Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – dari Hadits

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Hadits:

Dalam Ash-Shahih, dari Nabi , beliau bersabda, “Siapa saja yang mengucapkan La Ilaha Illallah dan mengingkari segala sembahan selain Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang (perhitungan)nya terserah kepada Allah ﷻ

Keterangan tentang bab ini (akan datang) pada bab-bab berikutnya.

‘Menjadi haram harta dan darahnya’: artinya terlarang untuk mengambil harta dan membunuhnya berdasarkan hal yang tampak (lahiriah) dari orang tersebut.

‘dan hisabnya terserah kepada Allah’: yakni Allah yang akan mengurusi hisab orang yang mengucapkan kalimat ini, dan akan membalasnya sesuai dengan niat dan keyakinannya.

Makna Hadits Secara Global

Dalam hadits ini, Nabi menjelaskan bahwa membunuh atau mengambil harta seseorang tidaklah haram, kecuali dengan terkumpulnya dua perkara:

  1. Ucapan La Ilaha Illallah
  2. Kufur terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah

Apabila dua perkara ini terdapat pada diri seseorang., (kita) wajib menahan diri terhadap orang tersebut secara zhahir dan menyertakan urusan batinnya kepada Allah. Apabila ia jujur dalam hatinya, Allah akan membalasnya dengan surga yang penuh dengan kenikmatan. (Namun), kalau ia munafik, Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang sangat pedih. Oleh karena itu, di dunia, seseorang berdasarkan zhahirnya (hal yang tampak).

Hubungan antara Ayat dan Bab

Hadits ini merupakan dalil terbesar yang menjelaskan makna La Ilaha Illallah, yaitu mengingkari semua yang disembah selain Allah

Faedah Ayat

  1. Bahwa makna La Ilaha Illallah adalah kufur terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, seperti patung-patung, kuburan, dan selainnya.
  2. Bahwa sekedar mengucapkan La Illaha Illallah tanpa mengufuri sembahan selain Allah tidaklah mengharamkan darah dan harta seseorang, meskipun ia mengetahui makna dan mengamalkan kalimat tersebut, selama ia tidak menggabungkan sikap kufur terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah dengan (pengucapan kalimat) itu.
  3. Siapa saja yang menyatakan ketauhidan kepada Allah dan komitmen kepada syariat-syariat-Nya secara zhahir, (kita) wajib menahan diri darinya sampai perkara-perkara yang menyelisihi hal tersebut tampak jelas darinya.
  4. Kewajiban untuk menahan diri dari seorang kafir jika dia memeluk Islam-meskipun dalam keadaan perang-, sampai perkara-perkara yang menyelisihi hal tersebut tampak jelas darinya.
  5. Seseorang kadang mengucapkan La Ilaha Illallah, tetapi tidak mengufuri segala sesuatu yang disembah selain Allah.
  6. Bahwa hukum di dunia berdasarkan hal yang tampak (zhahir), sedangkan hukum di akhirat berdasarkan niat dan maksud.
  7. Keharaman harta dan darah seorang muslim, kecuali dengan haknya.

Makna Perkataan Penulis

“Keterangan tentang bab ini terdapat pada bab-bab berikutnya” adalah bahwa yang datang pada bab-bab setelah bab ini menerangkan tauhid dan menjelaskan makna La Ilaha Illallah serta menerangkan sekian banyak bentuk kesyirikan, baik besar maupun kecil, juga menjelaskan hal-hal yang bisa mengatar kepada kesyirikan, berupa sikap ghuluw dan bid’ah-bid’ah, yang wajib ditinggalkan sebagai kandungan kalimat La Ilaha Illallah.

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Dalam hadits ini dikatakan manusia tidak boleh dibunuh dan di ambil hartanya apabila menegakkan dua hal:

  1. Berucap La Ilaha Illallah
  2. Kafir terhadap segala yang diibadahi selain dari pada Allah

Sisi pendalilan adalah sangat jelas menerangkan makna la illaha illallah yaitu kafir terhadap segala yang diibadahi selain dari pada Allah.

