Wahai Rabbku, wahai Yang Mahahidup, wahai Yang terus mengurus makhluk-Nya, aku memohon ampunan kepada-Mu… Untuk kemaksiatan dan dosa yang telah aku lakukan.
Bait Syair 242:
Tunjukilah aku untuk melakukan perkara-perkara yang Engkau ridhai dan tetapkan ia bagiku…. Baik berupa keyakinan, perbuatan, maupun perkataan.
Bait Syair 243:
Tinggikanlah agama-Mu dan tolonglah orang-orang yang menolongnya…. Sebagaimana yang telah Engkau janjikan wahai Rabbku di dalam sebaik-baik perkataan (Al-Qur’an).
Bait Syair 244:
Binasakanlah golongan yang menelantarkannya dengan adzab-adzabMu. wahai Rabbku… Kembalikan makar orang-orang yang memusuhi agama-Mu di leher-leher mereka.
Bait Syair 245:
Keraskanlah hukuman-Mu atas mereka dengan gempa dan kebinasaan… Sebagaimana yang Engkau lakukan terhaadap penduduk kota Hijr di masa lalu.
Bait Syair 246:
Wahai Rabb kami jadikanlah mereka nasiha dan pejaran bagi manusia… Wahai Dzat yang keras adzab dan siksa-Nya.
Memohon pengampunan
Mengharap ridha Allah dalam ucapan, keyakinan dan amalan
Memohon ketinggian agama dan petolongan untuk siapa saja yang menolong agama
Mendoakan musuh-musuh agama
Syair 241: Ya Allah saya memohon pengampunan mu terhadap apa yang telah saya lakukan berupa dosa dan kekeliruan.
Seorang penutut ilmu harus memohon dirinya pengampunan dari Allah. Banyak kekeliruan dan dosa. Kadang dosa yang telah lalu berpengaruh pada yang akan datang.
Disebut 3 nama: Ya Rabb, Ya Hayyu, Ya Qoyum. Rabb mencakup seluruh yang dimintah. Hayyu: maha hidup yang mendengar apa yang diminta. Qoyum yang menegakan mohon pengampunan.
Syair 242: Dan berikanlah angurah untuku apa yang engkau ridhai. Dan tetapkan yang engkau ridahi unutku berupa keyakinan, perbuatan dan ucapan.
Seorang penuntut ilmu memohon untuk allah ridhai
Syair 243: Tinggikan lah agamamu dan tolong yang menolong agamu sebagaimana yang engkau janjikan dalam ucapan yang paling benar (Al-Qur’an)
Firman Allah:
Syair 244: Dan patahkanlah dengan siksaanmu wahai rabbku, kelompok yang menggembosi. Dan tolaklah makar para musuh, kembalikan makar mereka membinasakan leher-leher mereka sendiri.
Syair 245: Dan keraskan lah pada mereka dengan gempa dan siksaan sebagaimana engkau telah lakukan kepada ahlul hijir (kamu tsamud) dimasa dahulu.
Firman Allah:
Syair 246: Jadikanlah mereka wahai Rabbku sebagai pelajaran. Ya Allah yang maha keras siksaan dan pembalasannya.
Shalawat Nabi
Bait Syair 247:
Shalawat semoga terlimpah kepada manusia yang ma’shum dari kesalahan …. Muhammad, utusan Allah yang terbaik.
Bait Syair 248:
Juga kepada keluarga beliau, sahabat, dan pengikut mereka …. Telah selesai penyusun syairku dengan memuji Allah yang memiliki kenikmatan.
Kemudian ditutup dengan shalawat kepada Nabi:
Syair 247: Shalawat kepada nabi yang maksum, Nabi Muhammad sebaik-baik rasulullah
Maksum adalah dari kesalahan. Hal ini terkait dengan wahyu tidak mungkin salah. Dan dari dosa-dosa besar. Tidak mungkin Nabi melakukannya. Tapi apabila kesalahan terjadi pada manusia, dosa kecil. Maka ini terjadi silang pendapat diantara ulama.
Syair 248: Demikian shalawat dan salam untuk keluarga dan sahabat beliau. kemudian siapa yang mengikuti mereka. Selesai syairku ini. Segala puji bagi Allah yang memiliki nikmat-nikmat.
Selesai pembahasan buku ini. Yang paling penting selalu diulangi, dikaji. Apabila bisa dihafal dari bait-bait syair, lebih bagus. Minimal banyak dibaca dan diulangi agar membekas didalam jiwa.
Ilmu harus rajin menulis. Dahulu dikatakan ahli hadist, dia menulis hadist 500 jilid. Namun zaman sekarang jarang menulis, lebih senang membaca saja.
Apabila punya semangat, pelajaran-pelajaran ditulis, dirapihkan dan diulangi. Sehingga berbuah dengan ilmu. Akan kelihatan suatu hari apabila selesai dari program akan menonjol diatas yang lainnya.
Janganlah seperti pemalas yang tidak mempunyai cita-cita …. Seringkali orang yang berhenti di tengah jalan itu terhalang dikarenakan perasaan jemu
Bait Syair 239:
Teruslah lakukan amal-amal shalih yang kekal dan ucapkan hauqalah (la haula wala quwwata illa billah)… Mohonlah kepada Allah karunia berupa husnul khatimah.
Bait Syair 240:
Mohonlah taufik kepada Allah dengan penuh kerendahan dan sepenuh hati…. Dia yang mengabulkan doa, memilki karunia, dan murah hati.
Wasiat Ke-23: Hati-hati dari sifat malas dan bosan.
Syair 238: Seperti orang yang pemalas, dikhinati oleh rasa malasnya. Sebagaimana orang yang berhenti ditengah jalan, diharamkan dapat kebaikan karena dia bosan.
Apabila di wasiat sebelumnya diharuskan untuk jalan lurus dan istiqomah, pada wasiat ini diingatkan sebaliknya yaitu agar jangan malas dan berhenti.
Seseorang wajar ada waktu nya bosan kurang bersemangat. Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, riwayat Imam Ahmad, dari dua orang sahabat, salah satunya Abdullah bin Amr bin Ash:
Setiap amalah pasti ada semangatnya akan tetapi pada masa semangat ada masa malas. Contohnya: awal menghafal Al-Qur’an semangat dengan target yang banyak. Akan tetapi pada pelaksanannya banyak yang tidak sama semangatnya ketika diawal.
Apabila turun semangat harus punya metode ketika semangat itu turun. Yaitu yang Nabi shalallahu alaihi wasalam jelaskan bahwa siapa yang mengarah kepada sunnah ku dia akan mendapat petunjuk. Adapun selain itu maka di akan bianasa. Contohnya apabila kurang semangat dalam menghafal Al-Qur’an sendirian, maka di cari kawan untuk mendengarkan. Apabila tidak bisa juga maka dicoba muroja’ah saja, atau baca hadist atau baca sirah para ulama. Sehingga tetap diatas sunnah untuk mendapatkan petunjuk. Hal ini adalah obat untuk membuat semangat lagi.
Apabila selain dari sunnah akan binasa. Contohnya, ketika malas menghafal Al-Qur’an, maka dia jalan-jalan dahulu (shopping, piknik), mencari perubahan suasana. Tapi ketika ada suasana baru ternyata malah semakin malas. Apalagi keluar kepada hal yang tidak di sunnahkan.
Para ahli hadist jama dahulu, apabila capai dalam menghafal, maka dia menulis hadist nya. Apabila capai menghafal sendiri, maka ketemu kawannya untuk mudzakarah (saling tukar hafalan hadist). Ada kisah dijaman dahulu saling tukar hafalan dan pengetahuan hadist didepan masjidil haram dari Isya sampai tidak terasa terdengar adzan subuh.
Al-Mizi rahimahullah berkata “Siapa yang mendapatkan ilmu dan selalu mengulangnya, maka akan baik urusan dunia dan akhiratnya. Karena itu selalu lah kalian mudzakarah terhadap ilmu. Karena hidupnya ilmu yaitu dengan banyak mudzakarah”.
Sehingga malas itu tidak cocok untuk penuntut ilmu dan harus diobati.
Demikian juga orang yang berhenti dijalan karena bosan. Harusnya jangan berhenti tapi mengganti dengan suasana yang tetap bisa continue. Contohnya ketika menghafal cari posisi yang ringan baginya. Hafal sedikit-sedikit tapi continue. Jangan banyak tapi putus. Sehingga terbiasa memiliki jiwa dan kepribadian dalam menghafal.
Hal seperti ini adalah cerita awal-awal belajar saja. Tapi kalo sudah belajar, kenal ilmu dan berjalan di jalan ilmu. Maka akan merasakan lezatnya ilmu yang tidak pernah dirasakan selama dia hidup. Yang membuat bersemangat. Setiap kali merasa kurang nilai kelezatannya, maka dia akan menuntut yang lebih daripada itu.
Wasiat Ke-24: Terus menerus diatas bakiat sholihat dan membaca lahaula…
Syair 239: Dan continue lah kamu diatas bakiat as-sholihati dan perbanyaklah lahaula wala quata ila billlah.
Allah berfirman:
Al-bakiat As-Sholiat adalah segala ketaatan, bentuk-bentuk yang mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’alla. Ada juga yang menafsirkan bakiat sholiat adalah ucapan dzikir: subhanallah, alhamdulillah, la illaha illallahu, waallahu akbar.
lahaula wala quata ila billlah, telah diterangkan dalam banyak hadits yaitu seperti perbendaharaan harta dibawah Arsy Allah Ta’alla. Ini adalah kalimat istianah (memohon pertolongan) “tiada daya dan upaya kecuali pertolongan Allah subhanahu wata’alla”. Sebetulnya kalimat ini diucapkan bukan ketika tertimpa musibah. Contoh penggunaan apabila sulit memahami pelajaran atau susah menghafal.
Wasiat Ke-25: Meminta khusnul khatimah
Wasiat Ke-26: Mintalah kepada Allah rizki yaitu diberi khusnul khatimah
Khusnul khatimah, yaitu penutup yang paling baik dalam umurnya. Tidak ada jalan khusnul khatimah yang paling indah melebihi dari menuntut ilmu. Sebab menuntut ilmu adalah ibadah, sepanjang menuntut ilmu: membaca, menghafal, diharapkan berada pada khusnul khatimah.
Syair 240: Dan mintalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diberi taufik dengan selalu beribadah kepada-Nya. Dia lah Allah yang pasti mengabulkan. Dan yang maha memiliki anugerah dan kedermawanan.
Jika jiwamu sudah bersih, maka pujilah Allah yang telah membersihkannya…. Teruslah menjadi orang yang bersyukur terhadap nikmat Allah.
Bait Syair 229:
Jika jiwamu membangkang maka lawanlah ia dan ketahuilah permusuhannya… Peringatkan ia akan datangnya akbat yang buruk
Bait Syair 230:
Perhatikanlah para pelaku keburukan yang terhina yang dihukum kareanya…. Berhati-hatilah dari dosa yang mengakibatkan mereka dihukum
Bait Syair 231:
Tetapilah sifat-sifat orang-orang bertakwa, yang dengan sifat-sifat tersbeut… mereka dipuji oleh Allah maka ikutilah.
Bait Syair 232:
Taatlah kepada-NYa diantara rasa harap dan takut, lakukanlah ibadah selamanya…. Takutlah terhadap sikap dari dosa-dosa dan berharaplah ampunan dari yang Maha Pemurah.
Bait Syair 233:
Rasa takut (khauf) itu adalah yang menyebabkan ketakwaan dan mendorong kepada …. Keridhaan Rabbku dan meninggalkan dosa dan pelakunya.
Bait Syair 234:
Demikian pula rasa harap (raja’) adalah yang menyebabkan ketakwaan dan mendorong untuk membenarkan…. Janji Rabb berupa pahala yang agung.
Bait Syair 235:
Rasa takut itu jika melebihi batasnya akan menyebabkan keputusasaan…. Demikian pula rasa harap yang melebihi batasnya akan menyebabkan merasa aman dari makar dan siksa dari Allah.
Bait Syair 236:
Maka janganlah menyepelekan dan jangan pula berlebih-lebihan, tetapi jadilah pertengahan… Beristiqomahlah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih.
Bait Syair 237:
Tepatkanlah (dengan kebenaran), dekatkanlah, bergembiralah, dan mintalah pertolongan diwaktu pagi hari…. juga sore hari, dan akhir malah, dengan pertengahan, lalu langgengkan.
Wasiat ke-14: Mensucikan jiwa
Syair 228:
Telah beruntung siapa yang mensucikannya, sebagaimana Allah berfirman:
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
Pada hari kiamat orang dineraka tidak mati tidak juga hidup, sebagaimana Allah berfirman:
Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhan-nya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (QS. Taha: 74)
Orang mukmin berbagai derajat yang tinggi disurga sebagai balasan orang yang mensucikan dirinya, sebagaimana firman Allah:
Dan barang siapa datang kepada Tuhan-nya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (QS. Taha: 75)(yaitu) surga ʻAdn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan). (QS. Taha: 76)
Mensucikan diri paling pokoknya dengan ilmu dan Al-Qur’an.
Doa yang diajarkan nabi untuk mensucikan diri.
Wasiat Ke-15: Mensyukuri nikmat-nikmat Allah Subhana Wata’ala
Syair 228: Dan hendaknya engkau selalu membuat nikmat Allah selalu bersamamu dengan bersyukur terhadap nikmat.
Apabila nikmat itu ingin terus besama mu, maka syukuri nikmat tersebut. Sebagaimana firman ALlah:
Kemudian firman Allah:
Wasiat ke-16: Berhati-hati dari maksiat dan kebinasaan.
Syair 229: APabila jiwa mau bermaksiat, maka jangan diikuti. Dan ketahui permusuhan jiwa. Dan sungguh peringatkan kepada jiwa ini. Jangan sampai masuk pada perkara yang memberatkan dia sendiri.
Ada 2 fikih mengenai jiwa yang harus dipahami:
Apabila jiwanya ingin bermaksiat, maka jangan ditaati. Allah berfirman: Surah An-Naziat 37-41
Jiwa ini senang bermusuhan, senang memerintah kepada hal yang buruk. (QS. Yusuf 53)
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazi’at 37-41)Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhan-ku. Sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf: 53)
Wasiat ke 17: Mengambil pelajaran dari kehinaan orang-orang yang berbuat dosa.
Syair 230: Lihatlah kepada kehinaan orang yang berbuat dosa yang telah disiksa. Dan hati-hatilah kalian dengan siksaan dari dosa tersebut.
Ada fikih besar diingatkan dalam Al-Qur’an mengenai kisah-kisah umat-umat yang menyimpang. Firmatn Allah: Al-Hajj 46
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj: 46)
Seorang mukmin hendaknya mengambil pelajaran pada umat-umat yang telah lalu. Apa sebab mereka dibinsakan?. Agar jangan ikut kebinsaan mereka.
Wasiat Ke-18: Menjaga sifat orang-orang yang bertakwa.
Syair 231: Hendaknya kamu mengikuti orang-orang yang memiliki ketakwaan, yang telah dipuji Allah. Ikutilah mereka.
Para Nabi adalah yang paling pokok untuk diikuti:
Sehingga kita perlu mengetahui siroh para Nabi dan para sahabat. Juga biografi hidup para ulama dan gurunya.
Biografi Imam Abu Daud As-syitani (Sulaiman Bin Asy-Ah), penulis sunan Abu Daud.
Dikatakan bahwa Abdulah bin mas’ud beliau itu dianggap mirip dengan Nabi shalallahu wasallam, dalam petunjuk dan ketika mengajar serta gerak geriknya. Kemudian Al-Koma muridnya Ibnu Mas’ud dikatakan mirip dengan Abdullah bin Mas’ud. Kemudian muridnya Al-Koma, Ibrahim dikatakan mirip dengan Al-komah. Kemudian Ibrahim punya murid Mansyur dan dikatakan mirip dengan Ibrahim. Mansyur mempunyai murid Sofyan Astauri, yang dikatakan mirip dengan Mansyur. Kemudian Sofyan Atsauri punya murid Waqi Ibnul Jarah, yang dikatakan mirip dengan Sofyan Atsauri. Kemudian Waqi mempunyai murid Ahmad bin Hambal, yang dikatakan mirip dengan Waqi. Ahmad bin hambal punya murid namanya Abu Daud As-Siyistani, yang dikatakan mirip dengan Ahmad bin hambal.
Ahli Hadist bukan hanya hafal dan mempunyai riwayat hadist saja akan tetapi akhlak dan pembawaan juga diwarisi. Ini adalah seperti Ilmu, yaitu mulajamah dengan orang-orang yang bertakwa.
Wasiat Ke-19: Al-Qunut Wa Radja, Wa Khauf: Taat beribadah, harapan dan rasa takut.
Syair 232: Hendaknya kamu qunut, kemudian antara radja dan khauf selama-lamanya seperti itu. Kamu takut dosa-dosa tapi kamu juga mengharapkan maaf Allah ta’ala.
Firman Allah:
Seorang penuntut ilmu harus punya harapan dan rasa takut. Seperti dua sayap burung yang harus seimbang kanan dan kiri.
Rasa takut kepada Allah yang membuat semangat beramal. Rasa harapan juga membuatnya takut, karena besarnya harapan menjadi khawatir peluangnya luput. Sehingga harus seimbang sebagaimana nabi dan rasul:
Dalam berbagai ayat selalu digabungkan antara luasnya rahmat Allah dan siksa Allah. Diantaranya:
Wasiat Ke-20: Kekeliruan dalam memahami khauf dan raja
Syair 233: Rasa takut itu adalah apa yang mewariskan ketakwaan, dan meninggalkan dosa dan orang-orang yang berdoa.
Rasa takut yang benar adalah memotiviasi untuk mencari ridha Allah, meninggalkan dosa dan orang-orang yang berdosa.
Rasa takut nya yaitu yang membuka rasa harapan dibelakangnya. Tapi apabila ada yang takut menjadi menyendiri tidak mau beribadah, ini adalah putus asa dari rahmat Allah. Rasa takut yang mewariskan taqwa, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranga-Nya. Rasa takut juga akan berakibat untuk mencari ridha Allah, meninggalkan dosa dan meninggalkan orang-orang yang berdosa.
Syair 234: Demikian pula rasa harap (raja’) adalah yang menyebabkan ketakwaan dan mendorong untuk membenarkan…. Janji Rabb berupa pahala yang agung.
Rasa harapan juga mewariskan rasa takut. Sehingga meyakini akan ada perjumpaan dengan Allah dimana dia berharap balasan yang besar. Harapannya menjadi beramal dengan benar, khawatir apabila berjumpa dengan Allah bagaiman dia beramal.
Apabila rasa harapan tidak ada rasa takut didalamnya, ini buka harapan sebenarnya akan tetapi orang yang tertipu dan lalai. Sehingga gampang berbuat dosa dan maksiat, karena menggampangkan bahwa rahmat Allah luas, maha mengampuni. Tidak ada rasa takutnya.
Syair 235: Rasa takut apabila berlebihan akan mengarah pada putus asa, sebagaimana rasa harapan yang berlebihan akan mengarah pada rasa aman terhadap siksa Allah.
Wasiat Ke-21: Bersikap pertengahan. dan istiqomah antara sifat menyepelekan dan sifat berlebihan.
Syair 236: Jangan kamu menelantarkan dan jangan berlebihan, beradalah ditengah-tengah. Seperti yang diperintah Allah, hendaknya istiqomah.
Berdasarkan firman Allah mengenai istiqomah.
Sifat umat islam dalam Al-Qur’an
Wasiat Ke-22: Lakukan sadad (betul-betul lurus) dan lakukan muqoraba
Syair 237: Lakukan sadad (betul-betul lurus) dan lakukan muqoraba dan selalu bergembira. Ambil istianah (pertolongan) di waktu pagi dan petang, dan dimalam hari melakukan perjalanan (shalat malam, bedoa) dan hendaklah continue diatas ini
Penuntut ilmu harus betul-betul lurus. Apabila tidak pas, minimal dekat-dekat. Penuntut ilmu juga harus selalu berbahagia karena ilmu syariat ini kabar gembira:
Pagi dan petang paling banyak kebaikannya. Lakukan shalat malam, istigfar dan berdoa. Sebagaimana hadist Abu Hurairah dalam riwayat Muslim:
Tentang takdir, jadilah sebagaimana amba terhadap pemiliknya …. Dan jadilah sebagai seorang ahli ibadah yang ikhlas dalam syariat-Nya yang lurus.
Bait Syair 220:
Hanyak kepada-Nya beribadah, dan hanya kepada-NYa mintalah pertolongan … Dengan inilah Anda akan sampai kepada_nya, jika tidak maka Anda akan tersesat di dalam kegelapan.
Bait Syair 221:
Lakukanlah sebab-sebab dan minalah kepada Allah… Percayalah kepada-Nya, buka kepada sebab, niscaya Anda akan beruntung dan tidak dizalimi.
Bait Syair 222:
Timbanglah dengan syariat setiap perkara yang ingin Anda lakukan… Jika terlihat baik maka majulah dan jangan diam saja.
Bait Syair 223:
Berlakulaj iklhas, jujur, sesuai sunnah dan lembutlah, karena inilah yang disyariatkan… Agar amal menjadi shalih atau perkataan menjadi baik.
Bait Syair 224:
Ikhlaslah kepada Allah, jujurlah dalam niat…. Kemudian rapatkan jalannya (dengan sunndah), dan lembutkanlah jiwa.
Bait Syair 225:
Jangan sekali-kali berlaku ‘ujub dengan amal tersebut karena ia akan hilan sia-sia… Anda sama sekali tidak akan melihatnya bernilai dibandingkan dosamu, kelalaianmu, dan kenikmatan (yang diberikan kepadamu).
Bait Syair 226:
Jika amal yang akan Anda lakukan itu termasuk yang dilarang maka jauhilah ia…. Jika Anda terlanjur berbuat salah maka bertaubatlah darinya dan mintalah ampunan disertai dengan perasaan menyesal.
Bait Syair 227:
Periksalah jiwamu terhadap perintah, apakah ia sudah melakukannya?… Terhadap larangan, apakah ia sudah berhenti dari perkara penyebab siksa?
Wasiat Ke-6: Keimanan Kepada Takdir
Syair 219: Dan kepada takdir-takdir, jadilah kamu seorang hamba terhadap yang maha memilikinya. Dan seorang ahli ibadah yang ikhlas dalam syariatnya yang lurus.
Terhadap takdir seorang hamba hendaknya, sebagai hamba kepada rabnya. Selalu beribadah kepada Allah dan mengumpulkan dua hal dalam qoda dan qodar:
Imani ketentuan Allah. Hal ini dipembahasan Tauhid Rububiyah bahwa hamba Allah tidak akan keluar dari ketentuan Allah.
Ikhas dalam syariat Allah subhanahu wata’alla
Kaidah: tidak boleh mempertentangan antara keimanan kepada takdir dan keimanan kepada syariat Allah. Misalnya ini sudah ditakdirkan saya tidak usah shalat, puasa dan beramal.
Wasiat Ke-7: Mengumpulkan antara ibadah dan memohon pertolongan kepada Allah.
Syair 220: KepadaNya lah engkau beribadah dan meminta pertolongan dengan hal ini engkau akan sampai kepada Allah. Apabila tidak engkau akan kebingungan dalam kegelapan.
Menuntut ilmu adalah ibadah maka hendaknya minta pertolongan kepada Allah untuk dimudahkan dalam memahami ilmu.
Hal ini menggabungakan antara ibadah dan minta pertolongan sebagaimana firman Allah:
Seluruh kandungan Al-Qur’an kembali kepada surat Al-Fatihah dan seluruh kandungan surat Al-Fatihah kembali pada ayat ke-5.
Seorang penuntut ilmu tidak hanya memelihara ilmu nya seperti hafalan Al-qur’an atau hadist tetapi dia juga harus memelihara ibadahnya seperti shalat malam.
Wasiat Ke-8: Mengambil sebab, berdoa kepada Allah dan percaya kepada Nya
Syair 221: Ambilah sebab-sebab, dan mohon kepada yang memberi sebab itu. Dan percaya lah kamu pada Allah saja tanpa melihat kepada sebab. Maka kamu akan beruntung kalau kamu percaya. Dan kamu tidak akan disertai dengan kedholiman.
Apabila tidak mengambil sebab, maka tidak masuk akal. Seperti seorang mau selamat di jalan tapi naik motor ditengah jalan terus. Hal ini tidak mengambil sebab.
Semua syariat Allah dicontohkan mengambil sebab. Seperti Nabi Nuh disuruh membuat perahu yang menjadi sebab selamat. Padahal Allah maha mampu tanpa membuat perahu. Maryam ketika hamil diperintah untuk berada dibawah pohon kurma dan menggerakan rantingnya. sehingga berjathuan buah-buah yang segar. Hal ini disuruh mengambil sebab dengan menggerakan ranting. Padahal kurma tidak akan jatuh walaupun dipukul pohonnya.
Seorang penuntut ilmu harus mengambil sebab dengan belajar bagaimana cara menuntut ilmu, etika yang benar, menempuhnya, berusaha dan berupaya. Sehingga Allah mudahkan ilmu untuk dia.
Akan tetapi kita harus memohon kepada yang memberi sebab, jangan bersandar kepada sebab. Karena Allah lah yang memberi untuk dimudahkan.
Dan percaya kepada Allah jangan kepada sebab.
Apabila seseorang sudah berjalan menuntut ilmu, tawaqal kepada Allah, dan setelah berhasil, jangan melihat kepada sebab tapi melihat ini semua adalah anugrah dari Allah. Jangan berkata hal ini karena saya sudah berusaha, capek, begini dan begitu.
Jangan sampai penuntut ilmu apabila sudah berhasil bangga akan dirinya.
Wasiat Ke-9: Menimbang perkara dengan syariat
Syair 222: Dengan syarait timbanglah segala perkara yang engkau berniat melakukannya. Kalo tampak perkara itu sholih, maka lakukan dan jangan kamu menahannya.
Seorang penuntut ilmu menimbang segala perkara dengan syariat, sudah benar atau tidak. Apabila sudah sesuai maka jalankan dan apabila tidak sesuai maka berhenti. Sehingga apabila ingin melakukan sesuatu tidak langsung dilakukan tetapi ditimbang dengan syariat dulu apa yang akan dilakukannya.
Wasiat Ke-10: Ke-ikhlasan, jujur, selalu menapaki sunnah dan menekan dirinya.
Syair 223: Ikhlaskan perkara itu, kemudian jujurlah dan mencocoki sunnah. Hal ini disyaratkan untuk kesholihan amalan.
Dalam segala perkara harus ikhlas agar beruntung. Dalam saat-saat penting yang menyelamatkan adalah keikhlasannya. Sebagaimana kisah 3 orang yang terkurung didalam gua. Mereka diselamatkan oleh keikhlasannya, yang masing-masing menyebutkan amalannya dan dikatakan “Ya Allah apabila amalan itu ikhlas mengharapkan wajahmu, maka beri kami jalan keluar dari musibah yang menimpa kami.”. Sehingga mereka selamat dari gua.
Nabi Yusuf juga diselamatkan dari kekejian karena keikhlasannya. Ujiannya sangat besar, ketiga di uji oleh perempuan cantik. Dimana sebab-sebab untuk berbuat maksiat sangat terbuka, diantaranya: ditempat yang kosong, pintu ditutup, beliau yang diajak, perempuan cantik, Nabi Yusuf orang asing disitu tidak ada kerabat dan keluarga. Disebutkan alasannya adalah ke-ikhlasan sebagaimana firman Allah:
Apabila belajar dengan ikhlas, maka ilmu yang dipelajari dimudahkan dan ber-berkah. Karena keikhlasan orang yang ilmunya sedikit tapi amalannya lebih besar dari pada yang banyak ilmunya.
As-syidik bisa bemakna jujur atau tulus. Jujur apabila dalam ucapan dan tulus dalam niat (kesungguhan) dan perbuatan badan.
Dan mencocoki sunnah. Apabila ikhlas dan jujur tapi tidak mencocoki sunnah maka tidak diterima amalannya. Sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wasallam:
Syarat diterimanya amalan:
ikhlas
syidik
mencocoki sunnah
dan menekan jiwanya.
Diperlukan menekan jiwa dikarenakan apabila dia telah beramal kemudian diungkit amalannya (ria dan ujub), maka amalannya menjadi batal (tidak diterima).
Syair 224: Ikhlaskan lah karena Allah, jujurlah kamu dalam bersungguh-sungguh, dan hendaknya kamu mencocoki jalan Allah. Dan tekanlah jiwa itu maka jiwa akan selalu tunduk.
Para ulama apabila telah berbuat sesuatu, dianggap dirinya belum ada apa-apanya. Walaupun harapannya besar akan diterima amalnya. Hal ini menggabungkan antara al-khauf dan ar-roja.
Abu Ustman Ash-shaubuni rakhimakumullah ta’ala berkata dalam wasiatnya: “Seorang penasihat tapi tidak mengambil nasihat untuk dirinya. Orang yang membangunkan orang lain tapi dia sendiri tidak senang untuk bangun. Orang yang memerintah tapi dia sendiri tidak aktif dalam menerima perintah. Orang yang melarang tapi dia sendiri tidak terhentak oleh larangan. Dirinya mengajar, mengakui memberi peringatan membuat orang takut, tapi dia sendiri banyak yang campuradukan, dilalaikan dan belebihan, berbuat dosa tenggelam didalamnya. Tapi dia percaya bersama dengan itu rahmat Allah. Mengharapkan pengampunan Allah.”
Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata “Apabila kalian tahu dosa-dosa ku, maka tidak ada yang mau duduk dengan ku”.
Kita harus melatih diri untuk menekan diri, tidak merasa bangga dengan yang kita punyai.
Wasiat Ke-11: Tidak takjub dengan amalan yang telah dilakukan.
Syair 225: Janganlah ujub dan jangan sekali-kali amalanmu itu disamping dosa. Pikirkan dosanya, banyak kekurangan. Dan melihat banyak nikmat.
Apabila telah beramal jangan kagum dengan amalannya. Karena ujub (rasa bangga) dengan amalan sangat berbahaya yang dapat menghancurkan amalan. Hal ini etika seorang penuntut ilmu untuk tidak ujub.
Apabila sudah ingat dosa maka jangan merasa bangga dengan amalan.
Apabila menyadari nikmat Allah yang sangat banyak, maka amalan yang kita punya tidak cukup untuk menysukuri nikmat Allah.
Empat perkara:
Tidak boleh ujub dengan amalan
Apabila beramal, ingat amalan disamping dosa
Apabila beramal selalu dihadrikan banyak kekurangannya
Ketiga beramal merasa belum cukup untuk mensyukuri nikmat Allah.
Abu Bakr Asy-syidiq radhiallahu anhu berkata: “Saya berharap bahwa saya adalah sebuah rambut disamping hamba seorang mukmin”. Artinya menganggap dirinya belum ada apa-apa, yaitu apabila behadapan dengan seorang mukmin maka dia seperti sehelai rambut.
Abu Bakr Asy-syidiq radhiallahu anhu berkata: ” bahwa inilah (menunjuk lisannya sendiri) yang membawa kepada kebinasaan.
Wasiat Ke-12: Jauhi Larangan, Taubat dan Istigfar
Syair 226: Dimana saja dari larangan, maka jauhi larangan tersebut. Apabila keliru maka bertaubat dan istigfar dan selalu menyesal.
Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, termasuk penuntut ilmu. Yang penting apabila ada larangan dihindari dan apabila berdosa dia bertobat dan menyesalinya.
Dalam segala keadaan ada pintu ibadah untuk seorang mukmin:
Dikasih cobaan, maka bersabar
Dikasih nikmat, maka bersyukur
Melakukan dosa, maka bertaubat.
Akan tetapi tidak bergampangan melakukan dosa.
Wasiat Ke-13: Selalu instropeksi diri
Syair 227: Dan hentikan jiwa itu, Kemudian apabila ada larangan, dihentikan jiwanya
Ketika ada perintah, berhenti dulu apakah sudah melaksanakan perintah atau belum. Kemudian ketika ada larangan, dihentikan juga jiwanya.
Muhasabah yaitu menghisab diri sendiri. Sehingga amalannya terkontrol dan terjaga. Tahu kekurangan, kekeliruan, kelalaian diri sendiri. Umar bin khataab berkata “Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah diri-diri kalian sebelum kalian ditimbang nanti. Karena akan lebih ringan hisab kalian apabila telah kalian hisab sendiri.”
Muhasabah bisa dalam bentuk hisab dirinya sebelum beramal atau hisab dirinya setelah beramal. Sebelum beramal ditanyakan apa yang akan dikerjakan, keikhlasan. Adapun setelah beramal ada tiga jenis:
Hisab diatas ketaatan
Hisab diatas larangan
Hisab diatas amalan (dikerjakan apa ditinggalkan)
Hisab diatas perkara yang mubah.
Hisab sejauh mana dirinya mengerjakan ketaatan, kemudian apakah sudah meninggalkan apa yang dilarang, kemudian hisab dirinya dengan selalu bertobat dan beristigfar kepada Allah Subhanahu Wata’alla.
Kemudian penulis menjelaskan wasiat-wasiat penting dari syair 217 sampai 240 dalam 26 pembahasan.
Bait Syair 217:
Maka beramallah di atas rasa takut dan teruslah tekun sampai datangnya waktu kematian …. Singkirkan prasangka buruk dan tuduhan terhadap Allah
Bait Syair 218:
Tunduk kepada syariat dan terimalah qadha’ … dan jangan bertengkar tentangnya sebagaimana pertengkaran orang yang ingkar.
Syair 217: Disebutkan tiga wasiat pertama
Wasiat Ke-1: Beramal dengan penuh rasa takut
Wasiat Ke-2: Senantiasa bersiap untuk kematian
Wasiat Ke-3: Meninggalkan berjelek sangka kepada Allah
Wasiat Ke-1: Beramal dengan penuh rasa takut
Sifat mukmin beramal dengan rasa takut sebagaimana firman Allah:
Ayat ini ditafsirkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam,
Hal ini adalah sifat para Nabi yang takut amalnya tidak diterima sebagaimana firman Allah:
Seorang penuntut ilmu juga harus seperti itu. Ketika belajar diperhatikan ilmu yang dipelajari. Mempunyai rasa takut yaitu jangan sampai apa yang dipelajari tidak diterima. Selalu instropeksi dari apa yang dipelajari. Jangan sampai ada ilmu yang dipelajari, kurang keikhlasannya, kesempurnaan amalan yang dipelajari. Akhirnya tidak ada berkahnya atau kebaikannya.
Wasiat Ke-2: Senantiasa bersiap untuk kematian
Terus meneruslah kamu berjalan kepada ajalmu, maksudnya terus beramal, berusaha bersiap untuk menjemput ajal mu.
Penuntut ilmu harus terus mengingat akhirat, takut akan amalannya. Ajal itu sudah ketentuan Allah:
Juga perintah Allah kepada Nabinya:
Juga untuk orang-orang yang beriman:
Apabila penunut ilmu mengingat akan hal ini, lebih serius belajarnya dan membantuk untuk istiqomah.
Penyakit penuntut ilmu apabila sudah belajar, muncul hasat dan dengki kepada kawannya. Misalnya kawannya sudah melampaui ilmu nya atau yang lainnya. Sehingga apabila 2 wasiat ini ingat maka akan lebih istiqomah dalam belajar. Apabila ada penuntut ilmu lain yang diberikan anugrah lebih dari Allah, harusnya bergembira karena ada ditengah umat ada yang menyebarkan kebaikan. Cinta kebaikan pada saudaranya sesama penuntut ilmu. Merendah hati sambil belajar walaupun pada kawan sendiri.
Wasiat Ke-3: Meninggalkan berjelek sangka kepada Allah
Dan jauhkan dari Allah, berjelek sangka dan tuduhan yang buruk. Hal ini penyakit yang harus dihindari oleh penuntut ilmu. Suudhon banyak sekali cabangnya dan merupakan pembahasan aqidah. Sebagai contoh: Apabila tidak ada yang menyoblos di pemilu, maka akan berkuasa orang kafir, hancur umat islam. Contoh lain pada penunutut ilmu yang telah belajar lama, kemudian bertanya kenapa tidak berhasil juga.
Syair 218: Terhadap syariat hendaknya engkau tunduk dan terimalah ketentuan Allah. Dan jangan kamu mendebat hal tersebut seperti mulhit (orang yang menyimpang)
Wasiat ke-4: Tunduk pada syariat.
Menerima segalah syariat, sebagaimana firman Allah:
Wasiat Ke-5: Menerima ketentuan Allah.
Menerima qodho Allah Subahanhu Wa Ta’ala
Ciri orang yang tunduk pada syariat dan menerimat takdir adalah tidak mendebat dua hal tersebut. Perdebatan bisa membawa kepada hal yang membahayakan. Sebagaimana hadits Abu Umama dari Imam At-Tirmidzi:
Kemudian Rasulullah membaca ayat:
Seorang penuntut ilmu tidak senang mendepat. Akan tetapi apabila ada masalah yang dia tidak ketahui, bisa ditanyakan. Dapat dibahas secara ilmiah.
Selanjutnya penulis menjelaskan beberapa keyakinan yang mesti diyakini bahwa hal tersebut perbuatan Allah Subhanahul Wa Ta’ala yang menjadi nasihat-nasihat untuk penuntut ilmu. Diantaranya:
Allah lah yang membuat seorang itu sengsara atau bahagia
Allah lah yang membuat seorang tersesat atau diberi hidayah
Allah lah yang memberi wahyu dan mengutus rasul
Allah lah yang memerintahkan dan melarang.
Allah lah yang menghalalkan dan mengharamkan.
Bait Syair 213:
Dia-lah Yang menjadikan orang yang Dia pilih sengsara atau bahagia, Yang menyesatkan atau memberi petunjuk …. Dia Yang mendekatkan dan menjauhkan rahmat-Nya sebagai bentuk keadilan dari-Nya dalam pembagian
Bait Syair 214:
Dia menurunkan wahyu, mengutus rasul, mensyariatkan, memerintahkan, dan melarang… Dia pula menghalalkan dan mengharamkan, sebagai syariat penuh hikmah yang sempurna.
Bait Syair 215:
Dia menyukai perbuatan yang baik dan membenci perbuatan yang duhraka … Dia meridhai kebajikan dan membenci pelanggaran terhadap larangan yang mereka lakukan.
Bait Syair 216:
Jika sesuai dengan penegakan dua perkara ini (melakukan yang Dia ridhai dan menjauhi hal-hal yang Dia benci) …. Tidak akan ada kekhawatiran perlakuan tidak adil dan tidak pula pengurangan kebaikan oleh-Nya.
Syair 213: Dia lah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang membuat seorang itu sengsara dan Dia pula yang membuat berbahagia. Dan dia yang memberikan
Kesengsaraan dan kebahagiaan semuanya ditangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini. Karena pengaruh ilmu adalah menjadikan keimanan kepada Allah kuat. Setiap orang sudah ditetapkan siapa yang beruntung dan siapa yang merugi. Kehidupan diakhirat sudah dibagi menjadi dua juga. Sebagaimana firman Allah:
Hamba adalah yang berbuat setelah ditunjukannya jalan dan memilih akan menempuh jalan yang mana. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
Kemudian seorang laki-laki berkata “Tidak lah kalo begitu, kita terima saja ketentuan Nya, dan kita tidak usah beramal?”. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
Kemudian beliau bersabda:
Kelanjutan syair: Dia pula yang menyesatkan dan Dia pula yang memberi hidayah.
Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’alla:
Kelanjutan syair: Sebagaiman Allah mendekatkan dan menjauhkan
Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 26:
Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali ‘Imran: 26)
Kelanjutan Syair: Semua itu keadilan Allah dalam pembagian.
Yang dapat hidayah dan beruntung adalah keutamaan dan rahmat dari Allah. Yang dijadikan sengsara dan disesatkan adalah keadilan dari Allah. Tidak ada seorang pun yang di dholimi. Sudah ditunjukan jalan, diturunkan Al-Qur’an, di utus Rasul. Jalan yang baik diterangkan dan jalan yang jelek juga sudah diterangkan. Jadi apabila ada yang berbuat kejelekan jangan mencela kecuali dirinya sendiri. Dalam hadits Qudsi:
Allah berfirman:
Syair 214: Memberi wahyu kepada siapa yang dikehendaki dan mengutus Rasul kepada siapa yang dikehendaki. Hal ini terdapat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
Kelanjutan syair: Allah memerintah dan Allah Melarang.
Dalam Al-Qur’an berisi perintah dan larangan. Awal perintah adalah perintah kepada Tauhid dan Awal larangan adalah larangan dari berbuat Kesyirikan.
Kelanjutan Syair: Allah menghalalkan dan Allah mengharamkan.
Allah menghalalkan secara syariat dan Allah mengharamkan secara syariat. Kedua hal ini semuanya sempurna dengan hikmahNya (disisi Allah).
Sebagaiamana firman Allah:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl: 116)
Kelanjutan Syair: Sempurna hikmahnya
Allah menyebut dirinya Al-Hakim, yang maha hikmah.
Syair 215: Allah Cinta kepada yang ihsan dan sebaliknya yang maksiat dibenci Allah. Dalam Al-Qur’an:
Kelanjutan Syair: Sebagaimana kebajikan diridhoi adapun hal yang diharamkan itu dibenci Allah.
Syair 216: Berdasarkan seluruh hal ini di dunia dan akhirat menjadi hukum tetap. Karena itu tidak ada kedholiman yang dikhawatirkan.
Sebagaimana firman Allah:
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhan-mu tidak menganiaya seorang jua pun”. (QS. Al-Kahfi: 49)
Kelanjuta syair: tidak ada kebaikan yang luput walaupun sedikit akan didatangkan, sebagaimana firman ALlah
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (QS. Al-Anbiya:47)
Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang.
Setelah disebutkan sifat orang yang belum mendapatkan ilmu yang sesungguhnya, penulis menjelaskan hasil ilmu yang sesungguhnya.
Bait Syair 210:
Akan tetapi, ilmu (yang sebenarnya) adalah takut kepada Allah saat tersembunyi dari pandangan manusia maupun keramaian…. Ketahuilah bahwa itulah ilmu, maka tekunilah
Bait Syair 211:
Maka kenalilah Allah dan ketahuilah perbuatan-Nya … Juga perkara-perkara yang berdasarkan cakupan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu telah ditulsi dengan pena.
Bait Syair 212:
Ketahuilah hak-Nya dan laksanakan kewajibanmu dengan sebenar-benarnya sesuai dengan pengetahuanmu… Ketahuilah pula jalan kebenaran dan tempuhlah ia dan jangan jadi orang yang buta.
Tiga sifat orang yang mendapatkan hasil ilmu:
Khosyatullah, takut kepada Allah Ta’alla.
Ma’rifatullah, mengenal Allah Ta’alla dan mengimani ketentuan dan takdir Nya
Ikhlas dan Mutabaah, hanya karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.
Syair 210: Sifat orang yang mendapatkan hasil ilmu adalah Khosyatullah, yaitu takut kepada Allah Ta’alla baik dalam rahasia maupun dalam terang-terangan. Ketahuilah itulah ilmu dengan sebenar-benar ilmu. Maka itizam (komitmen) lah kamu dengan itu.
Ilmu yang bermafaat adalah ilmu yang mengantarkan kepada rasa takut kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fatir: 28)
Ucapan ulama: cukuplah takut kepada Allah itu sebagai ilmu. Dan cukuplah tertitup terhadap Allah itu sebagai kejahilan.
Sebagian As-Salaf berkata: Ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat tapi ilmu itu adalah rasa takut.
Sehingga para ulama berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Mereka tidak bisa menjawab semua pertanyaan. Dikarenakan bukan bidangnya, bukan wewenangnya, ada konsekuensi ilmu yang harus dipertimbangkan.
Seorang penuntut ilmu semakin menuntut ilmu semakin takut, hati-hati dalam berbicara yang belum ada ilmunya.
Syair 211: Hasil ilmu itu adalah Ma’rifatullah, mengenal Allah. Hendaknya kamu kenal Allah dan hendaknya kamu mengingat perbuatan Allah. Dan segala sesuatu itu telah ditulis dengan pena (sudah di takdirkan).
Hasil ilmu adalah mengenal Allah Ta’ala, mengimani akan ketentuan dan takdir Nya. Semakin mengenal Aqidah yang benar, maka orang itu punya Ilmu. Dasar dalam pembahasan Aqidah adalah mengenal Allah. Semakin mempunyai ilmu tentang naman dan sifat Allah, maka dia telah mempunya ilmu, yaitu mengenal Allah Ta’alla.
Syair 212: Dan Hak Allah hendaknya engkau ketahui. Dan dengan sebenar-benarnya engkau menegakan kewajiban didalam hak Allah Ta’alla. Dan terhadap jalan yang benar hendaknya kamu tempuh.
Hak Allah Ta’alla adalah:
Hal ini menimbulkan ke-ikhlasan dan aqidah yang benar.
Penuntut ilmu harus kuat Aqidah nya dari awal. Sehingga diharapkan kebaikan dari ilmu dan ini adalah inti dari Ilmu. Yang membuat ilmu yang lainnya diberkahi dan mudah dipahami.
Berbeda dengan penuntut ilmu yang belajar cabang-cabangnya saja seperti fiqih, hadist tapi tidak ada ilmu aqidah yang menyebabkan pengaruh ilmunya berkurang. Sama halnya dengan Da’i yang harusnya mengajarkan aqidah yang benar, yang bisa dimasukan kepada segala pembahasan yang berujung kembali kepada Allah Ta’lla.
Kewajiban menempuh jalan yang benar adalah ciri dari orang yang mendapatkan ilmu. Selalu dijalan yang lurus, manhaj yang hak. Tidak buta dijalannya.
Berbeda dengan orang yang mempunyai ilmu tapi jalannya bercabang. Hal ini akan terlihat pengaruh ilmu kepadanya.
Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang.
Bab ini menjelaskan kapan seseorang telah mendapatkan manfaat dari ilmu. Dan kapan bisa memetik buah dengan tangannya.
Disini dijelaskan bahwa ilmu itu ada buah dan pengaruhnya. Terdapat juga ciri-ciri orang yang telah mendapatkan hasil dari ilmu. Penulis menyebutkan beberapa pengaruh dari ilmu dan hasil nya.
Berikut ini adalah pesan dan wasiat-wasiatnya:
Bait Syair 204:
Perolehan ilmu dan ciri-cirinya akan aku diktekan … Maka pasang baik-baik pendengaranmu dan dengarkanlah perkataanku.
Bait Syair 205:
Ilmu itu bukanlah hafalanmu terhadap huruf per huruf … Bukan pula penuhnya coretan arangmu (tintamu) diatas kertas.
Bait Syair 206:
Ilmu bukan pula duduk menempati tempat terhormat di depan majelis … Sembari mendiktekan ilmu tanpa memahami perkatannya.
Bait Syair 207:
Ilmu itu bukan sorban indah yang kau tinggikan bagian atasnya … untuk berlagak. Dan bukan pula mewarnai uban dengan semir hitam.
Bait Syair 208:
Bukan pula ucapanmu terus-menerus dan perkataanmu “Ya” dan “Tidak” … Bukan pula tindakanmu seperti binatang ternak yang membawa kitab.
Bait Syair 209:
Bukan pula perbuatanmu menenteng berbagai ijazah yang menyolok mata … Yang dipenuhi dengan ungkapan bersajak dan kalimat yang tertata rapi.
Syair 204: Orang yang telah mendapat ilmu itu adalah orang yang sifatnya akan saya terangkan. Maka pasang pendengaranmu baik-baik dan dengarkanlah dari ucapan ku.
Pembahasan: Sifat-sifat orang yang belum mendapatkan ilmu.
Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya hafalan
Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya buku yang ditulisnya
Hasil ilmu bukan orang yang dihadiri banyaknya orang mejelis.
Hasil ilmu bukan orang yang telah memakai imamah yang besar dan menjulur kebawah
Hasil ilmu bukan orang yang telah rambut dan jenggotnya memutih dan di semir hitam
Hasil ilmu bukan orang yang bisa menjawab iya dan tidak pada setiap pertanyaan
Hasil ilmu bukan orang yang membawa banyak kitab.
Hasil ilmu bukan orang yang banyak ijazah dan gelarnya.
Orang yang telah mendapatkan ilmu mempunyai sifat-sifatnya. Agar diperhatikan sifat ini karena ada yang salah paham dianggap sudah mendapatkan ilmu tapi hakikatnya belum dapat apa-apa.
Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang. Orang yang mendapatkan ilmu bukan sekedar hafalan, memenuhi lembaran, tampil terdepan, penampilan mempesona, ucapan iya atau tidak, bukan pula tempat-tempat yang hanya memikul saja (lembaran pengakuan).
Syair 205: Orang yang mendapat ilmu itu bukan kamu hafal fatwa dengan huruf-hurufnya. Dan ilmu itu bukan kamu menghitamkan kertas-kertas dengan arang-arang.
Ada yang bisa hafal suatu ilmu tapi tidak paham akan ilmu itu. Hal ini tidak cukup dan bukan ilmu. Ini hanya pengetahuan saja. Ada yang hafal fatwa sampai pada huruf-hurufnya. Hafal fatwa saja tidak cukup karena fatwa itu belum tentu bisa dipakai ditempat lain. Seorang mufti memberi fatwa di kondisi tertentu yang belum tentu cocok digunakan ditempat yang lain.
Ilmu itu juga bukan asal sekedar tulisan saja dan tidak paham apa yang ditulis.
Syair 206: Ilmu itu bukan berada didepan perkumpulan dengan duduk ihtiba (duduk serius untuk mengajar dengan ditahan tangan atau sarung menahan kakinya). Yang dimana kamu memberikan ilmu tetapi dia sendiri tidak memahami makna ucapan.
Hasil ilmu itu bukan orang yang sudah duduk dihadapan banyak manusia. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang hadir, apabila berbicara banyak yang senang mendengarknya. Padahal ini belum tentu ciri ilmu. Manusia itu pada keinginannya tidak ada yang bisa mengikuti keinginan mereka kecuali apa yang mencocoki syahwat mereka. Dahulu kala ada majelis sahabat diamana yang hadir banyak. Begitu sahabat itu memulai dengan surat Yusuf, maka orang-orang pergi satu persatu hanya sedikit yang tersisa di majelis. Hal ini dikarenakan tidak mencocoki mereka karena mereka senangnya tema pembahsan kisah-kisah yang membuat orang senang. Hal ini menunjukan kadar akal manusia yang mengikuti keinginan syahwatnya.
Abu Bakar bin Ayas berkata siapa yang duduk untuk manusia maka manusia akan duduk kepadanya. Seorang ahli sunnah maka apa yang disampaikan membuat sunnah semakin besar.
Syair 207: Hasil ilmu adalah bukan orang dengan imamah yang lilitannya panjang kebawah atau imamahnya besar. Dan bukan pula dengan orang yang punya jenggot atau rambut sudah putih yang kemudian disemir dengan warna hitam.
Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang menyemir rambut putih dengan warna hitam. Tapi membolehkan menyemir warna rambut yang sudah memutih dengan warna selain hitam. Ada dua kekeliruan:
Anak muda yang keliru, yaitu mengganti rambutnya dengan warna lain, tapi bukan karena rambutnya sudah putih melainkan mengikuti model.
Orang tua yang keliru, yaitu mengganti rambutnya yang sudah memutih dengan warna hitam.
Syair 208: Bukan pula ucapan kamu selalu kalau ditanya, maka menjawab dengan iya dan tidak. Bukan pula ilmu itu membawa barang-barang bawaan seperti hewan ternak.
Apabila seseorang sudah merasa hebat memberi fatwa yang apabila ditanya selalu ada jawaban iya dan tidak. Hal ini belum tentu orang tersebut sudah mendapat ilmu.
Keledai yang membawa buku-buku diatasnya, dia tidak paham buku yang dibawa. Seperti sebagian orang kemana-mana membawa kitab yang ingin menunjukan bahwa dia seorang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Syair 209: Bukan pula dengan membawa ijazah-ijazah yang seakan-akan sudah sangat hebat yang dihiasi dengan keindahan ucapan berupa syair maupun ucapan biasa.
Hasil ilmu itu bukan dengan ijazah-ijazah. Bukan hanya dengan sekedar title atau gelar. Ilmu agama ada di berbagai bidang sebagaimana halnya gelar juga ada di berbagai bidang. Contohnya doktor dibidang bahasa arab, belum tentu benar dalam berbicara mengenai aqidah dan fiqih.
Pembahasan: Behati-hatilah dari Majalah yang Menyesatkan
Penulis menjelaskan mengenai sebagian majalah yaitu majalah-majalah yang jelek.
Terdapat 3 Pembahasan:
Pembahasan: Berhati-hati dari majalah yang menyesatkan.
Pembahasan: Sebagian perkara-perkara yang hina disebarkan oleh majalah-majalah yang jelek
Pembahasan: Peringatan akan orang-orang yang melampaui batas dan jalan-jalan mereka yang rusak.
Tiga pembahasan ini ada di 13 Bait syair berikut:
Bait Syair 190
Berhati-hatilah dari majalah-majalah keji yang beredar di tengah-tengah masyarakat ….Yang mengajak secara terang-terangan kepada penyebaran becanra di tengah mereka
Bait Syair 191
Yang menyeru agar membuang petunjuk dan ajarang agama seluruhnya … Juga ilmu, bahkan, seluruh akal yang sempurna dan akal sehat.
Bait Syair 192
Yang menyeru agar condong kepada dunia dan keindahannya … Juga menyeru kepada kehidupan foya-foya sebagaimana binatang ternak yang digembala.
Bait Syair 193
Terang-terangan menyeru kepada degradasi moral dan kecabulan … Mengesampingkan harga diri, akhlak dan tata krama.
Bait Syair 194
Menyeru agar secara mutlak menggantungkan kepada sebab … Tanpa menggantungkan kepada Yang Menciptakan sebab dan Menciptakan ketiadaan
Bait Syair 195
Menyeru kepada kufur terhadap Allah, malaikat, dan para rasul … Juga kufur kepada wahyu, takdir, dan kebangkitan jasad yang telah remuk.
Bait Syair 196
Menyeru agar memeluk keyakinan Thabi’iyyah bahwa alam tidak ada yang mengatur … Bertindak sendiri sesukanya tanpa pernah menzhalimi
Bait Syair 197
Menurut mereka, semua makhluk ini terjadi tanpa ada yang mengurusi dan tanpa ada yang menciptakan … (Mereka mengingkari) bahwa makhluk itu diciptakan untuk tujuan dan hikmah tertentu.
Bait Syair 198
Dengan penuh pujian mereka menamakan kebatilan tersebut sebagai “ilmu baru” … Akan tetapi sejatinya ia adalah “kekafiran lama”, salah satunya adalah pendapat bahwa alam semesta adalah qidam (terdahulu)
Bait Syair 199
Kaum tak beriman dan melampaui batas itu berbagi peran … Sedikit ataupun banyak, maka tak pantas mencapat ucapan selamat untuk pembagian ini.
Bait Syair 200
Setiap kali satu atau beberapa abad melintas … Mereka membawa kekafiran dalam bentuk yang lain, karena kekejian mereka.
Bait Syair 201
Sebagian kekejian itu atas sebagian lainnya akan dikumpulkan oleh Rabbku … Dan Dia akan menempatkanya di dalam Neraka yang menyala-nyala.
Bait Syair 202
Anda pantas heran terhadap serangan kaum yang secara bodoh mencoba … Menggabungkan ilmu tersebut ke dalam Islam dalam satu tempat
Bait Syair 203
(Upaya mereka) laksana menggabungkan api ke dalam air, atau menggabungkan suci dan hadast dalam satu waktu….. atau mempersaudarakan serigala dan kambing
Pembahasan: Berhati-hati dari majalah yang menyesatkan.
Syair 190: Hati-hati dari majalah-majalah jelek yang mengandung kemungkaran, kefasikan, bid’ah yang menyesatkan disebarkan ditengah manusia. Yang terang-terangan mengajak untuk menyebarkan musibah ditengah manusia.
Nasihat penulis kepada para penuntut ilmu yang membaca buku ini bahwa ada hal-hal yang jangan didekati yang akan membahayakannya diantaranya majalah-majalah (dimasa beliau). Dimasa kini lebih mengerikan lagi dan bukan hanya majalah saja, lebih mudah daripada majalah.
Perkara yang menganggu agama adalah musibah yang paling besar. Sebagaimana doa Nabi shalallahu alaihi wasallam ya Allah jangan jadikan musibah dari agama kami.
Musibah yang menimpa dunia gampang ditangani akan tetapi musibah yang menimpa agama berat ditangani.
Pembahasan: Sebagian perkara-perkara yang hina disebarkan oleh majalah-majalah yang jelek
Syair 191: Majalah-majalah ini mengajak untuk membuang petunjuk dan agama. Dan mengajak untuk membuang ilmu bahkan mengajak membuang akal sempurna yang selamat.
Beberapa kerusakan dari majalah-majalah: Membuang petunjuk, bertentangan dengan ilmu. Bukan dibekali dengan agama, malah diberi hal yang membahayakannya.
Syair 192: Kemudian pula majalah membuat selalu condong kepada dunia dan perihasannya dan mengajak untuk puas seperti hewan ternak yang dipelihara (tidak ada aturan dan batasan).
Syair 193: Majalah ini juga mengajak untuk melepaskan dari akhlak, dari kemuliaan, dari hijabnya terang-terangan. Dan mengajak pada buka-bukaan disertai dengan membuang etika-etika bagus dan akhlak yang mulia. Sehingga hilan semuanya.
Sebagian majalah terang-terangan dibawakan kebiasan-kebiasaan orang kuffar, bertentangan dengan akhlak, tidak menutup aurat. Negeri-negeri kaum muslimin dijajah, dimasuki oleh akhlak buruk dari luar dengan perantara apa yang dibaca oleh generasinya.
Dizaman ini lebih berbahaya lagi melalui layar televisi, channel-channel.
Syair 194: Demikian pula besandar kepada sebab-sebab secara mutlaq. Tanpa besandar kepada Allah yang mengadakan, mencipta dari yang tidak ada.
Sering dalam berita-berita apabila ada kejadian seperti gempa. Disebutkan hanya suasana alam terdapat pergeseran lempengan bumi. Tanpa dijelaskan bahwa ada Allah Ta’ala yang menentukannya. Hal ini adalah ke kufuran.
Syair 195: Kekafiran kepada Allah, MalaikatNya, serta para rasul dan wahyu. Juga kekafiran kepada takdir dan kebangkitan tulang-tulang yang telah menjadi tanah.
Hal ini juga kejelekan yang disebarkan majalah tersebut. Terdapat kisah-kisah yang bertentangan dengan keimanan disebutkan ada yang mencipta selain dari pada Allah. Atau bentuk kekufuran pada malaikat yang dikisahkan dengan wujud manusia dan berbuat hal yang jelek. Juga digambarkan rosul dengan akhlak yang jelek. Pengingkaran tentang takdir yang bisa dirubah oleh manusia.
Dizaman ini semakin parah lagi, ada saja yang dimasukan dari kekufuran dalam pemberitaan seperti: ramalan bintang.
Syair 196: Untuk meyakini “At-Thabiat” seakan-akan semua yang terjadi alami, tidak ada yang menciptakannya, terjadi begitu saja”. Tidak ada yang mengatur dan mengadakannya yang apa saja yang dia kehendaki menjadi gelap.
Hal ini adalah kekafiran yang nyata. Kaum Musyrikin di masa Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak menyakini seperti itu. Mereka tahu ada yang mencipta, ada yang menghidupkan dan mematikan, ada yang mengatur segala sesuatu. Namun di sebagian majalah mengatakan terjadi secara alami tidak ada sebabnya, tidak ada yang mengatursnya, tidak ada yang mengadakannya.
Syair 197: Bagi mereka semua hal ini terjadi tanpa ada yang maha tegak yang mengadakdannya. Diadakan agar supaya tunduk sempurna untuk keperluan berisi hikmah didalamnya. Tujuan yang penuh hikmah.
Penulis menjelaskan kalo ALlah yang menciptakan dari makhluk ditundukan untuk manusia untuk sebuah tujuan penuh dengan hikmah. Maka mereka menganggap segala perkara terjadi begitu saja. Tidak ada ALlah yang maha menegakkan segala sesuatu, segala perkara tegak karena Allah.
Syair 198: Pemahaman seperti ini bahwa alam terjadi alami, mereka namakan ilmu baru. Padahal hal tersebut adalah kekafiran yang sudah lama.
Diantaranya ucapan orang filsafat bahw bumi ini sudah lama, terjadi begitu saja.
Syair 199: Mereka yang melampaui batas ini membaginya di atas suatu pembagian atau lebih. Katakan tidak ada penerimaan dari pembagian seperti ini.
Orang-orang yang menyimpang (melampaui batas pada agama) membagi-bagi, seperti membagikan warisan. Maka seorang muslim berlepas dari yang seperti ini. Jangan dibuka peluang menerima yang seperti ini.
Syair 200: Setiap kali datang generasi, mereka datangkan lagi dalam bentuk yang lain. Karena buruknya mereka.
Hal ini adalah petaka dari ahlul bathil yang bersumber dari hal yang sama akan tetapi setiap zaman datang dalam bentuk-bentuk baru yang mencocoki dengan shawat dan masa mereka. AKan selalu seperti itu: bid’ah, dosa, maksiat. Dimodifikasi tapi asalnya sama. Zina dengan bahasa pacaran, riba dengan bahasa bunga, khamar dengan bahasa banyak penamannya.
Pembahasan: Peringatan akan orang-orang yang melampaui batas dan jalan-jalan mereka yang rusak.
Syair 201: Ingat sebagian hal yang hina berkumpul dengan yang hina lainnya, maka Allah akan menjadikannya didalam neraka untuk dibakar.
Penulis menjelaskan bahwa ujung dari perbuatan orang-orang ini akan bertumpuk-tumpuk dan akhirnya menyeret mereka kedalam neraka jahanam. Sebagaimana firman Allah:
Syair 202: Maka kagetlah kamu kepada permusuhan suatu kaum yang mengupayakan dengan penuh kebodohan, ingin mengumpulkan hal-hal keji sperti ini dimasukan kedalam Islam.
