13. Beramal dengan ilmu, dakwah di jalan Allah, bersabar dalam berdakwah, mintah hidayah, dan istiqomah di jalan yang lurus

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 83: Ikutilah ilmu dengan amal, lalu serulah kepada … jalan Rabbmu dengan penjelasan dan hikmah
Bait Syair 84: Bersabarlah terhadap fitnah dan gangguan di jalan dakwah … Pada diri para rasul terdapat teladan, maka ikutilah mereka.
Bait Syair 85: Sungguh satu orang yang diberi petunjuk oleh Allah melalui perantraanmu … Ini sungguh lebih baik bagimu daripada Anda mendapatkan unta merah.
Bait Syair 86: Tempuhlah jalan yang lurus … Janganlah menyimpang, ketakanlah, “Rabbku adalah Allah Yang Maha Pengasih,” kemudian istiqamahlah.

Pembahasan Pertama: Beramal dengan Ilmu

Dari bait syair 83, Ilmu diikuti dengan amalan. Ilmu dipelajari bukan untuk disimpan, tapi untuk diamalkan. Apabila seorang penunutut mengamalkan ilmunya, maka akan membawa kebaikan untuk dirinya.

Dalam Al-Quran mengenai baiknya mengamalkan ilmu:

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka),
dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami,
dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (An-Nisa: 66-68)

Ada empat keutamaan dalam mengemalkan ilmu:

  1. Kalo mereka amalkan, mereka lakukan apa yang mereka diwasiatkan kepadanya, ilmu yang sampai kepada mereka, maka itu yang terbaik untuk mereka.
  2. Hal itu yang paling mengukuhkan kedudukannya.
  3. Maka akan di beri pahala yang besar.
  4. Akan diberikan kepada mereka jalan yang lurus.

Imam Ahmad berkata Kami itu membantu diri kami supaya bisa menghafal dengan cara mengamalkan ilmu yang kami hafal.

Sebagaian As-Salaf berkata: siapa yang beramal dengan ilmu yang dia ketahui, maka Allah akan wariskan untuknya ilmu yang sebelumnya belum dia ketahui

Ali Bin Abi Thalib berkata: Ilmu itu berbicara supaya diamalkan, kalo dijawab iya saya diamalkan. Apabila diamalkan ilmu itu akan tetap dan apabila tidak diamalkan ilmu akan pergi.

Ketika Ibnu Umar mendengar bahwa sebaik-baiknya shalat adalah shalat malam, maka seketika itu juga Ibnu Umar tidak pernah menginggalkan shalat malam.

Ketika Umu Habibah mendengar hadist negeri tentang shalat rawatib 12 rakaat sehari-sehari semalam, maka Umu Habibah semenjak itu tidak pernah meninggalkan shalat rawatib.

Bilal bin Abi Robah selalu menjaga wudhunya, setiap kali berwudhu beliau sholat dua rakat. Ini yang menyebabkan dimasukannya ke surga.

Kaidahnya: Ilmu – di Jaga – di Amalkan.

Sebagian As-Salaf ada yang 40 tahun tidak pernah luput takbiratul ikhram bersama imam.

Ada sebagian As-Salaf, selama 20 tahun mendengar adzan didalam mesjid.

Pembahasan Kedua: Berdakwah ke jalan Allah dengan Ilmu

Dalam bait syair 83, setelah belajar ilmu dan mengamalkannya, maka ada kewajiban mendakwahkannya. Itu merupakan zakat dari ilmu, dikeluarkan zakartnya. Diajarkan kepada manusia sehingga memperoleh kebaikan lagi.

Pembahsan Ketiga: Bersabar dalam berdakwah

Dalam bait syair 84, dan bersabarlah terhadap akan yang menimpa dari fitnah dan gangguan dalam dakwah (ilmu), pada para rasul ada pelajaran, ambilah petunjuk dari para rasul.

Apabila kita baca kisah para nabi dan rasul, terlihat bahwa kesabaran mereka terhadap segala gangguan dalam berdakwah. Sehingga dalam berdakwah kita harus bersabar sebagaimana para nabi dan rasul.

Pembahasan Keempat: Semangat agar supaya manusia mendapat hidayah.

Dalam bait syari 85, satu orang yang Allah beri hidaya kepadanya, disebabkan karena kamu untuk hal tersebut lebih baik di hari kiamat dari pada unta-unta merah.

Orang Arab dahulu apabila membahasakan harta yang paling bagus adalah unta merah.

Dari riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda:

Pembahasan menempuh jalan yang lurus dan istiqomah.

Penutup dalam topik ini, terdapat dalam bait syair 86, Dan tempuhlah kelurusan jalan yang mustqim, dan jangan kamu berpaling. Katakanlah Rabbku adalah Allah Ar-Rahman, dan istiqomah lah kamu.

Setelah itu adalah berada dijalan yang lurus dan istiqomah diatasnya.

Sofyan bin abi As-Sokofi bertanya pada Nabi sebagaimana dalam riwayat Muslim:

Ini wasiat yang berharga untuk penuntut ilmu supaya di atas jalan yang lurus. Minta kepada Allah akan ditegarkan diatas jalan yang lurus (dalam surat Al-Fatihah). Kemudian meminta agar istiqomah dijalan tersebut.

Sebab-Sebab Istiqomah

Istiqomah ada sebab-sebabnya diantaranya adalah:

  1. mengenal ilmu syari’,
  2. beriman dan bertauhid,
  3. mengamalkan ilmu nya,
  4. duduk dengan orang-orang yang sholeh,
  5. banyak bertaubat dan beristigfar,
  6. selalu berdoa kepada Allah untuk diberikan keteguhan dijalan yang lurus,
  7. selalu menyambung amalan kebaikan dengan amalan kebaikan yang lainnya.

Wallahu Ta’alla A’lam

12. Bahaya dan Akibat menyembunyikan Ilmu.

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 79: Berhati-hatilah dari menyembunyikan ilmu, karena sesungguhnya … Orang yang menyembunyikannya berada dalam laknat Allah dan semua orang.
Bait Syair 80: Salah satu hukumannya di akhirat kelak … AKan dipakaikan kepadanya kekang dari api Neraka yang tidak seperti kekang biasa.
Bait Syair 81: Orang yang menahan ilmu dari orang yang tidak pantas membawanya … Tidaklah disebut menyembunyikan, akan tetapi merupakan bentuk penjagaan, maka janganlah kamu cela.
Bait Syair 82: Menyembunyikan ilmu tiada lain menghalangi ilmu dari pencari … yang berhak mendapatkanya, maka pahamilah dan jangan keliru.

Ada Dua Pembahasan

Pembahasan Pertama: Hati-hati dari bahaya dan akibat menyembunyikan ilmu

Dalam bait syair 79, terhadap menyembunyikan ilmu hendaknya berhati-hati, karena orang menyembunyikan ilmu dilaknat Allah dan seluruh makhluk.

Dalam bait syari 80, karena hukumannya, sesungghunya di hari kiamat untuk orang yang menyembunyikan, dineraka akan di beri tali yang mengikat mulutnya seperti kendaraan yang diikat tali kekang (dari api neraka).

Hal ini disebut dalam Al-Quran:

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Alkitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, (Al-Baqarah:159)

Adapun mengenai diikat mulutnya dengan kekang dari api neraka, berdasarkan hadist:

Pembahasan Kedua: Yang dimaksud dengan menyembunyikan ilmu

Karena itu kewajiban kita adalah tidak menyembunyikan kebenaran, harus disampaikan. Sebagaimana firman Allah:

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. (Al-Imran: 187)

Hendaknya kalian yang diberi kitab, menyampaikannya jangan menyembunyikannya. Namun demikian ada fiqih yang harus dipahami yang terdapat pada bait syair 81 bahwa orang yang menjaga ilmu dari orang yang tidak layak menyandangnya, tidak termasuk pada orang yang menyembunyikan ilmu, akan tetapi dinamakan menjaga kehormatan ilmu.

Maksudnya ini kepada orang yang belajar tapi bukan untuk mengambil manfaat. Contohnya bertanya sesuatu untuk berbuat jelek. Hal ini tidak perlu diajari ilmu untuknya.

Kemudian dalam bait syair 82, Yang dikatakan menyembunyikan itu apabila dia menahan ilmu itu dari orang yang mencarinya. Dan orang itu berhak mendapatkan ilmu itu. Maka pahamilah agar tidak keliru memahaminya.

Contoh lain apabila murid bertanya mengenai sesuatu, tetapi gurunya berpikir bahwa murid tersebut belum waktunya memahami hal tersebut. Karena belajar ada tahapannya.

Contoh lain apabila muridnya pemula, maka guru mengajarkan sebatas apa yang ada di kitab yang sedang dipelajari. Akan tetapi apabila muridnya buka pemula, guru mengajarkan lebih mendalam. Tidak hanya kitab yang dipelajari saja, akan tetapi dibahas kitab-kitab lain yang berhubungan.

Wallahu Ta’alla A’lam

11. Berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah, serta tinggalkan pendapat orang belakangan

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Syair 76: Tinggalkan pendapat orang belakangan yang mengaku berilmu … Berpeganglah selalu dengan para salaf.
Bait Syair 77: Ilmu itu tiada lain hanyalah Kitabullah atau As-Sunnah … Dengan cahaya petunjuknya setiap yang masih samar menjadi jelas.

Bait Syair 78: Tidaklah ada ilmu selain wahyu yang terang … dan apa-apa yang diambil darinya, ingatlah, sungguh beruntung bagi yang memanfaatkan waktunya.

Ada 3 Pembahasan

Pembahasan Pertama: Meninggalkan pengikutan kepada orang-orang belakangan.