Hadits ini juga menunjukan bahwa sekadar berucap La Illaha Illallah tidak cukup. La Ilaha Illallah ada konsekuensinya yaitu ada 8 syarat:

  1. Al-Ilmu: mempunyai ilmu mengenai La Ilaha Illalah, tidak jahil terhadapmya
  2. Yakin: mempunyai keyakinan dan tidak ragu.
  3. Ikhlas: ikhlas tidak boleh ada riya atau kesyirikan
  4. ASh-Syidiq: kejujuran tidak boleh kedustaan
  5. Al-Mahabah: cinta tidak boleh ada kebencian
  6. Al-Inkiyat: terikat tidak boleh meninggaklan
  7. AL-Qobul: Menerima tidak boleh menolak
  8. Kafir terhadap segala yang diibadahi selain dari pada Allah

Pembahasan: Terdapat penjelasan akan persoalan tersbesar dan terpenting (perkataan penulis):

  1. Tafsir tauhid dan kalimah Syahadah, dijelaskan dengan jelas, salah satunya dalam surat Al-Isra. Allah menerangkan padanya tersebut yang merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik yang berdoa dan meminta kepada orang-orang shalih. Pada ayat tersebut terdapat penjelasan bahwa perbuatan itu adalah syirik Akbar.
  2. Ayat dalam surah Al-Bara’ah, Allah menerangkan bahwa Ahlul Kitab menjadikan pada pendeta, orang alim dan ahli ibadah mereka, sebagai sembahan-semabahan selain daripada Allah. Mereka diperintah untuk menyembah yang maha satu saja. Mereka tidak berdoa dan meminta kepada alim ulama, akan tetapi mereka taati ulama dan ahli ibadah mereka dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.
  3. Perkataan al-khalil alaihi salam kepada Ayah dan kaumnya “Sesungguhnya aku berlepas diri dari segala sesuatu yang kalian Ibadahi kecuali Dia yang menciptakan. Al-Bara dan Al-Muala atau Nafiyu wa Ishbat. Ini adalah tafsir syahadat La Ilaha Illallah, pada kelanjutan ayat “Allah menjadikan kalimat syahadat ini, berlaku sampai akhirnya”.
  4. Ayat dalam surat Al-Baqarah tentang kaum kafir, “Dan tidaklah mereka akan keluar dari api neraka”. Allah menyebutkan bahwa mereka mencintai sembahan-sembahan tandingan mereka sebagaimana kecintaan kepada Allah. Hal yang menunjukan bahwa mereka mencintai Allah dengan kecintaan yang besar tapi tidak menjadikan mereka masuk kedalam Islam. Karena dijadikan sama kecintaan dengan tandingan-tandingannya. Lantas bagaimana dengan mencintai tandingan Allah lebih besar daripada kepada Allah? Dan bagaiamana dengan orang yang tidak mencintai kecuali sembahan tandingan saja?
  5. Diantara penjelasan tafsir tauhid adalah sabda Rasulullah “Barangsiapa yang mengucapkan La Ilaha Illallah dan dia kafir mengibadahi selain Allah”. Ini adalah penjelasan yang paling utama dalam menerangkan kalimat La Ilaha Illallah. Karena hadits ini tidak menjadikan pengucapan kalimat la ilaha illallah sebagai pelindung atas darah dan harta. Berucap saja tidak cukup bahkan tidak pula memahami makna dan mengucapkannya. Dan juga tidak sebatas pengakuan hal tersebut, Tidak cukup beribadah kepada Allah semata. Namun harta dan darahnya tidak menjadi haram hingga menyertakan pada kalimat tersebut dengan kekafiran kekufuran terhadap segala yang disembah selain pada Allah. Apabila seseorang ragu atau berdiam diri (tidak menentukan sikap), tidaklah harta dan darahnya menjadi haram. Alangkah terangnya penjelasan ini, argumen yang memutus setiap yang membantah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat Al-Baqarah Ayat 165

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah Ayat 165:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًۭا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّۭا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًۭا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”. (Al-Baqarah: 165)

Makna Ayat Secara Global

Allah Subhanahu menyebutkan keadaan orang-orang yang berbuat syirik terhadap-Nya, di dunia dan tempat Kembali mereka di akhirat, Ketika mereka mengadakan tandinga-tandingan dan padanan-padanan bagi Allah dengan menyamakan tandingan-tandingan tersebut dengan Allah dalam kecintaan.

Kemudian Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang beriman muwahhidun, bahwa mereka mencintai Allah melebihi kecintaan orang-orang (yang membuat tandingan) kepada tandingan-tandingan tersebut, atau melebihi kecintaan orang yang membuat tandingan kepada Allah. Karena, kecintaan orang-orang yang membuat tandingan adalah bercabang/tercampur.

