2. Al-Qur’an sebagai dasar hukum dan beramal

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab: Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Setelah menguraikan tentang keutamaan ilmu dan sejumlah pembahasan terkait dengannya. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai keagungan Al-Quran, bagaimana kedudukannya, beberapa ketentuan terkait dengan Al-Qur’an: mengenal hukumnya, beramal, dan mengimani. Juga diterangkan mengenai sejumlah keutamaan dari Al-Quran: keutamaan membaca, tadabur.

Al-Qur’an dijadikan hujjah sebagai hukum, beramal dengan muhkamnya dan menegakan batasan-batasannya.



Bait Syair 88: Jadikanlah bukti dan keterangan yang ada dalam Al-Qur’an sebagai hakim dan beramallah dengan ayat-ayat yang jelas … Baik dalam perkara-perkara yang halal maupun haram, dan tegakkan batasan-batasannya.

Pembahasan: Berhukum dengan Al-Qur’an beramal dengan yang muhkam, serta menegakan batasan-batasan Al-Qur’an.

Pembahasan Pertama: Berhukum dengan Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah Burhan sebagaimana Allah berfirman:

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhan-mu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur`ān). (An-Nisa: 174)

Burhan artinya hujjah (bukti) yang sangat terang, biasa dipakai untuk cahaya yang terang benderang. Ini adalah sifat dari Al-Qur’an dimana semua jenis cahaya ada dalam Al-Qur’an.

Sehingga kita berhukum dengan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah “Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah”.

Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf: 40)

Juga dalam firman Allah “Dan apa yang kalian berselisih didalamnya, dan hukumnya itu kepada Allah”.

Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhan-ku. Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya-lah aku kembali. (Asy-Syura: 10)

“Belajar itu jangan meluputkan sesuatu”

Pembahasan Kedua: Beramal dengan yang Muhkam dari Al-Qur’an

Sebagaimana firman Allah “Dia-lah Allah yang menurunkan Alkitab, yang tedapat ayat-ayat muhkamat yang merupakan pokok-pokok al-kitab. Dan yang lainnya mutasbih”

Dia-lah yang menurunkan Alkitab (Al-Qur`ān) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al-Qur`ān dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat1. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Al-Imran: 7)

Muhkamat artinya ayat-ayat yang jelas dan pokok dalam Al-Qur’an. Secara umum Al-Quran adalah kitab yang Muhkman, sebagaimana Allah berfirman “inilah suatu kitab yang muhkam ayat-ayat nya”

Alif Lām Rā, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, 1 (Hud: 1)

Beramal dengan ayat yang muhkam, yaitu ayat-ayat yang jelas menerangkan yang halal dan haram. Suatu perkara yang sudah jelas ditegakkan untuk dirinya. Sebagai contoh membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir, kemudian dicari perintah-perintah dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan diri sendiri. Ketika dibuka perintah pertama yaitu beribadah kepada Allah, kemudian perintah membaca Al-Qur’an, perintah tadabur, shalat, zakat, haji dan selainnya. Kemudian cari larangan-larangan dalam Al-Qur’an diantaranya larangan berbuat kesyirikian.

Pembahasan Ketiga: Apa yang sudah ditegaskan dalam Al-Quran hendaknya ditegakkan.

Allah berfirman: “Itulah hukum-hukum Allah, barangsiapa yang melanggar, maka sesungguhnya dia telah melampaui diri sendiri”.

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang wajar)dan hitunglah waktu idah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhan-mu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji1 yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru2. (At-Talaq: 1)

Dalam Al-Quran ada yang jelas mana yang halal dan mana yang haram, dan diantara keduanya (halal dan haram) ada yang muntasabih. Sebagaimana hadist berikut:

Wallahu Ta’alla A’lam

1. Bacalah Al-Quran dengan Tadabur dan Tartil

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab: Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Setelah menguraikan tentang keutamaan ilmu dan sejumlah pembahasan terkait dengannya. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai keagungan Al-Quran, bagaimana kedudukannya, beberapa ketentuan terkait dengan Al-Qur’an: mengenal hukumnya, beramal, dan mengimani. Juga diterangkan mengenai sejumlah keutamaan dari Al-Quran: keutamaan membaca, tadabur.

Wasiat agar Berpegang dengan Kitab Allah

Bait Syair 87: Bacalah Kitab Allah dengan disertai tadabur dan tartil … Terutama di waktu malam yang gelap gulita.

Dengan tadabur dan tartil hendaknya engkau membaca kitab Allah, apalagi ditengah kegelapan malam.

Pembahasan: Membaca Al-Quran dengan tadabur dan secara tartil.

Yang penting adalah tilawah terhadap Al-Qur’an. Hal ini dipuji dalam Al-Quran dan disebutkan sebagai sifat keimanan (Al-Baqarah: 121), ciri keberuntungan, perniagaan yang tidak merugi (QS. Fathir: 29).

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. Fathir: 29)

Orang-orang yang telah Kami berikan Alkitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah: 121)

Keimanan dicirikan dengan orang yang membaca (tilawah) Al-Quran dengan benar.

Tilawah Al-Quran dibagi menjadi tiga:

Pertama Tilawatun Lafdiyah: Tilawah secara Lafd, dibaca dengan lafadz, sesuai kaidah tajwid. Semakin mahir membaca Al-Quran, lisannya terbiasa membaca Al-Qur’an, maka pahalanya lebih besar. Sebagaimana dalam hadist Aisyah dalam riwayat Bukhari dan Muslim:

Yang mahir membaca Al-Quran bersama para malaikat.

Sebagian ulama mengatakan bahwa mempelajari ilmu Tajwid adalah wajib. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban seperti membaca surat Al-Fatihah yang merupakan rukun shalat harus sesuai dengan kaidah tajwid. Sebagaimana dari Ubada Ibnu Samid dalam riwayat muslim, Rasulullah bersabda:

Kemudian juga wajib membaca sebuah surah setelah Al-Fatihah.

Kedua Tilawayah Maknawiyah, membaca Al-Quran dengan tadabur terhadap maknanya, dari tafsir dan pelajari makna ayat, dari ucapan-ucapan para ulama ahli tafsir.

Ketiga Tilawah Hukmiyah, membaca dan mengamalkan hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Yang paling pokok dalam Al-Qur’an adalah diamalkan hukum-hukumnya. Perintah dilaksanakan dan larangan dihindari.

Yang dikatakan orang yang memabaca dengan sebenar-benar tilawah adalah yang mengumpulkan ketiga jenis tilawah tersebut: membaca dengan benar, memahamai dengan benar dan mengamalkannya.

Penulis dalam bait syair 87 menekankan Tadabur dan Tartil dalam Al-Qur’an.

Tadabur adalah hal yang perintah dalam Al-Qur’an.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`ān? Kalau kiranya Al-Qur`ān itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisa: 82)

Apabila mentadaburi Al-Quran, maka akan semakin cinta pada Al-Quran karena tidak ada ketidaksesuaian didalamnya.

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Sad: 29)

Al-Quran adalah kita yang ber-berkah yang diturunkan kepada engkau Nabi Muhammad. Berberkah artinya banyak kebaikannya. Supaya ditaburi ayat-ayat ini dan supaya yang mempunyai hati mengingat Al-Quran.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`ān ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24)

Tidakkah mereka tadabur terhadap Al-Quran? Atau hati mereka telah terkunci?. Terkunci artinya tertutup hatinya. Dengan tadabur, hati menjadi hidup, bisa mengingat, bisa berakal.

Wa Tartiil, dibaca dengan tartiil yaitu membacanya dengan pelan.

Makna dari Tartiil:

  • Ibnu Abas menafsirkan ayat ini yaitu baca dengan sangat jelas.
  • Hasan Al Basri berkata, baca dengan bacaan yang terang.
  • Mujahid berkata, kamu pelan didalam membacanya.
  • Qotada berkata, betul-betul kuat didalam membacanya.

Dalam ilmu Tajwid membaca Al-Quran ada tiga tingkatan:

  1. At-Tartiil: lurus, fasih, maknanya jelas dan pelan
  2. At-Tadwir, membacanya dengan pertengahan, tidak lambat dan tidak cepat.
  3. Al Hadar, membaca dengan cepat.

Banyak membaca Al-Quran adalah sifat seorang mukmin dan ciri kabaikannya. Dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Kemudian keutamaan-keutamaan membaca Al-Quran sangat banyak.

Ada kadar wajib dalam membaca Al-Quran yaitu membaca yang benar secara tajwid. Supaya tidak tergolong orang yang meninggalkan Al-Quran. Apabila orang yang meninggalkan Al-Quran bisa menjadi musuh Rasulullah, seperti keadaan kaum Quraish. Dimana Nabi mengadukan dalam ayat:

Berkatalah rasul, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`ān itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (Al-Furqan: 30)

Meninggalkan (Hajr) Al-quran perkara yang berbahaya. Bentuk dari meninggalkan Al-Quran: tidak membacanya, tidak mengamalkan hukumnya, tidak tadabur terhadap ayat-ayatnya, tidak bertahkim (apabila berselisih tidak menjadikan al-quran sebagai hukumnya) terhadap ayat-ayatnya, tidak dijadikan al-quran sebagai penyembuhnya. Sebagaimana ayat:

Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ān suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ān itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82)

Lanjutan syair 87 “Apalagi apabila dibaca ditengah kegelapan malam”. Hal ini akan lebih baik. Dipilih waktu-waktu yang bagus untuk membaca Al-Quran. Semua waktu bagus untuk membaca, tapi yang lebih baiknya adalah dimalam hari. Sebagaimana ayat:

Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzammil: 6)

Ada perbedaan membaca di siang dan malam hari. Pada malam hari sedikit kegiatan manusia, banyaknya beristirahat, maka akan lebih mudah membaca Al-Quran dengan hatinya.



Bait Syair 88: Jadikanlah bukti dan keterangan yang ada dalam Al-Qur’an sebagai hakim dan beramallah dengan ayat-ayat yang jelas … Baik dalam perkara-perkara yang halal maupun haram, dan tegakkan batasan-batasannya.

n

Wallahu Ta’alla A’lam