Ini wasiat dalam belajar agar jangan terikat dengan orang-orang belakangan, harus nya terikat dengan salaf terdahulu. Hal ini dikarenakan ilmu itu datang dari Nabi dan para sahabatnya. Semakin dekat masa dengan nabi dan sahabat, maka semakin selamat ilmu nya. Sampai hari ini ilmu terwarisi, ketika kita belajar kepada para ulama di masa ini, bukan karena ilmu itu datang dari pribadi mereka, tapi mereka mewarisi ilmunya. Adapun dari orang belakangan yang kaidahnya berasal dari dia, maka harus ditinggalkan. Sehingga yang harus dipelajari adalah buku-buku terdahulu.

Pembahasan Kedua: Berpegang dengan perkara awal umat ini.

Hendaknya berpegang dengan perkara yang paling mendalam dan paling terdahulu. Ini adalah wasiat Nabi, diriwayatkan oleh Imam At-Tohawi dalam At-Tabroni dan selainnya:

Sungguh akan terjadi fitnah-fitnah, maka para sahabat bertanya bagaimana kami harus berbuat wahai Rasulullah?. Nabi berkata “Kalian kembali pada perkara kalian yang pertama”.

Dalam hadist lain mengenai fitnah, agar berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Al-Khulafa Ar-Rasyidin.

Apabila ada yang keluar dari kaidah ini, maka akan menempuh jalan-jalan kesesatan yang banyak sekali.

Pembahasan Ketiga: Berpegang dengan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Atsar.

Ilmu itu hanya kitab Allah dan Atsar (maksudnya hadist dan ucapan sahabat) dan apa yang bercabang dari nya. Apabila berpegang dengan kitab Allah dan atsar, maka setiap yang tidak jelas akan menjadi terang.

Wallahu Ta’alla A’lam

10. Wajib mempelajari Ilmu Agama diatas Ilmu Dunia

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 74: Dahulukan ilmu yang wajib, yaitu ilmu-ilmu agama, karena dengan ilmu tersebut … akan menjadi jelas jalan petunjuk dan jalan yang mendatangkan siksa.

Pembahasan Pertama: Wajib mempelajari ilmu agama diatas ilmu dunia.

Wajib mendahulukan ilmu-ilmu agama diatas ilmu-ilmu dunia, karena pada ilmu agama itu akan tampak jelas petunjuk dan jalan menuju kepada siksaan.

Maksudnya ada dua:

  1. Kalau belajar didahulukan ilmu agama
  2. Kalau belajar ilmu agama, dia akan bisa membedakan antara petunjuk dan hal yang bisa menyesatkan.

Mempelajari ilmu agama adalah pokoknya. Mempelajari ilmu dunia tidak dilarang sebatas yang diperlukan.

Pembahasan Kedua: Agama akan memperbaiki segala yang patah

Bait Syair 75: Semua patah yang dialami pemuda, maka agamalah yang memperbaikinya … Sedangkan jika yang patah itu dalam agamanya maka akan sulit dan tidak membaik.

Setiap kepatahan pada anak muda, agama yang akan memperbaiki dan menutupinya. Tapi kalau patah didalam agamanya, sulit untuk diperbaiki.

Sehingga harus ada perhatian besar terhadap agamanya karena ini merupakan harta yang paling besar. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berdoa: “Ya Allah jangan engkau jadikan musibah yang menimpa kami, pada agama kami”.

Wallahu Ta’alla A’lam

9. Mulailah mempelajari ilmu dari yang paling penting, lalu yang tingkatannya dibawahnya.

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 73: Mulailah mempelajari ilmu yang paling penting, lalu yang tingatannya di bawahnya … Dahulukan nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan curigailah pendapat-pendapat manusia.

Pembahasan Pertama: Menuntut ilmu secara bertahap, mulai dari yang prioritas kemudian prioritas setelahnya.

Ini dimaksudkan supaya kamu dapat ilmu itu, dari segala sudutnya. Ilmu terbagi dua ada yang fardu ain dan fardu kifayah. Didahulukan mempelajari ilmu yang fardu ain.

Kemudian dari setiap cabang ilmu, dimulai dari dasarnya. Sebagai contoh apabila ingin menghafal Al-Qur’an, mulai dulu dari surah-surah pendek. Apabila ingin menghafal hadist, mulai dulu dari Arba’in Nawawiyah (hadist2 pokok).

Dalam kuliah Mafatihul ‘Ilm, setiap cabang ilmu diambil dari yang dasarnya. Dinataranya pembahasan aqidah, fikih, hadist arbain nawawiyah, dalam ilmu al-quran ada zam-zami tentang umul quran dan pembahasan tajwid, ilmu hadist ada kitab al-baequniyah, dalam ushul ilmu fikih ada buku al-ushul min ilmu ushul, di maqoidu syariah ada buku dasarnya, dalam bahasa arab dasarnya.

Mempelajari ilmu secara bertahap (tadaruj) ada dasarnya dalam Al-Qur’an:

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada alwāḥ Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A’raf: 145)

“Suruhlah kaummu untuk berpegang teguh pada yang terbaiknya”. Dan juga dalam ayat lain:

yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar: 18)

“lalu mengikuti yang paling baiknya”.

Imam Syafe’i berkata: Ilmu itu tidak akan didapatkan oleh seseorang, walaupun belajar seribu tahun. Ilmu itu bagaikan laut yang sangat dalam. Maka ambilah dari segala sesuatunya yang paling baiknya.

Penting belajar ilmu kepada guru, karena guru dapat meringkas ilmu agar mudah dipahami. Yang apabila dipelajari satu per satu akan makan waktu yang lama.

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Alkitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbānī karena kamu selalu mengajarkan Alkitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Al-Imran: 79)

Terkait ayat ini, jadilah kalian sebagai rabani, karena kalian mengajarkan kitab disebabkan kamu tetap mempelajari. Rabani disini, dari Ibnu Abbas beliau berkata “adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang kecil sebelum ilmu yang besar”.

Az-Zuhri rahmihullah beliau berkata “Siapa yang mencari ilmu langsung banyak, maka perginya juga langsung banyak. Tapi ilmu itu diambil satu hadist, dua hadist (sedikit-sedikit).

Hari ini dia mengambil sesuatu, besok sama seperti itu lagi. Kemudian dikumpulkan ilmu itu. Maka seseorang akan mendapatkan hikmah. Karena banjir itu, aliran air, asalnya dari kumpulan tetesan-tetesan air hujan.

Pembahasan Kedua: Selalu mendahulukan Nash dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan hendaknya berjelek sangka terhadap pendapatnya.

Maksud pendapat disini adalah pendapat yang tercela bukan pendapat yang terpuji.

Wallahu Ta’alla A’lam

8. Penuntut Ilmu jangan ujub yang dapat menghapuskan amalannya.

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 72: Waspadailah sikap ujub karena ia akan menghanyutkan … amalan pelakunya dnegan banjirnya yang besar.

Pembahasan: Janganlah merasa bangga

Ujub adalah selalu memandang dirinya, merasa tinggi diatas manusia lainnya. Ini adalah hal yang berbahaya untuk penuntut ilmu. Karena Ujub ini menghabiskan amalan orang yang ujub, seperti banjir bandang yang sangat dahsat. Ujub menghabiskan amalan

Dalam hadist riwayat At-Tabrani dihasankan oleh Syeikh Al-Bani, dari Umar Bin Khatab radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Akan tampak Islam, sampai para pedagang berkeliling kesana dan kesini dilautan. Sampai kuda-kuda dimana-mana berperang dijalan Allah (saking tersebarnya agama ini). Kemudian tampaklah satu kaum, mereka membaca al-qur’an. Lalu mereka berkata siapa yang lebih bagus bacaannya dari kami, siapa yang lebih berilmu dari kami, siapa yang lebih fakih dari kami (dia banggakan dirinya). Kemudian Nabi berkata kepada para sahabat “Apakah mereka-mereka (para pembaca Al-Quran seperti ini) ini ada kebaikan?”. Para sahabat menjawab “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Rasullaah mengatakan “mereka itu dari kalian ummat ini, dan mereka ini adalah pangang-panggang api neraka”. \

Kemudian dari hadist riwayat Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallhu alaihi wasallam bersabda:

Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada satu biji sawi berupa kesombongan.

Ada satu kisah Nabi yang dikuatkan oleh syeikh Mukbil rahimahullah. Nabi ini punya umat yang banyak. Suatu hari beliau berkata “Siapakah yang bisa menandingi kaum ku ini?”. Maka turun teguran Allah kepadanya. Allah menyuruh untuk memilih satu dari tiga musibah yang akan menimpa ummat mu, yaitu:

  • Umat mu akan dikalahkan oleh musuhnya
  • Mereka saling membinasakan diantara mereka sendiri
  • Tertimpa kematian.

Maka Nabi ini meminta pendapat kaumnya, kemudian kaumnya berkata engkau adalah nabi, tentukanlah. Rasullullah mengatakan “Para Nabi, apabila tertimpa masalah besar, lansung mereka bersegera melakukan shalat”. Maka Nabi shalat dan memohon petunjuk Allah. Ya Allah kalo kami dikalahkan oleh musuh, kami tidak sanggup. Kami binasa oleh tangan sebagian dari kami, kami juga tidak sanggup. Tapi kami memilih kematian. Maka dihari itu meninggal dari kaum nya sebanyak 70 ribu orang. Ini satu kalimat yang ada bentuk Ujubnya, menimbulkan musibah yang luar biasa.

Seorang penuntut ilmu harus selalu menjaga dirinya, jangan pernah merasa yang didapatkan sudah banyak. Apabila dia sudah berbuat banyak bagi manusia. Dia menganggap dirinya belum berbuat apa-apa. Selalu membuat dirinya kurang. Ini adalah ciri ulama terdahulu.

Dalam biografi syeikh Mukbil rahimahullah, beliau diakhir hayatnya ketika sakit di Jeddah, beliau mengatakan saya belum berbuat apa-apa dan sedikit ikhlasnya. Padahal orang yang ada disekitar beliau sangat tahu akan jasa beliau, murid-muridnya ada dimana-mana.

Wallahu Ta’alla A’lam

7. Jangan mencari ilmu untuk tujuan mendebat orang jahil dan membanggakan diri pada ulama

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 70: Berhati-hatilah dan waspadalah dari mencari ilmu untuk mendebat orang-orang bodoh … Demikian pula jangan berniat membanggakan diri terhadap ahli ilmu

Bait Syair 71: Sebab makhluk yang paling dibenci oleh Allah … adalah manusia yang paling keras dalam pertengkaran.

Hati-hati kamu, dan hendaknya berwaspada, engkau belajar itu untuk mendebat orang-orang yang jahil. Demikian pula jangan kamu memaksudkan belajar untuk berbangga didepan ulama. Karena seluruh makhluk yang paling dibencinya oleh Allah adalah manusia yang paling keras dalam pertengkaran

Pembahasan: Peringatan mempelajari ilmu untuk mendebat orang jahil, berbangga diri atas ulama, bantah-membantah dan perdebatan.

Akhak ini harus dijauhi oleh penuntu ilmu, jangan sampai ada pada dirinya hal tersebut. Belajar jaga dari keikhlasannya. Ada beberapa penyakit penutunt ilmu:

  • Jangan belajar untuk mendebat orang-orang jahil. Karena orang yang jahil itu bukan untuk didebat, tetapi untuk diajari. Apabila orang jahil tidak mau belajar, maka ditinggalkan.
  • Jangan belajar untuk berbangga didepan ahli Ilmu.

Dua hal ini diingatkan oleh Nabi, dalam riwayat At-Tirmidzi, dari Ka’ab bin Malik.

Barangsiapa yang mencari ilmu agar supaya bisa menandingi ulama atau bisa mendebat orang-orang yang bodoh, atau supaya wajah manusia menghadap kepada dia. Maka Allah akan memasukan dia kedalam neraka.

  • Jangan bantah-membantah dalam perdebatan. Dari Aisha radhiallahu anha, hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling menentang (pembangkang) dan orang yang paling suka mendebat.

Penuntut ilmu apabila mendebat yaitu pada hal yang ada manfaatnya. Ingin menampakan kebenaran. Apabila hanya sekedar membantah dan mendebat, maka itu bukan dari akhlak penuntut ilmu.

Wallahu Ta’ala A’lam

3. Miliki Tekad yang Kuat untuk Menuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 63: Bersungguh-sungguhlah dengan niat yang kuat tanpa kecuali … Seandainya seseorang mengetahui kedudukan ilmu niscaya dia tidak tidur.

Dan bersungguh-sungguhlah kamu dengan azam yang kuat, tidak lemah dengannya. Andaikata seseorang mengenai kadar ilmu, dia tidak akan tidur.

Pembahasan: Ijtihad dengan azam yang kuat.

Penuntut ilmu harus memiliki azam yang kuat. Nabi shallallahu alaihi salam mengajarkan doa yang agung “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadaMu keteguhan diatas perkara, Dan semangat yang kuat diatas petunjuk”. Dua perkara yang dimohon: teguh diatas perkara lurus jalannya dan punya azima yang kuat disitu. Kata seorang penyair :”Kemegahan didapatkan dengan kesungguhan“. Orang yang diharamkan kebaikan ilmu, itu karena dia malas.

Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Al-Imran: 102)

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah dengan yang sebenar-benar taqwa. Ini menunjukan azam.

Kemudian Allah juga berfirman kepada Nabi-Nya:

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap. (QS. Asy-Syarh: 7-8)

Apabila kamu telah selesai, Nabi Muhammad, berdiri lagi lakukan ibadah yang lainnya. Dan kepada Rabbmu hendaknya engkau selalu berharap.

Dan Allah berfirman kepada Nabi-Nya:

dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99)

Sembahlah Rabb-Mu sampaikematian datang menjemputmu.

Maka harus ada kesungguhan disertai dengan azam (kebulatan tekad) yang kuat. Tidak ada kata mundur dan melemah, selalu kuat. Azam yang kuat tidak hanya satu saat saja, tapi istiqomah terus mencari ilmu tanpa henti sampai azal menjemput.

Ada kisah seorang murid hadir di majelis gururnya, tidak pernah alpha (tidak datang). Padahal majelisnya berjalan beberapa tahun. Ini menunjukan semangat mencari ilmu.

Seorang penuntut ilmu harus memahami ini, karena ini yang membuat penuntut ilmu istiqomah dalam belajar.

Disebutkan dalam biografi ulama, mengenai semangat mereka dalam belajar:

  • Abu Yusuf, muridnya Abu Hanifah, ketika beliau dikondisi sakaratul maut. Datang orang berkunjung, dia masih sempat bertanya “Yang mana yang paling afdhol dalam melempar jamrah, berkendaraan atau berjalan kaki?”. Maka tamu yang datang berkata “berkendaraan lebih afdhol”, Kemudian Abu Yusuf berkata “Kamu Salah”. Kalo bagitu berjalan kaki lebih afdhol?. Kata Abu Yusuf “Kamu juga salah”. Akhirnya Abu Yusuf terangkan, kalo untuk berdoa, afdholnya berjalan, karena ada doa dalam lemparan pertama dan kedua. Akan tetapi pada lemparan terakhir afdholnya berkendaraan karena setelah melempar langsung pergi. Ketika tamu tersebut berjalan keluar, belum sampai dipintu Abu Yusuf sudah meninggal dunia. Ini adalah azam dan semangat dalam mengulangi Ilmu.
  • Sebagaian as-Salaf dalam kondisi sakit, minta faidah ilmu dan mencatatnya dalam kondisi sakit berat.

Kondisi ini luar biasa dikaernakan kadar pengagungan ilmu ada dalam diri meerka. Mereka paham bahwa ilmu ini adalah ibadah yang sangat besar. Kita biasanya mengetahui bahwa shalat malam adalah ibadah yang besar. Akan tetapi dalam keadaan mencari ilmu juga ibadah yang besar.

Wallahu Ta’alla A’lam

6. Ikhlas dalam menuntut Ilmu bukan karena mencari kedudukan dan dunia

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 66: Jadikan niatmu ikhlas untuk mencari keridhaan Allah … Sesungguhnya bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak berdiri.

Bait Syair 67: Barangsiapa yang mencari ilmu agar orang-orang menyebutnya … Betapa rugi dia dengan perdagangannya itu kelak di saat hari penyesalan (Kiamat).

Bait Syair 68: Barangsiapa mencari ilmu untuk keuntungan dunia … Kelak pada Hari Kiamat dia tidak akan mendapat bagian pahala.

Bait Syair 69: Cukuplah makna ayat (“Man Kaana” di surat Syura, Hud … dan Al-Isra, sebagai nasihat bagi orang yang pandai lagi paham

Ada 3 Pembahasan:

Pembahasan Pertama: Ikhlas dalam menuntut ilmu

Dan niat itu jadikanlah hanya mengharap wajah Allah, murni hanya untuknya. Karena bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak.

Memperhatikan keikhlasan adalah pokok perkara untuk seorang penuntut ilmu. Semua amalan akan berharga dan bernilai apabila disertai dengan keikhlasan.

Allah berfirman:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayinnah: 5)

Tidaklah mereka diperintah kecual beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya untuk Nya.

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Seluruh amalan hanyalah berdasarkan niat, dan setiap orang yang beramal (hanya akan mendapat pahala) sesuai dengan niatnya.”

Kapan seseorang dianggap ikhlas dalam menuntut ilmu?. Imam Ahmad rahimahullah ta’alla pernah ditanya oleh Muhana (murid belium). Ceritakan pada kami amalan yang paling afdhal. Imam menjawab “menuntut ilmu”. Maka bertanya lagi “Menuntut ilmu untuk siapa yang paling afdhal?. Imam menjawab “bagi siapa yang niatnya benar”. Apakah hal yang menjadi niat itu benar?. Imam menjawab “DIa meniatkan untuk tawadhu didalamnya dan menafikan kejahilan dari dirinya”. Jadi belajar untuk merendah hati, dasarnya memperbaiki dirinya. Sehingga diangkat kejahilan dari dirinya.

Jadi iklas dalam belajar yaitu ketika seseorang meniatkan dalam belajarnya untuk memperbaiki diri sendiri dan mengangkat kejahilan dari dirinya.

Ikhlas dalam definisi para ulama yang disebutkan Imam Ibnu Jama’ah rohimahullah ta’alla. Ikhlas itu adalah memperbaiki niat dalam mempelajari ilmu. Bagaimana itu ikhlasnya:

Pertama: Maksudkan dengannya wajah Allah, belajar untuk mencari wajah Allah

Kedua: Belajar untuk diamalkan.

Ketiga: Belajar untuk menghidupkan syariat.

Keempat: Diniatkan juga untuk menerangi hatinya

Kelima: Diniatkan juga untuk membersihkan batinnya.

Keenam: Diniatkan untuk dekat kepada Allah pada hari kiamat. Orang yang dekat kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu

Ketujuh: Diniatkan untuk meraih berbagai keutamaan yang disiapkan untuk orang yang mempelajari ilmu berupa ridha Allah dan besarnya keutamaan ilmu.

Jadi penuntut ilmu diperintah untuk memperbaiki niatnya, maka ini menunjukan pentingnya belajar ilmu Tauhid. Sebab ilmu Tauhid yang membantu mengenal liku-liku ikhlas.

Bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak. Pondasinya adalah keikhlasan, memperbaiki dan menjaga niatnya.

Pembahasan Kedua: Jangan mencari ilmu supaya manusia berkata kepadanya begini dan begitu.

Siapa yang mencari ilmu dengan niat supaya manusia berkata orang ini pencari ilmu, maka betapa meruginya perniagaan dia pada hari kiamat.

Ini adalah bahaya orang yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu.

Dari Abu Hurairah dalam Hadist riwayat Imam Muslim, tentang awal dari manusia yang disentuh oleh api neraka. Rasullullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Dan seorang lelaku yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an. Maka orang ini didatangkan, Allah ingatkan nikmat-nikmatnya terhadap orang ini. Orang ini pun mengingat nikmat itu. Maka ditanyakan kepadanya, apa yang kamu lakukan tentang nikmat itu? orang ini berkata saya mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu itu serta membaca Al-Qur’an karena engkau ya Allah. Allah berfirman, “Kamu telah berdusta!”. Kamu belajar ilmu supaya dikatakan Alim. Kamu baca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan ahli membaca Al-Qur’an. Maka telah diucapkan. (Telah dikatakan orang itu alim dan qori).

Kemudian diperintahkan agar orang ini diseret di atas wajahnya dan dilemparkan kedalam api neraka.

Karena itu harus hati-hati orang yang menuntut ilmu harus menjaga keikhlasan yang merupakan sebab keberkahan dan keberhasilan. Ini juga menjadi sebab tersebarnya ilmu.

Pembahasan Ketiga: Bahaya mencari Ilmu karena dunia

Siapa yang mencari dunia dengan ilmu, maka pada hari kiamat tidak ada jatah untuknya dan tidak ada bagiannya. Cukuplah dengan ayat yang dimulai dengan “Man Kaana” yang ada di tiga surah: Syuraa, Hud, dan Al-Isra. Cukuplah ini menjadi nasihat, bagi orang yang cerdas dan cepat memahami.

Pentingnya keikhlasan bagi penuntut ilmu, jangan mencari dunia dengan ilmu.

Ada tiga ayat diawali dengan “Man Kaana” dalam 3 surat berikut:

Pertama Surat As-Syuuraa ayat 20

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (QS. Asy-Syuuraa: 20)

Siapa yang menghendaki kebun akhirat, kami tambah dia dalam kebunnya. Dan siapa yang menghendaki kebun dunia, kami beri kebun dunia. Tapi tidak ada bagiannya di akhirat.

Apabila ingin akhirat, Allah akan tambah akhiratnya, semakin dibesarkan. Tapi apabila ingin dunia, akan diberi dunia itu. Tapi ingat tidak adalagi bagianya di akhirat.

Sehingga apabila diberi sesuatu jangan menyangka ini adalah nikmat baginya. Sebagai contoh apabila dia rajin shalat duha, rejekinya lancar. Jangan menyangka ini adalah kebaikan barangkali tidak ikhlas. Karena apabila shalat dhuha dikarenakan ingin rezkinya lancar, ini masuk pada pembahasan kesyirikan. Karena shalat itu harusnya untuk Allah ta’alla. Terkait dengan keutamaan dan kemudahaan itu pasti diberikan untuknya, tidak perlu dipikirkan. Tapi apabila dia beramal akhirat untuk Allah, ikut dunia tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah seluruh niatnya untuk dunia.

Kedua Surat Hud ayat 15-16:

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS. Hud: `15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS. Hud): 1`6

Barangsiapa yang mengingkan kehidupan dunia dan gemerlapnya, maka kami cukupkan amalan mereka, kami penuhi. Mereka tidak dikurangi dari hal itu. Tapi mereka ini adalah orang-orang yang tidak ada bagian diakhirat kecuali api neraka. Dan akan sia-sia segala yang mereka lakukan. Dan bathil segala amalan mereka.

Ketiga Surah Al-Isra ayat 18:

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. Al-Isra: 18)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan yang segera (dunia), maka kami segerakan untuknya di dunia apa yang kalian kehendaki untuk siapa yang kami inginkan. Kemudian kami jadikan untuknya neraka jahanam, dia masuk didalamnya dalam keadaan dicela dan dihinakan.

Peringatan jangan sampai mencari ilmu karena dunia. Keutamaan ilmu banyak tapi pada hal yang disebutkan dari keutamaan ilmu disitu diberikan kebaikan dari dunia, maka tidak boleh mencari khusus untuk niat dunia. Karena ini sama saja dengan mencari ilmu dengan niat dunia. Tetapi apabila niatnya untuk Allah Ta’alla dan berharap keluasan rahmat Allah, ini tidak masalah. Karena para sahabat ikut berperang (jihad) dan juga mereka dapat harta ghanimah. Ini tidak mempengaruhi dari keikhhlasan. Karena asal niatnya untuk meninggikan kalimat Allah Ta’alla.

