Peringatan terhadap Bid’ah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab Peringatan terhadap Bid’ah

Pembahasan 1: Hubungan Bab dan Buku

Yaitu agar berhati-hati dengan bid’ah agar dapat keutamaan Islam.

Pembahasan 2: Definisi bid’ah dan pembagiannya

Bid’ah secara bahasa adalah sesuatu yang diadakan tidak ada contoh sebelumnya.

Bid’ah secara istilah adalah jalan dalam bergama dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala yang tidak ada petunjuk dari Nabi .

Ciri-ciri bid’ah

  • Bid’ah terkait dengan masalah agama, tidak terkait masalah dunia.
  • Dimaksudkan untuk taqorub, mendekatkan diri kepada Allah
  • Tidak ada tuntuntan dan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Bentuk-bentuk bid’ah: besar-kecil, mengeluarkan dari Islam dan tidak mengeluarkan dari Islam, asal dan mengikut.

Pembahasan detailnya akan dikaji pada pembahasan lainnya.

Diantara bahaya Bid’ah:

  1. Bid’ah lebih berbahaya dari dosa besar
  2. Pelaku bid’ah sulit untuk bertaubat
  3. Bid’ah lebih dicintai oleh iblis dari pada maksiat
  4. Bid;ah berdusta atas nama Allah
  5. Pelaku bid’ah diusir dari telaga.
  6. Pelaku bid’ah apabila diikuti orang, maka dosa jariah
  7. Menuduh Rasulullah berkhianat dalam menyampaikan agama.
  8. Mengkritik Allah dan Rasul-Nya

Hadits 1

Dari Al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Rasulullahmenasehati kami dengan nasihat yang sangat mendalam sehingga hat-hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Kami berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan maka berwasiatlah kepada kami.” Beliau menjawab, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala, serta mendengar dan taat, meskipun seorang budak yang memimpin kalian. Sesungguhnya, barangsiapa di antara kaian yang hidup (panjang), dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku. Gigitlah sunnah tersebut dengan geraham kalian. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama) karena semua bid’ah adalah kesesatan.” At-Tirmidzy berkata, “Hadits hasan shahih”.

Pembahasan 1: Komitment diatas Sunnah Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk

Pembahasan 2: Berhati-hati dari Ibadah

Pembahasan 3: Agungnya hadits ini

Yaitu sampai bergetar hati dan menetes air mata para sahahabat. Sehingga Rasulullah memberikan wasiat.

Hadits 2

Hudzaifah Radhiallahu Anhu berkata, “Semua ibadah yang tidak dianggap ibadah oleh para sahabat Muhammad maka jangan pula kalian menganggapnya sebagai ibadah karena sesungguhnya (generasi) pertama sudah tidak meninggalkan tempat untuk mengatakan (sesuatu tentang agama) bagi (generasi) belakang. Oleh karena itu, bertaqwalah kepada Allah, wahai para Qurra’, dan ikutilah jalan orang-orang sebelum kalian” Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

Pembahasan 1: Kewajiban mengikuti para shahabat dalam beribadah dan bergama

Sebagaimana Firman Allah:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

Ibnu Qadamah berkata: Telah tetap wajibnya mengikuti jalannya as-salaf berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, Sunnah dan kesepakatan Ulama.

Syikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Tidak ada aib bagi orang yang menampakan jalan As-Salaf, bernisbat kepadanya, mengacu kepadanya, bahkan wajib menerima jalan As-Salaf. Karena jalan As-Salaf tidak lain kecuali kebenaran.

Pembahasan 2: Selamat ibadah para sahabat dan kesempurnaan jalan mereka

Hadits 3

Ad-Darimy berkata, Al-Hakam bin Al-Mubarak mengabarkan kepada kami, (beliau berkata): ‘Amr bin Yahya memberitakan kepada kami, beliau berkata: saya mendengar ayahku menceritakan, dari ayahnya, beliau berkata, “Kami duduk di depan pintu Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu sebelum shalat Zhuhur. Apabila beliau keluar (untuk mengerjakan shalat), kami berjalan Bersama beliau menuju ke masjid. Tiba-tiba, Abu Musa Al-Asy’ary Radhiallahu ‘Anhu  datang dan berkata. ‘Apakah Abu Abdurahman telah keluar menemui kalian?’ Kami menjawab, ‘Belum’ Maka, Abu Musa duduk Bersama kami. Ketika Ibnu Mas’ud keluar, kami semua berdiri kepada beliau. Abu Musa berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya saya baru saja melihat perkara yang saya ingkari di masjid, tetapi saya tidak melihatnya (menganggapnya sebagai sesuatu) -segala puji bagi Allah- kecuali kebaikan.’ Beliau bertanya, ‘Perkara apa itu?’ Abu Musa berkata, ‘Nanti engkau akan melihat sendiri.’

Saya mengatakan, ‘Di masjid, saya melihat orang-orang duduk berhalaqah-halaqah sedang menunggu shalat. Pada setiap halaqah, ada seseorang yang memengang kerikil di tangannya, lalu berkata, “Bertakbirlah sebanyak seratus (kali).” Maka orang-orang bertakbir sebanyak serratus (kali). Kemudian dia berkata lagi, “Bertahlillah sebanyak serratus (kali),” maka orang-orang bertahlil sebanyak seratus (kali). Orang tersebut berkata lagi, “Bertasbihlah sebanyak serratus (kali),” maka orang-orang bertasbih sebanyak serratus (kali). Ibnu Mas’ud berkata kepada Abu Musa, ‘Apa yang sudah kamu katakan kepada mereka?’ Saya menjawab, ‘Saya belum mengatakan sesuatu kepada mereka karena menunggu pendapatmu, atau menunggu perintahmu’.

Ibnu Mas’ud berkata, ‘Kenapa tidak engkau memerintahkan mereka untuk menghitung kejelekan-kejelekan mereka, dan memberi jaminan kepada mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan berkurang sedikitpun?’ Kemudian beliau berjalan maka kami pun berjalan Bersama beliau sampai tiba pada salah satu halaqah tersebut. Beliau berdiri di atas mereka dan bertanya, ‘Apa hal yang sedang melihat kalian melakukannya?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Abu Abdurrahman, ini kerikil yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih.’ Beliau berkata, ‘Hitunglah kejelekan-kejelekan kalian maka saya akan menjamin bahwa kalian tidak akan kehilangan kebaikan sedikitpun. Betapa memprihatinkan kalian, wahai umat Muhammad, betapa cepat kebinasaan kalian. Mereka, para shahabat Nabi kalian ﷺ, masih banyak (di sekitar kalian), dan pakaian beliau ini () belum using, serta bejana-bejana beliau belum pecah. Demi yang jiwa ini di tangan-Nya, sesungguhnya kalian berada di atas agama yang lebih mendapatkan petunjuk daripada agama Muhammad? Atau kalian telah membuka pintu kesesatan?’ Mereka menjawab, “Wahai Abu Abdurrahman. Demi Allah, kami tidaklah menginginkan sesuatu, kecuali kebaikan.’ Beliau mengatakan, ‘Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tetapi tidak mendapatkanna. Sesungguhnya Rasulullah telah menceritakan kepada kami bahwa ada kaum yang membaca Al-Qur’an, tetapi (bacaannya) tidak melampaui tenggorokannya. Demi Allah, mungkin kebanyakan mereka berasal dari kalian.’ Kemudian beliau meninggalkan mereka”.

‘Amr bin Salamah Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Kami melihat bahwa mayoritas mereka, yang duduk-duduk di halaqah-halaqah tersebut, memerangi kami pada pertempuran Nahrawin Bersama orang-orang Khawarij”.

Pembahasan 1: Pengingkaran para shahabat dan keras terhadap bid’ah perkara baru

Pembahasan 2: Bid’ah pasti diantara dua kejelekan

Yaitu: Menganggap beragama lebih bagus dari Nabi atau membuka pintu kesesatan.

Pembahasan 3: Benarnya firasat Abdullah bin Masu’d

Yaitu berfirasat bahwa mereka adalah ciri-ciri orang khawarij yang membaca Al-Quran tidak melampuai tenggorokannya.

Pembahasan 4: Makna ucapan Imam Al-Barbari: hati-hati dari bid’ah yang kecil karena akan kembali dan menjadi bid’ah yang besar. Menyelisihi jalan yang lurus akhirnya keluar dari Islam (keseluruhan atau sebagian).

Pembahasan 5: Makna ucapan Ibnu Hazam: Tidaklah kami melihat sunnah yang ditelantarkan kecuali bersamanya ada bid’ah yang disyiarkan.

Apabila ingin mencocoki sunnah dilihat pada 6 hal:

  1. Sebabnya
  2. Jenisnya
  3. Jumlahnya
  4. Sifatnya (kaifiatnya)
  5. Tempatnya
  6. Waktunya

Contoh penerapan 6 hal yang mencocoki sunnah:

  1. Sebabnya: Misalkan shalat tahyatul masjid dilakukan karena masuk mesjid.
  2. Jenisnya: contohnya berqurban dengan jenis hewan yang disyariatkan: sapi, unta atau kambing
  3. Jumlahnya: shalat sudah ditentukan jumlahnya rakaatnya
  4. Sifatnya (kaifiat): yaitu bagiamana Nabi melakukan ibadah tersebut
  5. Tempatnya: Nabi melakukan suatu ibadah di tempat tertentu
  6. Waktunya: Nabi melakukan suatu ibadah pada waktu tertentu

Pembahasan 6: Baiknya adab para As-Salaf dalam mengungkan paara ulama

Pembahasan 7: Awal bid’ah amaliyah dalam Islam: Dzikir berjamaah

Penutup

Allah-lah Yang Maha Penolong, dan kepada-Nyalah segala tawakkal. Shalawat dan salam kepada pemimpin kita, Muhammad, serta kepada keluarga dan shahabat beliau seluruhnya.

Sanad Periwayatan Kitab Fadhlul Islam

Ustadz Dzulqaranin Muhammad Sunusi Hafizahullah meriwayatkan Kitab Fadhlul Islam Karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, melalui jalur guru beliau Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Aqil Al Hambali Rahimahullahu Ta’ala. Abdullah bin Abdul Aziz meriwayatkan dari gurunya Abdul Haq bin Abdul Wahid Al Hasyimi Rahimahullahu Ta’ala. Abdul Haq meriwayatkan dari Ahmad bin Abdillahi bin Salim Al Basyri Rahimahullahu Ta’ala. Ahmad bin Abdillahi meriwayakan dari Abdurahman bin Hasan Ahlu Syeikh (Penulis Kitab Fathul Majid) Rahimahullahu Ta’ala. Abdurahman bin Hasan meriwayatkan dari kakeknya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullahu Ta’ala.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keterasingan Islam dan Keutamaan Ghuraba’

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab Tentang Keterasingan Islam dan Keutamaan Ghuraba’

Pembahasan 1: Kesesuaian Bab dengan Buku: Bahwa Islam selalu mempunyai keutamaan sesuai dengan masa tempat dan keadaan.

Pada masa apa saja dan dimana saja, Islam selalu ada keutamaannya. Ketika Islam berjaya ada keutamaannya. Demikian pula ketika Islam terasing, ada keutamannya.

Pembahasan 2: Makna keterasingan islam dan keterasingan pengikutnya.

Islam dan pengikutnya dianggap asing bukan karena perkara yang salah (keluar dari agama Allah). Akan tetapi ketentuan dari Allah berupa ujian dan cobaan.

Sebagaimana awal Islam di anggap asing dan pada akhirnya akan dianggap asing lagi. Pada awal Islam pengikutnya sedikit. Pada akhirnya Islam dianggap asing bukan karena pengikutnya sedikit akan tetapi banyak orang yang berpaling dari tuntutan Islam. Ketika Isalm yang benar dari Nabi dikenalkan, banyak orang menganggapnya aneh.

Makna keterasingan bukan seseorang membuat jalan sendiri, membuat sesuatu yang aneh ditengah manusia. Seseorang sudah teguh diatas agama akan tetapi diantara manusia ada yang tidak mengenal jalan Islam.

Keterasingan ada dua jenis:

  1. Mutlak, hal ini terjadi diakhir jaman setelah datangnya Dajal dan turunnya Nabi Isa Alihi Salam.
  2. Muqoyad terikat waktu dan tempat. Islam terasing pada suatu masa atau pada sebuah tempat.

Firman Allah Ta’ala dalam Surat Hud ayat 116:

فَلَوْلَا كَانَ مِنَ ٱلْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُو۟لُوا۟ بَقِيَّةٍۢ يَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْفَسَادِ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًۭا مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ ۗ

“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka” (Hud: 116)

Ayat ini menjelaskan bahwa ada sedikit yang diselamatkan karena melarang kerusakan dimuka bumi.

Pembahasan 1: Al-Ghuraba, orang yang asing, mereka sedikit dan mereka yang selamat

Pembahasan 2: Sifat Al-Ghuraba adalah amar ma’ruf dan nahi munkar.

Memerintah yang ma’ruf dan melarang yang munkar. Dianggap asing bukan aritnya harus berbeda dengan orang-orang.

Pembahasan 3: Penyebab yang menyelamatkan dari kebinasaan.

Yaitu amal ma’ruf dan nahi munkar, berpegang pada agama

Hadits 1

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’, (beliau berkata), “Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan Kembali menjadi asing sebagaimana awalnya maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing (karena menjalankan Islam), “ Diriwayatkan oleh Muslim.

Pembahasan 1: Berita yang benar dari Nabi tentang keterasingan agama Islam

Hal ini sudah ketentuan yang dikabarkan oleh Nabi yang akan terjadi dimasa depan. Akan tetapi tidak dipahami harus berbeda dengan yang lain supaya dianggap asing. Hal ini dicela dalam agama yaitu keuar dari jama’ah. Ini adalah pengabaran dari Nabi, bukan anjuran untuk menjadi asing. Sehingga apabila terjadi menimpa seseorang, maka bersabar.

Pembahasan 2: Keutamaan orang yang dianggap asing

Orang yang dianggap asing adalah yang berpegang dengan Islam yang dibawa oleh Nabi.

Pembahasan 3: Bersabar diatas agama walauun dianggap asing

Hadits 2 mengenai sifat Al-Ghuraba

Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari hadits Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ditanyakan kepadanya, “Siapakah ghuraba, orang yang dianggap asing?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang berhijrah dan meninggalkan kabilahnya”

Dalam Riwayat lain (disebutkan), “Ghuraba” adalah orang-orang yang melakukan perbaikan Ketika manusia membuat kerusakan”

Juga diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Sa’ad bin Abu Waqqash, (disebutkan) padanya, “Keberuntunganlah bagi ghuraba pada hari tersebut tatkala manusia membuat kerusakan.

(Dalam Riwayat) At-Timidzy dari hadits Katsir bin Abdillah, dari ayahnya, dari kakeknya, (disebutkan) “Keberuntunganlah bagi ghuraba, yaitu orang-orang yang memperbaiki apa-apa yang dirusak oleh manusia berupa sunnahku”.

Pembahasan 1: Penjelasan sebagian sifat Al-Ghuraba

  1. Mereka meninggalkan negerinya karena Allah. Berpindah dari satu negeir ke negeri yang lain karena menjaga agamanya. Yang akhirnya menjadi asing. Seperti kisah Ahsbul Kahfi.
  2. Mereka bersabar dalam memperbaiki ditengah manusia. Selalu baik diatas agama walaupun banyak manusia tidak diatas agama. Atau bisa juga diartikan memperbaiki orang
  3. Mereka memperbaiki sunnah yang dirusak oleh manusia. Asing ditengah manusia yang berbuat tidak baik. Tidak mengikuti orang yang berbuat tidak baik. Tetap menjaga danmenghidupkan sunah Nabi.

Hadits 3

Dari Abu Umayyah, beliau berkata, “Saya menanyai Abu Tsa’labah Al-Khusynany Radhiallahu ‘Anhu, “Bagaimana pendapatmu tentang ayat ini, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian. Tiadalah orang yang sesat itu dapat memudharatkan kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk” (Al-Maidah: 105)?

Beliau menjawab, “Ketahuilah, Demi Allah, sungguh saya telah bertanya kepada seseorang yang sangat mengetahui. Saya telah bertanya tentang ayat tersebut kepada Rasulullah ﷺ, dan (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Hendaknya kalian senantiasa memerintahkan kepada yang ma’ruf dan saling melarang terhadap yang Munkar sampai, apabila kalian melihat kebakhilan yang diaati, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang lebih diutamakan, dan tiap-tiap orang bangga dengan pendapatnya, engkau wajib menyelamatkan diri sendiri dan meninggalkan orang awam karena sesungguhnya, di belakang kalian, akan datang hari-hari tatkala orang yang bersabar pada (hari-hari) tersebut seperti orang yang berpegang dengan bara api. Orang yang beramal pada (hari-hari) tersebut akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang beramal seperti amalan kalian.” Kami bertanya, ‘(Lima puluh kali lipat dari pahala) kami atau mereka?’ (Rasulullah ﷺ) menjawab,  ‘Dari kalian.’”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzy.

Hadits ini ada kelemahan dari sisi riwayat akan tetapi dari sisi makna ada riwayat lain yang menegaskan.

Yang semakna (dengan hadits tersebut) diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dari hadits Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, dan lafadznya, “Sesungguhnya sepeninggal kalian akan datang hari-hari tatkala orang yang bersabar, dalam berpegang dengan apa-apa yang kalian kerjakan pada hari ini, akan mendapatkan pahala lima puluh orang dari kalian”.

Hadits ini juga ada kelemahan.

Kemudian (Ibnu Wadhdhah) berkata: Muhammad bin Sa’id mengabarkan kapada kami, (beliau berkata): Asad memberitakan kepada kami, beliau berkatan: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami, dari Aslam Al-Bashry, dari Sa’d, saudara laki-laki Al-Hasan, secara marfu’,  (beliau berkata): Saya berkata kepada Sufyan: dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Ya”. (Nabi ﷺ) bersabda, “Sesungguhnya pada hari ini, kalian berada di atas kejelasan dari Rabb kalian. Kalian memerintahkan yang ma’ruf dan melarang terhadap yang mungkar, serta berjihad karena Allah, dan belum muncul dua perkara yang memabukkan pada kalian: mabuk kebodohan dan mabuk cinta kehidupan (dunia), sehingga kalian akan berubah dari keadaan tersebut. Kalian tidak lagi memerintahkan yang ma’ruf dan melarang terhadap yang Munkar, tidak berjihad karena Allah, serta muncul dua perkara yang memabukan diantara kalian. Oleh karena itu, orang-orang yang berpegang dengan Kitab dan Sunnah pada hari tersebut akan mendapatkan pahala lima puluh (orang).” Ditanyakan, “(Apakah lima puluh orang) dari mereka?” Beliau menjawab, “Bukan, melainkan lima puluh dari kalian”.

Sanadnya ada kelemahan yaitu dari Aslam Al-Bashry, yang majhul.

(Ibnu Wadhdhah) juga (meriwayatkan) dengan sanad dari AlMu’afiry, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Keberuntungan bagi ghuraba, yaitu orang-orang yang berpegang dengan Kitabullah ketika (Kitabullah) sudah ditinggalkan (oleh manusia) dan mengamalkan sunnah Ketika (sunnah itu) redam.”

Hadits shahih dari Nabi Shallalhu Alaihi Wasalalam “Akan ada suatu masa kepada mansua dimana orang yang berpegang dengan sunnahku bagiakan orang yang memegang bara api

Riwayat-riwayat mengenai ghuraba ada kelemahan akan tetapi makna nya benar. Hal ini adalah metode (ushluq) dari para ualam yang dari pada mengambil ucapan sendiri lebih baik mengambil dari riwayat yang walaupun ada kelemahtan tapi maknanya benar.

Pembahasan 1: Penjelasan tentang keterasingan islam di hari-hari sabar, memegang bara-bara api

Yaitu hari ketika manusia beramal, terganggu tapi harus tetap bersabar.

Pembahasan 2: Keutamaan Al-Ghuraba dengan dilipatgandakan pahala.

Pembahasan 3: Syarah hadits Abu Tsa’labah radhiallahu ‘anhu.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Bab Firman Allah dalam Surat Ar-Rum Ayat 30 – Bagian 2

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab: Firman Allah Ta’la: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Hadits 6:

Bagi (al-Bukhary dan Muslim) Riwayat dari hadits Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu (disebutkan), “Maka aku mengatakan seperti yang dikatakan oleh hamba yang shalih, ‘Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau mewafatkanku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau (Maha Menyaksikan) atas segala sesuatu.’ (Al-Ma’idah:117)”

Hamba yang shalih disini adalah Nabi Isya Alaihi Salam.

Pembahasan 1: Nabi berlepas diri dari orang-orang yang mengadakan perkara baru atau yang mengganti agamanya.

Pembahasan 2: Tunduk dan menerima hukum Allah

Tunduk dan menerima terhadap takdir Allah.

Hadits 7:

Bagi (Al-Bukhary dan Muslim) Riwayat dari (Nabi ﷺ) secara marfu’, (disebutkan), “Tidak ada yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas fithrah, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani dan Majusi. Sebagaimana binatang ternak melahirkan binatang ternak dalam keadaan sempurna (fisiknya), apakah engkau melihatnya memiliki cacat (pada telinga/tanduk)? Hingga engkaulah yang membuatnya cacat.” Kemudian Abu Hurairah membaca (Firman Allah Ta’la) “(Tetaplah diatas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Ar_Rum : 30) Muttafaqun ‘alaihi.

Pembahasan 1: Manusia diciptakan diatas fitrahnya

Asalnya semua bayi lahir adalah Islam.

Pembahasan 2: Mengada-ngadakan dan mengganti adalah mengeluarkan dari fitrah.

Pembahasan 3: Islam mencocoki fitrah.

Hadits 8:

Dari Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena khawatir bila kejelekan tersebut menimpaku. Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya dahulu kami berada di dalam kejahilan dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini untuk kami. Apakah setelah kebaikan ini, akan ada kejelekan?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Saya bertanya, ‘Apakah setelah kejelekan itu, akan ada kebaikan?’ Beliau menjawab ‘Ya, tetapi ada asap padanya.” Saya bertanya, ‘Apa asapnya?’ Beliau menjawab, ‘Kaum yang mengambil sunnah bukan dengan sunnahku dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. Ada yang engkau anggap ma’ruf, ada pula yang engkau anggap mungkar.’ Saya bertanya, ‘Apakah setelah kebaikan tersebut, akan ada kejelekan?’ Beliau menjawab, ‘Ya, fitnah yang membutakan, dan para dai yang menyeru kepada pintu-pintu jahanam. Barangsiapa yang menyambut mereka, mereka akan melemparkannya kedalam (neraka).’ Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami.’ Beliau menjawab, ‘ Mereka (sama) dengan kulit kita, berbicara dengan Bahasa kita.’ Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepadaku kalau saya menjumpai hal tersebut?’ Beliau menjawab, ‘Berpeganglah terhadap jamaah dan imam kaum muslimin.’ Saya bertanya, ‘(bagaimana) kalau mereka tidak memilik jamaah tidak pula memiliki imam?’ Beliau menjawab, ‘Tinggalkanlah semua kelompok, meskipun engkau harus menggigit akar pohon sampai kematian mendatangimu, sementara engkau tetap dalam keadaan seperti itu.’” Dikeluarkan oleh (Al-Bukhary dan Muslim)

Imam Muslim menambahkan (dalam riwayatnya): (Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu bertanya), “Kemudian apa setelah itu?” (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Kemudian Dajjal akan keluar dengan membawa air dan api. Barangsiapa yang masuk ke dalam apinya, dia wajib mendapatkan pahala dan digugurkan dosa-dosanya, dan barangsiapa yang masuk kedalam airnya, dia wajib mendapatkan dosa dan digugurkan pahalanya”. Saya bertanya, “Kemudian apa setelah itu?” Beliau menjawab, “Kiamat terjadi”.

Pembahasan 1: Nabi menceritakan tentang akan terjadinya pergantian dan perubahan

Sehingga diingatakan agar istiqomah yaitu tidak mengganti dan merubah.

Pembahasan 2: Cara istiqomah dan teguh adalah komitmen terhadap jamaah kaum muslimin dan imamnya.

Dimanapun muslim berada tetap Bersama kaum muslimin dan imamnya.

Pembahasan 3: Hati-hati dari bahaya fitnah

Pembahasan 4: Harus pandai membedakan antara hak dan bathil.

Hal ini bisa dilakukan apabila mengenal Islam benar.

Pembahasan 5: Hati-hati dari da’I da’I yang mengajak kepada pintu neraka jahanam

Apabila kita sudah mengenal islam dengar benar, maka kita bisa mengetahui dai-dai yang benar.

Pembahasan 6: Teguh diatas Islam dan Sunnah sampai kematian.

Pembahasan 7: Berhati-hati dari fitnah Dajjal

Hadits 9:

Abul ‘Aliyah Rahimahullah berkata, “Pelajarilah Islam. Apabila kalian mempelajarinya, janganlah kalian berpaling darinya. Kalian juga wajib berpegang dengan shirathal mustaqim ‘jalan yang lurus’ karena sesungguhnya itu adalah Islam. Janganlah kalian menyimpang kepada jalan yang ke kiri atau ke kanan. Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnah nabi kalian ﷺ, dan berhati-hatilah kalian terhadap hawa nafsu (bid’ah-bid’ah) ini.” Selesai (penukilan ucapanya).

Perhatikanlah ucapan Abu’Aliyah Rahimahullah tersebut! Betapa agung ucapan tersebut. Ketahuilah zaman beliau, (masa tatkala) beliau memperingatkan terhadap hawa nafsu, bahwa barangsiapa yang mengikuti hawa nafsu, berarti ia telah berpaling dari Islam. (Perhatikan pulalah) tafsiran Islam dengan sunnah, serta kekhwatiran beliau terhadap tokoh-tokoh dan ulama dari kalangan tabi’on perihal keluar dari sunnah dan kitab. (Kalau engkau memperhatikan itu semua), akan menjadi jelas bagimu makna firman-Nya Ta’ala.

“Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya, ‘Tunduk patuhlah! Ibrahim menajwab, “Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam’.” (Al-Baqarah: 131)

Dan firman-Nya,

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata), ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kalian maka janganlah kaian mati kecuali dalam keadaan memeluk Islam.’.” (Al-Baqarah: 132)

Dan Firman-Nya Ta’ala,

“Dan tidak ada yang membenci agama Ibrahim, kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri.” (Al-Baqarah: 130)

Serta yang semisalnya dari pokok agung yang merupakan prinsip yang paling pokok, tetapi manusia lalai terhadapnya. Dengan mengetahui (ucapan Abul “Aliyah) tersebut, menjadi jelas makna hadits-hadits yang disebutkan dalam bab ini dan (hadits-hadits lain) yang semisal dengannya.

Adapun orang yang membaca (nash-nash teresebut) dan yang semisalnya, kemudian merasa aman, tenang, dan yakin bahwa dirinya tidak terkena (makna) nash tersebut, serta menyangka bahwa nash-nash tersebut ditujukan kepada orang lain, dia akan binasa. Maka, apakah mereka merasa aman terhadap adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? “Tiada yang merasa terhadap adzab Allah, kecuali orang-orang yang merugi.”

Pembahasan 1: Maksud dari dalil yang dibawahkan penulis ini adalah apa yang ditafsirkan oleh Abul Aliyah.

Bahwa Islam apabila sudah dipelajari, maka istiqomah jangan keluar dan ke kiri. Yaitu dengan mengikuti sunnah, selalu dijaga hingga kematian.

Pembahasan 2: Memperhatikan dalil-dalil dalam bab ini adalah penting.

Pembahasan 3: Tidak merasa aman terhadap makar Allah.

Jangan merasa aman, muslim selama masih hidup tidak pernah aman dari fitnah. Nabi Ibrahim dan Nabi Yaqub berwasiat untuk anaknya agar jangan meninggal kecuali dalam keadaan muslim.

Hadits 10:

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Rasulullah ﷺ membuat suatu garis untuk kami, kemudian bersabda, ‘ini adalah jalan Allah.’ Selanjutnya, beliau membuat garis-garis di samping kanan dan disamping kiri garis tersebut, lalu berliau bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan. Pada setiap jalan, ada setan yang mengajak kepadanya.’ Dan membaca (firman Allah Ta’ala),

‘Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah (jalan) itu. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (lain) karena (jalan-jalan itu) mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh-Nya agar kalian bertakwa.’ (Al-An’am: 153).” Diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’iy.

Pembahasan 1: Jalan Allah adalah Islam

Pembahasan 2: Anjuran untuk teguh dan istiqomah

Pembahasan 3: Berhati-hati dari jalan-jalan kesesatan

Pembahasan 4: Semangat syaithon untuk menyesatkan manusia.

Syaithon adalah musuh yang tidak pernah tidur, berada dalam aliran darah manusia, sangat berpengalaman.

Pembahasan 5: Merealisasikan apa yang dibawa oleh Nabi dan tidak menentangnya

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Bab Firman Allah dalam Surat Ar-Rum Ayat 30 – Bagian 1

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab: Firman Allah Ta’la: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Firman Allah Ta’ala, Ar-Rum ayat 30

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًۭا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Ar-Rum: 30)

Pembahasan 1: Kaitan bab ini terhadap buku, yaitu penulis ingin menegaskan perintah untuk istiqomah di atas Islam dan teguh di atasnya dan hati-hati dari bid’ah dan hati hati dari merubah keislaman.

Dihadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama Allah maksudnya perintah untuk istiqomah. Tidak boleh ada perubahan pada fitrah Allah

Pembahasan 2: Perintah untuk mengislamkan wajah untuk Allah dan mencocoki fitrah dan itulah agama yang lurus.

Manusia dicipta atas firahnya. Fitrah yang lurus adalah keIslaman. Sehingga keluar dari fitrah artinya keluar dari jalan yang lurus.

Pembahasan 3: Perintah untuk teguh diatas agama walaupun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

Firman Allah Ta’ala, Al-Baqarah: 132

وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Dan Ibrāhīm telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qūb (Ibrāhīm berkata), “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (Al-Baqarah: 132)

Ini adalah pelajaran yang sangat berharga dimana dua orang Nabi (Ibrahim dan Yaqub) berwasiat kepada anak-anaknya.

Pembahasan 1: Wasiat untuk tetap komitment dengan Islam hingga kematian

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99)

Pembahasan 2: Selalu mengingat nikmat Islam dan nikmat Tauhid

Ini adalah hal yang penting setelah kita mengenal keutamaan Islam, tafsir Islam, masuk Islam, istiqomah diatas Islam, bahaya bid’ah, maka selalu mengingat akan nikmat islam dan mentauhidkan Allah Ta’ala.

Para Nabi mewasiatkan agar berislam dan mentauhidkan Allah tidak berwasiat mengenai harta-hartanya.

Pembahasan 3: Keutamaan Islam tidak didapatkan oleh seorang hamba kecuali kalau dia beramal dengan Islam dan meninggal diatasnya.

Jangan sampai seseorang mempelajari Islam akan tetapi akhirnya meninggal dalam keadaan selain Islam. Sehingga harus dijaga dan istiqamah agar meninggal diatas keislaman.

Firman Allah Ta’ala, An-Nahl: 123

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)

Pembahasan 1: Perintah kepada Nabi dan kepada ummatnya agar istqoamah diatas nabi Ibrahim.

Perintah agar mengikuti agama Nabi Ibrahim yang selalu beribadah kepada Allah dan tidak pernah berbuat kesyirikan.

Perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma “hendaknya kaliamn i’tiba dan jangan kalian berbuat bid’ah. Apabila kalian hanya sekedar i’tiba (mengikuti) tidak berbuat bid’ah maka telah cukup bagi kalian.”

Hadits 1:

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki wali-wali dari kalangan nabi, dan aku memiliki wali, diantara mereka adalah bapaku dan kekasih Rabb-ku Ibrahim.” Kemudian beliau membaca (firman Allah Ta’ala), “Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya serta nabi ini (Muhammad) dan orang-orang yang beriman (kepada Muhammad). Dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 68) Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy

Disebutkan Bapaku adalah Ibrahim karena garis keturunan Nabi Muhammad adalah dari jalur Ismail.

Pembahasan 1: Kenapa Nabi Muhammad dan Umatnya lebih pantas atau dekat kepada Nabi Ibrahim dari pada yang lainnya. Hal ini dikarenakan Nabi dan orang-orang beriman mengikuti agama Nabi Ibrahim. Dan mereka Istiqomah diatasnya

Agama Nabi Ibrahim adalah Tauhid: mengajak beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan kesyirikan.

Pembahasan 2:Bantahan terhadap Yahudi dan Nashara bahwa mereka menyangka diatas agama Nabi Ibrahim

Hadits 2:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada badan-badan kalian tidak pula kepada harta-harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati-hati dan amalan-amalan kalian” (HR Muslim No 2564)

Hadits ini terkait dengan Istqamah dan teguh didalamnya dan tidak menggantinya dengan Bid’ah dan lainnya.

Pembahasan 1: Hal yang dilihat oleh Allah pada hamba adalah hati dan amalannya

Hal ini adalah peringatan agar selalu menjaga hati dan amalanya agar selalu istiqamah diatas agama. Agar hati dan amalan jangan keluar dari apa yang disyariatkan.

Pembahasan 2: Yang menjadi ukuran adalah bukan dhohirnya (penampilan)

Penampilan tidak ada hitungannya sebagaimana hadits dalam Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, ada sesorang yang berlalu didepan Nabi dan para Sahabat, yaitu  seorang yang berkendaraan dengan penampilan yang elok. Maka Nabi bertanya kepada para sahabat “Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?”. Para sahabat berkata “Orang ini adalah apabila dia berbicara, dia didengar, apabila dia memberi syafaat diterima syafaatnya, apabila dia melamar, diterima lamarannya”. Maka Nabi diam. Setelah itu berlalu seorang fakir dari fuqora kaum muslimin. Nabi bertanya “Bagaimana dengan orang ini?”. Sahabat berkata “Ya, Rasulullah, Orang ini adalah apabila berbicara, tidak ada yang mendengar, apabila memberi rekomdendasi tidak ada yang menerima, dan apabila melamar tidak diterima lamarannya”. Maka Nabi berkata “Demi Allah, orang ini lebih baik sepenuh bumi dari orang yang pertama”.

Dalam hadits yang lain:

Sehingga  yang menjadi ukuran adalah bukan penampilan yang dilihat orang tapi hati dan amalan seseorang.

Pembahasan 3: Pentingnya perhatian terhadap amalan hati

Sumber pokok istiqomah adalah dari amalan hati.

Hadits 3:

Bagi (Al-Bukhariy dan Muslim), Riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku telah mendahului kalian ke telaga, sungguh telah diangkat orang-orang dari kalangan umatku kepadaku. Hingga, Ketika aku hendak turun untuk memberi mereka (minum), tiba-tiba mereka dipisahkan dariku. Aku pun berkata, Wahai Rabb-ku, mereka adalah sahabat-sahabatku.” Maka dikatakan, “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa-apa yang telah mereka ada-adakan sepeninggalanmu”. (HR Al-Bukhariy No 6575, 6576, 7049 dan Muslim No 2297)

Pembahasan 1: Penjelasan jeleknya akibat dari Bid’ah, menyimpang dan merubah Agama Allah.

Sebab golongan yang diusir dari neraka adalah “engkau tidak tau apa yang mereka ada-adakan setelahmu”. Golongan ini mencakup: kaum munafikin atau murtad, bid’ah dalam perkara baru, dosa-dosa besar.

Pembahasan 2: Anjuran untuk berpegang teguh dengan agama yang benar, kokoh diatasnya hingga kematian.

Pembahasan 3: Terdapat penetapan adanya telaga.

Ini adalah aqidah bahwa telah ditetapkan telaga untuk Nabi Muhammad dan ummatnya. Sebagaimana Nabi yang lain mempunyai telaga masing-masing. Hadits mengenai telaga banyak dan tingkatnya mutawatir.

Pembahasan 4: Perhatikan sifat-sifat orang yang diusir dari telaga

Yang diusir dari telaga dalam Riwayat ini disebutkan “Sahabat-sahabat” Sebagian Riwayat disebut “Umatku”.

Sifatnya adalah “mengada-adakan” yang mencakup 3 hal:

  1. Murtad dan kemunafikan
  2. Berbuat bid’ah dalam agama
  3. Berbuat dosa besar

Secara umum yang diusir dari telaga nabi ada dua golongan:

  1. Golongan yang bukan umat nabi Muhammad karena setiap nabi mempunyai telaga masing masing dan setiap umat mendatangi nabinya masing masing.
  2. Golongan yang memiliki 3 sifat diatas yaitu yang “Mengada-adakan”

Pembahasan 5: Amalan tergantung pada penutupnya.

Hadits 4:

Juga bagi (Al-Bukhary dan Muslim) riwayat dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku sangat ingin melihat saudara-saudaramu kita.” Para sahabat bertanya, “Bukankah kami adalah sudara-sudaramu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kalian adalah shahabat-shahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah orang-orang yang belum datang.” Mereka bertanya, “Bagaimana engkau akan mengenali orang-orang yang belum datang dari kalangan umatmu?” Beliau balik bertanya, “Bagaimana menurut kalian jika ada seseorang yang memiliki kuda, yang kepala dan kaki (kuda) itu bertanda putih yang berada di kalangan kuda-kuda yang berwarna hitam pekat. Bukankan dia akan bisa mengenali kudanya?” Para shahabat menjawab, “Tentu.” Beliau berkata,”Mereka akan datang dalam keadaan wajah serta kedua tangan dan kakinya bercahaya (putih), dan aku mendahului mereka ke telaga. Ketahuilah, pada hari kiamat, sunggh orang-orang dari telagaku akan diusir seperti pengusiran unta yang tersesat. Aku memangil mereka “Kemarilah kalian” Maka dikatakan, “Sungguh mereka telah mengubah (agama) sepeninggalanmu. “Akupun berkata, “Menjauhlah! Menjauhlah”.

Pembahasan 1: Keutamaan istiqomah di atas Islam dan berhak untuk mendapatkan persaudaraan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Istiqomah adalah yang tidak merubah Islam. Adapun yang merubah maka disuruh menjauh oleh nabi

Pembahasan 2: Keutamaan para Shahabat

Pembahasan 3: Keutamaan Umat Islam

Umat Islam walaupun tidak berjumpa dengan Nabinya, tapi mereka istiqomah diatas agamanya maka akan dianggap saudara oleh Nabi.

Pembahasan 4: Dampak buruk akibat membuat perkara baru dalam agama.

Hadits 5:

(Dalam Riwayat) Al-Bukhary (disebutkan), “Ketika aku sedang berdiri, tiba-tiba datang sekelompok orang yang aku kenal, lalu muncul seseorang yang memisahkan antara aku dan mereka. Dia berkata, “Ayo kemari” Aku bertanya, “Kemana?” Dia menjawab, “Ke neraka, demi Allah” Aku bertanya, “Ada apa terhadap mereka?” Dia menjawab, “Mereka telah murtad sepeninggalanmu, berjalan mundur kebelakang mereka.” Kemudian datang lagi kelompok lain -disebutkan seperti kelompok sebelumnya-. Beliau berkata, “Dan aku tidak melihat ada diantara mereka yang selamat (terhadap pengusiran), kecuali seperti unta tanpa pengembala”.

Pembahasan 1: Keutamaan Islam tidak didapatkan oleh orang yang merubah dan mengganti agamanya.

Mereka yang murtad disebutkan banyak dan sedikit yang selamat.

Pembahasan 2: Mengenal pembatal-pembatal keislaman dan menjauhinya.

Yaitu orang yang menjadi murtad.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Bab Firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 65-67

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab: Firman Allah: “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang Ibrahim, padahal taurat dan injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir? beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu juga bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali kali bukanlah dia termasuk golongan orang orang Musyrik.” (Ali ‘Imran [3]: 65-67)

Firman Allah Ta’ala, Ali ‘Imran: 65-67

يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمَآ أُنزِلَتِ ٱلتَّوْرَىٰةُ وَٱلْإِنجِيلُ إِلَّا مِنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ٦٥هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ حَـٰجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ٦٦مَا كَانَ إِبْرَٰهِيمُ يَهُودِيًّۭا وَلَا نَصْرَانِيًّۭا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفًۭا مُّسْلِمًۭا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٦٧

“Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrāhīm, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrāhīm. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kamu ketahui1, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrāhīm bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus1 lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 65-67)

Orang Yahudi mengatakan bahwa kami mengikuti Nabi Ibrahim. Kemudian orang Nashara mengatakan bahwa kamilah yang mengikuti Nabi Ibrahim. Atau Nabi Ibrahim mengikuti jalan mereka. Maka dibantah dalam ayat “Bukankah Taurat dan Injil tidak diturunkan kecuali setelah Nabi Ibrahim?“. Sehingga bukan Nabi Ibrahim yang mengikuti kalian. Tapi harusnya kalian yang mengikuti Nabi Ibrahim.

Kalian (Yahudi dan Nasharni) bantah membantah pada hal yang sudah kalian ketahui. Tetapi kenapa kalian bantah membantah tentang sesuatu yang kalian tidak mempunyai ilmu. Padahal Allah Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.

Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi bukan pula seorang Nasharani, akan tetapi beliau adalah seorang yang hanif (lurus), berserah diri kepada Allah dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan.

Pembahasan Pertama: Hubungan antara Bab dan Kitab, Penjelasan bahwa akibat dari Bid’ah adalah tidak senang dengan Islam (berpaling)

Agama Nabi Ibrahim adalah agama yang hanif (lurus) dan beliau berserah diri kepada Allah. Dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan. Apabil pada jalan yang lurus maka akan mengikuti jalan Nabi Ibrahim. Akan tetapi orang Yahudi dan Nashara berbuat perkara baru, mengganti keyakinannya, maka berpaling dari agama Nabi Ibrahim. Maka yang berbuat bid’ah akan tidak senang dengan Islam.

Pembahasan Kedua: Ahlul kitab menyelisihi Agama Ibrahim dan mereka tidak suka terhadap Agama Nabi Ibrahim.

Sehingga mereka saling bantah membantah.

Firman Allah Ta’ala, Al-Baqarah: 130

وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَٰهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفْسَهُۥ ۚ وَلَقَدِ ٱصْطَفَيْنَـٰهُ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrāhīm, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Baqarah: 130)

Pembahasan Pertama: Sifat orang yang keluar dari Islam dengan bid’ah

Keluar dari Islam apabila masuk pada bid’ah. Hal ini tergantung dari jenis Bid’ah: Ada yang mengeluarkan dari Islam dan ada yang tidak mengeluarkan dari Islam. Apabila bi’dah nya mengeluarkan dari Islam maka keluar dari Islam secara keseluruhan. Akan tetapi apabila bid’ah tidak mengeluarkan dari Islam maka keluar sebagian dari Islam, tapi tidak dikafirkan.

Apabila tidak senang dengan agama Nabi Ibrahim, maka dia telah berbuat bidah. Karena yang senang dengan Agama Nabi Ibrahim, maka akan mengikutinya. Sebagaiman Firman Allah:

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)

Nabi Muhammad diperintah untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim dan ini juga adalah perintah untuk umatnya.

Pembahasan Kedua: Keutamaan Islam yaitu mengumpulkan sifat-sifat dari Agama Nabi Ibrahim.

Agama Nabi Ibrahim adalah agama tauhid, mengajak ibadah kepada Allah saja dan meninggalkan kesyirikan, berserah diri kepada Allah. Hal ini adalah Islam

Dalam hal ini ada hadits tentang Khowarij yang sudah berlalu disebutkannya.

Khawarij banyak ibadahnya tapi keluar dari Islam. Hal ini dikarenakan mereka tidak suka kepada Islam dengan berbuat bid’ah.

Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5990

Juga ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya keluarga fulan bukanlah waliku (kekasih/penolongku), tetapi waliku adalah Allah dan orang-orang beriman yang shalih.” (HR. Al-Bukhari no. 5990)

Pembahasan Pertama: Siapa yang mengada-adakan perkara yang baru dalam Islam walaupun dari kerabat Rasulullah, maka Rasulullah telah berlepas diri darinya.

Orang yang melakukan bid’ah, maka Rasulullah berlepas diri darinya walaupun ada hubungan kerabat dengannya. Yang menjadi ukuran bagi kekerabatan tapi orang yang bertakwa.

Pembahasan Kedua: Dari kesempurnaan Islam, mencakup kesholihan hati dan kesholihan amalan.

Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401

Juga riwayat dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diberitahu tentang sebagian Sahabatnya yang berkata: “Adapun aku, tidak akan makan daging.” Yang lain berkata: “Adapun aku, akan shalat malam suntuk dan tidak tidur.” Yang lain berkata: “Adapun aku, tidak akan menikahi wanita.” Yang lain berkata: “Adapun aku, berpuasa terus dan tidak akan absen.” Lalu beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku puasa dan juga absen, aku menikahi wanita, dan aku juga makan daging. Siapa yang benci sunnahku maka ia bukan bagian dari umatku” (HR. Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)

KIsah ini disebtukan dalam beberapa konteks, yaitu 3 orang sabahat datang kerumah Nabi, akan tetapi Nabi tidak ada dirumah. Maka mereka bertanya kepada para Istri Nabi tentang Ibahdannya Nabi dirumah. Mereka menganggap sangat sedikit amalan mereka. Maka muncul semangat yang berlebihan. Ada yang berkata “Saya tidak akan manak daging (karena membuat lalai), ada yang berkata “Saya akan shalat satu malam penuh tidak akan tidur”. “Adapun saya tidak mau menikah, akan sibuk beribadah saja”. “Adapun saya akan puasa setiap hari tidak akan berbuka”.

Begitu Nabi kembali, diberitahukan ucapan-ucapan tersebut, maka Nabi marah akan hal tersebut. Dalam riwayat lain Nabi naik keatas mimbar dan berkata “Ketahuilah bahwa Aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Namun Aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan berbuka, Dan saya nikah dengan perempuan, Dan saya juga makan daging. Barang siapa yang benci sunnahku maka ia bukan dari golonganku”.

Perhatikan jika sebagian sahabat berkata tidak ingin menikah demi beribadah, rasul mengatakan ia bukan umatku. Sehingga bid’ah yang lebih besar akan berakibat lebih dari ini.

Pembahsan Pertama: Nabi berlepas diri dari orang yang tidak senang pada Sunnahnya

Pembahasan Kedua: Peringatan dari Ghulu (esktrim) dalam beribadah.

Pembahsan Ketiga: Baiknya niat berbuat bid’ah tidak membolehkan bid’ahnya

Pembahsan Keempat: Kewajiban mengambil agama secara global dan terperinci

Pembhasan Kelima: Peringatan keras terhadap bid’ah.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Allah Menghalangi Taubat Pelaku Bid’ah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Note: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah perkataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab Bahwa Allah Menghalangi Taubat Pelaku Bid’ah

Pembahasan 1: Kesesuian bab ini dengan bab sebelumnya.

Menunjukan bahwa bid’ah lebih besar dari dosa besar dan keutamaan Islam yaitu pada sisi Islam tidak perlu kepada bid’ah. Dan apabila diatas Islam yang benar, selalu terbuka pintu taubat. Akan tetapi Allah menghalangi taubat pelaku bid’ah.

Pembahasan 2: Tafsir Bab dalam ucapan Sofyan Atsauri Rahimahullah Ta’alla.

Sofyan Atsuari berkata “Bid’ah itu lebih dicintai oleh Iblis dari pada maksiat karena maksiatbisa bertaubat darinya sedangkan bid’ah tidak diberi taubat terhadapnya”.

Iblis lebih senang pelaku bid’ah karena pelakunya susah untuk bertaubat. Pelaku bid;ah tidak menyesali perlaku dosanya sehingga tidak menyesal. Merasa dirinya benar dan menolak kebenaran.

Ini diriwayatkan dari hadits Anas radhiallahu ‘Anhu, dan dari maraasil ‘riwayat mursal’ Al-Hasan (Al-Bashri Rahimahullah).

Ibnu Wadhah meriwayatkan dari Ayyub, beliau berkata: “Dahulu ada seseorang di kalangan kami yang berpemikiran (yang menyimpang), kemudian dia meninggalkan (pemikiran) tersebut. Maka aku mendatangi Muhammad bin Sirin dan berkata, ‘Apakah engkau merasa bahwa dia meninggalkan pemikirannya?’ Beliau menjawab, “Lihatlah arah dia berpindah. Sesungguhnya akhir kejadiannya akan lebih jelek daripada awalnya. Mereka keluar dari Islam, kemudian tidak kembali”.

Hadits Anas Bin Malik tersebut adalah “Sesungguhnya Allah menahan taubat pada setiap pelaku Bid’ah” (HR. Ibu Abi Ashim, Abusy Syaikh dalam tarikh Asbahan, At-Thabrany dalam Al-Ausath, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman dan selainnya.) Disahihkan oleh Syeikh Al-Albany.

Kemudian penulis membahwakan kenyataan pelaku bid;ah dimasa lalu. Orang yang dulunya mempunyai pemikiran menyimpang kemudian bertaubat dari pemikiran menyimpang tersebut. Kemudian ditanyakan kepada Muhammad bin Sirin, “Apakah sudah tahu bahwa orang tersebut telah meninggalkan pemikiran menyimpangnya?”. Muhammad bin Sirin berkata “Lihatsaja kearah mana dia berpindah, sesungguhnya akhir kejadaian akan lebih jelek dari awalnya. Mereka keluar dari Islam, kemudian tidak kembali lagi.

Ini adalah kondisi pelaku bid’ah pindah dari satu pemikiran menympang kepada pemikiran menyimpang lain dan terkadang keluar dari Islam. Walaupun ada apabila Allah memberi taufik, berpindah menjadi ahli sunnah.

Pembahasan : Pelaku Bid’ah ditahan dari taubat adalah konsekuensi dari nash (hadits) dan kenyataannya seperti itu.

Apakah makna ditahan taubat?

(Imam) Ahmad bin Hanbal Rahimahullah ditanya tentang makna hal tersebut maka beliau menjawab, “Mereka tidak diberi taufiq untuk bertaubat.”

Hal ini dikarenakan menganggap dirinya benar. Bukan berarti pintu taubat tertutup untuknya. Bahkan pelaku kesyrikan pun bisa untuk bertaubat.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar.

Pembahasan: Penjelasan tentang tidak perlunya Islam dari Bid’ah

Islam sudah lengkap dan sempurna, sehingga tidak perlu bid’ah. Bid’ah dalam agama dilarang. Bahkan dijelaskan mengenai bid’ah dan dibesarkan tentang kejelekan dari bid’ah tersebut. Syaikul Islam menyebutkan bahwa bid’ah lebih berbahaya daripada maksiat yang memperturutkan syahwat berdasarkan dalil dari sunnah dan ijma.

Yang menyebabkan bid’ah lebih besar dari dosa besar diantaranya empat sebab, yaitu:

  1. Bid’ah adalah mengada-adakan perkara baru dalam agama. Orang yang melakukannya menyangka hal tersebut adalah bagian dari agama. Adapun dosa besar orang yang melakukannya tahu bahwa itu adalah dosa besar dan bukan dari agama.
  2. Orang yang berbuat bid’ah menganggap amalannya adalah benar. Sehingga sulit untuk bertaubat. Adapun dosa besar menyadari bahwa dirinya telah berbuat kesalahan. Sehingga perlu untuk bertaubat.
  3. Bid’ah berbuat kedustaan terhadap Allah. Karena mensyariatkan sesuatu dengan apa yang tidak disyariatkan oleh Allah. Adapun dosa besar sadar bahwa perbuatannya haram.
  4. Pelaku bid’ah bisa menjadi sebab diikuti oleh orang-orang. Apalagi orang yang melakukannya ditokohkan ditengah manusia. Adapun pelaku maksiat, umumnya orang benci kepada pelaku maksiat tersebut.

Firman Allah  dalam Surat An-Nisa Ayat 48:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sungguh Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni selainnya bagi siapa yang dikehendakiNya.” (An-Nisa: 48)

Ayat ini terdapat juga pada ayat 118 di surat yang sama, hanya saja potongan akhir ayatnya berbeda:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۢا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa: 116)

Pembahasan 1: Bid’ah terkadang kesyirikan, lebih besar dari dosa besar.

Syirik lebih besar dari dosa besar, karena pelaku kesyirikan tidak diampuni. Sedangkan dosa selain kesyirikan diampuni bagi siapa yang Allah kehendaki.

Pembahasan 2: Tafsir ayat An Nisa Ayat 48

Dalam ayat ini Sebagian mufasir menafasirkan sebagai syirik akbar dan yang lain menafasirknanya sebagai syirik Asghar. Allah tidak mengampuni kesyirikan (besar dan kecil). Hal ini sesuai dengan konteks ayat yang lebih luas tidak terbatas pada syirik akbar saja.

Ayat ini berkaitan dengan orang yang meninggal dan belum bertobat dari perbuatan dosanya. Adapun apabila sudah bertobat dari dosanya, maka Allah mengampuni seluruh dosa termasuk syriik dan kekafiran. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa1 semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)

Ada juga yang berpendapat yang tidak diampuni adalah syirik akbar. Adapun syrik Asghar, termasuk dalam dosa kecil (selain syirik).

Bid’ah terakadang berupa kesyirikan. Syirik adalah mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Hal ini adalah sifat bid’ah.

Adapun dosa selain kesyirikan adalah dibawah kehendak Allah. Apabila Allah ﷻ berkehendak maka akan disiksa sesuai dengan kadar dosanya. Dan setelah selesai maka akan dimasukan ke surga karena masih punya keislaman. Apabila Allah ﷻ berkehendak, maka diampuni dosanya dan tidak disiksa.

Firman Allah  dalam Surat Al-An’am Ayat 144:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” (Al-An’am: 144)

Pembahasan 1: Pelaku bid’ah termasuk orang-orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama Allah.

Sehingga bid’ah lebih berat dari dosa besar.

Hal-hal yang termasuk berdusta atas nama Allah, adalah

  • Berbicara tanpa ilmu
  • Bahaya kesyirikan
  • Bahaya bid’ah.

Pembahsan 2: Kedholiman berjenjang-jenjang.

Kedholiman yang satu lebih besar daripada kedholiman yang lain. Syirik termasuk kedholiman sebagaimana firman Allah ﷻ: “Sesungghuhnya kesyirikan itu kedhaliman yang sangat besar”.

Sebagian ulama berpendapat dosa yang paling besar adalah berucap atas nama Allah tanpa ilmu. Karena kesyirikan disebabkan berucap atas nama Allah tanpa ilmu (pendapat Ibnu Qoyim).

Firman Allah ﷻ:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَـٰنًۭا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah, “Tuhan-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-A’raf: 33)

Dalam ayat ini menyebutkan urutan keharaman dari yang terkecil ke yang terbesar. Dimana yang terbesar adalah berucap tanpa ilmu.

Nabi ﷺ membagi kedholiman menjadi tiga:

  1. Kedholiman yang tidak diampuni, yaitu kesyirikan.
  2. Kedholiman yang diampuni, yaitu antara hamba dan Rabbnya.
  3. Kedholiman yang tidak ditinggalkan, yaitu antara sesama makhluk.

Firman Allah  dalam Surat An-Nahl Ayat 25:

لِيَحْمِلُوٓا۟ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةًۭ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.” (An-Nahl: 25)

Penjelasan bid’ah dari sisi lain, yaitu menganggap dirinya benar dan mengajak manusia mengikutinya. Maka orang yang mengajak melakukan bid’ah, memikul dosa yang ia sesatkan.

Pembahasan: Pelaku bid’ah menyandang dosa dia sendiri, dan dosa orang yang mengikutinya.

Apabila orang pelaku bid’ah tersebut adalah panutan manusia, maka dia mengajak manusia untuk melakukan kesesatan. Sehingga orang tersebut memikul dosa melakukan bid’ah dan dosa orang yang mengikutinya.

Hadits tentang Khowarij

Dalam Kitab Shahih: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang Khowarij: “Di mana saja kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka” (HR. Al-Bukhari no. 5057) Dan sabda beliau: “Jika aku menjumpai mereka, pasti akan kubunuh seperti kaum Ad” (HR. Al-Bukhari no. 3344) dan dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau melarang membunuh pemimpin zalim selagi tetap shalat.‛ (HR. Muslim no. 1855)

Pernyataan tegas bahwa Nabi ﷺ akan membunuh kaum khwarij bila menjumpainya. Hal ini tidak terjadi karena Allah mengutus nabinya untuk menyempurnakan Islam dan menjaga dari segala Bid’ah.

Karena kesempurnaan agama, maka Bid’ah yang belum terjadi tapi nabi ﷺ  sudah mengingatkan akan bahaya bid’ah. Ada Sebagian bibit bid’ah dimasa nabi, tapi langsung diingatkan oleh nabi akan bahayanya.

Nabi menyifatkan kaum khawarij sebagai berikut:

  • Bangkai yang paling jelek dikolong langit.
  • Orang yang membunuh mereka adalah sebaik-baik manusia.
  • Orang yang dibunuh oleh kaum khawarij sebaik-baik orang yang terbunuh dibawah kolong langit.

Dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau ﷺ melarang membunuh pemimpin dzalim selagi tetap shalat.

Nabi melarang untuk membunuh penguasa yang sewenang-wenang sepanjang mereka masih shalat.

Pembahsan 1: Bid’ah lebih besar dari dosa besar karena Nabi membolehkan untuk membunuh kaum khawarij

Khawarij kesalahannya adalah bid’ah. Nabi membolehkan untuk membunuhnya

Penguasa yang dhalim kesalahannya adalah dosa besar. Nabi perintah untuk bersabar terhadap penguasa yang dhalim.

Syaikhil Islam menulik kesepakatan ulama tentang hal ini. Dalil yang dibawahkan adalah hadits ini.

Pembahasan 2: Bolehnya membunuh kaum kahwarij untuk menahan bid’ah mereka dan keseriusan dalam menjelekan bidah tersebut.

Perintah untuk membunuh adalah kembali kepada pimpinan negara. Bukan orang per orang. Karena bahasanya kembali kepada Nabi yang seorang pimpinan negara. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib dan para sahabat memerangi khawarij. Hal ini berjalan dari masa ke masa. Karena memang dibolehkan memerangi mereka. Dimasa sekarang ini pemerintah yang memerangi khawarij (ISIS, Al-Qaeda dan lainnya).

Hadits dari Jarir tentang memulai mengerjakan perbuatan baik

Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada seseorang yang bersedekah lalu diikuti oleh manusia lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

Seseorang memberi contoh yang bagus sehingga diikuti oleh orang lain. Dalam Riwayat lain bahwa Nabi ﷺ  pernah didatangi oleh seseorang yang meminta sesuatu. Akan tetapi tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang tersebut. Maka Nabi ﷺ  berkata kepada para sahabat, “siapakah yang ingin bersedekah untuk orang ini?”. Tadinya pada diam, maka ada satu orang berdiri dan bersedekah. Setelah itu diikuti oleh orang lain. Maka Nabi ﷺ   mengucapkan hadits ini.

Kebaikan seperti ini terbuka luas untuk para penuntut ilmu, yang menyebarkan ilmu.

Orang yang memulai kebaikan dapat pahala dan dapat pahala dari orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala orang tersebut.

Akan tetapi sebaliknya apabila memberi contoh yang jelek dalam Islam dia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengikuti amalan jelek tersebut tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.

Pembasan 1: Bid’ah adalah sunnah yang jelek.

Siapa yang memberi contoh sunnah yang jelek maka akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya. Hal ini umumnya terjadi pada bid’ah walaupun terjadi juga pada beberapa maksiat.

Sebagai contoh anak Adam yang pertama membunuh, maka setiap kali ada yang membunuh setelah nya, Anak Adam ini akan mengandung dosanya. Hal ini dikarenakan dia memberi contoh membunuh manusia.

Contoh lain tayangan kejahatan pada media-media, yang diketahui orang-orang. Kemudian orang tersebut mengikuti cara kejahatan tersebut. Maka orang yang punya andil dalam media tersebut mendapatkan dosa orang yang berbuat kejahatan tersebut.

Contoh lain postingan yang menyesatkan banyak orang dimana akhirnya tersebar dan banyak orang yang menjadi tersesat karena postingan tersebut.

Rasulullah bersabda dalam Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim: “Sesungguhnya ada seorang lelaki benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat”.

Pembahasan 2: Hadits ini adalah kaidah besar untuk yang berbuat amalan baik maupun buruk tapi diikuti oleh manusia.

Apabila beramal jelek, dia sendiri yang menanggung dosanya maka tidak terlalu bermasalah yang menjadi urusan dia dengan Allah. Akan tetapi seseorang berbuat jelek dan diikuti manusia, maka hal ini sangat berbahaya.

Sama halnya apabila berbuat baik dan diikuti oleh manusia, maka akan banyak kebaikan yang didapatkan.

Jangan menyebarkan atau menyambungkan sesuatu kepada orang lain, kecuali dia pastikan sesuatu itu adalah hal yang baik.

Kisah Murid Ad-Dharu Qudhni.

Ad-Dharu Qudhni  adalah imam besar diatas manhaj salaf. Suatu hari Ad-Dharu Qudhni berjalan dengan salah satu muridnya, kemudian ditengah jalan bertemu dengan Abu Bakr Al-Baqilany seorang ahlul bid;ah. Maka Ad-Dharu Qudhni bersalaman dengan nya dan cium kepalanya (kemungkinan lebih tua umurnya). Kemudian muridnya bertanya, “siapa orang itu”?. Ad-Dharu Qudhni cuma menjawab orang itu adalah Abu Bakr Al-Baqilany tapi tidak diterangkan bahwa orang ini sesat. Maka muridnya ini akhirnya belajar kepada Abu Bakr Al-Baqilany dan mengikuti aqidahnya.

Hadits dari Abu Hurairah tentang siapa yang mengajak kepada petunjuk

Dalam Kitab Shahih dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dengan lafazh: “Siapa yang mengajak kepada petunjuk…,” kemudian dilanjut, “…dan siapa yang mengajak kepada kesesatan…” (HR. Muslim no. 2674)

Hadits ini sama dengan hadits sebelumnya tapi lafadznya “Siapa yang mengajak kepada petunjuk”.  Dan “Siapa yang mengajak kepada kesesatan”.

Hadits lengkapnya dalam sahih Muslim “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”

Pembahasan 1: Dosa orang yang mengajak kepada bid’ah

Orang ini menanggung dosa orang yang mengikutinya. Dalam hadits dari Hudaifah disebut “da’i-da’I yang mengajak kepada pintu neraka jahanam”. Hal ini adalah dosa yang sangat besar dikarenakan setiap orang yang tersesat maka dia menanggung dosa kesesatannya.

Pembahsan 2: Keutamaan berdakwah dijalan Allah

Firman Allah:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحًۭا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fussilat: 33)

Kesimpulan

Inti pembahasan adalah Bid’ah lebih besar dari dosa besar. Telah dijelaskan bahaya dari perbuatan bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Kewajiban Memeluk Islam Secara Sempurna dan Meninggalkan (Agama) Lain

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Kewajiban Memeluk Islam Secara Sempurna dan Meninggalkan (Agama) Lain.

Pembahasan 1: Kesesuaian Bab ini kepada Buku

Sisi kesesuaiannya bahwa masuk kedalam Islam adalah dari seluruh sisinya. Tidak masuk Islam sebagian dan tinggalkan yang lainnya.

Pembahasan 2: Islam adalah berhias dan tinggalkan segala hal selain keislaman.

Berhias artinya mengambil tuntunan, beramal denganya, mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan. Seluruh keislaman diambil dengan itu dia berhias dan berlepas diri terhadap segala perkara selain Islam.

Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 208:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةًۭ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.” (Al-Baqarah: 208)

Pembahasan 1: Kewajiban masuk kedalam Islam selurunya.

Allah memerintahkan untuk masuk kedalam Islam secara keseluruhan. Dalam syariat ada yang wajib dan ada yang dianjurkan. Yang dianjurkan ada yang sunnah dan sunnah muakadah. Walaupun ada yang wajib dan yang dianjurkan akan tetapi diharuskan masuk kedalam Islam secara keseluruhan, menerima dan mengamalkannya. Tidak mengambil sebagian dan membuang sebagian dari syari’at Allah.

Pembahasan 2: Islam mencakup segala hal.

Diperintah masuk Islam secara sempurna karena Islam menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan di dunia dan di akhirat. Seperti: aqidah, muamalah, sosial, kehidupan dalam bernegera dan bermasyarakat, peradilan, akhlak dan lainnya.

Firman Allah dalam Surat An-Nisa Ayat 60:

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا۟ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?” (An-Nisa: 60)

Pembahasan 1: Bentuk masuk dalam Islam sevara keseluruhan adalah menjadikan syariat Allah menjadi hukum pada segala sudut kehidupan.

Pembahasan 2: Kewajiaban kafir terhadap hal selain Islam.

Pembahasan 3: Pengharaman berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah .

إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An’am 57)

Ancaman terkait orang yang berhukum dengan selain hukum Allah:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma’idah: 44)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Ma’idah: 45)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰسِقُونَ

Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (Al-Ma’idah: 47)

Orang yang berhukum dengan selain Allah bisa menjadi kafir (keluar dari Islam), atau menjadi fasik, atau di beri udhur dalam suatu keadaan.

Orang yang berhukum selain dengan hukum Allah bisa menjadi kafir dikarenakan hal berikut:

  1. Mengingakri bahwa hukum Allah yang paling baik.
  2. Berkeyakinan hukum Allah sama dengan hukum selain Allah.
  3. Berkeyakinan hukum selain hukum Allah lebih afdhal daripada hukum Allah.
  4. Berkeyakinan boleh berhukum selain dengan hukum Allah. Walaupun dia tahu hukum Allah yang paling tinggi.
  5. Dan kondisi lainnya yang tidak bisa disebutkan dalam sesi kajian ini.

Firman Allah dalam Surat Al-An’am Ayat 159:

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعًۭا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِى شَىْءٍ ۚ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka.” (Al-An’am 159)

Pembahasan: Yang memecah belah agama mengikuti hawa nafsunya, tidak masuk kedalam islam secara keseluruhan.

Atsar Ibnu Abbas mengenai Wajah Ahli Sunnah dan Ahli Bid’ah.

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhu berkata tentang firman Allah , “Pada hari tatkala ada muka yang putih berseri, ada pula muka yang hitam muram” (Ali ‘Imran: 106). “Wajah-wajah ahlus Sunnah dan orang-orang yang bersatu menjadi putih, sedangkan wajah-wajah ahlul bid’ah dan orang-orang yang berselisih menjadi hitam”.

Riwayat ini ada kelemahan akan tetapi apa yang siebut Ibnu ‘Abbas adalah benar. Yaitu yang semisal dengan ini dari Imam Ahmad dengan sanad yang hasan, dari Abum Umama Al-Bahili Radhiallahu ‘Anhu. Abu Umama melihat kepala-kepala orang kahwarij yang dipenggal karena memberontak. Salah satu temapat untuk menjatuhkan sangsi pengadilan yaitu ditempat yang ramai. Biasa nya dilakukan dihalaman mesjid besar. Abu Umamah berkata “Mereka ini aning-aning neraka, sejelek-jelek bangkai terbunuh dibawah kolong langit. Dan sebaik-baik oarang yang terbunuh dikolong langit aldalah siapa yng dibunuh oleh kahwarij.” Kemdian beliau membaca ayat: “Pada hari tatkala ada muka yang putih berseri, ada pula muka yang hitam muram” (Ali ‘Imran: 106).

Abug Ghalib bertanya kepada Abu Umamamah, a “Apakah kamu mendengar hadtis ini dari Nabi?” Abu Umamah berkata “Saya tidak mendengarkan 1 kali, 2 kali, 3 kali, 4 kali, 5 kali, 6 kali, 7 kali”. Artinya Abu Umamah mendengarkan banyak sekali mengenai ini dari Nabi ﷺ

Pembahasan 1: Celaan terhadap Ahlul bida’ah dan yang berselisih ketiak mereka tidak berkomitmen dengan syariat Islam. Hal ini menunjukan wajibnya masuk Islam secaa kaseluruhan dan meninggalkan selainnya.

Pembahasan 2: Keutamaan yang masuk Islam secara sempurna.

Yaitu termasuk yang putih wajahnya dihari kiamat.

Hadits:

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘Anhu, berliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh akan datang pada umatku sebagaimana yang telah terjadi pada Bani Israil setapak terompah kaki demi setapak terompah kaki, sampai seandainya ada diantara mereka yang menzinai ibunya secara terang-terangan, akan ada pula dari kalangan umatku yang melakukan hal tersebut. Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua agama, sementara umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga agama, semuanya di neraka kecuali satu agama.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “(Mereka adalah orang-orang) yang berada di atas apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.

Seorang mukmin yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah Ta’alla, hendaknya memperhatikan ucapan orang yang paling terpercaya dalam keadaan yang seperti ini, khususnya ucapan beliau, “(Mereka adalah orang-orang) yang berada di atas apa-apa yang aku dan para shahabatku berada diatasnya“. Seandainya mendapatkan taufiq, ini merupakan nasihat yang sangat agung bagi hati yang hidup. (Hadits di atas) diriwayatkan oleh At-Tirmidzy.

Hadits ini ada kelemahan karena ada rawi nya. Akan tetapi Syeikh Al-Bani menguatkan hadits ini karena ada beberapa pendukung. Yaitu hadits shahih.

Para sahabat menanyakan siapa? artinya menanyakan orangnya. Akan tetapi nabi menjawab dengan sifat golongan tersebut.

Pembahasan 1: Berhati-hati meninggalkan keislaman baik sebagian ataupun seluruhnya.

Hal ini dikarenakan termasuk dalam berselisih dan berpecah.

Pembahasan 2: Mengambil sebagian agama dan meninggalkan sebagiannya menjadi sebab perpecahan.

Pembahasan 3: Bagaiman masuk Islam secara kesleuruhan? yaitu dengan meningkuti jalan nabi dan para shabat.

Mereka yang dipilih oleh Allah untuk mengamalkan dan menyampaikan Islam.

Hadits mengenai Perpecahan Umat

At-Tirmidzy juga meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu dan beliau menshahihkannya, tetapi tanpa penyebutan “neraka”.

Pembahasan 1: Terjadinya perpecahan ditengah umat karena meninggalkan sebagian agama.

Tidak disebut meninggalkan seluruh agama, karena apabila meninggalkan seluruhnya maka kafir. Dalam hadits disebutkan umatku akan terpecah, sehingga masih disebut umat nabi Muhammad.

Hadits mengenai kaum yang terjangkit hawa nafsu

Disebutkan pula dari hadits Mu’awiyah yang (diriwayatkan oleh) Ahmad dan Abu Dawud, dan disebutkan, “Sesungguhnya, dari umatku, akan keluar kaum yang terjangkit penyakit hawa nafsu sebagaimana berjangkitnya penyakit anjing gila pada diri seseorang, yang tidak ada urat dan persendian yang tersisa kecuali semua dimasuki oleh penyakit itu.”

Pembahasan 1: Penamaan keluar dari Islam dengan nama mengikuti hawa nafsu.

Siapa saja yang keluar dari Islam maka mereka mengikuti hawa nafsunya.

Pembahasan 2: Bahaya dari penyakit hawa nafsu.

Yang terkana penyakit ini sangat berbahaya.

Pembahasan 3: Meninggalkan sebagian agama bisa mengantarkan kepada meninggalkan seluruh agama.

Hadits:

Dan telah belalu sabda beliau ﷺ, “Orang yang mencari sunnah jahiliyyah dalam Islam

Pembahasan 1: Orang yang mencari sunnah jahilyyah dalam Islam, artinya meninggalkan sebagian Islam atau seluruhnya.

Pembahasan 2: Wajibnya komitment dengan keislaman supaya selamat dari kemurkaan Allah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Keluar dari Penamaan Islam

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab tentang Keluar dari Penamaan Islam.

Pembahasan 1: Hubungan antara Bab dan Kitab, Islam tidak memiliki kecuali satu penamaan saja.

Tidak ada dalam islam berpecah belah, fanatik, pada nama-nama atau symbol atau madhab. Islam adalah satu penamaan tidak boleh keluar darinya.

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعًۭا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِى شَىْءٍ ۚ إِنَّمَآ أَمْرُهُمْ إِلَى ٱللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan1, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Al-An’am 159)

Dalam Haji wada’ Rasulullah bersabda:

Pembahasan 2: Islam mengajak kepada Ijtima (bersatu, bersama) dan I’tilaf (bersepakat).

Itjima dan I’tilaf dalah ciri dari agama Islam dan menjadi pokok dalam syariat Islam. Ijtima, artinya bersatu lawan dari perpecahan. I’tilaf, artinya bersepakat lawan dari perselisihan.

Ulama yang mentahdir Ahli bid’ah adalah karena mereka keluar dari jalur Islam. Seorang muslim yang mempunyai kesalahan tidak dikeluarkan dari keislaman.

Firman Allah dalam Surat Al-Hajj Ayat 78:

هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَـٰذَا

“Dia (Allah) telah menamai kalian dengan orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (Al-Hakk: 78)

Pembahasan: Allah menamakan hamba-hambanya yang mengikuti para rasul sebagai kaum muslimin.

Semua penamaan tidak boleh keluar dari penamaan Islam. Apabila ada pernamaan-penamaan lain tapi mengarah pada Islam, maka tidak dipermasalahkan. Dalam hadits Nabi mengenai perpecahan dan ketika ditanya siapa yang selamat, maka nabi mengatakan “Al-Jama’ah” atau diriwayat lain “apa yang aku dan sahabatku berada diatasnya hari ini” atau “Al-Firqotun Najiah” atau “Athoif Mansuroh”. Atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Penamaan ini tidak dibatasi oleh negara, kelompk dan lainnya.

Termasuk penamaan Salafi, yang Nabi berkata ke Fatimah “Sebaik-baiknya Salaf adalah saya”.

Penamaan ini tidak boleh membuat fanatik dan tidak membawa kepada perpecahan.

Hal ini berebda dengan penamaan jamaah dan kelompoknya, aliranya. Tidak kembali pada Al-Quran. dansunnah, mereka kembali kepada pemimpinnya atau orang yang mempopulerkannya. Sehingga banyak terjadi perpecahan.

Hadits dari Al-Harits Al-Asy’ary mengenai panggilan Allah dengan nama muslimin dan mukminin

Dari Al-Harits Al-Asy’ary radhiallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda “Aku perintahkan kalian dengan lima perkara, yang Allah telah memerintahkan diriku dengan (lima perkara) tersebut: mendengar, taat, jihad, hijrah, serta berjama’ah. Oleh karena itu, barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah, walaupun sejengkal, sesungguhnya dia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya, kecuali diamau kembali. Dan barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliyyah, dia termasuk sebagai jutsa neraka jahanam.” Lalu ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, (keadaannya tetap demikian), meskipun dia mengerjakan shalat dan berpuasan?” Beliau menjawab, “(Ya), meskipun dia mengerjakan shalat dan berpuasa. Oleh karena itu, memanggillah kalian dengan panggilan Allah yang telah menamakan kalian dengan muslimin dan mukminin hamba-hamba Allah”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzy. (At-Tirmidzy) berkata, “Hadits ini hasan shahih”.

Penjelasan:

Perintah mendengar dan taat kepada pemerintah (pada hal yang baik) mengumpulkan 3 hak:

  1. Hak Allah, karena Allah yang perintahkan.
  2. Hak pemerintah.
  3. Hak kaum muslimin, karena berkaitan dengan kaum muslimin.

Nabi Musa dan Bani isra’il didhalami Fir’aun bertahun-tahun tapi tidak pernah terdengar demo-demo terhadap Fir’aun. Mereka diperintah untuk bersabar. Ketika Fir’aun dibinasakan salah satu sebabnya adalah kesabaran mereka. Sebagaimana Firman Allah:

وَأَوْرَثْنَا ٱلْقَوْمَ ٱلَّذِينَ كَانُوا۟ يُسْتَضْعَفُونَ مَشَـٰرِقَ ٱلْأَرْضِ وَمَغَـٰرِبَهَا ٱلَّتِى بَـٰرَكْنَا فِيهَا ۖ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ ٱلْحُسْنَىٰ عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ بِمَا صَبَرُوا۟ ۖ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُۥ وَمَا كَانُوا۟ يَعْرِشُونَ

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya1 yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Isrā`īl disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Firʻawn dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka” (Al-A’raf: 137)

Ketaatan pada hal yang ma’ruf saja:

Ketaatan kepada ulil mari sepanjang tidak menyelisihi ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Perintah Jihad, menurut Ibnu Qayim terbagi empat dan bercabang menjadi 13 tingkatan.