Syairu 203: Hal ini sesuatu yang tidak mungkin seperti memasukan api didalam air, atau bersuci dalam hadast, atau orang yang ingin mempersaudarakan srigala dengan kambing.
Kisah serigala dan kambing:
Seorang perempuan penggembala kambing dapat anak srigala yang ditinggal pergi sama induknya. Kemudian dipeliara, menyusu dari kambingnya dan kambingnya punya anak baru lahir (seumur dengan srigala). Jadi kambing tersebut punya saudara sesussuan (srigala). Mereka sama-sama tumbuh besar. Begitu besar srigala ini menerkam sudara sesusuannya (Kambing). Padahal srigala ini dididik sebagai anak kambing, minum susu dari ibu nya kambing, begitu besar srigala tetap menjadi srigala.
Perempuan ini mengucapkan tiga bait syair yang indah:
Kamu menerkam anak kambingku dan engkau membuat kaget hatiku
Padahal engkau saudara susuan untuk anak kambingku. Kamu besar dari susu ibunya dan kamu tumbuh bersama.
Lalu siapa yang memberi tahu kamu bahwa ayah kamu adalah seorang srigala.
Apabila tabiat itu tabiat yang jelek maka tidak ada adab yang bermafaat dan tidak ada pula pendidik yang bisa mendidiknya.
Hal ini terjadi dimasa penulis, dizaman sekarang kekafirannya berlipat-lipat. Maka seorang penuntut ilmu jangan dekat kepada hal-hal seperti ini. Hal ini bisa merusak dirinya dan bisa menghalanginya dari jalan ilmu.
Peringatan akan Bahaya Perdukunan dan Tukang Ramal Bintang
Bait Syair 179:
Demikian pula ilmu perdukungan dan ramalan berdasarkan bintang … Sesunguhnya kedua ilmu tersebut termasuk kekufuran, keduanya telah ada di tengah manusia sejak dulu.
Bait Syair 180:
Sanadanya berasal dari bala tentara Iblis yang terlaknat… Sedangkan isi matannya adalah riwayat perkataan yang paling dusta.
Bait Syair 181:
Apa hubungan antara (coretan dukun diatas) tanah dan pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib… Hingga dia mengetahui perilaku manusia?
Bait Syair 182:
Seandainya golongan jin itu mengetahui hal yang ghaib … Tentu mereka tidak akan terus sepanjang waktu melakukan pekerjaan yang melelahkan.
Bait Syair 183:
Adapun bintang-bintang, ia adalah hiasa di langit … Dan sebagai batu yang dilemparkan ke satan-setan untuk menghalau mereka agar tidak mencuri berita.
Bait Syair 184:
Dengan bintang pula, orang berjalan di waktu malam mendapatkan petunjuk ke arah yang akan mereka tuju … Baik di daratan mapun ketika mereka berjalan di tengah kegelapan.
Bait Syair 185:
Matahari dan bulan beredar menurut penghitungan … Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui, lagi Menyempurnakan kenikmatan.
Syair 179: Demikian pula perdukunan yang merasa tahu ilmu ghaib seperti mengabarkan apa yang akan terjadi. Dan orang pintar (peramal), munajim (menentukan kejadian alam dengan bintang-bintang). Karena kedua ilmu ini adalah kekafiran yang telah mempermainkan manusia dari dulu.
Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam:
Mengenai perbintangan adalah menentukan kejadian di bumi berdasarkan bintang-bintang seperti gempa karena bintang ini, malapetaka karena bintang ini dan lainnya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu riwyat ibnu Majah dan selainnya, Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Kemudian diterangkan bagaiman jeleknya dua ilmu ini
Bantahan untuk perdukunan
Syair 180: Sanad ilmu ini adalah kelompok Iblis yang terlaknat. Dan matannya adalah nukilan paling dusta dari pembicaraan yang pernah ada (isinya kedustaan).
Jin-jin mencuri berita dari langit, dengan cara saling bertumpuk-tumpuk sampai kelangit. Ketika mendengar satu kalimat, maka yang diatas menyampaikan kepada yang dibawahnya. Begitu dilempar bintang. Satu kalimat kadang didengar sudah dicampur dengan 100 kedustaan. Sehingga setelah sampai ketelinga dukunnya sudah bercampur dengan 100 kedustaan. Sehingga dukun apabila memberikan berita kadang ada yang mendekati kebenaran tapi belum benar karena telah bercampur dengan 100 kedustaan.
Syair 181: Ada apa hubungan mereka dengan tanah dan dengan ghaib mereka tidak bisa memahaminya. Ada apa dengan perubahan-perubahan yang terjadi di Alam. Dan mereka juga tidak tahu makhluk itu sebelumnya tidak ada.
Semuanya yang ada dilangit dan dibumi tidak ada yang tahu kecuali Allah, sebagaimana firman Nya:
Mereka para dukun ini tidak tahu apa-apa, dan mereka berucap tanpa ilmu.
Syair 182: Andaikata jin-jin itu tahu yang ghaib maka dia akan tinggal kurun waktu yang lama berbagai bentuk kepedihan.
Ini kisah jin dizaman Nabi Sulaiman bahwa Jin itu ditundukan dan dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman. Para jin bekerja siang dan malam, tersiksa dan letih. Jin tidak ada tahu yang ghaib. Nabi Sulaiman berdiri dengan tongkat memperhatikan para Jin bekerja. Ketika Nabi Sulaiman telah meninggal para Jin tidak ada yang tahu. Begitu tongkat Nabi Sulaiman dimakan rayap, maka jatuh lah Nabi Sulaiman. Barulah Jin tahu bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal. Andaikata Jin tahu yang ghaib maka mereka tidak akan tersiksa sedemikian lamanya.
Dalam Surah Saba ayat 14:
Bantahan untuk perbintangan
Kemudian penulis meluruskan mengenai bantahan perbintangan
Dalam perbintangan ada yang penggunannya bisa dikategorikan kafir menurut kesepakatan para ulama. Contohnya apabila berkata semua yang terjadi dimuka bumi ini karena pengaruh bintang-bintang. Dan mempercayai bahwa bintang-bintang itu yang melakukannya.
Adapun yang menyatakan bahwa bintang-bintang hanya pendalilan saja. Contohnya bahwa karena bentuk bintang ini, maka terjadi yang begini. Hal ini ada silang pendapat dalam kekafirannya.
Penggunaan lain dari bintang-bintang yaitu yang disebut penulis dalam bait syair berikut.
Fungsi dari bintang salah satunya adalah tanda untuk mengenal dari persinggahan matahari dan bulan, dijadikan dalil untuk arah kiblat, waktu shalat, perubahan musim dan sebagainya. Mengenai hal ini ada dua pendapat dikalangan as-salaf: makruh dan mubah.
Syair 183: Adapun bintang-bintang adalah perhiasan untuk langit, dan untuk melempar syaithon. Mengusir mereka mendengarkan wahyu.
Syair 184: Bintang-bintang itu dijadikan petunjuk bagi yang berjalan dimalam hari untuk mencari arah di darat maupun dilautan.
Fungsi bintang:
Hiasan dilangit
Lemparan untuk para syaithon
Petunjuk untuk perjalanan di malam hari
Dalil fungsi ke-1 dan ke-2:
Dalil fungsi ke-3:
Kemudian diterangkan fungsi matahari:
Syair 185: Dan dua yang terang (matahari dan bulan) itu semuanya pada porosnya masing-masing. Dan itu sudah merupakan ketentuan dari Allah yang mencurahkan berbagai nikmat kepada manusia.
Sebagai mana firman Allah Ta’la:
Syair 186: Siapa yang mentakwil pada bulan dan Matahari selain dari pada yang disebut, maka dia telah berjalan mengambil sesuatu yang dia tidak ketahui (berucap tanpa ilmu). Maka yang seperti ini adalah pendusta.
Didalam Al-Quran suda diterangkan fungsi dari bintang, bulan dan matahari. Maka apabila ada yang berkata fungsi selain itu, maka dia telah berdusta.
Syair 187: Seperti orang-orang yang mengikuti para penyembah haikal-haikal (struktur atau bentuk). Menisbatkan pengaruh bintang-bintang.
Hal ini seperti keadaan penyembah bintang di masa Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang menyembah bintang-bintang dan kawakib (bintang yang diam).
Syair 188: Sama dengan orang yang menulis suatu aturan didalam ibadah mereka dalam bentuk akad, perjanjian, waktumya dalam mereka beribadah.
Syair 189: Dia bilang ini bintang menunjukan keberuntungan, yang ini menunukan kesialan. Hitungan mereka yang ini cocok nya begini dan begini. Betapa banyak mereka bikin dengan kedustaan mereka.
Dalam hal ini penulis mengingatkan akan bahaya perdukunan dan perbintangan. Kemudian membantah syubhat-syubhat orang-orang ang melakukan perdukunan dan perbintangan.