Kemudian, Allah mengancam orang-orang musyrikin itu bahwa, seandainya mengetahui segala sesuatu yang akan dilihat dan menimpa kepada mereka, berupa perkara yang mengerikan dan adzab yang dahsyat nanti pada hari kiamat karena kesyirikan yang mereka lakukan, juga (mengetahui) keesaan Allah dalam kemampuan dan kemenangan terhadap tandinga-tandingan mereka, pasti mereka akan berhenti dari kesesatan yang mereka lakukan. Akan tetapi, hal itu tidak tergambar dalam diri mereka juga mereka tidak megimani hal itu.

Hubungan antara Ayat dan Bab

Ayat ini merupakan salah satu nash yang menjelaskan tafsir makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah. Ayat menunjukkan bahwa siapa saja yang mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah dan mencintai (tandingan-tandingan) itu sebagaimana kecintaan kepada Allah berarti ia terlah berbuat kesyirikan. Sehingga, dapat diketahui bahwa maka tauhid adalah mengesakan Allah dengan kecintaan yang mengharuskan keikhlasan ibadah kepada Allah semata, perendahan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya.

Faedah Ayat

  1. Bahwa termasuk ke dalam makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah: menunggalkan kecintaan kepada Allah dengan kecintaan yang mengharuskan adanya perendahan diri dan ketundukan.
  2. Bahwa orang-orang musyrikin mencintai Allah dengan kecintaan yang besar, tapi (kecintaan) tersebut belum dapat memasukkan mereka ke dalam Islam karena mereka menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam hal itu.
  3. Bahwa kesyrikan adalah kezhaliman.
  4. Ancaman terhadap orang-orang musyrikin pada hari kiamat.

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Kesyirikan yang disebutkan dalam ayat ini adalah setarakan Allah dengan selain Allah dalam hal kecintaan.

Cinta ada tiga jenis:

  1. Cinta ibadah, yaitu cinta kepada Allah (Tauhid), yang mengharuskan merendah kepada siapa yang dia cintai dan tunduk kepadanya.
  2. Cinta tabiat, yaitu cinta biasa seperti cinta kepada istri, anak, harta, negeri dan kampung halaman
  3. Cinta Bersama Allah yang bertentangan dengan kecintaan kepada Allah

Cinta yang ke-3 masuk dalam kesyirikan. Karena telah menjadikan tandingan kepada Allah dalam hal tersebut.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat At-Taubah Ayat 31

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’la dalam Surat At-Taubah Ayat 31

ٱتَّخَذُوٓا۟ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَـٰنَهُمْ أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوٓا۟ إِلَـٰهًۭا وَٰحِدًۭا ۖ لَّآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَـٰنَهُۥ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)

ٱتَّخَذُوٓا۟ ‘mereka telah menjadikan’: yaitu orang-orang Yahudi dan Nashara telah menjadikan

أَحْبَارَهُمْ: yakni ulama-ulama mereka.

وَرُهْبَـٰنَهُمْ: yakni ahli-ahli ibadah mereka.

أَرْبَابًۭا ‘rabb-rabb’: yakni membuat syarait untuk mereka, dengan menghalalkan dan mengharamkan (sesuatu), sebab membuat syariat adalah kekhususan Rabb. Maka, siapa saja yang menaati makhluk dalam perkara tersebut, berarti ia telah menjadikan makhluk itu sebagai rabb.

وَٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ ‘dan Al-Masih, putra Maryam’: yakni mereka telah menjadikan Isa sebagai rabb dengan ibadah mereka kepadanya.

سُبْحَـٰنَهُۥ عَمَّا يُشْرِكُونَ ‘ Maha Suci Dia terhadap segala sesuatu yang mereka persekutukan’: yakni Allah membersihkan dan menyucikan diri-Nya terhadap adanya sekutu dan padanan.

Makna Ayat Secara Global

Allah Subhanahu mengabarkan tentang orang-orang Yahudi dan Nashara bahwa mereka meminta nasihat kepada tokoh-tokoh mereka, dari kalangan ulama dan ahli ibadah, maka mereka pun menaati (ulama dan ahli ibadah) itu dalam penghalalan segala sesuatu yang telah Allah haramkan dan pengharaman segala sesuatu yang telah Dia halalkan. Dengan demikian, mereka telah mendudukkan ulama dan ahli ibadah sebagai rabb yang memiliki kekhususan dalam penghalalan dan pengharaman sebagaimana orang-orang Nashara menyembah Isa dengan menyatakan bahwa Isa adalah anak Allah. Mereka telah mencampakkan kitab Allah, yang memerintahkan mereka untuk taat hanya kepada-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya semata -kabar dari Alah ini mengandung pengingkaran terhadap perbuatan mereka-. Oleh karena itu, Allah menucikan diri-Nya terhadap kesyirikan yang terkandaung dalam perbuatan mereka itu.

Hubungan antara Ayat dan Bab

Ayat ini menunjukkan bahwa, termasuk ke dalam makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah: mengesakan ketaatan kepada Allah dalam menghalalkan sesuatu yang Allah halalkan dan mengharamkan sesuatu yang Dia haramkan. Bahwa, siapa saja yang menjadikan seseorang selain Allah, lalu ikut menghalalkan segala sesuatu yang orang tersebut halalkan dan mengharamkan segala sesuatu yang orang tersebut haramkan, ia telah musyrik.

Faedah Ayat

  1. Bahwa termasuk makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah: menaati Allah dalam penghalalan dan pengharaman.
  2. Bahwa siapa saja yang menaati makhluk dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia telah mengjadikan makhluk tersebut sebagai sekutu bagi Allah.
  3. Bantahan terhadap orang Nashara akan keyakinan mereka tentang Isa, dan keterangan bahwa beliau adalah hamba Allah.
  4. Menyucikan Allah terhadap kesyirikan.

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Mereka menjadikan ulama dan ahl ibadah mereka sebagai rab-rab selain daripada Allah

Penjelasan Ayat:

Ayat ini terkait pada ahlul kitab yang menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai rabb. Maksud rabb disini adalah orang-orang yang mensyariatkan bagi mereka yaitu menghalalkan dan mengharamkan. Orang yang mensyariatkan dikatakan sebagai rabb karena pensyariatan adalah kekhusussan Allah. Allah yang mensyaraitkan menetapkan mana yang halal dan mana yang haram.

Sehingga Ketika orang yang Yahudi dan Nashara menjadikan ulama dan ahli ibadah sebagai orang yang menghalalkan yang diharamkan oleh Allah dan yang mengharamakan yang dihalalkan oleh Allah, maka hal ini yang menyebabkan kekafiran mereka.

mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan

Makna Tauhid dan La Ilaha Illallah

Ayat ini tegas menjelaskan makna tauhid dan La Ilaha Illallah. Dan juga makna kesyririkan. Yaitu mengesakan Allah dalam ketaatan, berupa penghalalan yang Allah halalkan dan pengharaman apa yang Allah haramkan.

Orang yang bertauhid meyakini bahwa hanya Allah yang menghalalkan yang halal dan hanya Allah yang mengharamkan yang haram. Dan Allah bersendirian dalam mensyariatkan.

Hukum orang yang taat kepada yang mensyariatkan selain Allah

Orang yang taat selain kepada Allah dalam menghalalkan apa yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan. Hukumnya terbagi menjadi dua

  1. Apabila orang tersebut mengikuti orang yang mensyariatkan selain Allah dalam mengganti hukum Allah serta dia meyakini tentang syariat tersebut maka ini adalah syirik akbar. Hal ini dikarenakan menjadikan orang pensyariat sebagai tandingan bagi Allah.
  2. Apabila orang itu tetap mengimani tentang pensyariatan dari Allah akan tetapi dia taat selain kepada Allah dalam maksiat. Ketaatannya bukan meyakini bahwa sesuatu itu boleh atau dilarang tapi karena syubhat atau hawa nafsu. Maka ini termasuk dosa besar.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat Az-Zukhruf Ayat 26-27

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’la dalam Surat Az-Zukhruf Ayat 26-27

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِۦٓ إِنَّنِى بَرَآءٌۭ مِّمَّا تَعْبُدُونَ ٢٦إِلَّا ٱلَّذِى فَطَرَنِى فَإِنَّهُۥ سَيَهْدِينِ ٢٧

Dan ingatlah ketika Ibrāhīm berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”.” (Az-Zukhruf: 26-27)

Makna Ayat Secara Global

Allah mengabarkan tentang hamba-Nya, rasul-Nya, dan khalil-Nya (yaitu Ibrahim Alaihi Salam) bahwa berliau berlepas diri dari segala sesuatu yang disembah oleh bapaknya dan kaumnya, serta beliau tidak memperkecualikan (apa-apa), kecuali yang telah menciptakan dirinya, yaitu Allah Ta’ala. Maka Ibrahim menyembah hanya kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya.

Hubungan antara Ayat dan Bab

Ayat ini menunjukkan bahwa makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah adalah berlepas diri dari kesyirikan dan mengesakan ibadah hanya kepada Allah. Sebab, sesungguhnya La Ilaha Illallah mencakup penafian (penolakan/peniadaan) yang Al-Khalil ungkapkan berdasarkan ucapan “Sesungguhnya aku berlepas diri …,” dan itsbat (penetapan) yang beliau ungkapkan dengan ucapan, “Kecuali Dia yang telah menciptakanku…”.

Faedah Ayat

  1. Bahwa makna La Ilaha Illallah adalah menauhidkan Allah dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya dan bara’ ‘berlepas diri’ dari peribadahan kepada segala sesuatu selain Allah.
  2. Menampakan sikap bara’ah terhadap agama orang-orang musyrikin.
  3. Pensyariatan untuk berlepas diri dari musuh-musuh Allah, meskipun mereka adalah orang-orang terdekat kita.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Menampakan sikap bara’ah terhadap agama orang-orang musyrikin

Seorang muslim tidak membenarkan agama yang lain dan tidak mengatakan semua agama sama atas dasar toleransi atau kerukunan agama.

Seorang muslim yang mengatakan semua agama sama atau membenarkan agama selain Islam adalah orang yang bingung yang tidak percaya diri dalam beragama. Mereka ikut merayakan setiap perayaan agama lain, ikut memberi ucapan selamat.

Kekeliruan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Mereka tidak tahu agama Islam yang sesungguhnya yang dibawa Rasulullah
  2. Mereka tidak tahu arti toleransi beragama dalam Islam yang tidak mengharuskan meninggalkan keyakinannya. Orang kafir yang tinggal di negeri Muslim dijamin haknya akan tetapi bukan berarti membenarkan agama kaum musyrikin. Rasulullah adalah orang yang paling bertahuhid. Ada 3 kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah tapi tidak dizholimi. Begitu juga dizaman para Sahabat, Ketika Umar bin Khatab meninggal, para ahlul kitab bersedih.
  3. Mereka mungkin mengharapkan dari sisi dunia agar dipandang bagus oleh manusia sehingga mendapatkan sesuatu dari hal tersebut.

Berlepas diri dari musuh Allah, meskipun mereka adalah orang-orang terdekat kita

Nabi Ibrahim berlepas diri dari ayahnya dan kaumnya, dimana beliau tinggal.

Kaidah: menetapkan tauhid rububiyyah mengharuskan menetapkan tauhid ulihiyyah

Dalam ayat disebutkan “kecuali karena Allah yang menciptakanku”, kaum musyrikin mengakui bahwa hanya Allah yang mampu menciptakan, mematikan dan memberi rizky, maka seharusnya hanya Allah pula yang layak untuk diibadahi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat Al-Isra Ayat 57

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’la dalam Surat Al-Isra Ayat 57.

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًۭا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhan-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra: 57)

Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Setelah dalam bab-bab sebelumnya menyebut tentang tauhid dan keutaman-keutamaan (tauhid), berdakwah mengajak orang kepada (tauhid), serta menjelaskan keharusan untuk takut terhadap lawan tauhid, yaitu sirik, dalam bab ini penulis rahimahullah menjelaskan makna tauhid karena sebagaian orang salam dalam memahami makna (tauhid). Mereka menyangka bahwa makna tauhid adalah pengakuan akan tauhid rububiyyah saja. Padahal, bukanlah hal itu yang dimaksud dengan tauhid, melainkan yang dimaksud dengan tauhid adalah sebagaimana yang ditunjukan oleh dalil-dalil (yang sebagian dalil disebutkan oleh penulish ruhimahullah), yaitu meninggalkan peribadahan hanya kepada Allah dan berlepas diri dari kesyirikan.

Pengandengan syahadat La ilaha illallah dengan tauhid adalah untuk menunjukan bawah keduanya sama, tiada perbedaan.

Makna Ayat Secara Global

Allah Subhanahu mengabarkan bahwa mereka yang disembah selain Allah oleh orang-orang musyrikin, dari kalangan malaikat, pada nabi dan orang-orang shalih, (mereka sendiri) bersegera mencari pendekatan diri kepada Allah karena mengharap rahmat dan takut terhadap adzab Allah. Kalau keadaan mereka seperti itu, berarti mereka termasuk ke dalam kategori hamba-hamba Allah maka bagaimana bisa mereka disembah bersama Allah Ta’ala? Sementara mereka sibuk dengan diri mereka sendiri: berdoa dan berusaha untuk mendekatakan kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya.

Hubungan Antara Ayat dan Bab

Ayat ini menunjukan bahwa makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah adalah meninggalkan segala sesuatu yang orang-orang musyrikin lakukan, berupa berdoa dan meminta syafa’at kepada orang-orang shalih dalam rangka menghilangkan atau mengalihkan bahaya dari diri (orang musyrikin) itu, karena hal tersebut tergolong sebagai perbuata syirik besar.

Faedah Ayat

  1. Bantahan terhadap orang-orang yang berdoa kepada para wali dan orang shalih untuk mengilangkan bahaya dan memperoleh manfaat. Karena, mereka yang diseru itu tidak kuasa menolak bahaya dan mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri maka bagaimana bisa ia melakkan hal itu untuk orang lain.
  2. Penjelasan tentang besarnya rasa takut para Nabi dan orang-orang shalih kepada Allah dan penjelasan tentang harapan mereka kepada rahmat Allah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Dalam bab ini akan merinci tentang apa itu Tauhid. Tauhid dan syahadat La Ilaha Ilallah adalah hal yang sama. Tauhid yang dijelaskan disini adalah tauhid ibadah yang merupakan inti dan dasar pokok tauhid. Juga akan diterangkan tafsir shahadat La Ilaha Illallah yang terkandung dua ruku penafian (an-nafi) dan penetapan (al-isbat).

Penjelasan Firman Allah ta’ala dalam Surat Al-Isra: 57

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًۭا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhan-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra: 57)

Mereka yang diibadahi (malaikat, nabi, orang shaleh, dan lainnya) oleh kaum musryikin, juga mencari hal-hal yang mendekatkan (Al-Wasilah) mereka kepada Allah. Al-Wasilah artinya apa yang mendekatkan atau amalan yang mendekatkan mereka. Wasilah yang dimaksud disini adalah beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan segala perintahnya. Wasilah yang paling besar adalah Tauhid yang Allah Ta’ala mengutus dengannya. Mereka mencari wasilah dikarenakan berharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya.

Apabila mereka yang diibadahi oleh kaum Musyrikin juga memerlukan wasilah, bagaimana mungkin mereka dijadikan tempat beribadah atau berdoa bersama Allah?

Ayat ini turun kepada orang-orang yang menyembah Isya bin Maryam, Uzair, para Malaikat, orang-orang shalih, sehingga diterangkan dalam ayat bahwa mereka ini juga adalah makhkluk-makhluk Allah (hamba Allah). Mereka juga mencari wasilah dengan ketaatan supaya lebih dekat kepada Allah.

Ibnu Mas’ud Radhiallah ‘Anhu mengatakan bahwa maskud dari ayat adalah sebgaian kaum musyrikin yang tadinya menyembah sekelompok Jin. Kemudian tanpa mereka ketahui Jin-Jin itu masuk Islam. Maka diingatkan bahwa kalian yang menyembah kepada Jin, bahwa Jin itu juga beribadah kepada Allah mencari kedekatan kepada Allah, mengharapkan rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya. Sehingga mereka para Jin bukan tempat untuk beribadah dan tempat untuk berdoa.

Kesesuian Ayat dan Bab

Ayat ini menjelaskan kedudukan Tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah yaitu meninggalkan apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa beribadah kepada orang-orang shalih, meminta syafaat kepada mereka, karena hal itu adalah syirik akbar.

Hakikat Tauhid adalah mengesakan Allah dalam mencari wajah, mencari wasilah dan mencari kedekatan. Orang yang bertauhid adalah mensendirikan Allah dalam menghadapakan wajahnya kepada Allah, mencari kedekatan kepada-Nya, dan dalam mencari syafaat.

Wallahu Ta’ala A’lam