4. Ikhlas dalam mengjarkan Ilmu dan Hormati gurumu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 64: Jadilah pemberi nasihat bagi para penuntut ilmu dengan penuh ikhlas … Baik secara diam maupun terang-terangan, dan hormatilah gurumu.

Nasihat hendaknya kamu berikan kepada para murid dengan mengharap pahala secara rahasia maupun terang-terangan. Dan terhadap ustadz hendaknya engkau memuliakannya.

Ada dua pembahasan:

Pembahasan Pertama: Menasehati Murid dengan harap pahala.

Nasihat dalam bahasa Indonesia, artinya apabila ada yang keliru dinasehati sehingga bisa menjadi benar. Akan tetapi dalam bahasa Arab, bisa dikatakan saya menasehati madu artinya memisahkan madu dari selainnya (sarang dan kotoran) sehingga madu murni. Sehingga artinya dia tuluskan, kedepankan hal yang terbaiknya.

Dalam hadist Tamim Ad-Daari dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Agama adalah Nasihat”, Nasihat bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para Imam kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum. Maknanya tulus bagi Allah dengan melakukan hal yang paling baik meliputi melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya, beriman dengan adanya Allah, Rububiyyah, Ulluhiyya, nama-nama dan sifat-Nya.

Nasihat kepada kitabnya artinya tulus kedepankan hal yang paling bagus untuk Al-Qur’an termasuk membaca, mencintainya, tadabur terhadap kandungannya, mengamalkan isinya. membelanya dan lainnya. Semakin sempurna maka ini adalah nasihat bagi Al-Qur’an.

Nasihat curahkan untuk murid, maknanya guru memberikan hal yang paling bagus untuk muridnya, paling baik dan paling cocok. Ciri seorang guru adalah penasihat bagi muridnya. Tulus menghendaki kebaikan untuk muridnya.

Demikian murid punya nasihat pada dirnya, temannya dan juga gurunya. Sungguh-sungguh dalam belajar, berusaha sebaik mungkin, maksimal dalam memahami dan menghafalkan, maksimal dalam menjaga ilmu, senang kawan-kawannya mendapatkan faidah. Jangan ada persaingan sesama penuntut ilmu yang dapat memunculkan hasad.

Rahasia maupun terang-terangan, maknanya antara guru dan muridnya atau dihadapan yang lainnya memberikan nasehat. Kadang nasehat guru kepada murid secara pribadi apabila ada kesalahan pada murid tertentu. Kadang nasehat guru secara umum di hadapan banyak orang.

Pembahasan Kedua: Penghormatan terhadap Guru

Ini merupakan awal keberhkahan, menghormati guru yang merupakan perantara mendapatkan ilmu. Diantara manfaatnya adalah:

Pertama: Ini menjadi sebab mengangungkan ilmu. Allah berfirman:

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32)

Demikianlah siapa yang mengagungkan simbol-simbol Allah, maka itu bagian dari ketakwaan didalam hati.

Kedua: Akan dibalas dengan jenis yang dia kerjakan. Akan dimudahkan ilmu itu untuknya. Tapi apabila hadir ke guru untuk bersombong didepan gurunya, maka ini sebab diharamkan dari ilmu.

Ini sudah menjadi kebiasaan seorang murid untuk menyebutkan biografi gurunya. Dimana kebaikan-kebaikannya disebut tanpa menyebut keburukannya. Walaupun guru sebagai manusia pasti ada kesalahan.

Al-Ustadz, Ciri-ciri guru yang bisa diambil ilmu darinya:

Pertama: Guru itu alim pada bidang yang diajarkan, punya ilmu pada bidang yang diajarkan. Syarat seseorang dikatakan alim (dari As-Saukani rahimahullah):

  • Alim terhadap nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, tidak harus menghafal tapi memahaminya. Dia bisa membawakan Al-Quran dengan benar dan mengetahui hadist-hadist shahih dan daif.
  • Punya pengetahuan tentang Ijtima, letak-letakn kesepakatan para ulama. Sehingga tidak berbicara sesuatu yang menyelisihi kesepakatan ulama.
  • Mengetahui ilmu bahasa arab
  • Punya ilmu tentang usul fiqh.
  • Alim terhadap nasikh dan mansukh.

Tidak semua orang dianggap sebagai alim. Berbeda dengan mutakaf yaitu punya ilmu di bidang tertentu yang merupakan cabang-cabang saja. Tapi tidak mengerti rincian ilmu itu.

Kedua: Guru itu berakidah dengan akidah yang benar.

Ketiga: Guru itu mempunya manhaj yang lurud. Yaitu diatas jalan As-Salaf, mengikuti jalan nabi dan para sahabat.

Keempat: Guru itu penasehat untuk murid-muridnya dan ummatnya.

Wallahu Ta’alla A’lam

2. Sucikanlah, Agungkanlah, dan Pegang Teguh Adab dalam Menuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 62: Sucikanlah ilmu (dari perkara yang tak layak) dan kenalilah kadar kesuciannya … Baik dalam perkataan dan perbuatan, kemudian lazimiah adab-adabnya.

Ada 3 pembahasan:

Pembahasan Pertama: Sucilkan Ilmu Tersebut

Sucikanlah ilmu tersebut. Firman Allah:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhan-mu agungkanlah. dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. Al-Mudatsir: 1-4)

Hai, orang yang berselimut, berdiri kamu. Disuruh berdiri menunjukan keseriusan. Beri peringatan, pada Rabb mu hendaknya engkau membesarkan. Terhadap pakaianmu hendaknya engkau sucikan.

Para ahli tafsir mengartikan pakaian sebagai jiwa (hatimu). bukan pakaian secara nyata. Walaupun ada yang menafsirkan bahwa sucikan pakaianmu dari najis. Karena itu seorang penuntut ilmu harus mensucikan dirinya sebelum belajar. Ilmu perlu tempat (hati) yang bagus untuk menampungnya. Ini adalah bentuk mensucikan dari ilmu. Maka ilmu dipelihara dan dibersihkan dari segala yang tidak layak, tidak pantas dalam ucapan maupun perbuatannya.

P`embahasan Kedua: Kenalah kadar keagungan ilmu

Ini berkaitan dengan keutamaan ilmu yang telah dibahas pada bab sebelumnya.

Hadist riwayat Imam Ahmad, dari Ubadah bin Somid, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Bukan dari umatku, orang yang tidak mengagungkan orang besarnya, tidak merahmati orang kecilnya. Dan tidak mengenal hak orang yang berilmu ditengah mereka.

Bukan dari umatku (bahasa Nabi). Kita harus mengenal kadar seorang alim. Kita menghormati alim bukan karena dirinya sebagai manusia. Akan tetapi karena ilmu yang dia sandang. Wasiat bagi penuntut ilmu adalah hendaknya dia mengerti dia selalu mengenal kadar kehormatan ilmu dalam ucapan dan perbuatan. Maknanya jangan sampai menyalahgunakan ilmu sehingga membuat orang lain berburruk sangka kepada ilmu.

Pembahasan Ketiga: Komitment berpegang pada adab-adab ilmu

Menjaga adab dan akhlak dalam menuntut ilmu. Sebagian ulama belajar adab lebih banyak dari belajar ilmu. Sebagian as-salaf mengatakan beliau belajar adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun. Disebutkan dimajelis para ulama, orang yang hadir ada dua jenis: ada yang wajahnya menghadap kedepan saja, belum menulis dikarenakan mereka hanya belajar adab saja dari gurunya. Yang lainnya sudah menulis, mencatat hadist-hadist yang disampaikan guru.

1. Jangan gantikan menuntut Ilmu dengan yang lainnya karena ini adalah tanda Keberhasilan

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Bait Syair 61: Wahai penuntut ilmu, jangan mencari aktivitas pengganti yang memalingkan dari mencari ilmu … Karena kamu telah berjaya, demi Rabb kertas dan pena

Wahai seorang penuntut ilmu, jangan kamu cari pengganti apapun untuk ilmu yang kamu cari itu. Sungguh engkau telah memperoleh keberhasilanmu, demi Allah (Rabb) yang memiliki lahul mahfudz dan pemilik Al-Qalam.