  1. Jihad memperbaiki diri sendiri
  2. Jihad melawan syaithon
  3. Jihad pelaku dosa dan kemaksiatan (dan kdhaliman)
  4. Jihad terhadap orang kafir dan kaum munafikin.

Perintah Hijrah, terbagi dua: makna umum dan makna khusus. Makna umum artinya meninggalkan segala yang dibenci oleh Allah menuju apa yang dicintai oleh Allah. Seperti maksiat menuju ketaataan, dari tempat yang jelek menuju tempat yang baik, dari akhlak jelek menjadi akhlak baik.

Adapaun hijrah dengan makna khusus adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam. Ini adalah asal penggunaan kata hijrah. Kebanyakan dalam ayat Al-Qur’an hadits menunjukan makna hijrah secara khusus.

Perintah Berjama’ah, banyak penafsiran jama’aah, tapi semuanya kembali pada dua hal: (1) Jama’ah dalam kebenaran dan (2) Jama’ah dalam badan (kebersamaan). Jama’ah dalam kebenaraan artinya mengikuti Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan jalan para sahabat dan para imam-imam yang mengikuti mereka dengan baik. Adapun Jama’ah badan artinya kaum muslimin seluruhnya berkumpul dibawah pimpinan negara.

Jama’ah kebenaran pimpinan dan suri tauldannya hanyalah Rasulullah . Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata “Jamaah itu adalah apa yang mencocoki kebenaran walaupun kamu sendiri”. Yang dilihat adalah kebenarannya.

Jamaah badan umat islam dipimpin oleh pimpinan negara. Sehingga tidak boleh lagi membuat pimpinan lain didalam negara.

Meninggalkan jamaah. Banyak mensalahartikan hadits-hadits mengenai “meninggalkan jamaah”. Mereka berpendapat yang jangan ditinggalkan adalah jamaahnya sendiri bukan jamaah umat Islam dibawah pimpinan negara.

Pembahasan 1: Berpisah dari jamaah adalah bentuk keluar dai penamaan Islam.

Pembahasan 2: Ancaman bagi siapa yang keluar dari penamaan Islam

Pembahasan 3: Kewajiban memanggil dengan penamaan Islam.

Pembahasan 4: Besarnya lima perkara yang diebut dalam hadits: mendengar, taat, jihad, hijrah, dan jama’ah.

Hadits mengenai memisahkan diri dari jama’ah dan istilah jahiliyyah

Dalam Ash-Shahih (disebutkan). “Barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah sepanjang sejengkal, kemudian meninggal, dia meninggal dalam keadaan jahiliyyah.

Juga (disebutkan) dalam (Ash-Shahih), “Apakah (kalian menyeru) dengan seruan jahiliyyah, sedangkan aku berada di antara kalian?

Abul ‘Abbas (Ibn Taiymiyyah) rahimahullah berkata, “Segala hal yang keluar dari penamaan Islam dan Al-Qur’an, berupa nasab, negeri, jenis, madzhab atau thariqah, hal ini tersebut termasuk seruan jahiliyyah. Bahkan ketika terjadi perselisihan antara seorang (dari kalangan) Muhajirin dan seorang (dari kalangan) Anshar, kemudian orang (dari kalangan) Muhajirin memanggil, “Wahai Muhajirin”, dan orang (dari kalangan) Anshar memanggil, “Wahai Anshar”, Nabi ﷺ bersabda, “Apakah (kalian menyeru) dengan seruan jahiliyyah, sedangkan aku berada diantara kalian?” dan beliau sangat marah karena hal tersebut”. Selesai ucapan (Ibn Taimiyah) rahimahullah.

Pembahasan 1: Setiap penamaan jahilyyah dianggap keluar dari penamaan Islam

Pembahasan 2: Penegasan ancaman siapa yang keluar dari dakwah Islam

Pembahasan 3: Hati-hati dari dakwah (seruan) jahliyyah

Pembahasan 4: Ukuran seseorang keluar dari penamaan Islam (ucapan Ibnu Taiymiyyah)

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an).

Pembahasan 1: Hubungan Bab Terhadap Buku

Bab ini juga menjelaskan keutamaan Islam dari sisi Islam telah sempurna tidak perlu kepada apapun. Yakni cukup dengan Al-Qur’an

Pembahasan 2: Kewajiban mencukupkan diri dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ditambahkan As-Sunnah karena maksud penulis dengan mencukupkan diri dengan Al-Qur’an adalah termasuk As-Sunnah. Dikarenakan dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk mengikuti sunnah Rasulullah, sebagaimana firman Allah:

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan taatilah Allah dan rasul supaya kamu diberi rahmat.” (Ali-Imran: 132)

Juga Firman Allah:

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟

Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (Al-Hasyr: 7)

Contohnya apa yang dilarang rasul dalam hadists Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat Al-Bukariy dan Muslim, Rasulullah bersabda:

Begitu hadits ini diucapkan oleh Ibnu Mas’ud sampai kepada seorang perempuan yang bernama Ummu Yaqub dari Bani Assad. Maka perempuan ini pun berkata pada Ibnu Mas’ud, “bahwa telah sampai kepada saya bahwa engkau melaknat begini dan begitu”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “bagaimana saya tidak melaknat apa yang dilaknat oleh Rasulullah”. Maka perempuan ini berkata “saya sudah baca Al-Qur’an dari awal dan akhir, dan saya tidak dapatkan di Al-Qur’an”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “kalau memang kamu benar baca Al-Qur’an itu maka kamu pasti ketemukan yaitu Firman Allah dalam (Surat Al-Hasyr ayat 7)”. Kemudian perempuan itu berkata, “benar ada dalam Al-Qur’an”.

Demikian pula apabila mengikuti Al-Qur’an maka mengikuti jalannya para sahabat, sebagaimana firman Allah:

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

Kemudian firman Allah:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa 115)

Firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat 89:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ تِبْيَـٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Pembahasan 1: Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu, maka tidak perlu pada yang lainnya.

Dalam Al-Qur’an tidak ada yang luput, semua yang diperlukan oleh muslimin dan muslimah dijelaskan dengan sangat terang sekali. Sebagaimana firman Allah:

قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik“. (Yusuf: 108)

Dan dalam hadits dari Abu Darda riwayat Ibnu Majah dan selainnya, Rasulullah bersabda:

Pembahasan 2: Tafsir Ibnu Katsir

Berkata Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat, berkata Ibnu Mas’ud, Allah telah menjelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an ini segala ilmu dan segala sesuatu. Adapun tafsir nya Mujahid “Didalam Al-Qur’an telah diterangkan segala yang halal dan yang haram. Ucapan Ibnu Mas’ud lebih umum dan lebih luas cakupannya. Karena Al-Qur’an mencakup segala ilmu yang bermanfaat, dari kebaikan yang sudah berlalu, ilmu tentang apa yang akan datang, hukum segala yang halal. dan haram, apa saja yang diperlukan manusia didunia dan agama (di akhirat).

Firman Allah:

أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَـٰبِ مِن شَىْءٍۢ

Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab” (Al-An’am: 38)

Juga firman Allah:

وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ ٱلْمُجْرِمِينَ

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur`ān, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An’am: 55)

Juga firman Allah:

وَنَفْسٍۢ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا ٨

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,” (Ash-Sham: 7-8)

Pembahasan 3: Berkata Imam Al-Auzai’, “Kami turunkan kepada engkau Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu“, yaitu dengan sunnah.

Imam AL-Auzai’ adalah imam ahli sunnah dari negeri syam, namanya Abdurahman bin Amr bin Abdi Amr.

Hadits Nabi:

Hadits riwayat An-Nasa’iy mengenai keutamaan Al-Qur’an dibanding kitab lain

Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dan selainnya, dari Nabi ﷺ bahwa beliau melihat Umar bin Al-Khatab radhiallahu ‘anhu memegang lembaran Taurat di tangannya maka beliau bertanya, “Apakah kalian berada dalam kebimbangan, wahai Ibnul Khaththab? Sungguh aku telah datang kepada kalian dengan sesuatu yang putih bersih. Seandainya Musa masih hidup, kemudian kalian mengikuti dan meninggalkanku, sungguh kalian telah sesat.” (HR. Ahmad dalam Musnad 15156).

Dalam riwayat lain (disebutkan), “Seandainya Musa masih hidup, tidak ada kelapangan baginya kecuali harus mengikuti” Maka Umar berkata, “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku.”

Pembahasan 1: Islam telah mencukupi segala sesuatu dan tidak ada kebimbangan.

Dikarenakan dalam Islam mencukupi segala sesuatu, Nabi ﷺ menegur Umar yang lagi memegang Taurat.

Yang masuk Islam diatas keteguhan tidak ada kebimbangan lain halnya dengan orang diluar Islam.

Umat Islam yang belajar selain Islam seperti Filsafat, terlihat pada mereka kebimbangan dan keraguan.

Siapa yang keluar dari mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak merasa cukup dengannya, malah Allah tidak akan pernah mencukupinya.

Ustadz Dzuqarnain M Sunusi, 2018

Pembahasan 2: Jelasnya agama dan kejernihannya.

Ada dua sifat agama Islam yaitu: jelas dan bersih (murni). Walaupun dimasa fitnah seorang Muslim yang benar, hatinya seperti kaca. Yaitu apabila kaca terkena debu, terlihat kotor, tapi kotoran tidak bisa masuk kedalam kaca. Dan kalau dibersihkan akan bersih lagi.

Pembahasan 3: Para nabi meninggalkan apa yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengikuti Nabi Muhammad ﷺ. Maka selain para Nabi lebih harus lagi.

Sehingga apabila Nabi Musa masih hidup, maka kewajibannya mengikuti Nabi Muhammad , meninggalkan Taurat yang diturunakan kepadanya. Al-Qur’an mencakup semua kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan Al-Quran adalah penutup yang menghapus kitab sebelumnya. Maka selain para Nabi, lebih wajib lagi mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Pembahasan 4: Ridha Islam sebagai Agamanya. Yakni tidak perlu kepada apapun selain Islam.

Hal ini berkaitan dengan ucapan Umar bib Khatatab Radhialahu ‘Anhu “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku”.

Dalam hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib, riwayat Muslim:

Pembahasan 5: Haramnya melihat kebuku ahlul kitab dan selainnya.

Haram melihat kitab Taurat dan Injil. Apalagi kitabnya sekarang yang sudah berubah.

Ulama berbeda pendapat terkait dengan masalah melihat kitab lain dengan tujuan untuk membantahnya. Sebagian ulama membolehkan dan sebagian melarang secara mutlak. Walaupun yang benarnya dibolehkan apabila ada maslahat yang jelas. Yaiatu untuk membantah dan mejelaskan kesalahan. Ada ulama yang menulis buku mengenai hal ini. Dengan ketentuan: ada keperluan syar’i, jelas maslahatnya, dari seorang alim (kuat keilmuannya). Adapun bukan seorang alim, maka dapat menimbulkan masalah.

Haram melihat kitab selain dari ahluk kitab, seperti buku ahlul bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam