Rasulullah Selalu Memohon Kepada Allah Petunjuk, Kebersihan Diri dan Merasa Cukup

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 72: Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu sesungguhnya Nabi ﷺ selalu berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu hidayah (petunjuk), ketakwaaan, kesucian diri, dan kekayaaan (kekayaan jiwa: merasa cukup dengan apa yang dimiliki).” (HR. Muslim)

Penjelasan

  • Al-Huda disini maknanya Ilmu. Nabi ﷺ membutuhkan ilmu sebagaimana manusia yang lainnya. Al-Huda jika disebutkan menyendiri maka ia mencakup ilmu dan taufik kepada kebenaran.
  • At-Tuqa maksudnya adalah ketakwaan kepada Allah Ta’ala, maka Nabi ﷺ memohon kepada Allah agar diberikan ketakwaan.
  • Al-Afaf maksudnya adalah Allah menganugerahi kebersihan jiwa, dan Iffah itu berarti terlindung dari apa yang diharamkan Allah.
  • Al-Ghina maksudnya merasa cukup dari sesuatu selain Allah, yakni merasa cukup dari makhluk dimana seseorang tidak membutuhkan sesuatupun selain Tuhannya.
  • Maka seyogiyanya kita mengikuti Rasulullah ﷺ dengan doa ini untuk kita memohon kepada Allah petunjuk, kebersihan diri dan merasa cukup.
  • Hadits ini juga menunjukan bahwa Nabi ﷺ tidak memiliki pada dirinya kemanfaatan dan kemudaratan, dan semua itu adalah milik Allah.
  • Dalam hadits ini juga ada dalil yang menunjukan batalnya bersandar dengan orang-orang shaleh dan para wali dalam mendapatkan kemanfaatan, dan menolak bahaya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang tidak mengerti.

Wallahu Ta’ala A’lam

Manusia Terbaik Setelah Nabi ﷺ

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad

  • Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Note: tulisan dengan cetakan tebal-miring adalah perkataan Imam Ahmad Rahimahullah.

Manusia Terbaik Setelah Nabi

Imam Ahmad berkata,

Sebaik-baik umat setelah Nabi-Nya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, kita mengutamakan tiga shahabat ini sebagaimana Rasulullah mengutamakan mereka, para shahabat tidak berselisih dalam masalah ini, kemudian setelah tiga orang ini orang yang paling utama adalah ashabusy-syura (Ali bin Abi Thalib, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad dan [Thalhah]*) seluruhnya berhak untuk menjadi khalifah dan imam. Dalam hal ini kita berpegang dengan hadits Ibnu Umar:

“Kami menganggap ketika Rasulullah masih hidup dan para sahabatnya masih banyak yang hidup, bahwa sahabat yang terbaik adalah: Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kita diam (tidak menentukan orang keempat)”

Kemudian setelah ashabusy-syura orang yang paling utama adalah orang yang ikut perang Badar dari kalangan Muhajirin kemudian dari kalangan Anshar sesuai dengan urutan hijrah mereka, yang lebih dulu hijrah lebih utama dari yang belakangan, kemudian manusia yang paling utama setelah para shahabat adalah generasi yang beliau diutus kepada mereka. Dan semua orang pernah bersahabat dengan beliau selama satu tahun, satu bulan, satu hari atau satu jam, siapa yang pernah melihat Rasulullah maka dia termasuk shahabat Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dia mempunyai keutamaan sesuai dengan lamanya dia bersahabat dengan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, dia lebih dulu masuk Islam bersama Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, mendengar dan melihatnya (merupakan satu keutamaan baginya – pent). Orang yang paling rendah persahabatannya dengan Rasulullah tetap lebih utama dari pada generasi yang tidak pernah melihatnya, walaupun mereka bertemu dengan Allah dengan membawa seluruh amalannya. Mereka yang telah bersahabat dengan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam telah melihat dan mendengar beliau lebih utama –karena persahabatan mereka – dari kalangan Tabi’in walaupun mereka (Tabi’in) telah beramal dengan semua amal kebaikan.


Penjelasan:

Pembahasan mengenai sikap ahli sunnah kepada sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Sebaik-baiknya ummat setelah Nabi-Nya adalah:

  1. Abu Bakar,
  2. Umar bin Khatab dan
  3. Utsman bin Affan.

Para sahabat tidak berselisih tentang urutan ini. Ketiga sahabat ini diangkat menjadi khalifah menurut kesepakatan para sahabat.

Kemudian urutan berikutnya adalah ashabusy-syura yang lima orang, yaitu:

  1. Ali bin Abi Thalib,
  2. Zubair bin Awwam,
  3. Tolha Bin Ubaidillah,
  4. Abdurahman Bin Auf dan
  5. Saad bin Abi Waqas.

Sebetulnya ashabusy-syura ada enam yaitu ditambah Utsman bin Affan. Semuanya pantas menjadi khalifah dan imam.

Urutan pertama dan kedua adalah Abu Bakar dan Ummar bin Khatab, tidak ada perselisihan tentang urutan ini, para sahabat memakluminya. Hal ini dipertegas dengan yang menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah adalah mereka berdua. Dimaklumi bahwa yang menjadi khalifah adalah orang yang terbaik ditengah umat.

Ketika Rasulullah meninggal dunia, para sahabat bersepakat untuk membaiat Abu Bakar Asy-Syidiq. Kemudian Abu Bakar melimpahkan kekuasaannya kepada Umar bin Khatab dan seluruh sahabat bersepakat membaiat Umar bin Khatab.

Urutan yang ketiga dan yang keempat dari sisi khilafah tidak ada perselisihan pendapat dikalangan para sahabat. Hal ini dikarenakan khalifah selanjutnya adalah Utsman bin Affan dan kemudian Ali bin Abi Thalib. Diantara yang membaiat Ustman Ketika menjadi khalifah adalah Ali bin Abi Thalib.

Kisah menjadi khalifahnya Utsman bin Affan. Ketika Umar bin Khatab ditikam oleh Abu Lu’ Lu’ Al-Majusi, maka Umar menetapkan enam orang sebagai ashabusy-syura yang akan menjadi khalifah, yaitu: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Tolha Bin Ubaidillah, Abdurahman Bin Auf dan Saad bin Abi Waqas. Kemudian tiga sahabat mundur menyerahkan haknya untuk kawannya masing-masing. Sehingga Abdurahman, Ali dan Ustman memiliki dua hak. Setelah itu Abdurahman bin Auf merasa dirinya tidak layak dalam hal ini. Maka keputusan ada pada Abdurhaman untuk menyerahkan haknya kepada Ustman atau Ali. Akhirnya Abudrahman bin Auf memberikan keputusannya kepada Utsman bin Affan. Kemudian Ustman dibaiat oleh seluruh sahabat termasuk Ali bin Abi Thalib.

Sehingga Ustman ada di urutan ketiga dan kemudian Ali bin Abi Thalib di urutan ke empat. Apabila ada yang berkata bahwa Ali seharusnya diurutan ke tiga maka ini dapat dikatakan sebagai ahlul bid’ah dikarenakan menyelisihi kesepatakan para sahabat.

Adapun dari sisi keutaman antara Ustman dan Ali. Maka memang terdapat sedikit silang pendapat tapi akhirnya bersepakat bahwa Ustman memiliki lebih keutamaan.

Hal ini berpegang teguh pada perkataan Ibnu ‘Umar bahwa kami telah membatasi sedangkan Rasulullah masih hidup dan para sahabat masih banyak, yaitu urutanmya Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Setelah itu kami diam. Maksudnya urutan tersebut adalah hal yang dimaklumi oleh Rasulullah dan para sahabat.

Sampai disini sudah ada 8 urutan manusia terbaik setelah Nabi. Kemudian Nabi mengabarkan 10 orang masuk surga dalam satu hadits. Mereka termaasuk 8 sahabat yang telah disebutkan dan ditambah dua orang yaitu: Abu Ubaidah (Amin Ibni Jarah) dan Said bin Zaid bin Nufel.

Kemudiam urutan selanjutnya adalah Ahli Badr dari kalangan Muhajirin. Di mulai dari Muhajirin karena secara umum kaum Muhajirin lebih afdhal daripada kaum Anshar. Dalam Al-Quran disebutkan Al Muhajirin Wa Al Anshar.

Kemudian urutan selanjutnya adalah Ahli Badr dari kalangan Anshar. Kemudian sesuai dengan urutan hijrah dan kedahuluannya dalam memeluk Islam.

Diutamakan Ahli Badr karena Allah befirman kepada ahli badr, “Berbuatlah sekehendak kalian, Aku telah mengampuni kalian“. Jumlah yang hadir diperang badr adalah 300 orang lebih.

Kemudian keutamaan selanjutnya adalah seluruh sahabat secara umum.

Sebagian ulama merinci keutamaan berikutnya seperti ahlul baiat Ar-Ridwan, para sahabat yang berbaiat kepada Rasulullah dibawah pohon. Rasulullah bersabda “Tidaklah masuk dalam neraka seorang yang membaiat di bawah pohon“.

Imam Ahmad mengurutkan manusia terbaik setelah Nabi sebagai berikit:

  1. 3 Orang Sahabat
  2. Ahlu Syura
  3. Ahlu Badr

Sebagian ulama merinci urutan manusia terbaik setelah Nabi sebagai berikut:

  1. Khulafaur Rasidin
  2. Sepuluh orang yang dijamin masuk surga
  3. Yang hadir di baiatul Aqobah
  4. Yang hadir di perang badr
  5. Yang hadir di Baiatul Ridwan
  6. Seluruh Sahabat.

Kemudian manusia terbaik setelahnya adalah para sahabat Rasulullah yaitu generasi beliau yang di utus kepada mereka (100 tahun).

Seorang mukmin tidak masuk pada urusan (pertikaian) para sahabat. Hendaknya lisan kita tidak boleh ikut campur dalam membicarakan masalah para sahabat. Hendaknya dicarikan alasan yang paling baik untuk mereka.

Dari Sunnah adalah menyebutkan kebaikan dari para sahabat selurunya. Dan menahan seluruh perkara yang terjadi ditengah mereka. Siapa yang mencela salah satu dari mereka, maka mereka adalah ahlul bida’ yang bermadzhab rafidha. Cinta kepada sahabat adalah sunnah. Yang mencintai para sahabat maka yang paling layak dikumpulkan di surga bersama para sahabat. Sebagaimana para sahabat mencintai Rasulullah. Sehingga para sahabat adalah yang paling berhak mendampingi Rasulullah di surga.

Sebelum sahabat datang, mereka sudah disebut keutamaannya di Taurat dan Injil, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

مُّحَمَّدٌۭ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَىٰهُمْ رُكَّعًۭا سُجَّدًۭا يَبْتَغُونَ فَضْلًۭا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًۭا ۖ سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْـَٔهُۥ فَـَٔازَرَهُۥ فَٱسْتَغْلَظَ فَٱسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعْجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةًۭ وَأَجْرًا عَظِيمًۢا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud1. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Fath: 29)

Pengorbanan para sahabat disebutk dalam surat Al-Hasyr.

لِلْفُقَرَآءِ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخْرِجُوا۟ مِن دِيَـٰرِهِمْ وَأَمْوَٰلِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًۭا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًۭا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّـٰدِقُونَ٨وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَـٰنَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةًۭ مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌۭ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ٩وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَـٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّۭا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌ ١٠

(Juga) bagi para fukara yang berhijrah1 yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya dan mereka menolong Allah dan rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan ini). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.” (Al-Hasyr: 8-10)

Kaidah bagi seorang mukmin adalah hati dan lisan bersih terhadap para sahabat.

Rasulullah bersabda “Jangan kalian mencela sabahbat-sahabatku. Andaikata kalian berinfak emas sebanyak satu gunung. Maka tidak akan mencapai satu mut (dua telapak tangan) dari keimanan para sahabat dan tidak pula setengahnya.

Sebagaian As-Salaf pernah ditanya, yang mana lebih afdal antara Umar bin Abdul Aziz dan Muawiyah Radhiallahu Anhu. Beliau menjawab, debu yang berterbangan dari kuda Muawaiyah tidak bisa dinilai oleh hari-hari yang dilalui Umar bin Abdul Aziz.

Rasulullah bersabda, “Bintang-bintang adalah para pengaman langit. Apabila bintang sudah pergi, akan datang hal yang diancamkan terhadap langit. Demikian pula aku adalah pengaman ditengah para sahabatku. Apabila Aku telah pergi akan datang ancaman pada para sahabatku. Dan para sahabatku adalah pengaman ditengah umatku. Apabila para sahabatku telah pergi maka akan datang ditengah umat.

Ukuran seseorang dikatakan sahabat

Siapa saja yang bersahabat dengan Nabi selama satu tahun, satu bulan, satu hari bahkan satu saat saja atau hanya sekedar melihat Nabi, maka dia telah termasuk seorang sahabat.

Ibnu Hajar mendefinisikan sahabat adalah siapa yang berjumpa dengan Nabi dalam keadaan beriman dengan Nabi dan mati diatas keislaman. Di definisikan sebagai yang berjumpa buka melihat karena ada sahabat yang tidak bisa melihat. Disyaratkan beriman ketika berjumpa dengan Nabi. Dan Mati diatas keislaman.

Para sahabat yang paling rendah kedudukannya lebih afdal dari generasi yang datang setelahnya dan tidak melihat Nabi. Walaupun seluruh orang pada generasi tersebut telah menghadap kepada Allah dengan seluruh amalan shalih. Misalnya seorang tabiin melalukan seluruh amalan shalih, maka tetap para sahabat lebih afdhal.

Kelompok yang sesat dalam menyikapi sahabat

  1. Siyah Radidhah, mencela dan mengkafirkan para sahabat
  2. Kelompok Nawasit, mengkafirkan dan memusuhi ahlul bayt.
  3. Kelompok Khawarij, mengkafirkan para sahabat.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Ruqyah, Tamimah, dan Tiwalah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah adalah kesyirikan

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.

Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan pada leher anak-anak untuk menangkal ‘ain. Namum, apabila yang dikalungkan itu berupa (ayat-ayat) Al-Qur’an, sebagian salaf memberi keringanan dalam hal ini, tetapi sebagian lain tidak memperbolehkan dan menggolongkan hal it sebagai larangan. Di antara mereka (yang tidak memperbolehkan) adalah Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu.

Ruqyah disebut pula dengan ‘azimah. (Metode pengobatan) ini (diperbolehkan) secara khusus selama bebas dari hal-hal kesyirikan sebab Rasulullah telah memberi keringanan dalam hal (ruqyiah) ini untuk mengobati ‘ain atau sengatan kalajengking.

Tilawah adalah sesuatu yang mereka buat dengan anggapan bahwa sesuatu tersebut dapat menjadikan seorang istri lebih dicintai oleh suaminya atau seorang suami lebih dicintai oleh istrinya.


Makna Hadits Secara Global

Bahwasanya Rasul mengabarkan bahwa menggunakan hal-hal tersebut (dalam hadits) untuk tujuan menolak bahaya dan mendapatkan manfaat dari selain Allah tergolong kesyirikan terhadap Allah. Karena, tidak ada yang berkuasa untuk menolak bahaya dan mendatangkan kebaikan, kecuali Allah. Kabar ini berarti larangan untuk mengerjakan hal tersebut.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Hadits ini menjelaskan bahwa menggunakan hal-hal tersebut tergolong sebagai kesyirikan yang merusak tauhid.

Faedah Hadits

  1. Anjuran untuk menjaga aqidah terhadap hal-hal yang bisa merusak (aqidah), meskipun hal tersebut banyak dikerjakan oleh manusia.
  2. Keharaman menggunakan hal-hal tersebut (dalam hadits)
  3. Bahwa tiga perkara yang disebut dalam hadits adalah kesyirikan tanpa pengecualian.

Simpulan Penyebutan Penulis Rahimahullah tentang Hukum Perkara-Perkara tersebut adalah Sebagai Berikut:

  1. Bahwa Ruqiyah terbagi menjadi dua jenis: jenis yang disyariatkan dan jenis yang dilarang. Yang disyariatkan adalah yang bebas dari kesyirikan, sedangkan yang terlarang adalah yang mengandung kesyirikan.
  2. Bahwa tamimah terbagi menjadi dua jenis. Jenis yang terlarang secara ijma’ yaitu tamimah yang mengandung kesyirikan. Sedangkan, jenis yang diperselisihkan adalah tamimah yang terbuat dari Al-Qur’an. Ada yang mengatakan (bahwa jenis kedua ini) boleh, tetapi ada pula yang mengatakan tidak boleh. Namun, yang benar adalah tidak boleh demi menutup jalan-jalan kesyirikan dan untuk menjaga Al-Qur’an.
  3. At-Tiwalah terlarang tanpa ada perselisihan karena tergolong sebagai salah satu jenis sihir.

Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 7 Tentang Ruqyah dan Tamimah 1

Kisah dalam musnad Imam Ahmad: Zaenab (istri Ibnu Mas’ud), Kata Ibnu Mas’ud melihat ada benang di leherku. Ibnu Mas’ud berkata apa ini, ini adalah benang yang telah dirukiah untuku. Maka Ibnu Mas’ud mengambilnya (memutusnya). Kalian keluarga Abdulah Ibnu Mas’ud tidak perlu kepada kesyirikan kemudian berkata hadits ini.

Para sahabat apabila ada kemungkaran di keluarga, maka mereka perbaiki. Seorang suami shaleh menjaga keluarganya, tapi pengaruh bisa datang dari arah yang tidak dia sangka. Abdulah bin Mas’ud termasuk shaabat yang menajaga keluarganya. Ketika ada seseorang yang ingin ketemu dengan Ibnu Mas’ud di pagi hari tidak jadi. Kemudian ditanyakan kenapa, karena tidak ingin menganggu istrihaatnya. Ibnu Mas’ud berkata apakah ada kelalaian di keluarga Ibnu Mas’ud?

Tiga hal ini dihukumkan pada kesyirikan. Tapi jangan dikatakan hukum asal rukiyah adalah syirik. Tamimah dan tiwalah memang hukum asalnya syirik tapi tidak pada rukiyah. Ada alif lam pada ketiganya sehingga tertentu.

Makna Tamimah, Ruqyah dan Tiwalah

Tamaim, tamimah: adalah sesuatu yang dikalungkan pada leher anak-anak untuk menangkal ‘ain. Tapi berkembang lebih dari itu dipakai dilainnya utnuk mendapat manfaat dan menolak bahaya. Hal ini diperintahkan untuk diputus, kesyirikan. Akan tetapi tidak semua tamimah. apabila yang digantung adalah sebagaian ayat Al-quran, sebagian salaf memberi keringanan dalam hal ini. Tapi sebagian salaf lainnya tidak memperbolehkan. Dan mereka menggolongkan sebagai larangan. Diantara salaf yang tidak membolehkan adalah ibnu mas’ud.

Tamimah terbagi dua:

  1. Ada yang dari selain Al-Qur’an, mengandung kesyirikan. Yang ini jelas akan keharamannya. pendapat mayoritas ulama, Ibnu ‘Abas, Ibnu Mas’ud.
  2. Dan ada yang dari Al-Qur’an.Yang digantung berasal dari Al-Qur’an ada dua pendapat dikalangan as-salaf. Ada yang membolehkan seperti Abdulah bin Amr. Ibnul Qoyim cenderung pada pendapat ini.

Kenapa pendapat yang tidak membolehkan dikuatkan karena 4 alasan:

  1. Dalil-dalil Menjelaskan keharaman tamimah dalilnya umum tidak ada pengkhususan.
  2. Menutup pintu jatuh pada hal yang diharamkan.
  3. Karena menggantung dari Al-Qur’an diharuskan dibawa kemana-mana bisa ketempat yang dilarang membawa Al-Qur’an, sehingga bisa menghinakan Al-Qur’an.
  4. Nabi meruqiyah dan di ruqiyah. Apabila gantungan dari Al-Qur’an boleh, maka Nabi akan membolehkan pada sahabatnya.

Apakah digantungkan Al-Qur’an dikatakan syirik? apabila bergantung pada ayat-ayatnya maka tidak dikatakan syriik tapi diharamkan. Tapi kalau dia bergantung pada gantungannya (bukan Al-Qur’annya), maka bisa masuk dalam kesyirikan.

Ruqyah adalah perlindungan dari bacaan. Atau azimah atau jampi-jampi.

Ruqyah terbagi dua yang tidak mengandung kesyirikan dan yang mengandung kesyirikan. Yang mengandung kesyirikan misalnya memohon atau berdoa kepada selain Allah seperti nama Malaikat, nama Nabi, dan nama Jin.

Adapun ruqyah yang disyariatkan adalah apabila ruqiyah tidak mengandung kesyirikan, sebagaimana sabda Nabi :

Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan tiga sayarat Ruqyah:

  1. Ruqyah berasal dari kalam Allah (nama dan sifat-sfat Allah).
  2. Ruqyah dengan lisan bahasa Arab atau selain bahasa Arab tapi dipahami dan dimaklumi maknanya.
  3. Harus diyakini bahwa Ruqyah itu dengan sendirinya tidak bermanfaat tapi yang menjadikannya bermanfaat adalah Allah Ta’ala.

Ulama lain menambahkan dua syarat lainnya yaitu:

  1. Ruqyah tidak boleh dijadikan sandaran. tapi bersandar kepada Allah Ta’ala. Karena ruqyah hanya sekedar sebab saja.
  2. Hendaknya orang yang meruqyiah bukan dari tukang sihir atau dukun.

Tiwalah adalah sesuatu yang mereka buat dengan anggapan dapat menjadikan seorang istri lebih dicintai oleh suaminya atau seorang suami lebih dicintai oleh istrinya. Tiwalah tidak ada silang pendapat mengenai kesyirikannya karena termasuk kedalam sihir.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Rasulullah Perintahkan untuk Memutus Kalung yang Dipakai dengan Tujuan untuk Tolak Bala

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizahullah

Bab 7: Tentang Ruqiyah dan Tamimah

(Diriwayatkan) dalam Ash-Shahih, dari Abu Basyir Al-Anshary Radhiyallahu ‘Anhu, (beliau berkata) bahwa beliau pernah bersama Rasulullah dalam salah satu perjalaman (Rasulullah), lalu (Rasulullah) mengutus seorang utusan (untuk memaklumkan),

Tidaklah ada kalung dari tali busur atau kalung apapun pada leher unta, kecuali harus diputus


Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Bahwa bab ini merupakan kelanjutan penyebutan tentang segala sesuatu yang bisa merusak tauhid berupa ruqyah dan tamimah yang syirik.

Makna Hadits Secara Global

Bahwa, pada satu kesempatan dalam perjalanan Nabi , beliau mengutus seseorang untuk menyeru manusia agar melepaskan taili-ltai yang ada di leher unta-unta mereka, yang (tali itu) ditujukan sebagai penolak ‘ain dan bala, karena hal tersebut tergolong sebagai kesyirikan yang wajib dihilangkan.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Dari sisi tinjauan, bahwasannya hadits tersebut menunjukkan bahwa mengikat unta atau binatang lain, dengan bekas tali busur panah atau yang sejenisnya, dengan tujuan untuk tolak bala adalah haram dan tergolong sebagai kesyirikan karena hal itu dianggap sebagai menggantungkan jimat yang dilarang.

Faedah Hadits

  1. Bahwa menggantungkan bekas tali busur panah (untuk tolak bala) masuk ke dalam hukum tamimah (jimat) yang dilarang.
  2. Menghilangkan kemungkaran
  3. Menyampaikan perkara kepada manusia yang bisa menjaga aqidah mereka.

Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah: Bab 7 Tentang Ruqyah dan Tamimah 1

Tidak seperti bab sebelumnya yang dipastikan kesyirikannya, pada bab ini penulis tidak memastikan hukum mengenai ruqiyah dan tamimah karena dua hal:

  1. Butuh rincian pada ruqiyah dan tamimmah. Ruqiyah ada yang dibolehkan dan yang diharamkan (mengandung kesyirikan). Tamimah ada yang dipastikan kesyirikannya dan ada tamimah yang silang pendapat dikalangan ulama apabila tamimah tersebut berasal dari Al-Quran
  2. Agar yang membaca buku melihat dalil yang dibawakan dari Al-Qur’an dan hadits mengenai hukum hal ini.

Ar-Ruqaya jamak dari ruqyah. adalah bacaan perlindungan yang orang yang terkena penyakit diruqiyah dengannya.

Sendangkan At-Tamaim adalah bentuk jamak dari Tamimah yang artinya apa yang digantung untuk perlindungan, mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.

Tidaklah ada kalung dari tali busur atau kalung apapun pada leher unta, kecuali harus diputus

Nabi mengutus sebagian sahabat dalam suatu perlajalan supaya diumumkan kepada manusia agar kalung-kalung dileher unta yang dimasukan untuk menolak ‘ain dan bahaya, harus diputus. Karena ini kesyrikan yang wajib dihilangkan.

Orang Arab mempunyai kebiasaan pada unta dikalungkan kadang dari tali busur yang sudah tua dan tidak dipakai. Mereka meyakini bahwa hal tersebut menolak penyakit ain dan bahaya dari kendaraannya.

Sisi pendalilan adalah perintah Nabi untuk memutuskan. Menunjukan hal ini di haramkan, tidak diperbolehkan.

Faedah:

  1. Mengantung dari tali dileher unta, masuk dalam hukum tamimah (gantungan-gantungan).
  2. Pelajaran yang membuat akidah terjaga
  3. Perintah untuk memutusnya, penegasan bahwa tali-tali yang di ikat sama saja dalam hukumnya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Waspadalah Kalian Kepada Dunia dan Wanita

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 71: Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah). Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian sebagai pewaris di dalamnya, lalu Dia memperhatikan bagaimana kalian berbuat (terhadapnya). Takutlah (waspadalah) kalian kepada dunia, dan takutlah (waspadalah) kalian kepada wanita. Sesungguhnya fitnah pertama yang timbul di kalangan Bani Israil adalah pada wanita.” (HR. Muslim).

Penjelasan

  • Perintah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk bertakwa setelah menyebutkan keadaan dunia.
  • Jika mata dan jiwa tertarik pada sesuatu yang indah dan manis (dunia), maka dikhawatirkan manusia akan terjerumus kepada sesuatu tersebut.
  • Takutlah pada dunia” Yakni tegakkanlah apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada kalian dan tinggalkanlah apa-apa yang telah Allah larang.
  • Takutlah pada perempuan” Yakni waspadalah terhadap perempuan. Ini mencakup waspada dari perempuan di dalam tipu dayanya terhadap suami dan juga mencakup tipu daya perempuan dan fitnahnya.
  • Oleh karena itu, kita menemukan musuh-musuh syariat Allah Ta’ala pada hari ini mengangkat isu tentang perempuan termasuk menghiasi perempuan, mecampuradukan mereka dengan laki-laki, menyamaratakan perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan.
  • Disebutkan dalam hadits shahih, “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi para lelaki daripada para perempuan“.

Wallahu Ta’ala A’lam

An-Nahl Ayat 43: Bertanyalah Kepada Ahli Ilmu Jika Kamu Tidak Mengetahui

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Surat An-Nahl Ayat 43

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,


Allah ﷻ berkata kepada Nabi-Nya, Muhammad ﷺ, {وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا} “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki,” maksudnya engkau bukanlah orang baru dari kalangan rasul. Kami tidak pernah mengutus malaikat sebelummu, tetapi kaum lelaki yang sempurna, bukan kalangan wanita, {نُوحِي إِلَيْهِمْ} “yang Kami beri wahyu kepada mereka,” berupa syariat-syariat dan hukum-hukum yang menjadi bagian kemurahan dan curahan kebaikan Allah kepada para hambaNya, tanpa menyodorkan sesuatu dari diri mereka pribadi, {فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ} “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,” maksudnya orang-orang yang mempunyai pengetahuan mengenai kitab-kitab terdahulu.

{إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ} “Jika kamu tidak mengetahui,” sejarah orang-orang terdahulu dan kalian dihinggapi keraguan, apakah Allah itu mengutus kaum lelaki (dari bangsa manusia)? Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang berpengetahuan mengenai itu, yang mana kitab-kitab dan bukti-bukti yang nyata telah diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengetahui dan memahaminya. Sesungguhnya telah mapan pada keyakinan mereka bahwasanya Allah tidak mengutus kecuali kaum lelaki yang telah diwahyukan kepada mereka (wahyu) dari kalangan penduduk kampung setempat.

Di dalam kandungan umum ayat ini, terdapat pujian bagi para ahli ilmu, dan bahwasanya jenis ilmu yang paling tinggi kedudukannya, ialah ilmu tentang Kitabullah yang diturunkan. Sesungguhnya Allah telah menyuruh orang yang tidak berilmu (tidak tahu) untuk mendatangi para ahli ilmu dalam semua permasalahan. Dalam keterangan ini, termuat ta’dil (penetapan citra baik) bagi ahli ilmu dan tazkiyah (rekomendasi baik) bagi mereka, lantaran Allah memerintahkan untuk bertanya kepada mereka. Dengan tindakan ini, seorang yang jahil (tidak tahu) akan keluar dari lingkaran ikut-ikutan saja. Maka, hal ini menunjukkan bahwa Allah mempercayakan mereka atas wahyu dan kitab yang diturunkanNya, dan (menandakan) bahwa mereka diperintah untuk membersihkan jiwa-jiwa mereka dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Siapakah Manusia yang Paling Mulia?

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin Karya Abu Zakaria An-Nawawi Rahimahullah
Pensyarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 6 Takwa

Hadits ke 70: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu ia berkata, “Dikatakan, wahai Rasulullah siapakah manusia yang paling mulia?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa di antara mereka.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan,” Beliau menjawab, “Yusuf, nabi Allah, anak nabi Allah, anak nabi Allah, anak kekasih Allah.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan kepadamu.” Maka beliau menjawab, “Apakah tentang asal usul bangsa Arab (terkait nasab orang Arab) yang kalian tanyakan kepadaku? (Jika demikian yang kalian maksudkan) maka yang terbaik di antara mereka adalah pada zaman Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di dalam Islam (setelah masuk Islam) jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)” (Muttafaqun Alaih).

Penjelasan

  • Manusia yang paling mulai diantara manusia adalah “Orang yang paling bertakwa di antara mereka”.
  • Sebagaimana firman Allah,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ

Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa“. (Al-Hujurat: 13)

  • Allah Ta’ala tidak pernah memandang kepada manusia dari segi nasabnya, dari segi kedudukannya, dari segi hartanya dan dari segi kecantikannya. Namun Allah memandang dari amal-amal perbuatannya.
  • Para sahabat menginginkan jawaban lain, maka beliau mengatakan manusia yang paling mulia adalah Yusuf anak nabi Allah, anak Nabi Allah, anak kekasih Allah (Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim).
  • Para shahabat mengatakan “Kami tidak menanyakan tentang hal ini.” Beliau mengatakan “Apakah tentang pembesar-pembesar Arabkah kalian bertanya kepadaku? yang terbaik di antara mereka di masa Jahiliyah akan menjadi yang terbaik di masa Islam jika mereka memahami (hukum-hukum syariat)”, yakni sebaik-baiknya manusia dari nasab dan asal keturunannya adalah sebaik-baiknya orang Jahiliyah. Akan tetapi dengan syarat memahami agama dengan baik.
  • Misalnya, bani Hasyim terkenal nasab yang terbaik di Quraisy maka mereka menjadi yang terbaik di dalam Islam. Akan tetapi dengan syarat mereka memahami agama Allah, belajar agama Allah.
  • Namun, jika mereka tidak memahami, walaupun termasuk nasab yang terbaik di Arab maka mereka tidak menjadi makhluk yang termulia di sisi Allah.

Wallahu A’lam

Pelajaran Pertama: Kisah Penurunan Wahyu.

Kitab Sittah Mawadhi’ Minas Sirah (Enam Pelajaran Aqidah dari Sirah Nabi )

Pelajaran Pertama: Kisah Penurunan Wahyu

الۡمَوۡضِعُ الۡأَوَّلُ: قِصَّةُ نُزُولِ الۡوَحۡيِ، وَفِيهَا أَنَّ أَوَّلَ آيَةٍ أَرۡسَلَهُ اللهُ بِهَا: ﴿يَـٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ ۝١ قُمۡ فَأَنذِرۡ﴾ إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿وَلِرَبِّكَ فَٱصۡبِرۡ﴾ [المدثر: ١-٧].

Sesungguhnya ayat pertama yang Allah utus Nabi Muhammad sebagai rasul adalah ayat (yang artinya), “Wahai orang-orang yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan.” Sampai ayat, “Dan hanya kepada Allah, engkau bersabar.” (QS. Al-Muddatstsir: 1-7).

فَإِذَا فَهِمۡتَ أَنَّهُمۡ يَفۡعَلُونَ أَشۡيَاءَ كَثِيرَةً يَعۡرِفُونَ أَنَّهَا مِنَ الظُّلۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ مِثۡلُ الزِّنَا، وَعَرَفۡتَ أَيۡضًا أَنَّهُمۡ يَفۡعَلُونَ شَيۡئًا مِنَ الۡعِبَادَةِ يَتَقَرَّبُونَ بِهَا إِلَى اللهِ مِثۡلِ الۡحَجِّ وَالۡعُمۡرَةِ وَالصَّدَقَةِ عَلَى الۡمَسَاكِينِ وَالۡإِحۡسَانِ إِلَيۡهِمۡ وَغَيۡرِ ذٰلِكَ.

Jika engkau memahami, bahwa mereka melakukan banyak perkara yang mereka sendiri ketahui bahwa itu termasuk kezaliman dan permusuhan, semisal zina; dan engkau mengetahui pula bahwa mereka melakukan suatu bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, semisal haji, umrah, sedekah kepada orang-orang miskin, berbuat baik kepada mereka, dan selain itu.

وَأَجَلُّهَا عِنۡدَهُمُ الشِّرۡكُ، فَهُوَ أَجَلُّ مَا يَتَقَرَّبُونَ بِهِ إِلَى اللهِ عِنۡدَهُمۡ، كَمَا ذَكَرَ اللهُ عَنۡهُمۡ أَنَّهُمۡ قَالُوا: ﴿مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ﴾ [الزمر: ٣]، وَيَقُولُونَ: ﴿هَـٰٓؤُلَآءِ شُفَعَـٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِ ۚ﴾ [يونس: ١٨].

Dan kesyirikan menurut mereka adalah ibadah yang paling agung. Menurut mereka kesyirikan adalah perkara yang paling agung yang paling dapat mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana Allah menyebutkan tentang mereka, bahwa mereka berkata (yang artinya), “Kami tidaklah menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3). Dan mereka mengatakan, “Mereka ini adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18).

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّهُمُ ٱتَّخَذُوا۟ ٱلشَّيَـٰطِينَ أَوۡلِيَآءَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَيَحۡسَبُونَ أَنَّهُم مُّهۡتَدُونَ﴾ [الأعراف: ٣٠].

Allah taala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan itu sebagai para wali selain Allah dan mereka menganggap bahwa diri mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 30).

فَأَوَّلُ مَا أَمَرَهُ اللهُ بِهِ الۡإِنۡذَارُ عَنۡهُ، قَبۡلَ الۡإِنۡذَارِ عَنِ الزِّنَا وَالسَّرِقَةِ وَغَيۡرِهِمَا.

وَعَرَفۡتَ أَنَّ مِنۡهُمۡ مَنۡ تَعَلَّقَ عَلَى الۡأَصۡنَامِ، وَمِنۡهُمۡ مَنۡ تَعَلَّقَ عَلَى الۡمَلَائِكَةِ وَعَلَى الۡأَوۡلِيَاءِ مِنۡ بَنِي آدَمَ.

Ternyata, hal pertama yang Allah perintahkan adalah memperingatkan dari syirik sebelum memperingatkan dari zina, pencurian, dan selainnya.

Engkau juga mengetahui bahwa di antara mereka ada orang-orang yang menggantungkan hati kepada berhala-berhala. Di antara mereka juga ada yang menggantungkan hati kepada para malaikat dan para wali dari kalangan bani Adam.

وَيَقُولُونَ: مَا نُرِيدُ مِنۡهُمۡ إِلَّا شَفَاعَتَهُمۡ.

وَمَعَ هَٰذَا بَدَأَ بِالۡإِنۡذَارِ عَنۡهُ فِي أَوَّلِ آيَةٍ أَرۡسَلَهُ اللهُ بِهَا، فَإِنۡ أَحۡكَمۡتَ هَٰذِهِ الۡمَسۡأَلَةَ فَيَا بُشۡرَاكَ.

خُصُوصًا إِذَا عَرَفۡتَ أَنَّ مَا بَعۡدَهَا أَعۡظَمُ مِنَ الصَّلَوَاتِ الۡخَمۡسِ.

Lalu mereka mengatakan: Kami hanya menginginkan syafaat dari mereka. Bersamaan dengan itu, Allah memulai dengan memperingatkan dari kesyirikan ini di awal ayat yang Allah utus beliau dengannya. Jika engkau sudah gamblang dengan masalah ini, maka bergembiralah. Terkhusus jika engkau mengetahui bahwa tidak ada setelah perkara ini yang lebih agung daripada salat lima waktu.

وَلَمۡ تُفۡرَضُ إِلَّا فِي لَيۡلَةِ الۡإِسۡرَاءِ سَنَةَ عَشۡرٍ بَعۡدَ حِصَارِ الشِّعبِ وَمَوۡتِ أَبِي طَالِبٍ، وَبَعۡدَ هِجۡرَةِ الۡحَبَشَةِ بِسَنَتَيۡنِ.

Salat tidak diwajibkan kecuali pada malam isra pada tahun sepuluh setelah pemboikotan (terhadap kaum muslimin) di sebuah lembah, meninggalnya Abu Thalib, dan dua tahun setelah hijrah ke Habasyah.

فَإِذَا عَرَفۡتَ أَنَّ تِلۡكَ الۡأُمُورَ الۡكَثِيرَةَ وَالۡعَدَاوَةَ الۡبَالِغَةَ، كُلَّ ذٰلِكَ عِنۡدَ هَٰذِهِ الۡمَسۡأَلَةِ قَبۡلَ فَرۡضِ الصَّلَاةِ، رَجَوۡتُ أَنۡ تَعۡرِفَ الۡمَسۡأَلَةَ.

Maka, ketika engkau mengetahui bahwa banyak kejadian dan permusuhan yang sengit itu, semua itu adalah dalam masalah memperingatkan dari kesyirikan sebelum diwajibkannya salat, maka aku harap engkau mengerti permasalahannya.


Pembahasan:

Enam tempat dalam sirah yang dibahas pernulis, semuanya terkait dengan pembahasan aqidah.

Pertama: Kisah permulaan turunnya wahyu

Kisah turun wahyu terdapat keterangan bahwa ayat pertama adalah surat Al-Muddattsir ayat 1-7.

Kisahnya ada dalam sahih Al-Bukhariy dan Muslim dari Aisha Radhiallahu ‘Anha: Ketika sudah dekat turunnya wahyu, Nabi dibuat cinta untuk menyendiri, yaitu beribadah pada beberapa malam.

Nabi datang kepada Khadijah mengambil bekal kemudian pergi ke gua hira untuk menyendiri beberapa malam. Setelah habis bekalnya, beliau balik lagi. Demikian seterusnya, hingga datang malaikat Jibril.

Kemudian kisah datangnya Jibril yang memeluk Nabi, dan turun ayat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Setelah diterima wahyu, beliau kembali kerumahnya, mendatangi Khadijah Radhiallahu Anha.

Beliau berkata “Selimuti saya” (mengigil). Khadijah menghibur beliau dengan berkata “Tidak demi Allah, Allah tidak akan menghinakan engkau selamanya”. Kemudian Khadijat menyebutkan kebaikan Nabi, sampai Nabi tenang.

Kemudian Khadijah membawa Nabi kepada Waraqah bin Naufal Radhiallahu ‘Anhu. Waraqah menjelaskan bahwa itulah Jibril, yang mendatangi Nabi Musa dahulu. Kemudian Waraqah menjelaskan, nanti pada saatnya tiba engkau akan dikeluarkan oleh kaum mu. Dan pada saat itu andaikata aku masih hidup, maka saya akan menolong engkau, dengan pertolongan yang sangat kuat.

Nabi berkata “Apakah kaum ku akan mengusir saya dari negeri ku sendiri?”. Waraqah berkata, “tidak ada seorang pun yang datang seperti yang engkau bawa, kecuali dia akan dimusuhi”.

Waraqah bin Naufal Radhiallahu ‘Anhu meninggal sebelum turun ayat Al-Mudatstsir.

Kemudian setelah beberapa waktu, Nabi melihat lagi Jibril, duduk diantara langit dan bumi. Kemudian beliau kembali kerumahnya dan minta untuk diselimuti, maka turunlah ayat dari surat Al-Mudatstsir ini.

Pelajarannya yaitu ayat pertama turun yang dengannya di utus sebagai Rasul.

Kedua: Tafsir ayat-ayat surah Al-Muddatstsir

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْمُدَّثِّرُ ١ قُمْ فَأَنذِرْ ٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ ٤ وَٱلرُّجْزَ فَٱهْجُرْ ٥ وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ ٦ وَلِرَبِّكَ فَٱصْبِرْ ٧

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhan-mu agungkanlah. dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhan-mu, bersabarlah.” [Al-Muddatstsir: 1-7]

Sebab turunnya ayat yaitu ketika Nabi berselimut dikarenakan mengigil dan khawatir. Maka turun ayat ini:

  • Wahai orang yang berselimut
  • Bangunlah“, diperintah untuk bersegera dan bersiap.
  • Lalu beri peringatan“, ini adalah salah satu tugas dari Rasulullah untuk memberi peringatan kepada orang-orang Kafir Mekkah akan datangnya adzab dari Allah yang akan menimpa mereka. Apabila mereka tidak masuk kedalam Islam.
  • Dalam tafist Ibnu Katsir disebutkan: sisingkan lengan, kemauan yang keras dan beri peringatan kepada manusia. Dengan ini beliau diutus sebagai Rasul. Sebagaimana ketika turun ayat Al-Alaq, beliau diutus sebagai Nabi.
  • dan terhadap Rabbmu, hendaknya engkau mengangungkannya“, besarkan Allah dari apa yang diucapkan oleh penyembah berhala (Al-Baghawi).

dan terhadap pakaianmu, hendaknya engkau sucikan“, para ahli tafsir menafsirkan sebagai berikut:

  • Jangan engkau memakai pakaian diatas dosa (pengkhianatan)
  • Jangan engkau mendapatkan pakaian dari penghasilan yang tidak suci.
  • Jiwamu hendaknya kamu bersihkan.
  • Perbaikilah amalanmu.
  • Perbaikilah akhlakmu.
  • Bersihkan hatimu.
  • Bersihkan bajumu dengan air agar suci dari najis.

Yang utama dari makna ayat ini adalah membersihkan diri dari kesyirikan.

dan terhadap berhala, hendaknya engkau tinggalkan“, dapat diartikan berhala, kesalahan, kecsyirikan, dosa, adzab atau syaithon. Hendaknya engkau tinggalkan hal-hal tersebut.

Dan jangan engkau memberi, dengan maskud memperoleh balasan yang banyak“, beberapa penafsiran sebagai berikut:

  • Jangan kamu memberikan sesuatu jika kamu mengharap lebih daripada sesuatu yang kamu berikan.
  • Jangan kamu mengerjakan amalan, kemudian meminta balasan yang banyak dari Rabbmu.
  • Jangan kamu lemah dari kebaikan karena kamu sudah menganggap banyak kebaikanmu.
  • Jangan engkau berkata kepada manusia dengan membanggakan kenabianmu, sehingga engkau mengambil upah atau balasan dari mereka.

Hal ini terkait dengan dakwah dimana terdapat etika bagi para Da’i di jalan Allah.

Dan kepada Rabb-mu hendaknya engkau bersabar“.

  • Kepada Rabb-mu“, ditafsirkan: Karena Rabb-mu atau mengharap pahala Rabb-mu atau karena perintah Rabb-mu, atau janji dari Rabb-mu.
  • Semua maknanya benar yaitu karena Allah, mengharap pahala, karena perintah Allah dan janji.
  • Besabarlah“, bersabar diatas ketaatan dan melaksanakan kewajiban, bersabar diatas gangguan dan pendustaan.

Ayat-ayat ini adalah etika bagi para Dai yang berdakwah dijalan Allah Ta’ala, sebagai berikut:

  • Agar semangat dalam berdakwah: disuruh berdiri dan singsingkan lengan menunjukan kesemangatan dan keseriusan yang tinggi.
  • Lalu beri peringatan kepada manusia yang merupakan tugas para Nabi yang dilanjutkan oleh para ulama.
  • Mengaggungkan Allah merupakan sisi Tauhid.
  • Membersihkan jiwa dari kesyirikan, penyakit hati, dosa dan maksiat, serta bersihkan dari najis.
  • Tinggalkan berhala dan kesyirikan.
  • Menyampaikan peringatan tapi tidak merasa apa yang disampaikan sudah banyak. Merasa dirinya belum berbuat apa-apa.
  • Bersabar dalam: menyampaikan, melaksanakan kewajiban, meninggalkan yang dilarang, mendapat gangguan, cobaan dan siksaan.

Ketiga: Memahami keadaan kaum musyrikin pada saat Nabi diutus:

Ketika wahyu pertama turun, bagaimana kondisi kaum musyrikin pada saat itu, agar bisa mengambil pelajaran tauhid, sebagai berikut:

  • Mereka melakukan banyak hal berupa keharaman, kezhaliman, dan permusuhan.
  • Mereka mengerjakan berbagai bentuk ibadah.
  • Ibadah teragung mereka adalah kesyirikan, yaitu mencari kedekatan dan mencari syafaat.
  • Di antara mereka ada yang bergantung kepada berhala-berhala, ada pula yang bergantung kepada malaikat dan para nabi.

Para kaum musyrikin banyak melakukan keharaman dan kezhaliman dan permusuhan tapi ayat yang pertama turun yaitu agar menghindari kesyirikan.

Para kaum musyirikin tidak melakukan kesyirikan secara murni, mereka juga melakukan berbagai bentuk ibadah. Tapi ayat pertama ini diturunkan.

Para kaum musryikin melakukan kesyirikan dengan mencari kedekatan dan syafaat.

Para kaum musyrikin bergantung pada berhala, malaikat dan para Nabi.

Keempat: Yang menjadi pelajaran dari sirah adalah bahwa Nabi memulai dengan memperingatkan tentang bahaya kesyirikan sebelum memperingatkan bahaya zina, mencuri, dan selainnya.

Dari hal ini bisa dipahami bahwa inti agama adalah tauhid. Yang paling pertama ditegur adalah masalah kesyirikan.

Diantara kesalahan ditengah masyarakat yang menganggap hal priortas yang harus dibenahi yaitu maksiat berupa pergaulan bebas, narkoba, perkelahian, pembunuhan dan selainnya akan tetapi seharusnya yang paling utama dibenahi adalah perbuatan kesyirikan karena tidak ada yang lebih besar daripada kesyirikan. Bahkan syirik kecil adalah dosa yang paling besar diantara dosa-dosa besar.

Sebagian umat Islam kagum akan kehidupan di negeri Kafir. Mereka melihat di luar negeri perkembangan, kebersihan, keramahan, amanah, jujur dan sebagainya. Akan tetapi mereka tidak melihat bahwa ini adalah orang kafir padahal kekafiran adalah yang paling jelas terlihat.

Sebagaimana Firman Allah:

فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَـٰهُم بَغْتَةًۭ فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An’am: 44)

Ayat-ayat pertama yang dengan nya Nabi diutus sebagai Rasul yaitu Al-Mudatsir 1-7, yaitu untuk memperingatkan kepada kesyirikan. Kemudian Nabi dakwah tauhid dimekah 13 tahun dan di madinah 10 tahun tetap mendakwahkan tauhid sambil turun ayat-ayat mengenai hukum. Dan diakhir hayatnya, Nabi berpesan kepada umatnya: “Allah melaknat orang Yahudo dan Nashara yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid“.

Kelima: Penegasan agungnya peringatan terhadap kesyirikan bahwa pemboikotan di Syi’b dan hijrah ke Habasyah adalah karena masalah ini.

Peringatan tentang bahaya kesyirikan terus berlangsung ketika terjadi pemboikotan di Syi’b dan setelah wafatnya Abu Thalib dan perintah hijrah ke Habasyah.

Keenam: Penegasan keagungan masalah ini, bahwa kewajiban shalat datang belakangan pada tahun sepuluh kenabian.

Kewajiban shalat 5 waktu baru ada setelah 10 tahun kenabian. Hal ini menunjukan besarnya masalah peringatan terhadap bahaya kesyirikan.

Ringkasan:

Kisah pertama turunnya wahyu kepada Nabi sebagai seorang Rasul adalah perintah untuk memperingatkan bahaya kesyirikan. Padahal kondisi kaum musyrikan pada saat itu banyak berbuat kemaksiatan-kemaksiatan tapi yang pertama diperingatkan adalah bahaya kesyirikan.

Masalah pentingnya hal ini terus berlanjut. Kewajiban shalat tidak datang setelah tahun kesepuluh kenabian. Bahkan sudah terjadi berbagai kejadian: pemboikotan terhadap Nabi dan para sahabat di Syi’b, wafatnya Abu Thalib, dan perintah hijrah ke Habasyah. Saking pentingnya masalah ini maka ada perintah hijrah ke Habasyah dimana terjadi dua kali.

Sebagaian pendakwah lebih mengutamakan tentang akhlak akan tetapi luput dalam mencontoh akhlak Nabi yaitu memperingatkan pada masalah kesyirikan.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Hudzaifah Memutus Benang yang Digunakan untuk Mengobati Demam

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

Bab 6: Termasuk sebagai Kesyirikan Memakai Gelang, Benang dan Sejenisnya Sebagai Pengusir atau Penangkal Mara Bahaya

Dalil 4: Atsar dari Hudzaifah yang Memutus Benang yang Digunakan untuk Mengobati Demam.

(Diriwayatkan) oleh Ibnu Abi Hatim, dari Hudzaifah, (beliau berkata) bahwa beliau melihat seorang lelaki yang di tangannya ada benang untuk mengobati demam maka beliau memutus benang itu seraya membaca firman-Nya:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِٱللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ

Dan sebagian besar di antara mereka itu tidaklah beriman kepada Allah, kecuali bahwa mereka berbuat syirik (kpeada-Nya)” [Yusuf: 106]

dari Hudzaifah‘: yaitu Ibnul Yaman Al-‘Absyi yang merupakan halif ‘aliansi’ bagi kaum Anshar. Beliau adalah seorang shahabat yang mulia, termasuk sebagai orang yang pertama-tama dan terdahulu memeluk Islam. Beliau meninggal pada 36 H -semoga Allah meridhai beliau-.

  • Ayah Hudzaifah meninggal di perang Uhud dibarisan kaum Musyrikin dibunuh oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin menyangka bahwa dia dibarisan kaum Musyrikin. Hudzaifah memaafkan hal tersebut.
  • Hudzaifah dikenal sebagai pemegang rahasia Rasulullah
  • Hudzaifah diangkat oleh Umar bin Khatab sebagai Gubernur di Madain.
  • Hudzaifah wafat di Madain pada 36H
  • Ibnu Abi Hatim adalah Abdurahman bin Muhammad bin Idris. Seorang Imam besar dan Ahli Hadits.
  • Sanad hadits ini ada kelemahan namun makna nya benar.

Makna Atsar Secara Global

Bahwa Hudzaifah Ibnul Yamam Radhiallahu ‘Anhu melihat seorang lelaki yang mengikat seutas benang pada lengannya untuk menjaga diri dari penyakit demam maka beliau pun melepaskan (ikatan benang) itu dari lelaki tersebut, sebagai bentuk pengingkaran terhadap perbuatan itu, seraya berdalil dengan ayat pada ayat tersebut, Allah mengabarkan bahwa kaum musyirikin menggabungkan antara pengakuan kepada rububiyyah dan kesyirikan pada peribadahan kepada Allah.

Hubungan antara Atsar dan Bab

Dalam atsar, terdapat petunjuk bahwa memakai benang untuk menangkal penyakit dianggap perbuatan syirik yang wajib diingkari.

Faedah Atsar

  1. Pengingkaran terhadap pemakaian benang untuk menghilangkan atau menolak bencana, dan bahwasannya hal itu tergolong sebagai kesyirikan.
  2. Kewajiban untuk menghilangkan kemungkaran bagi yang memiliki kemampuan untuk menghilangkan (kemungkaran) tersebut.
  3. Pembenaran tentang berdalil dengan (keterangan) yang diturunkan berkenaan dengan syirik besar untuk menghukumi syirik kecil karena keumuman dalil tersebut.
  4. Bahwa kaum musyrikin mengakui tauhid rububiyyah, tetapi mereka tetap dihukumi musryik karena tidak memurnikan peribadahan hanya kepada Allah.

Pembahasan:

  1. Ancaman besar terhadap pemakaian gelang, benang dan sejenisnya untuk hal yang seperti ini.
  2. Shahabat apabila meninggal dan masih melekat padanya gelang dan benang tersebut, maka dia tidak beruntung.
  3. Bahwa dia tidak diberi udzur dengan ketidaktahuan. Nabi berkata kalau kamu meninggal diatas hal tersebut maka engkau tidak akan beruntung selama-lamanya. Tidak diberi udzur dengan kejahilan dalam kondisi dia mampu untuk belajar. Berada di negeri Islam, tidak ada penghalang dia untuk mengetahuinya. Adapun apabila dia bersungguh-sungguh ingin tahu kebenaran tapi tidak sampai kepadanya yang benar, maka ini diberi udzur.
  4. Hal tersebut tidak memberi manfaat dalam waktu dekat tapi justru memberi mudharat berdasarkan sabda beliau akan hal tersebut tidak menambahkan apa-apa kecuali kelemahan padamu.
  5. Pengingkaran keras terhadap siapa saja yang melakukan hal tersebut.
  6. Siapa saja yang bergantung pada sesuatu maka dia selalu akan bergantung pada sesuatu itu.
  7. Penegasan siapa yang mengantungkan tamimah, sungguh telah berbuat kesyirikan.
  8. Bahwa mengantung benang untuk menghalau penyakit panas, merupakan bagian dari kesyirikan.
  9. Lantunan bacaan ayat dari Hudzaifah dari surah Yusuf, adalah bukti bahwa para shahabat berargumen dengan ayat-ayat Al-Quran berkaitan dengan syirik akbar digunakan pada hal merupakan syirik kecil. Hal ini sama seperti yang disebtukan oleh Ibnu Abas pada ayat di surat Al-Baqarah.
  10. Menggantungkan wad’ah untuk menangkal penyakit ‘ain (disebabkan pandangan mata), termasuk syirik kecil.
  11. Doa untuk orang yang mengantungkan tamimah bahwa Allah tidak akan mengabulkan keinginannya. Dan didodakan semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya.

Ibnu Mas’ud berkata: “Saya bersumpah atas nama Allah tapi berdusta lebih saya sukai daripada bersumpah dengan selain nama Allah (syirik) dalam keadaan jujur.” Menunjukan bahwa syirik kecil lebih besar daripada dosa besar.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Larangan Menggantung Tamimah dengan Tujuan untuk Mendatangkan Manfaat atau Menolak Bahaya

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

Bab 6: Termasuk sebagai Kesyirikan Memakai Gelang, Benang dan Sejenisnya Sebagai Pengusir atau Penangkal Mara Bahaya

Dalil 3: Hadits Uqbah bin Amir tentang Larangan Menggantung Tamimah dengan Tujuan untuk Mendatangkam Manfaat atau Menolak Bahaya

(Diriwayatkan) pula dari ‘Uqbah nin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu secara marfu’, “Siapa saja yang menggantungkan tamimah, niscaya Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan siapa saja yang menggantungkan wad’ah, niscaya Allah tidak akan memberi ketenangan pada dirinya.”

Dalam riwayat lain (disebutkan), “Siapa saja yang menggantungkan tamimah, sungguh dia telah berbuat syirik.

  • Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad. Hadits nya di hasankan oleh para ulama. Secara marfu’ artinya Nabi yang berucap.

Biografi

‘Uqbah bin ‘Amir adalah ‘Uqbah nin ‘Amir Al-Juhany, seorang shahabat yang terkenal. Beliau seorang yang faqih (berilmu) dan memiliki keutamaan, diangkat sebagai penguasa di Mesir pada masa kekhalifahan Mu’awiyah selama tiga tahun. Beliau meninggal dalam usia mendekati enam puluh tahun.

  • Salah satu sahabat yang mengumpulkan Al-Quran, sangat fasih.
  • Hadir pada beberapa peperangan
  • Pernah menjadi gubernur Mesir selama 3 tahun.

Penjelasan Hadits:

  • Menggantungkan bisa mengantungkan pada dirinya sendiri atau menggantungkan pada orang lain seperti anak kecil, keluarganya dan lainnya.
  • Atau bermakna hatinya bergantung dalam mencari kebaikan atau menolak bahaya.
  • Maka Allah tidak akan diberi apa yang dimaksudkan, bahkan akan diberi hal yang bertentangan dengan apa yang dimaksudkan.
  • Megantungkan pada selain Allah yang bukan sebab sya’ri dan sebab qadari, maka ini adalah kesyirikan.

menggantungkan tamimah‘: yaitu menggantungkan pada dirinya atau pada selainnya dengan keyakinan bahwa hal itu bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya. Tamimah adalah sejenis tali yang dahulu orang-orang Arab ikatkan/kalungkan pada anak-anak untuk melindungi anak terhadap penyaki ‘ain ‘kejelekan karena pandangan mata’.

wad’ah‘: adalah sesuatu yang diambil dari laut yang menyerupai rumah kerang yang digunakan untuk menangkal penyaki ‘ain.

Dalam riwayat Imam Ahmad, ada sebab turunnya hadits ini:

  • Bahwa Rasulullah pernah didatangi sebuah kaum yang berjumlah 10 orang. Nabi membaiat 9 orang, yang satu lagi tidak di baiat. Maka dikatakan “Ya Rasulullah, engkau telah membaiat 9 orang, dan tidak membaiat 1 orang lagi”. Nabi berkata “Pada orang ini ada tamimah”, kemudian Nabi memutuskan tamimah pada orang itu. Kemudian Nabi membaiatnya dan berkata “Siapa yang bergantung dengan tamimah maka dia telah berbuat kesyirikan”.

Makna Hadits Secara Global

Bahwa Nabi mendoakan kejelekan bagi para pemakai tamimah (jimat), yang menyakini bahwa hal itu bisa menangkal/melindungi dari bahaya, agar Allah membalikkan keadaan orang tersebut dari yag dimaksudkan dan tidak menyempurnakan urusannya, sebagaimana Nabi juga mendoakan kejelekan bagi para pemakai wad’ah -dengan tujuan untuk menolak/melindungi diri terhadap bahaya- agar Allah tidak membiarkan mereka merasa santai dan berada dalam ketenangan, tetapi menimpakan semua gangguan kepadanya.

Doa tersebut bermaksud sebagai peringatan agar manusia tidak melakukan hal tersebut sebagaimana yang Nabi kabarkan dalam hadits kedua bahwa hal itu termasuk sebagai kesyirikan terhadap Allah.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Bahwa kedua hadits tersebut merupakan dalil untuk tentang keharaman menggantungkan tamimah dan wad’ah ‘jimat’, dan mengategorikan hal itu sebagai kesyirikan karena adanya ketergantungan hati kepadanya, yang hal ini tergolong sebagai bersandar kepada selain Allah.

Faedah Kedua Hadits

  1. Bahwa menggantungkan tamimah dan wad’ah tergolong sebagai kesyirikan.
  2. Bahwa siapa saja yang besandar kepada selain Allah, Allah akan memperlakukan dia dengan memberikan sesuatu kepadanya yang berlawanan dengan maksudnya.
  3. Pensyariatan untuk mendoakan kejelekan terhadap orang-orang yang menggantungkan tamimah dan wad’ah agar mereka tidak mendapatkan hal yang dia maksudkan dan agar diberi sesuatu yang berlawanan dengan tujuan yang diinginkan.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.