ilmu agar supaya bisa menandingi ulama atau bisa mendebat orang-orang yang bodoh, atau supaya wajah manusia menghadap kepada dia. Maka Allah akan memasukan dia kedalam neraka.

  • Jangan bantah-membantah dalam perdebatan. Dari Aisha radhiallahu anha, hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling menentang (pembangkang) dan orang yang paling suka mendebat.

Penuntut ilmu apabila mendebat yaitu pada hal yang ada manfaatnya. Ingin menampakan kebenaran. Apabila hanya sekedar membantah dan mendebat, maka itu bukan dari akhlak penuntut ilmu.

Wallahu Ta’ala A’lam

3. Miliki Tekad yang Kuat untuk Menuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 63: Bersungguh-sungguhlah dengan niat yang kuat tanpa kecuali … Seandainya seseorang mengetahui kedudukan ilmu niscaya dia tidak tidur.

Dan bersungguh-sungguhlah kamu dengan azam yang kuat, tidak lemah dengannya. Andaikata seseorang mengenai kadar ilmu, dia tidak akan tidur.

Pembahasan: Ijtihad dengan azam yang kuat.

Penuntut ilmu harus memiliki azam yang kuat. Nabi shallallahu alaihi salam mengajarkan doa yang agung “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadaMu keteguhan diatas perkara, Dan semangat yang kuat diatas petunjuk”. Dua perkara yang dimohon: teguh diatas perkara lurus jalannya dan punya azima yang kuat disitu. Kata seorang penyair :”Kemegahan didapatkan dengan kesungguhan“. Orang yang diharamkan kebaikan ilmu, itu karena dia malas.

Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Al-Imran: 102)

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah dengan yang sebenar-benar taqwa. Ini menunjukan azam.

Kemudian Allah juga berfirman kepada Nabi-Nya:

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap. (QS. Asy-Syarh: 7-8)

Apabila kamu telah selesai, Nabi Muhammad, berdiri lagi lakukan ibadah yang lainnya. Dan kepada Rabbmu hendaknya engkau selalu berharap.

Dan Allah berfirman kepada Nabi-Nya:

dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99)

Sembahlah Rabb-Mu sampaikematian datang menjemputmu.

Maka harus ada kesungguhan disertai dengan azam (kebulatan tekad) yang kuat. Tidak ada kata mundur dan melemah, selalu kuat. Azam yang kuat tidak hanya satu saat saja, tapi istiqomah terus mencari ilmu tanpa henti sampai azal menjemput.

Ada kisah seorang murid hadir di majelis gururnya, tidak pernah alpha (tidak datang). Padahal majelisnya berjalan beberapa tahun. Ini menunjukan semangat mencari ilmu.

Seorang penuntut ilmu harus memahami ini, karena ini yang membuat penuntut ilmu istiqomah dalam belajar.

Disebutkan dalam biografi ulama, mengenai semangat mereka dalam belajar:

  • Abu Yusuf, muridnya Abu Hanifah, ketika beliau dikondisi sakaratul maut. Datang orang berkunjung, dia masih sempat bertanya “Yang mana yang paling afdhol dalam melempar jamrah, berkendaraan atau berjalan kaki?”. Maka tamu yang datang berkata “berkendaraan lebih afdhol”, Kemudian Abu Yusuf berkata “Kamu Salah”. Kalo bagitu berjalan kaki lebih afdhol?. Kata Abu Yusuf “Kamu juga salah”. Akhirnya Abu Yusuf terangkan, kalo untuk berdoa, afdholnya berjalan, karena ada doa dalam lemparan pertama dan kedua. Akan tetapi pada lemparan terakhir afdholnya berkendaraan karena setelah melempar langsung pergi. Ketika tamu tersebut berjalan keluar, belum sampai dipintu Abu Yusuf sudah meninggal dunia. Ini adalah azam dan semangat dalam mengulangi Ilmu.
  • Sebagaian as-Salaf dalam kondisi sakit, minta faidah ilmu dan mencatatnya dalam kondisi sakit berat.

Kondisi ini luar biasa dikaernakan kadar pengagungan ilmu ada dalam diri meerka. Mereka paham bahwa ilmu ini adalah ibadah yang sangat besar. Kita biasanya mengetahui bahwa shalat malam adalah ibadah yang besar. Akan tetapi dalam keadaan mencari ilmu juga ibadah yang besar.

Wallahu Ta’alla A’lam

6. Ikhlas dalam menuntut Ilmu bukan karena mencari kedudukan dan dunia

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 66: Jadikan niatmu ikhlas untuk mencari keridhaan Allah … Sesungguhnya bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak berdiri.

Bait Syair 67: Barangsiapa yang mencari ilmu agar orang-orang menyebutnya … Betapa rugi dia dengan perdagangannya itu kelak di saat hari penyesalan (Kiamat).

Bait Syair 68: Barangsiapa mencari ilmu untuk keuntungan dunia … Kelak pada Hari Kiamat dia tidak akan mendapat bagian pahala.

Bait Syair 69: Cukuplah makna ayat (“Man Kaana” di surat Syura, Hud … dan Al-Isra, sebagai nasihat bagi orang yang pandai lagi paham

Ada 3 Pembahasan:

Pembahasan Pertama: Ikhlas dalam menuntut ilmu

Dan niat itu jadikanlah hanya mengharap wajah Allah, murni hanya untuknya. Karena bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak.

Memperhatikan keikhlasan adalah pokok perkara untuk seorang penuntut ilmu. Semua amalan akan berharga dan bernilai apabila disertai dengan keikhlasan.

Allah berfirman:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayinnah: 5)

Tidaklah mereka diperintah kecual beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya untuk Nya.

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Seluruh amalan hanyalah berdasarkan niat, dan setiap orang yang beramal (hanya akan mendapat pahala) sesuai dengan niatnya.”

Kapan seseorang dianggap ikhlas dalam menuntut ilmu?. Imam Ahmad rahimahullah ta’alla pernah ditanya oleh Muhana (murid belium). Ceritakan pada kami amalan yang paling afdhal. Imam menjawab “menuntut ilmu”. Maka bertanya lagi “Menuntut ilmu untuk siapa yang paling afdhal?. Imam menjawab “bagi siapa yang niatnya benar”. Apakah hal yang menjadi niat itu benar?. Imam menjawab “DIa meniatkan untuk tawadhu didalamnya dan menafikan kejahilan dari dirinya”. Jadi belajar untuk merendah hati, dasarnya memperbaiki dirinya. Sehingga diangkat kejahilan dari dirinya.

Jadi iklas dalam belajar yaitu ketika seseorang meniatkan dalam belajarnya untuk memperbaiki diri sendiri dan mengangkat kejahilan dari dirinya.

Ikhlas dalam definisi para ulama yang disebutkan Imam Ibnu Jama’ah rohimahullah ta’alla. Ikhlas itu adalah memperbaiki niat dalam mempelajari ilmu. Bagaimana itu ikhlasnya:

Pertama: Maksudkan dengannya wajah Allah, belajar untuk mencari wajah Allah

Kedua: Belajar untuk diamalkan.

Ketiga: Belajar untuk menghidupkan syariat.

Keempat: Diniatkan juga untuk menerangi hatinya

Kelima: Diniatkan juga untuk membersihkan batinnya.

Keenam: Diniatkan untuk dekat kepada Allah pada hari kiamat. Orang yang dekat kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu

Ketujuh: Diniatkan untuk meraih berbagai keutamaan yang disiapkan untuk orang yang mempelajari ilmu berupa ridha Allah dan besarnya keutamaan ilmu.

Jadi penuntut ilmu diperintah untuk memperbaiki niatnya, maka ini menunjukan pentingnya belajar ilmu Tauhid. Sebab ilmu Tauhid yang membantu mengenal liku-liku ikhlas.

Bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak. Pondasinya adalah keikhlasan, memperbaiki dan menjaga niatnya.

Pembahasan Kedua: Jangan mencari ilmu supaya manusia berkata kepadanya begini dan begitu.

Siapa yang mencari ilmu dengan niat supaya manusia berkata orang ini pencari ilmu, maka betapa meruginya perniagaan dia pada hari kiamat.

Ini adalah bahaya orang yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu.

Dari Abu Hurairah dalam Hadist riwayat Imam Muslim, tentang awal dari manusia yang disentuh oleh api neraka. Rasullullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Dan seorang lelaku yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an. Maka orang ini didatangkan, Allah ingatkan nikmat-nikmatnya terhadap orang ini. Orang ini pun mengingat nikmat itu. Maka ditanyakan kepadanya, apa yang kamu lakukan tentang nikmat itu? orang ini berkata saya mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu itu serta membaca Al-Qur’an karena engkau ya Allah. Allah berfirman, “Kamu telah berdusta!”. Kamu belajar ilmu supaya dikatakan Alim. Kamu baca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan ahli membaca Al-Qur’an. Maka telah diucapkan. (Telah dikatakan orang itu alim dan qori).

Kemudian diperintahkan agar orang ini diseret di atas wajahnya dan dilemparkan kedalam api neraka.

Karena itu harus hati-hati orang yang menuntut ilmu harus menjaga keikhlasan yang merupakan sebab keberkahan dan keberhasilan. Ini juga menjadi sebab tersebarnya ilmu.

Pembahasan Ketiga: Bahaya mencari Ilmu karena dunia

Siapa yang mencari dunia dengan ilmu, maka pada hari kiamat tidak ada jatah untuknya dan tidak ada bagiannya. Cukuplah dengan ayat yang dimulai dengan “Man Kaana” yang ada di tiga surah: Syuraa, Hud, dan Al-Isra. Cukuplah ini menjadi nasihat, bagi orang yang cerdas dan cepat memahami.

Pentingnya keikhlasan bagi penuntut ilmu, jangan mencari dunia dengan ilmu.

Ada tiga ayat diawali dengan “Man Kaana” dalam 3 surat berikut:

Pertama Surat As-Syuuraa ayat 20

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (QS. Asy-Syuuraa: 20)

Siapa yang menghendaki kebun akhirat, kami tambah dia dalam kebunnya. Dan siapa yang menghendaki kebun dunia, kami beri kebun dunia. Tapi tidak ada bagiannya di akhirat.

Apabila ingin akhirat, Allah akan tambah akhiratnya, semakin dibesarkan. Tapi apabila ingin dunia, akan diberi dunia itu. Tapi ingat tidak adalagi bagianya di akhirat.

Sehingga apabila diberi sesuatu jangan menyangka ini adalah nikmat baginya. Sebagai contoh apabila dia rajin shalat duha, rejekinya lancar. Jangan menyangka ini adalah kebaikan barangkali tidak ikhlas. Karena apabila shalat dhuha dikarenakan ingin rezkinya lancar, ini masuk pada pembahasan kesyirikan. Karena shalat itu harusnya untuk Allah ta’alla. Terkait dengan keutamaan dan kemudahaan itu pasti diberikan untuknya, tidak perlu dipikirkan. Tapi apabila dia beramal akhirat untuk Allah, ikut dunia tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah seluruh niatnya untuk dunia.

Kedua Surat Hud ayat 15-16:

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS. Hud: `15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS. Hud): 1`6

Barangsiapa yang mengingkan kehidupan dunia dan gemerlapnya, maka kami cukupkan amalan mereka, kami penuhi. Mereka tidak dikurangi dari hal itu. Tapi mereka ini adalah orang-orang yang tidak ada bagian diakhirat kecuali api neraka. Dan akan sia-sia segala yang mereka lakukan. Dan bathil segala amalan mereka.

Ketiga Surah Al-Isra ayat 18:

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. Al-Isra: 18)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan yang segera (dunia), maka kami segerakan untuknya di dunia apa yang kalian kehendaki untuk siapa yang kami inginkan. Kemudian kami jadikan untuknya neraka jahanam, dia masuk didalamnya dalam keadaan dicela dan dihinakan.

Peringatan jangan sampai mencari ilmu karena dunia. Keutamaan ilmu banyak tapi pada hal yang disebutkan dari keutamaan ilmu disitu diberikan kebaikan dari dunia, maka tidak boleh mencari khusus untuk niat dunia. Karena ini sama saja dengan mencari ilmu dengan niat dunia. Tetapi apabila niatnya untuk Allah Ta’alla dan berharap keluasan rahmat Allah, ini tidak masalah. Karena para sahabat ikut berperang (jihad) dan juga mereka dapat harta ghanimah. Ini tidak mempengaruhi dari keikhhlasan. Karena asal niatnya untuk meninggikan kalimat Allah Ta’alla.

Harus dipahami bahwa apa yang didapatkan oleh seseorang dari kehidupan dunia, jangan dianggap bahwa itu adalah tanda kebaikan. Dunia diberikan kepada semua orang: mu’min, kafir, fajir, yang baikdan yang tidak baik. Semuanya dapat dunia. Tapi keimanan ilmu hanya diberikan kepada orang-orang yang Allah pilih saja.

Abdurahman bin Auf dihidangkan makanan diatas meja, beliau menangis tersedu-sedu. Beliau ingat sudaranya Mushad bin Umair, diaman dulunya orang yang terpandang sebelum masuk islam dari keluarga yang kaya raya. Tapi setelah masuk islam, diputus oleh keluarganya. Beliau diutus oleh Nabi ke kota Madinah. Dan ketika beliau meninggal, tidak dimiliki harta dari kain kafan yang bisa menutupi badannya. Ditutup kepalanya keliatan kakinya dan apabila ditutup kakinya keliatan kepalanya. Akhirnya Nabi memerintahkan untuk kakinya ditutup dengan jerami. Hal tersebut membuat Abdurahman bin Auf menangis, beliau berkata saya khawatir dari ada yang didepan saya ini (makanan) dari dunia disegerakan untuk ku tidak diberi lagi diakhirat.

Kisah yang lain dari Ibnu Rajab ketika mesyarah hadist ulama pewaris para nabi, menyebutkan sebuah kisah dari Abu Hafs Andai Saburi, beliau suatu hari duduk ditengah murid-muridnya di luar kota. Beliau menyampaikan ilmu kepada muridnya. Murid-muridnya merasa senang dengan hal tersebut. Maka turunlah Ail (kambing liar yang digunung) dari gunung sampai duduk bersimpuh didepannya. Maka melihat tersebut diapun menangis, tangisan yang sangat dahsat, dan gemetaran. Kemudian muridnya bertanya kenapa menangis?. Maka beliau menjelaskan saya melihat kalian berkumpul disekitarku dan hati kalian senang mendengar pembicaraan saya. Maka tiba-tiba terbesit dihati saya, andaikata saya memiliki kambing, disembelih, kemudian saya undang kalian. Ini baru terlintas dihatinya, belum menetap, Subhanallah, kambing sudah ada didepannya dan bersimpuh tunduk mau disembelih. Biasanya yang seperti ini disebut karomah wali. Akan tetapi alim ini berbeda, beliau menangis khawatir dan takut. Beliau berkata saya berpikir jangan-jangan seperti Fir’aun yang meminta kepada Allah meminta sungai Nil dialirkan maka sungai Nil mengalir. (ingin dunia, dikasih dunia). Saya tidak merasa aman, kalo Allah memberikan saya bagian dari dunia, dan saya diakhirat menjadi fakir tidak ada lagi bagian untukku. Ini lah yang membuat saya khawatir.

Wallahu Ta’alla A’lam

5. Sambutlah para Penuntut Ilmu dan Jaga wasiat Rasulullah mengenai hak Penuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 65: Ucapkan selamat datang kepada orang yang datang kepadamu untuk menuntut ilmu … Hafalkan nasihat-nasihat Al-Mustafa shallallahu alaihi wasallam tentang hak penuntut ilmu.

Ada dua Pembahasan:

Pembahasan Pertama: Memberikan sambutan kepada para penuntut ilmu

Ucapkan marhaban, yaitu memberikan sambutan dengan sebaik-baiknya. Katakan hal tersebut kepada siapa yang datang kepadamu mencari ilmu. Ini adalah kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam, apabila datang satu kaum kepada beliau. Dari Abu Hurairah dalam Musnad Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Marahaban bihim, wa ahlan”, Saya mentarhib untuk mereka marhaban dan mereka datang sebagai orang yang ahlan (layak dan cocok diterima sebagai tamu).

Kemudian dalam riwayat Bukhari dan Muslim, apabila Nabi shallallahu alaihi wasallam kedatangan tamu (Abdul Qois), maka Rasulullah mengatakan “Marhaban bil koum, ghaira hadaya, wala ladama”, Selamat datang untuk kaum (Bani Abduol Qois), tidak ada hal yang buruk terhadap kalian dan tidak ada penyesalan. Ini menunjukan sambuatan kegembiraan tidak ada hal yang buruk dari kalian, dan kami tidak menyesal menyambut kalian.

Sehingga seorang guru harus menyambut muridnya sesuai dengan kemudahannya.

Pembahasan Kedua: Menjaga wasiat-wasiat Rasulullah tentang para penuntut ilmu

Dan pada mereka jaga Wasiat-wasiat Rosulullah tentang para penuntut ilmu.

Sesungguhnya manusia mengikuti dibelakangannya dan sesungguhnya sekelompok orang mendatangi kalian dari penjuru bumi untuk belajar memahami ilmu agama. Apabila mereka datang pada kalian, maka berwasiatlah yang baik untuk mereka.

Wallahu Ta’alla A’lam

4. Ikhlas dalam mengjarkan Ilmu dan Hormati gurumu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 64: Jadilah pemberi nasihat bagi para penuntut ilmu dengan penuh ikhlas … Baik secara diam maupun terang-terangan, dan hormatilah gurumu.

Nasihat hendaknya kamu berikan kepada para murid dengan mengharap pahala secara rahasia maupun terang-terangan. Dan terhadap ustadz hendaknya engkau memuliakannya.

Ada dua pembahasan:

Pembahasan Pertama: Menasehati Murid dengan harap pahala.

Nasihat dalam bahasa Indonesia, artinya apabila ada yang keliru dinasehati sehingga bisa menjadi benar. Akan tetapi dalam bahasa Arab, bisa dikatakan saya menasehati madu artinya memisahkan madu dari selainnya (sarang dan kotoran) sehingga madu murni. Sehingga artinya dia tuluskan, kedepankan hal yang terbaiknya.

Dalam hadist Tamim Ad-Daari dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Agama adalah Nasihat”, Nasihat bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para Imam kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum. Maknanya tulus bagi Allah dengan melakukan hal yang paling baik meliputi melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya, beriman dengan adanya Allah, Rububiyyah, Ulluhiyya, nama-nama dan sifat-Nya.

Nasihat kepada kitabnya artinya tulus kedepankan hal yang paling bagus untuk Al-Qur’an termasuk membaca, mencintainya, tadabur terhadap kandungannya, mengamalkan isinya. membelanya dan lainnya. Semakin sempurna maka ini adalah nasihat bagi Al-Qur’an.

Nasihat curahkan untuk murid, maknanya guru memberikan hal yang paling bagus untuk muridnya, paling baik dan paling cocok. Ciri seorang guru adalah penasihat bagi muridnya. Tulus menghendaki kebaikan untuk muridnya.

Demikian murid punya nasihat pada dirnya, temannya dan juga gurunya. Sungguh-sungguh dalam belajar, berusaha sebaik mungkin, maksimal dalam memahami dan menghafalkan, maksimal dalam menjaga ilmu, senang kawan-kawannya mendapatkan faidah. Jangan ada persaingan sesama penuntut ilmu yang dapat memunculkan hasad.

Rahasia maupun terang-terangan, maknanya antara guru dan muridnya atau dihadapan yang lainnya memberikan nasehat. Kadang nasehat guru kepada murid secara pribadi apabila ada kesalahan pada murid tertentu. Kadang nasehat guru secara umum di hadapan banyak orang.

Pembahasan Kedua: Penghormatan terhadap Guru

Ini merupakan awal keberhkahan, menghormati guru yang merupakan perantara mendapatkan ilmu. Diantara manfaatnya adalah:

Pertama: Ini menjadi sebab mengangungkan ilmu. Allah berfirman:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32)

Demikianlah siapa yang mengagungkan simbol-simbol Allah, maka itu bagian dari ketakwaan didalam hati.

Kedua: Akan dibalas dengan jenis yang dia kerjakan. Akan dimudahkan ilmu itu untuknya. Tapi apabila hadir ke guru untuk bersombong didepan gurunya, maka ini sebab diharamkan dari ilmu.

Ini sudah menjadi kebiasaan seorang murid untuk menyebutkan biografi gurunya. Dimana kebaikan-kebaikannya disebut tanpa menyebut keburukannya. Walaupun guru sebagai manusia pasti ada kesalahan.

Al-Ustadz, Ciri-ciri guru yang bisa diambil ilmu darinya:

Pertama: Guru itu alim pada bidang yang diajarkan, punya ilmu pada bidang yang diajarkan. Syarat seseorang dikatakan alim (dari As-Saukani rahimahullah):

  • Alim terhadap nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, tidak harus menghafal tapi memahaminya. Dia bisa membawakan Al-Quran dengan benar dan mengetahui hadist-hadist shahih dan daif.
  • Punya pengetahuan tentang Ijtima, letak-letakn kesepakatan para ulama. Sehingga tidak berbicara sesuatu yang menyelisihi kesepakatan ulama.
  • Mengetahui ilmu bahasa arab
  • Punya ilmu tentang usul fiqh.
  • Alim terhadap nasikh dan mansukh.

Tidak semua orang dianggap sebagai alim. Berbeda dengan mutakaf yaitu punya ilmu di bidang tertentu yang merupakan cabang-cabang saja. Tapi tidak mengerti rincian ilmu itu.

Kedua: Guru itu berakidah dengan akidah yang benar.

Ketiga: Guru itu mempunya manhaj yang lurud. Yaitu diatas jalan As-Salaf, mengikuti jalan nabi dan para sahabat.

Keempat: Guru itu penasehat untuk murid-muridnya dan ummatnya.

Wallahu Ta’alla A’lam

2. Sucikanlah, Agungkanlah, dan Pegang Teguh Adab dalam Menuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 62: Sucikanlah ilmu (dari perkara yang tak layak) dan kenalilah kadar kesuciannya … Baik dalam perkataan dan perbuatan, kemudian lazimiah adab-adabnya.

Ada 3 pembahasan:

Pembahasan Pertama: Sucilkan Ilmu Tersebut

Sucikanlah ilmu tersebut. Firman Allah:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhan-mu agungkanlah. dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. Al-Mudatsir: 1-4)

Hai, orang yang berselimut, berdiri kamu. Disuruh berdiri menunjukan keseriusan. Beri peringatan, pada Rabb mu hendaknya engkau membesarkan. Terhadap pakaianmu hendaknya engkau sucikan.

Para ahli tafsir mengartikan pakaian sebagai jiwa (hatimu). bukan pakaian secara nyata. Walaupun ada yang menafsirkan bahwa sucikan pakaianmu dari najis. Karena itu seorang penuntut ilmu harus mensucikan dirinya sebelum belajar. Ilmu perlu tempat (hati) yang bagus untuk menampungnya. Ini adalah bentuk mensucikan dari ilmu. Maka ilmu dipelihara dan dibersihkan dari segala yang tidak layak, tidak pantas dalam ucapan maupun perbuatannya.

P`embahasan Kedua: Kenalah kadar keagungan ilmu

Ini berkaitan dengan keutamaan ilmu yang telah dibahas pada bab sebelumnya.

Hadist riwayat Imam Ahmad, dari Ubadah bin Somid, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Bukan dari umatku, orang yang tidak mengagungkan orang besarnya, tidak merahmati orang kecilnya. Dan tidak mengenal hak orang yang berilmu ditengah mereka.

Bukan dari umatku (bahasa Nabi). Kita harus mengenal kadar seorang alim. Kita menghormati alim bukan karena dirinya sebagai manusia. Akan tetapi karena ilmu yang dia sandang. Wasiat bagi penuntut ilmu adalah hendaknya dia mengerti dia selalu mengenal kadar kehormatan ilmu dalam ucapan dan perbuatan. Maknanya jangan sampai menyalahgunakan ilmu sehingga membuat orang lain berburruk sangka kepada ilmu.

Pembahasan Ketiga: Komitment berpegang pada adab-adab ilmu

Menjaga adab dan akhlak dalam menuntut ilmu. Sebagian ulama belajar adab lebih banyak dari belajar ilmu. Sebagian as-salaf mengatakan beliau belajar adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun. Disebutkan dimajelis para ulama, orang yang hadir ada dua jenis: ada yang wajahnya menghadap kedepan saja, belum menulis dikarenakan mereka hanya belajar adab saja dari gurunya. Yang lainnya sudah menulis, mencatat hadist-hadist yang disampaikan guru.

1. Jangan gantikan menuntut Ilmu dengan yang lainnya karena ini adalah tanda Keberhasilan

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Bait Syair 61: Wahai penuntut ilmu, jangan mencari aktivitas pengganti yang memalingkan dari mencari ilmu … Karena kamu telah berjaya, demi Rabb kertas dan pena

Wahai seorang penuntut ilmu, jangan kamu cari pengganti apapun untuk ilmu yang kamu cari itu. Sungguh engkau telah memperoleh keberhasilanmu, demi Allah (Rabb) yang memiliki lahul mahfudz dan pemilik Al-Qalam.

Ada dua pembahasan dari etika ilmu:

Pembahasan Pertama: Tidak pantas seorang penuntut ilmu mencari pengganti apapun untuk ilmu.

Etika ini akan menjadi kuat apabila telah memahami pembahasan sebelumnya yaitu keutamaan ilmu. Ini adalah kaidah untuk seorang penuntut ilmu. Firman Allah

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan-mu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata, “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas (QS. Al-Baqarah: 61)

Peringatan besar dalam Al-Qur’an bahwa mengganti sesuatu yang baik dengan yang lebih rendah?”. Teguran terhadap bani Israil yang sudah diberi Allah berbagai nikmat yang sangat besar: makanan yang luar biasa. Akan tetapi mereka mencari hal yang rendah: bawang dan kacang-kacangan.

Demikian pula seorang penuntut ilmu tidak boleh menggantikan sesuatu yang lebih tinggi yaitu ilmu dengan yang hina dan rendah. Apabila sudah mengenal nikmatnya agama, jangan berpaling pada lainnya.

Pembahasan Kedua: Keberhasilan dengan Ilmu

Keberhasilan ditandai dengan didapatkannya ilmu. Apabila belum mendapatkan ilmu artinya belum berhasil. Sebab keberuntungannya adalah pada ilmu dan mengamalkan ilmu.

Ini detekankan agar seorang penuntut ilmu fokus belajar, tidak mengganti arahnya. Karena apabila terrlalu banyak arah akan sulit mendapatkan kesuksessan meraih ilmu. Orang yang memecah semangatnya, susah akan behasil karena tidak fokus. Sehingga tidak berhasil.

Apabila ingin berhasil prinsip ini harus dipegang, yaitu jangan ganti ilmu dengan yang lainnya. Ilmu menjadi paling depan dibanding yang lainnya. Kebanyakan orang sibuk dengan selain ilmu kemudian disela-sela kesibukannya mengikuti taklim. Ini bagus, tapi kurang bagus. Apabila ingin lebih bagus, asal aktivitasnya adalah menuntut ilmu tapi jangan lupa kerja.

Allah berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)

“Carilah apa yang Allah datanglkan kepadamu dair kehidupa akhirat dan jangan lupa bagian mu dari kehidupan dunia”. Sehingga jangan dibalik dengan cari dunia tapi jangan lupa shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Perintah Allah adalah perintah mencari akhirat tapi jangan lupa kehidupan dunia. Apabila berprinsip seperti ini, mencair dunia pun akan menjadi ibadah. Kapan mencari dunia akan bernilai ibadah?. Kuncinya adalah dengan mempelajari ilmu. Karena dengan ilmu yang dipelajari, bisa mengetahui pintu-pintu ibadah yang tidak diketahui oleh orang lain.

Misalkan seorang alim yang duduk-duduk saja, tapi sesungguhnya telah banyak ibadah yang dikerjakan. Belum tentu banyak aktivitas, tanda ibadah lebih bagus. Karena ilmu tidak diukur dengan banyaknya aktivitas, tapi ukuran yang paling pokok adalah sesuatu yang bercokol didalam dada.

Para as-salaf berkata “Abu Bakr tidak mendahului kalian dengan banyaknya shalat, puasa, sedekah. Tapi Abu Bakr mendahului kalian dengan sesuatu yang bercokol didalam hatinya“. Ini yang menjadikan Abu Bakr lebih tinggi kedudukannya dibanding sahabat yang lain. Abu Bakr berjihad, shalat, puasa, begitupula sahabat yang lainnya. Tetapi tidak ada yang menyaingi pahala Abu Bakr karena keikhlasannya.

Jalan para sahabat seperti disebutkan oleh seorang penyair “Siapakah yang bisa memberiku seperti jalan mu yang santai itu. Engkau jalannya pelan-pelan tapi tibanya paling awal“. Ini lah jalannya parra sahabat yaitu jalannya pelan-pelan, yang lain jalannya cepat. Tapi begitu di garis finish para sahabat sudah berada di depan. Ini ada kaitannya dengan ilmu para sahabat dalam beramal.

Wallahu Ta’alla A’lam

29. Keutamaan orang yang berilmu sangat jelas

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Bait Syair 60: Keutamaan Ahli Ilmu banyak terdapat dalam al-kitab .. dan al-hadist, semua orang sudah tahu tentang ha itu.

Keutamaaan orang yang berilmu datang dalam nash al-quran dan hadist. Itu lebih terkenal daripada api diatas gunung yang tinggi.

Apabila berbicara keutamaan ilmu sudah jelas sebagaimana kita melihat api diatas gunung semua bisa melihatnya.

Apabila syair ini di hafal dan difahami dengan baik, ini adalah kaidah-kaidah dan dasar-dasar penting, berada dalam hati dengan baik, maka itu adalah sebab mengagungkan ilmu dan memandang indahnya ilmu lebih penting dari hal yang lain. Ini akan menjadikan semangat dalam menuntut ilmu.

Setalah menjelaskan keutamaan, kita sudah bersemangat ingin belajar. Termotivasi sangat kuat untuk maju kedepan. Maka penulis terangkan beberapa wasiat untuk seorang yang akan masuk kedalam ilmu.

Ilmu ketika dipelajari ada jalannya dan ada methodanya. Penuntut ilmu harus tahu jalannya kalau ingin belajar, bagaimana caranya, mulainya dari mana. Disinilah kita memerlukan wasiat-wasiat yang sangat berharga dipilihkan oleh penulis.

Wallahu A’lam

27. Orang yang berilmu bagaikan bintang-bintang

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Bait Syair 57: Para ahli ilmu bagaikan meteor yang dilemparkan kepada pencuri pendengaran … Bagaikan panah di langit. Sungguh dahsyat panah api mereka itu.
Bait Syair 58: Karena panah api itu tepat mengenai dua sasaran … Yaitu setan jin dan manusia, bukan selain mereka.

Pembahasan: Orang-orang yang berilmu seperti bintang-bintang

Bintang didalam al-quran mempunyai tiga fungsi:

  1. Sebagai hiasan dilangit
  2. Sebagai tanda ditengah kegelapan malam
  3. Untuk melempar para syaithon.

Ini disebut dalam beberapa tempat dalam Al-Qur’an. Para ulama keberadaannya adalah seperti bintang tersebut.

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda “Para sahabatku seperti bintang-bintang”

Mereka para ulama disatu sisi adalah perhiasan dilangit, yaitu menghiasi dan memperbaiki manusia di bumi. Disisi lain para ulama adalah petunjuk ditengah kegelapan. Betapa banyak orang yang tidak mendapatkan petunjuk tetapi melalui seorang alim mendapatkan hidayah.

Kisah di Shahih Muslim, ketika kaum khawarij yang mau mengkudeta. Diamana sudah berkumpul beberapa anak muda yang sepakat akan melakukan kudeta. Tapi katanya ini musim haji, kita harus pergi haji dulu. Lalu merekan pun pergi haji. Akan tetapi setelah haji, merekapun berkata, kita ke Madinah dulu. Maka merekapun berkunjung ke Madinah. Begitu tiba di Madinah, masuk ke mesjid Nabawi, melihat seorang syeikh duduk ditiang menyampaikan hadist-hadist Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Diantara kisah yang mereka dengarkan adalah kisah orang-orang yang masuk ke neraka jahanam, disiksa, kemudian dikeluarkan dan dimasukan ke surga. Sehingga runtuh semua syubhat para khawarij ini. Sebab sebelumnya mereka berpendapat pelaku dosa besar adalah kafir dan kekal didalam neraka. Mereka baru sadar mereka keliru, kemudian mereka bertanya kepada syeikh nya “kamu siapa”, syeikh menjawab “saya adalah Jabir bin Abdillah (Sahabat Nabi)”. Apakah benar hadist yang kamu sampaikan? ya benar, saya tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka seluruh pemuda yang tadinya mau kudeta menjadi rujuk kepada kebenaran kecuali satu orang.

Disisi lain Ulama itu adalah lemparan-lemparan yang sebenarnya untuk setiap orang yang mencuri pendengaran seperti api-api yang terlempar dari langit. Maka betapa besarnya lemparan api itu.

Para ulama apabila menjelaskan tentang kesesatan, bid’ah. Maka itu merupakan ucapan yang kuat membuat manusia tenang. Para ulama ketika menjelaskan ilmu seperti lemparan api yang melenyapkan syubhat.

Lemparan api para ulama mengenai setan jin dan manusia tanpa mengenai yang lainnya.

Wallahu A’lam

28. Orang berilmu adalah petunjuk pada jalan yang lurus

Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Keutamaan Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Bait Syair 59: Para ahli ilmu itu adalah pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus … Sedangkan orang-orang bodoh itu tersesat dari petunjuk para ulama karena terus-menerus dalam kebodohan mereka

Mereka ini adalah al-huda orang yang membawa petunjuk menuju jalan yang paling lurus. Adapun orang yang jahil mereka tersesat dari petunjuk para ulama karena kejahilan mereka.

Pembahasan: Orang yang berilmu adalah pemberi petunjuk dan membawa pada jalan yang paling lurus

Ketika terjadi perselisishan dan keraguan maka ahlul ilmi yang memberikan hidayah. Sebagaimana dalam shahih muslim, membaca dalam shalat malam:

Dalam doa ini: “berilah hidayah kepadaku dari hal mereka yang berselisih dengan kebenaran agar menuju jalan yang lurus”

Ibnu Qoyim berkata bahwa ilmu dalam hadist ini adalah yang hak (kebenaran). Dia selalu mencari ilmu, menginginkannya, dan mendahulukan diatas yang lainnya. Mereka inilah yang tepat berada diatas hidayah.

Jalan yang lurus didapatkan dengan ilmu.

Wallahu A’lam