Harus dipahami bahwa apa yang didapatkan oleh seseorang dari kehidupan dunia, jangan dianggap bahwa itu adalah tanda kebaikan. Dunia diberikan kepada semua orang: mu’min, kafir, fajir, yang baikdan yang tidak baik. Semuanya dapat dunia. Tapi keimanan ilmu hanya diberikan kepada orang-orang yang Allah pilih saja.

Abdurahman bin Auf dihidangkan makanan diatas meja, beliau menangis tersedu-sedu. Beliau ingat sudaranya Mushad bin Umair, diaman dulunya orang yang terpandang sebelum masuk islam dari keluarga yang kaya raya. Tapi setelah masuk islam, diputus oleh keluarganya. Beliau diutus oleh Nabi ke kota Madinah. Dan ketika beliau meninggal, tidak dimiliki harta dari kain kafan yang bisa menutupi badannya. Ditutup kepalanya keliatan kakinya dan apabila ditutup kakinya keliatan kepalanya. Akhirnya Nabi memerintahkan untuk kakinya ditutup dengan jerami. Hal tersebut membuat Abdurahman bin Auf menangis, beliau berkata saya khawatir dari ada yang didepan saya ini (makanan) dari dunia disegerakan untuk ku tidak diberi lagi diakhirat.

Kisah yang lain dari Ibnu Rajab ketika mesyarah hadist ulama pewaris para nabi, menyebutkan sebuah kisah dari Abu Hafs Andai Saburi, beliau suatu hari duduk ditengah murid-muridnya di luar kota. Beliau menyampaikan ilmu kepada muridnya. Murid-muridnya merasa senang dengan hal tersebut. Maka turunlah Ail (kambing liar yang digunung) dari gunung sampai duduk bersimpuh didepannya. Maka melihat tersebut diapun menangis, tangisan yang sangat dahsat, dan gemetaran. Kemudian muridnya bertanya kenapa menangis?. Maka beliau menjelaskan saya melihat kalian berkumpul disekitarku dan hati kalian senang mendengar pembicaraan saya. Maka tiba-tiba terbesit dihati saya, andaikata saya memiliki kambing, disembelih, kemudian saya undang kalian. Ini baru terlintas dihatinya, belum menetap, Subhanallah, kambing sudah ada didepannya dan bersimpuh tunduk mau disembelih. Biasanya yang seperti ini disebut karomah wali. Akan tetapi alim ini berbeda, beliau menangis khawatir dan takut. Beliau berkata saya berpikir jangan-jangan seperti Fir’aun yang meminta kepada Allah meminta sungai Nil dialirkan maka sungai Nil mengalir. (ingin dunia, dikasih dunia). Saya tidak merasa aman, kalo Allah memberikan saya bagian dari dunia, dan saya diakhirat menjadi fakir tidak ada lagi bagian untukku. Ini lah yang membuat saya khawatir.

Wallahu Ta’alla A’lam

5. Sambutlah para Penuntut Ilmu dan Jaga wasiat Rasulullah mengenai hak Penuntut Ilmu

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 65: Ucapkan selamat datang kepada orang yang datang kepadamu untuk menuntut ilmu … Hafalkan nasihat-nasihat Al-Mustafa shallallahu alaihi wasallam tentang hak penuntut ilmu.

Ada dua Pembahasan:

Pembahasan Pertama: Memberikan sambutan kepada para penuntut ilmu

Ucapkan marhaban, yaitu memberikan sambutan dengan sebaik-baiknya. Katakan hal tersebut kepada siapa yang datang kepadamu mencari ilmu. Ini adalah kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam, apabila datang satu kaum kepada beliau. Dari Abu Hurairah dalam Musnad Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Marahaban bihim, wa ahlan”, Saya mentarhib untuk mereka marhaban dan mereka datang sebagai orang yang ahlan (layak dan cocok diterima sebagai tamu).

Kemudian dalam riwayat Bukhari dan Muslim, apabila Nabi shallallahu alaihi wasallam kedatangan tamu (Abdul Qois), maka Rasulullah mengatakan “Marhaban bil koum, ghaira hadaya, wala ladama”, Selamat datang untuk kaum (Bani Abduol Qois), tidak ada hal yang buruk terhadap kalian dan tidak ada penyesalan. Ini menunjukan sambuatan kegembiraan tidak ada hal yang buruk dari kalian, dan kami tidak menyesal menyambut kalian.

Sehingga seorang guru harus menyambut muridnya sesuai dengan kemudahannya.

Pembahasan Kedua: Menjaga wasiat-wasiat Rasulullah tentang para penuntut ilmu

Dan pada mereka jaga Wasiat-wasiat Rosulullah tentang para penuntut ilmu.

Sesungguhnya manusia mengikuti dibelakangannya dan sesungguhnya sekelompok orang mendatangi kalian dari penjuru bumi untuk belajar memahami ilmu agama. Apabila mereka datang pada kalian, maka berwasiatlah yang baik untuk mereka.

Wallahu Ta’alla A’lam