Ada dua pembahasan dari etika ilmu:

Pembahasan Pertama: Tidak pantas seorang penuntut ilmu mencari pengganti apapun untuk ilmu.

Etika ini akan menjadi kuat apabila telah memahami pembahasan sebelumnya yaitu keutamaan ilmu. Ini adalah kaidah untuk seorang penuntut ilmu. Firman Allah

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan-mu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata, “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas (QS. Al-Baqarah: 61)

Peringatan besar dalam Al-Qur’an bahwa mengganti sesuatu yang baik dengan yang lebih rendah?”. Teguran terhadap bani Israil yang sudah diberi Allah berbagai nikmat yang sangat besar: makanan yang luar biasa. Akan tetapi mereka mencari hal yang rendah: bawang dan kacang-kacangan.

Demikian pula seorang penuntut ilmu tidak boleh menggantikan sesuatu yang lebih tinggi yaitu ilmu dengan yang hina dan rendah. Apabila sudah mengenal nikmatnya agama, jangan berpaling pada lainnya.

Pembahasan Kedua: Keberhasilan dengan Ilmu

Keberhasilan ditandai dengan didapatkannya ilmu. Apabila belum mendapatkan ilmu artinya belum berhasil. Sebab keberuntungannya adalah pada ilmu dan mengamalkan ilmu.

Ini detekankan agar seorang penuntut ilmu fokus belajar, tidak mengganti arahnya. Karena apabila terrlalu banyak arah akan sulit mendapatkan kesuksessan meraih ilmu. Orang yang memecah semangatnya, susah akan behasil karena tidak fokus. Sehingga tidak berhasil.

Apabila ingin berhasil prinsip ini harus dipegang, yaitu jangan ganti ilmu dengan yang lainnya. Ilmu menjadi paling depan dibanding yang lainnya. Kebanyakan orang sibuk dengan selain ilmu kemudian disela-sela kesibukannya mengikuti taklim. Ini bagus, tapi kurang bagus. Apabila ingin lebih bagus, asal aktivitasnya adalah menuntut ilmu tapi jangan lupa kerja.

Allah berfirman:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)

“Carilah apa yang Allah datanglkan kepadamu dair kehidupa akhirat dan jangan lupa bagian mu dari kehidupan dunia”. Sehingga jangan dibalik dengan cari dunia tapi jangan lupa shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Perintah Allah adalah perintah mencari akhirat tapi jangan lupa kehidupan dunia. Apabila berprinsip seperti ini, mencair dunia pun akan menjadi ibadah. Kapan mencari dunia akan bernilai ibadah?. Kuncinya adalah dengan mempelajari ilmu. Karena dengan ilmu yang dipelajari, bisa mengetahui pintu-pintu ibadah yang tidak diketahui oleh orang lain.

Misalkan seorang alim yang duduk-duduk saja, tapi sesungguhnya telah banyak ibadah yang dikerjakan. Belum tentu banyak aktivitas, tanda ibadah lebih bagus. Karena ilmu tidak diukur dengan banyaknya aktivitas, tapi ukuran yang paling pokok adalah sesuatu yang bercokol didalam dada.

Para as-salaf berkata “Abu Bakr tidak mendahului kalian dengan banyaknya shalat, puasa, sedekah. Tapi Abu Bakr mendahului kalian dengan sesuatu yang bercokol didalam hatinya“. Ini yang menjadikan Abu Bakr lebih tinggi kedudukannya dibanding sahabat yang lain. Abu Bakr berjihad, shalat, puasa, begitupula sahabat yang lainnya. Tetapi tidak ada yang menyaingi pahala Abu Bakr karena keikhlasannya.

Jalan para sahabat seperti disebutkan oleh seorang penyair “Siapakah yang bisa memberiku seperti jalan mu yang santai itu. Engkau jalannya pelan-pelan tapi tibanya paling awal“. Ini lah jalannya parra sahabat yaitu jalannya pelan-pelan, yang lain jalannya cepat. Tapi begitu di garis finish para sahabat sudah berada di depan. Ini ada kaitannya dengan ilmu para sahabat dalam beramal.

Wallahu Ta’alla A’lam