Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an).

Pembahasan 1: Hubungan Bab Terhadap Buku

Bab ini juga menjelaskan keutamaan Islam dari sisi Islam telah sempurna tidak perlu kepada apapun. Yakni cukup dengan Al-Qur’an

Pembahasan 2: Kewajiban mencukupkan diri dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ditambahkan As-Sunnah karena maksud penulis dengan mencukupkan diri dengan Al-Qur’an adalah termasuk As-Sunnah. Dikarenakan dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk mengikuti sunnah Rasulullah, sebagaimana firman Allah:

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan taatilah Allah dan rasul supaya kamu diberi rahmat.” (Ali-Imran: 132)

Juga Firman Allah:

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟

Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (Al-Hasyr: 7)

Contohnya apa yang dilarang rasul dalam hadists Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat Al-Bukariy dan Muslim, Rasulullah bersabda:

Begitu hadits ini diucapkan oleh Ibnu Mas’ud sampai kepada seorang perempuan yang bernama Ummu Yaqub dari Bani Assad. Maka perempuan ini pun berkata pada Ibnu Mas’ud, “bahwa telah sampai kepada saya bahwa engkau melaknat begini dan begitu”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “bagaimana saya tidak melaknat apa yang dilaknat oleh Rasulullah”. Maka perempuan ini berkata “saya sudah baca Al-Qur’an dari awal dan akhir, dan saya tidak dapatkan di Al-Qur’an”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “kalau memang kamu benar baca Al-Qur’an itu maka kamu pasti ketemukan yaitu Firman Allah dalam (Surat Al-Hasyr ayat 7)”. Kemudian perempuan itu berkata, “benar ada dalam Al-Qur’an”.

Demikian pula apabila mengikuti Al-Qur’an maka mengikuti jalannya para sahabat, sebagaimana firman Allah:

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

Kemudian firman Allah:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa 115)

Firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat 89:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ تِبْيَـٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Pembahasan 1: Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu, maka tidak perlu pada yang lainnya.

Dalam Al-Qur’an tidak ada yang luput, semua yang diperlukan oleh muslimin dan muslimah dijelaskan dengan sangat terang sekali. Sebagaimana firman Allah:

قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik“. (Yusuf: 108)

Dan dalam hadits dari Abu Darda riwayat Ibnu Majah dan selainnya, Rasulullah bersabda:

Pembahasan 2: Tafsir Ibnu Katsir

Berkata Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat, berkata Ibnu Mas’ud, Allah telah menjelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an ini segala ilmu dan segala sesuatu. Adapun tafsir nya Mujahid “Didalam Al-Qur’an telah diterangkan segala yang halal dan yang haram. Ucapan Ibnu Mas’ud lebih umum dan lebih luas cakupannya. Karena Al-Qur’an mencakup segala ilmu yang bermanfaat, dari kebaikan yang sudah berlalu, ilmu tentang apa yang akan datang, hukum segala yang halal. dan haram, apa saja yang diperlukan manusia didunia dan agama (di akhirat).

Firman Allah:

أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَـٰبِ مِن شَىْءٍۢ

Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab” (Al-An’am: 38)

Juga firman Allah:

وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ ٱلْمُجْرِمِينَ

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur`ān, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An’am: 55)

Juga firman Allah:

وَنَفْسٍۢ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا ٨

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,” (Ash-Sham: 7-8)

Pembahasan 3: Berkata Imam Al-Auzai’, “Kami turunkan kepada engkau Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu“, yaitu dengan sunnah.

Imam AL-Auzai’ adalah imam ahli sunnah dari negeri syam, namanya Abdurahman bin Amr bin Abdi Amr.

Hadits Nabi:

Hadits riwayat An-Nasa’iy mengenai keutamaan Al-Qur’an dibanding kitab lain

Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dan selainnya, dari Nabi ﷺ bahwa beliau melihat Umar bin Al-Khatab radhiallahu ‘anhu memegang lembaran Taurat di tangannya maka beliau bertanya, “Apakah kalian berada dalam kebimbangan, wahai Ibnul Khaththab? Sungguh aku telah datang kepada kalian dengan sesuatu yang putih bersih. Seandainya Musa masih hidup, kemudian kalian mengikuti dan meninggalkanku, sungguh kalian telah sesat.” (HR. Ahmad dalam Musnad 15156).

Dalam riwayat lain (disebutkan), “Seandainya Musa masih hidup, tidak ada kelapangan baginya kecuali harus mengikuti” Maka Umar berkata, “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku.”

Pembahasan 1: Islam telah mencukupi segala sesuatu dan tidak ada kebimbangan.

Dikarenakan dalam Islam mencukupi segala sesuatu, Nabi ﷺ menegur Umar yang lagi memegang Taurat.

Yang masuk Islam diatas keteguhan tidak ada kebimbangan lain halnya dengan orang diluar Islam.

Umat Islam yang belajar selain Islam seperti Filsafat, terlihat pada mereka kebimbangan dan keraguan.

Siapa yang keluar dari mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak merasa cukup dengannya, malah Allah tidak akan pernah mencukupinya.

Ustadz Dzuqarnain M Sunusi, 2018

Pembahasan 2: Jelasnya agama dan kejernihannya.

Ada dua sifat agama Islam yaitu: jelas dan bersih (murni). Walaupun dimasa fitnah seorang Muslim yang benar, hatinya seperti kaca. Yaitu apabila kaca terkena debu, terlihat kotor, tapi kotoran tidak bisa masuk kedalam kaca. Dan kalau dibersihkan akan bersih lagi.

Pembahasan 3: Para nabi meninggalkan apa yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengikuti Nabi Muhammad ﷺ. Maka selain para Nabi lebih harus lagi.

Sehingga apabila Nabi Musa masih hidup, maka kewajibannya mengikuti Nabi Muhammad , meninggalkan Taurat yang diturunakan kepadanya. Al-Qur’an mencakup semua kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan Al-Quran adalah penutup yang menghapus kitab sebelumnya. Maka selain para Nabi, lebih wajib lagi mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Pembahasan 4: Ridha Islam sebagai Agamanya. Yakni tidak perlu kepada apapun selain Islam.

Hal ini berkaitan dengan ucapan Umar bib Khatatab Radhialahu ‘Anhu “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku”.

Dalam hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib, riwayat Muslim:

Pembahasan 5: Haramnya melihat kebuku ahlul kitab dan selainnya.

Haram melihat kitab Taurat dan Injil. Apalagi kitabnya sekarang yang sudah berubah.

Ulama berbeda pendapat terkait dengan masalah melihat kitab lain dengan tujuan untuk membantahnya. Sebagian ulama membolehkan dan sebagian melarang secara mutlak. Walaupun yang benarnya dibolehkan apabila ada maslahat yang jelas. Yaiatu untuk membantah dan mejelaskan kesalahan. Ada ulama yang menulis buku mengenai hal ini. Dengan ketentuan: ada keperluan syar’i, jelas maslahatnya, dari seorang alim (kuat keilmuannya). Adapun bukan seorang alim, maka dapat menimbulkan masalah.

Haram melihat kitab selain dari ahluk kitab, seperti buku ahlul bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam