Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar.

Pembahasan: Penjelasan tentang tidak perlunya Islam dari Bid’ah

Islam sudah lengkap dan sempurna, sehingga tidak perlu bid’ah. Bid’ah dalam agama dilarang. Bahkan dijelaskan mengenai bid’ah dan dibesarkan tentang kejelekan dari bid’ah tersebut. Syaikul Islam menyebutkan bahwa bid’ah lebih berbahaya daripada maksiat yang memperturutkan syahwat berdasarkan dalil dari sunnah dan ijma.

Yang menyebabkan bid’ah lebih besar dari dosa besar diantaranya empat sebab, yaitu:

  1. Bid’ah adalah mengada-adakan perkara baru dalam agama. Orang yang melakukannya menyangka hal tersebut adalah bagian dari agama. Adapun dosa besar orang yang melakukannya tahu bahwa itu adalah dosa besar dan bukan dari agama.
  2. Orang yang berbuat bid’ah menganggap amalannya adalah benar. Sehingga sulit untuk bertaubat. Adapun dosa besar menyadari bahwa dirinya telah berbuat kesalahan. Sehingga perlu untuk bertaubat.
  3. Bid’ah berbuat kedustaan terhadap Allah. Karena mensyariatkan sesuatu dengan apa yang tidak disyariatkan oleh Allah. Adapun dosa besar sadar bahwa perbuatannya haram.
  4. Pelaku bid’ah bisa menjadi sebab diikuti oleh orang-orang. Apalagi orang yang melakukannya ditokohkan ditengah manusia. Adapun pelaku maksiat, umumnya orang benci kepada pelaku maksiat tersebut.

Firman Allah  dalam Surat An-Nisa Ayat 48:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sungguh Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni selainnya bagi siapa yang dikehendakiNya.” (An-Nisa: 48)

Ayat ini terdapat juga pada ayat 118 di surat yang sama, hanya saja potongan akhir ayatnya berbeda:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۢا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa: 116)

Pembahasan 1: Bid’ah terkadang kesyirikan, lebih besar dari dosa besar.

Syirik lebih besar dari dosa besar, karena pelaku kesyirikan tidak diampuni. Sedangkan dosa selain kesyirikan diampuni bagi siapa yang Allah kehendaki.

Pembahasan 2: Tafsir ayat An Nisa Ayat 48

Dalam ayat ini Sebagian mufasir menafasirkan sebagai syirik akbar dan yang lain menafasirknanya sebagai syirik Asghar. Allah tidak mengampuni kesyirikan (besar dan kecil). Hal ini sesuai dengan konteks ayat yang lebih luas tidak terbatas pada syirik akbar saja.

Ayat ini berkaitan dengan orang yang meninggal dan belum bertobat dari perbuatan dosanya. Adapun apabila sudah bertobat dari dosanya, maka Allah mengampuni seluruh dosa termasuk syriik dan kekafiran. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa1 semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)

Ada juga yang berpendapat yang tidak diampuni adalah syirik akbar. Adapun syrik Asghar, termasuk dalam dosa kecil (selain syirik).

Bid’ah terakadang berupa kesyirikan. Syirik adalah mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Hal ini adalah sifat bid’ah.

Adapun dosa selain kesyirikan adalah dibawah kehendak Allah. Apabila Allah ﷻ berkehendak maka akan disiksa sesuai dengan kadar dosanya. Dan setelah selesai maka akan dimasukan ke surga karena masih punya keislaman. Apabila Allah ﷻ berkehendak, maka diampuni dosanya dan tidak disiksa.

Firman Allah  dalam Surat Al-An’am Ayat 144:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” (Al-An’am: 144)

Pembahasan 1: Pelaku bid’ah termasuk orang-orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama Allah.

Sehingga bid’ah lebih berat dari dosa besar.

Hal-hal yang termasuk berdusta atas nama Allah, adalah

  • Berbicara tanpa ilmu
  • Bahaya kesyirikan
  • Bahaya bid’ah.

Pembahsan 2: Kedholiman berjenjang-jenjang.

Kedholiman yang satu lebih besar daripada kedholiman yang lain. Syirik termasuk kedholiman sebagaimana firman Allah ﷻ: “Sesungghuhnya kesyirikan itu kedhaliman yang sangat besar”.

Sebagian ulama berpendapat dosa yang paling besar adalah berucap atas nama Allah tanpa ilmu. Karena kesyirikan disebabkan berucap atas nama Allah tanpa ilmu (pendapat Ibnu Qoyim).

Firman Allah ﷻ:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَـٰنًۭا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah, “Tuhan-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-A’raf: 33)

Dalam ayat ini menyebutkan urutan keharaman dari yang terkecil ke yang terbesar. Dimana yang terbesar adalah berucap tanpa ilmu.

Nabi ﷺ membagi kedholiman menjadi tiga:

  1. Kedholiman yang tidak diampuni, yaitu kesyirikan.
  2. Kedholiman yang diampuni, yaitu antara hamba dan Rabbnya.
  3. Kedholiman yang tidak ditinggalkan, yaitu antara sesama makhluk.

Firman Allah  dalam Surat An-Nahl Ayat 25:

لِيَحْمِلُوٓا۟ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةًۭ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.” (An-Nahl: 25)

Penjelasan bid’ah dari sisi lain, yaitu menganggap dirinya benar dan mengajak manusia mengikutinya. Maka orang yang mengajak melakukan bid’ah, memikul dosa yang ia sesatkan.

Pembahasan: Pelaku bid’ah menyandang dosa dia sendiri, dan dosa orang yang mengikutinya.

Apabila orang pelaku bid’ah tersebut adalah panutan manusia, maka dia mengajak manusia untuk melakukan kesesatan. Sehingga orang tersebut memikul dosa melakukan bid’ah dan dosa orang yang mengikutinya.

Hadits tentang Khowarij

Dalam Kitab Shahih: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang Khowarij: “Di mana saja kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka” (HR. Al-Bukhari no. 5057) Dan sabda beliau: “Jika aku menjumpai mereka, pasti akan kubunuh seperti kaum Ad” (HR. Al-Bukhari no. 3344) dan dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau melarang membunuh pemimpin zalim selagi tetap shalat.‛ (HR. Muslim no. 1855)

Pernyataan tegas bahwa Nabi ﷺ akan membunuh kaum khwarij bila menjumpainya. Hal ini tidak terjadi karena Allah mengutus nabinya untuk menyempurnakan Islam dan menjaga dari segala Bid’ah.

Karena kesempurnaan agama, maka Bid’ah yang belum terjadi tapi nabi ﷺ  sudah mengingatkan akan bahaya bid’ah. Ada Sebagian bibit bid’ah dimasa nabi, tapi langsung diingatkan oleh nabi akan bahayanya.

Nabi menyifatkan kaum khawarij sebagai berikut:

  • Bangkai yang paling jelek dikolong langit.
  • Orang yang membunuh mereka adalah sebaik-baik manusia.
  • Orang yang dibunuh oleh kaum khawarij sebaik-baik orang yang terbunuh dibawah kolong langit.

Dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau ﷺ melarang membunuh pemimpin dzalim selagi tetap shalat.

Nabi melarang untuk membunuh penguasa yang sewenang-wenang sepanjang mereka masih shalat.

Pembahsan 1: Bid’ah lebih besar dari dosa besar karena Nabi membolehkan untuk membunuh kaum khawarij

Khawarij kesalahannya adalah bid’ah. Nabi membolehkan untuk membunuhnya

Penguasa yang dhalim kesalahannya adalah dosa besar. Nabi perintah untuk bersabar terhadap penguasa yang dhalim.

Syaikhil Islam menulik kesepakatan ulama tentang hal ini. Dalil yang dibawahkan adalah hadits ini.

Pembahasan 2: Bolehnya membunuh kaum kahwarij untuk menahan bid’ah mereka dan keseriusan dalam menjelekan bidah tersebut.

Perintah untuk membunuh adalah kembali kepada pimpinan negara. Bukan orang per orang. Karena bahasanya kembali kepada Nabi yang seorang pimpinan negara. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib dan para sahabat memerangi khawarij. Hal ini berjalan dari masa ke masa. Karena memang dibolehkan memerangi mereka. Dimasa sekarang ini pemerintah yang memerangi khawarij (ISIS, Al-Qaeda dan lainnya).

Hadits dari Jarir tentang memulai mengerjakan perbuatan baik

Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada seseorang yang bersedekah lalu diikuti oleh manusia lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

Seseorang memberi contoh yang bagus sehingga diikuti oleh orang lain. Dalam Riwayat lain bahwa Nabi ﷺ  pernah didatangi oleh seseorang yang meminta sesuatu. Akan tetapi tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang tersebut. Maka Nabi ﷺ  berkata kepada para sahabat, “siapakah yang ingin bersedekah untuk orang ini?”. Tadinya pada diam, maka ada satu orang berdiri dan bersedekah. Setelah itu diikuti oleh orang lain. Maka Nabi ﷺ   mengucapkan hadits ini.

Kebaikan seperti ini terbuka luas untuk para penuntut ilmu, yang menyebarkan ilmu.

Orang yang memulai kebaikan dapat pahala dan dapat pahala dari orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala orang tersebut.

Akan tetapi sebaliknya apabila memberi contoh yang jelek dalam Islam dia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengikuti amalan jelek tersebut tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.

Pembasan 1: Bid’ah adalah sunnah yang jelek.

Siapa yang memberi contoh sunnah yang jelek maka akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya. Hal ini umumnya terjadi pada bid’ah walaupun terjadi juga pada beberapa maksiat.

Sebagai contoh anak Adam yang pertama membunuh, maka setiap kali ada yang membunuh setelah nya, Anak Adam ini akan mengandung dosanya. Hal ini dikarenakan dia memberi contoh membunuh manusia.

Contoh lain tayangan kejahatan pada media-media, yang diketahui orang-orang. Kemudian orang tersebut mengikuti cara kejahatan tersebut. Maka orang yang punya andil dalam media tersebut mendapatkan dosa orang yang berbuat kejahatan tersebut.

Contoh lain postingan yang menyesatkan banyak orang dimana akhirnya tersebar dan banyak orang yang menjadi tersesat karena postingan tersebut.

Rasulullah bersabda dalam Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim: “Sesungguhnya ada seorang lelaki benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat”.

Pembahasan 2: Hadits ini adalah kaidah besar untuk yang berbuat amalan baik maupun buruk tapi diikuti oleh manusia.

Apabila beramal jelek, dia sendiri yang menanggung dosanya maka tidak terlalu bermasalah yang menjadi urusan dia dengan Allah. Akan tetapi seseorang berbuat jelek dan diikuti manusia, maka hal ini sangat berbahaya.

Sama halnya apabila berbuat baik dan diikuti oleh manusia, maka akan banyak kebaikan yang didapatkan.

Jangan menyebarkan atau menyambungkan sesuatu kepada orang lain, kecuali dia pastikan sesuatu itu adalah hal yang baik.

Kisah Murid Ad-Dharu Qudhni.

Ad-Dharu Qudhni  adalah imam besar diatas manhaj salaf. Suatu hari Ad-Dharu Qudhni berjalan dengan salah satu muridnya, kemudian ditengah jalan bertemu dengan Abu Bakr Al-Baqilany seorang ahlul bid;ah. Maka Ad-Dharu Qudhni bersalaman dengan nya dan cium kepalanya (kemungkinan lebih tua umurnya). Kemudian muridnya bertanya, “siapa orang itu”?. Ad-Dharu Qudhni cuma menjawab orang itu adalah Abu Bakr Al-Baqilany tapi tidak diterangkan bahwa orang ini sesat. Maka muridnya ini akhirnya belajar kepada Abu Bakr Al-Baqilany dan mengikuti aqidahnya.

Hadits dari Abu Hurairah tentang siapa yang mengajak kepada petunjuk

Dalam Kitab Shahih dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dengan lafazh: “Siapa yang mengajak kepada petunjuk…,” kemudian dilanjut, “…dan siapa yang mengajak kepada kesesatan…” (HR. Muslim no. 2674)

Hadits ini sama dengan hadits sebelumnya tapi lafadznya “Siapa yang mengajak kepada petunjuk”.  Dan “Siapa yang mengajak kepada kesesatan”.

Hadits lengkapnya dalam sahih Muslim “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”

Pembahasan 1: Dosa orang yang mengajak kepada bid’ah

Orang ini menanggung dosa orang yang mengikutinya. Dalam hadits dari Hudaifah disebut “da’i-da’I yang mengajak kepada pintu neraka jahanam”. Hal ini adalah dosa yang sangat besar dikarenakan setiap orang yang tersesat maka dia menanggung dosa kesesatannya.

Pembahsan 2: Keutamaan berdakwah dijalan Allah

Firman Allah:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحًۭا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fussilat: 33)

Kesimpulan

Inti pembahasan adalah Bid’ah lebih besar dari dosa besar. Telah dijelaskan bahaya dari perbuatan bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam