Cara Bershalawat kepada Nabi

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara Bershalawat kepada Nabi

Hadits 252: Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu Anhu, dia berkata: Basyir bin Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, Allah memerintahkan kami supaya membaca shalawat kepadamu, maka bagaimana (cara) kami membaca shalawat kepadamu?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam diam, seraya bersabda, “Katakanlah, ‘Ya Allah curahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah mencurahkan rahmat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, serta berikanlah keberkahan atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim di seluruh alam (makhluk).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah shalallhu alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Ta’alla telah memerintahkan kepada kamii supaya mernbaca shalawat kepadamu melalui firman-Nya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. “(Qs. Al Ahzaab [33], 56), maka bagaimanakah cara kami membacakan shalawat kepadamu?” Rasulullah shalallhu alaihi wasallam diam, sehingga mereka menyangka seandainya si penanya tidak menanyakannya, karena khawatir Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam tidak menyukai pertanyaan itu danmenyusahkannya.
  • Perkataan mereka (para sahabat), “Allah telah memerintahkan kepada kami supaya membaca shalawat kepadamu,” menjadi dalil tentang kewajiban membaca shalawat.
  • Hadits tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ditanyakan adalah cara membaca shalawat; bukan hukumnya. Karena masalah hukumnya telah mereka ketahui dari ayat Al-Qur’an.
  • Bacaan shalawat yang telah disebutkan sangatlah dianjurkan dalam shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah
  • Bacaan shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam dapat dilakukan dengan sejumlah lafazh dan riwayat yang berbeda, dimana para ulama telah sepakat tentang kebolehan setiap bacaan shalawat yang dipastikan ditujukan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan kebolehan membacakannya, tetapi bukan itu satu-satunya bentuk bacaan shalawat melainkan hanya salah satu dari sejumlah bentuk bacaan shalawat dengan maksud mengamalkan seluruh nash dan menghidupkan semua riwayat As-Sunnah, tetapi bentuk bacaan shalawat yang dipilih untuk dilakukan pada banyak kesempatan ialah bentuk bacaan shalawat yang kami kemukakan tadi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Etika Berdoa

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Etika Berdoa

Hadits 251: Dari Fadhalah bin Ubaid Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallhu Alaihi Wasallam pemah mendengar seseorang berdoa dalam shalatnya, ia tidak memuji Allah dan tidak pula membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda, ” Orang ini telah tergesa-gesa. “Kemudian beliau memanggilnya, seraya bersabda, ” Jika seseorang dari kalian shalat maka mulailah dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallahu Alaihi Wasallam, lalu ia berdoa (meminta) sesuai kehendaknya.” (HR. Ahmad dan Tiga Imam Hadits) dan dinilai shahih oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim.

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Nabi ﷺ pemah mendengar seseorang dalam tasyahud akhir shalatnya langsung mengajukan permohonan kepada Allah sebelum memuji dan menyanjung-Nya serta membacakan shalawat atas Nabinya terlebih dahulu, seraya bersabda: “Orang ini telah tergesa-gesa.” dimana ia tidak mendahulukan kedua hal penting tersebut sebelum berdoa.
  • Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam memberikan petunjuk terhadap umatnya tentang etika bedoa, seraya bersabda “Jika seseorang dari kamu berdoa, maka mulailah dengan mengagungkan dan memuji Tuhannya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, lalu berdoa sesuai dengan kehendaknya dari dua kebaikan dunia dan akhirat”.

Wallahu Ta’ala A’lam

Doa Tasyahud

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Doa Tasyahud

Hadits 250: Dari Abdullah bin Mas’ud Rhadhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menoleh ke arah kami lalu bersabda, ‘Apabila seseorang di antara kalian shalat, hendaklah ia mengucapkan,

Attahiyyatulillahi, washolatu, wathoyibatu, assalamu alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuhu, assalamu’alaina wa’ala ‘abdillahi sholihina, asyhaduala ilaha illallahi, wa asyhaduanna muhammadan ‘abduhu warosuluhu.

‘Segala penghormatan hanya milik Allah dan juga shalawat dan kebaikan (milik-Nya), semoga kesejahteraan (terlimpah) kepadamu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan berkah-Nya, semoga kesejahteraan terlimpah kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya-‘.

Kemudian hendaklah ia memilih doa yang ia sukai lalu berdoa-” (HR. Muttafaq ‘Alaih). Lafazh ini riwayat Bukhari.

Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mengajarinya tasyahud dan memerintahkannya untuk mengajarkan kepada orang-orang.

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu dia berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengjari kami tasyahud (yaitu):

Attahiyyatul mubarakatu, sholawatu thoyiibatulillahi, …. illa akhiri.

“Segala penghormatan yang penuh berkah, shalawat-shalawat yang penuh kebaikan milik Allah …..”

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Dzikir ini disebut tasyahud, berasal dari lafazh syahadatain yang terkandung di dalamnya, kedua syahadat ini merupakan bagian terpenting
  • Tasyahud ini dibaca satu kali dalam shalat yang dua rakaat, sedangkan dalam shalat yang tiga atau empat rakaat dibaca dua kali.
  • Tasyahud pertama : Hukumnya wajib menurut madzhab Hanafi dan Hambali; sunnah menunrut madzhab lainnya
  • Tasyahud bersumber dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh 24 sahabat dengan berbagai redaksi. semuanya boleh diamalkan.
  • Al Bazzar mengatakan, “Menurutku, hadist yang paling shahih tentang tasyahud adalah hadits Ibnu Mas’ud.
  • Muslim mengatakan, “Orang-orang sepakat pada tasyahud Ibnu Mas’ud, karena para sahabat tidak saling menyelisihi, sedangkan yang lainnya kadang menyelisihi sahabatnya yang lain”.
  • Adz-Dzahabi mengatakan “Itu (riwayat Ibnu Mas’ud) riwayat yang paling shahih tentang tasyahud”.
  • At-Tirmidzi mengatakan, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan tabi’on mengamalkannya.
  • Abu Hanifah, Ahmad dan jumhur ulama mengatakan, “Tasyahud Ibnu Mas’ud lebih utama, pendapat ini banya yang mengukuhkannya, diataranya adalah disepakati ke-shahihannya dan me -mutawatir-annya.

Wallahu Ta’ala A’lam

4. Wasiat untuk Penuntut Ilmu Bagian 1

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Wasiat-Wasiat untuk Penuntut Ilmu

Kemudian penulis menjelaskan wasiat-wasiat penting dari syair 217 sampai 240 dalam 26 pembahasan.

Bait Syair 217:

Maka beramallah di atas rasa takut dan teruslah tekun sampai datangnya waktu kematian …. Singkirkan prasangka buruk dan tuduhan terhadap Allah

Bait Syair 218:

Tunduk kepada syariat dan terimalah qadha’ … dan jangan bertengkar tentangnya sebagaimana pertengkaran orang yang ingkar.

Syair 217: Disebutkan tiga wasiat pertama

Wasiat Ke-1: Beramal dengan penuh rasa takut

Wasiat Ke-2: Senantiasa bersiap untuk kematian

Wasiat Ke-3: Meninggalkan berjelek sangka kepada Allah

Wasiat Ke-1: Beramal dengan penuh rasa takut

Sifat mukmin beramal dengan rasa takut sebagaimana firman Allah:

Ayat ini ditafsirkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam,

Hal ini adalah sifat para Nabi yang takut amalnya tidak diterima sebagaimana firman Allah:

Seorang penuntut ilmu juga harus seperti itu. Ketika belajar diperhatikan ilmu yang dipelajari. Mempunyai rasa takut yaitu jangan sampai apa yang dipelajari tidak diterima. Selalu instropeksi dari apa yang dipelajari. Jangan sampai ada ilmu yang dipelajari, kurang keikhlasannya, kesempurnaan amalan yang dipelajari. Akhirnya tidak ada berkahnya atau kebaikannya.

Wasiat Ke-2: Senantiasa bersiap untuk kematian

Terus meneruslah kamu berjalan kepada ajalmu, maksudnya terus beramal, berusaha bersiap untuk menjemput ajal mu.

Penuntut ilmu harus terus mengingat akhirat, takut akan amalannya. Ajal itu sudah ketentuan Allah:

Juga perintah Allah kepada Nabinya:

Juga untuk orang-orang yang beriman:

Apabila penunut ilmu mengingat akan hal ini, lebih serius belajarnya dan membantuk untuk istiqomah.

Penyakit penuntut ilmu apabila sudah belajar, muncul hasat dan dengki kepada kawannya. Misalnya kawannya sudah melampaui ilmu nya atau yang lainnya. Sehingga apabila 2 wasiat ini ingat maka akan lebih istiqomah dalam belajar. Apabila ada penuntut ilmu lain yang diberikan anugrah lebih dari Allah, harusnya bergembira karena ada ditengah umat ada yang menyebarkan kebaikan. Cinta kebaikan pada saudaranya sesama penuntut ilmu. Merendah hati sambil belajar walaupun pada kawan sendiri.

Wasiat Ke-3: Meninggalkan berjelek sangka kepada Allah

Dan jauhkan dari Allah, berjelek sangka dan tuduhan yang buruk. Hal ini penyakit yang harus dihindari oleh penuntut ilmu. Suudhon banyak sekali cabangnya dan merupakan pembahasan aqidah. Sebagai contoh: Apabila tidak ada yang menyoblos di pemilu, maka akan berkuasa orang kafir, hancur umat islam. Contoh lain pada penunutut ilmu yang telah belajar lama, kemudian bertanya kenapa tidak berhasil juga.

Syair 218: Terhadap syariat hendaknya engkau tunduk dan terimalah ketentuan Allah. Dan jangan kamu mendebat hal tersebut seperti mulhit (orang yang menyimpang)

Wasiat ke-4: Tunduk pada syariat.

Menerima segalah syariat, sebagaimana firman Allah:

Wasiat Ke-5: Menerima ketentuan Allah.

Menerima qodho Allah Subahanhu Wa Ta’ala

Ciri orang yang tunduk pada syariat dan menerimat takdir adalah tidak mendebat dua hal tersebut. Perdebatan bisa membawa kepada hal yang membahayakan. Sebagaimana hadits Abu Umama dari Imam At-Tirmidzi:

Kemudian Rasulullah membaca ayat:

Seorang penuntut ilmu tidak senang mendepat. Akan tetapi apabila ada masalah yang dia tidak ketahui, bisa ditanyakan. Dapat dibahas secara ilmiah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

3. Penuntut ilmu harus meyakini Perbuatan Allah

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Selanjutnya penulis menjelaskan beberapa keyakinan yang mesti diyakini bahwa hal tersebut perbuatan Allah Subhanahul Wa Ta’ala yang menjadi nasihat-nasihat untuk penuntut ilmu. Diantaranya:

  1. Allah lah yang membuat seorang itu sengsara atau bahagia
  2. Allah lah yang membuat seorang tersesat atau diberi hidayah
  3. Allah lah yang memberi wahyu dan mengutus rasul
  4. Allah lah yang memerintahkan dan melarang.
  5. Allah lah yang menghalalkan dan mengharamkan.

Bait Syair 213:

Dia-lah Yang menjadikan orang yang Dia pilih sengsara atau bahagia, Yang menyesatkan atau memberi petunjuk …. Dia Yang mendekatkan dan menjauhkan rahmat-Nya sebagai bentuk keadilan dari-Nya dalam pembagian

Bait Syair 214:

Dia menurunkan wahyu, mengutus rasul, mensyariatkan, memerintahkan, dan melarang… Dia pula menghalalkan dan mengharamkan, sebagai syariat penuh hikmah yang sempurna.

Bait Syair 215:

Dia menyukai perbuatan yang baik dan membenci perbuatan yang duhraka … Dia meridhai kebajikan dan membenci pelanggaran terhadap larangan yang mereka lakukan.

Bait Syair 216:

Jika sesuai dengan penegakan dua perkara ini (melakukan yang Dia ridhai dan menjauhi hal-hal yang Dia benci) …. Tidak akan ada kekhawatiran perlakuan tidak adil dan tidak pula pengurangan kebaikan oleh-Nya.

Syair 213: Dia lah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang membuat seorang itu sengsara dan Dia pula yang membuat berbahagia. Dan dia yang memberikan

Kesengsaraan dan kebahagiaan semuanya ditangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penuntut ilmu harus memperhatikan hal ini. Karena pengaruh ilmu adalah menjadikan keimanan kepada Allah kuat. Setiap orang sudah ditetapkan siapa yang beruntung dan siapa yang merugi. Kehidupan diakhirat sudah dibagi menjadi dua juga. Sebagaimana firman Allah:

Hamba adalah yang berbuat setelah ditunjukannya jalan dan memilih akan menempuh jalan yang mana. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Kemudian seorang laki-laki berkata “Tidak lah kalo begitu, kita terima saja ketentuan Nya, dan kita tidak usah beramal?”. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

Kemudian beliau bersabda:

Kelanjutan syair: Dia pula yang menyesatkan dan Dia pula yang memberi hidayah.

Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’alla:

Kelanjutan syair: Sebagaiman Allah mendekatkan dan menjauhkan

Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 26:

Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali ‘Imran: 26)

Kelanjutan Syair: Semua itu keadilan Allah dalam pembagian.

Yang dapat hidayah dan beruntung adalah keutamaan dan rahmat dari Allah. Yang dijadikan sengsara dan disesatkan adalah keadilan dari Allah. Tidak ada seorang pun yang di dholimi. Sudah ditunjukan jalan, diturunkan Al-Qur’an, di utus Rasul. Jalan yang baik diterangkan dan jalan yang jelek juga sudah diterangkan. Jadi apabila ada yang berbuat kejelekan jangan mencela kecuali dirinya sendiri. Dalam hadits Qudsi:

Allah berfirman:

Syair 214: Memberi wahyu kepada siapa yang dikehendaki dan mengutus Rasul kepada siapa yang dikehendaki. Hal ini terdapat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.

Kelanjutan syair: Allah memerintah dan Allah Melarang.

Dalam Al-Qur’an berisi perintah dan larangan. Awal perintah adalah perintah kepada Tauhid dan Awal larangan adalah larangan dari berbuat Kesyirikan.

Kelanjutan Syair: Allah menghalalkan dan Allah mengharamkan.

Allah menghalalkan secara syariat dan Allah mengharamkan secara syariat. Kedua hal ini semuanya sempurna dengan hikmahNya (disisi Allah).

Sebagaiamana firman Allah:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl: 116)

Kelanjutan Syair: Sempurna hikmahnya

Allah menyebut dirinya Al-Hakim, yang maha hikmah.

Syair 215: Allah Cinta kepada yang ihsan dan sebaliknya yang maksiat dibenci Allah. Dalam Al-Qur’an:

Kelanjutan Syair: Sebagaimana kebajikan diridhoi adapun hal yang diharamkan itu dibenci Allah.

Syair 216: Berdasarkan seluruh hal ini di dunia dan akhirat menjadi hukum tetap. Karena itu tidak ada kedholiman yang dikhawatirkan.

Sebagaimana firman Allah:

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhan-mu tidak menganiaya seorang jua pun”. (QS. Al-Kahfi: 49)

Kelanjuta syair: tidak ada kebaikan yang luput walaupun sedikit akan didatangkan, sebagaimana firman ALlah

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (QS. Al-Anbiya:47)

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Cara bersujud yang benar

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Sifat Shalat

Cara bersujud yang benar

Hadits 248: Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (HR. TIga Imam Hadist).

Hadist ini lebih kuat daripada hadits yang diriwayatkan dari Wail bin Hjur, “Aku melihat Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, apabila sujud beliau meletakan kedua lututnya sebelum beliau meletakkan kedua tangannya”. (HR. Empat Imam hadits).

Hal-Hal Penting dari Hadist:

  • Ada tiga hadits tentang sifat turun (merunduk) untuk sujud:
  • Hadist Abu Hurairah: “Bila seseorang di antara kalian sujud, maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta, dan hendaknya ia meletakan kedua tangannya sebelum kedua lututnya” (hadits marfu’)
  • Hadits Ibnu Umar: Nafi’ mengatakan, bahwa Ibnu Umar meletakkan kedua tangannya dipermukaan kedua lututnya (HR. Bukhari, hadits mu’allaq & mauquf)
  • Hadits Wail bin Hujr: “Apabila sujud beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya” (hadits marfu’).
  • Hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar sama-sama menyatakan bahwa yang lebih utama adalah sampainya kedua tangan ke lantai (landasan shalat) sebelum kedua lutut, sedangkan hadits Wail bin Hujr kebalikannya, yakni bahwa yang utama adalah sampainya kedua lutut lebih dulu daripada kedua tangan.
  • Sebagian ulama lebih mengunggulkan hadits Abu Hurairah dan hadits Ibnu Umar daripada hadits Wail bin Hujr. Mereka mengatakan, “Lutut unta terletak di tangannya, dan itulah yang lebih dulu turun ke tanah (ketika hendak menderum), sedangkan manusia lututnya berada di kakinya, maka tidak selayaknya lutut itu sampai (ke tanah) sebelum tangan. Jadi larangan itu terletak pada lutut, yaitu agar tidak mendahului turun ke tanah. Walaupun letak lutut itu berbeda antara unta dan manusia, dan selama yang lebih dulu sampai ke tanah adalah lutut unta yang berada di tangannya, maka selayaknya yang lebih dulu sampai ke tanah dari manusia adalah tangannya. Demikian berdasarkan konteks hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar.”
  • Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam hadits Abu Hurairah terdapat “pembalikan” dari perawi, yaitu ia mengatakan, “Hendaklah meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya,” padahal aslinya adalah, “Hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.” Ini ditunjukkan oleh hadits yang pertama, yaitu, ” Maka hendaklah ia tidak menderum seperti menderumnya unta.” Karena menderumnya unta yang diketahui umum adalah mendahulukan kedua tangannya daripada kakinya, maka beliau melarang manusia menjadikan bagian atas tubuhnya lebih dulu sampai ke tanah sebagaimana kebiasaan unta, jadi, hendaknya manusia menyelisihi unta, yaitu yang diturunkan lebih dahulu dari tubuhnya adalah kedua lututnya yang memang berada di kakinya, kemudian tangannya, kemudian wajah dan hidungnya’ Inilah yang benar dari kesimpulan hadits-hadits tadi. Dengan begitu hilanglah dugaan adanya persilangan antar hadits-hadits tersebut.
  • Mayoritas ahli ilmu berpendapat bahwa yang lebih utama adalah meletakkan lutut terlebih dahulu, kernudian tangan berdasarkan hadits Wail bin Hujr.

Wallahu Ta’ala A’lam

2. Sifat orang yang mendapatkan hasil ilmu yang sesungguhnya

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang.

Setelah disebutkan sifat orang yang belum mendapatkan ilmu yang sesungguhnya, penulis menjelaskan hasil ilmu yang sesungguhnya.

Bait Syair 210:

Akan tetapi, ilmu (yang sebenarnya) adalah takut kepada Allah saat tersembunyi dari pandangan manusia maupun keramaian…. Ketahuilah bahwa itulah ilmu, maka tekunilah

Bait Syair 211:

Maka kenalilah Allah dan ketahuilah perbuatan-Nya … Juga perkara-perkara yang berdasarkan cakupan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu telah ditulsi dengan pena.

Bait Syair 212:

Ketahuilah hak-Nya dan laksanakan kewajibanmu dengan sebenar-benarnya sesuai dengan pengetahuanmu… Ketahuilah pula jalan kebenaran dan tempuhlah ia dan jangan jadi orang yang buta.

Tiga sifat orang yang mendapatkan hasil ilmu:

  1. Khosyatullah, takut kepada Allah Ta’alla.
  2. Ma’rifatullah, mengenal Allah Ta’alla dan mengimani ketentuan dan takdir Nya
  3. Ikhlas dan Mutabaah, hanya karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Syair 210: Sifat orang yang mendapatkan hasil ilmu adalah Khosyatullah, yaitu takut kepada Allah Ta’alla baik dalam rahasia maupun dalam terang-terangan. Ketahuilah itulah ilmu dengan sebenar-benar ilmu. Maka itizam (komitmen) lah kamu dengan itu.

Ilmu yang bermafaat adalah ilmu yang mengantarkan kepada rasa takut kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fatir: 28)

Ucapan ulama: cukuplah takut kepada Allah itu sebagai ilmu. Dan cukuplah tertitup terhadap Allah itu sebagai kejahilan.

Sebagian As-Salaf berkata: Ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat tapi ilmu itu adalah rasa takut.

Sehingga para ulama berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Mereka tidak bisa menjawab semua pertanyaan. Dikarenakan bukan bidangnya, bukan wewenangnya, ada konsekuensi ilmu yang harus dipertimbangkan.

Seorang penuntut ilmu semakin menuntut ilmu semakin takut, hati-hati dalam berbicara yang belum ada ilmunya.

Syair 211: Hasil ilmu itu adalah Ma’rifatullah, mengenal Allah. Hendaknya kamu kenal Allah dan hendaknya kamu mengingat perbuatan Allah. Dan segala sesuatu itu telah ditulis dengan pena (sudah di takdirkan).

Hasil ilmu adalah mengenal Allah Ta’ala, mengimani akan ketentuan dan takdir Nya. Semakin mengenal Aqidah yang benar, maka orang itu punya Ilmu. Dasar dalam pembahasan Aqidah adalah mengenal Allah. Semakin mempunyai ilmu tentang naman dan sifat Allah, maka dia telah mempunya ilmu, yaitu mengenal Allah Ta’alla.

Syair 212: Dan Hak Allah hendaknya engkau ketahui. Dan dengan sebenar-benarnya engkau menegakan kewajiban didalam hak Allah Ta’alla. Dan terhadap jalan yang benar hendaknya kamu tempuh.

Hak Allah Ta’alla adalah:

Hal ini menimbulkan ke-ikhlasan dan aqidah yang benar.

Penuntut ilmu harus kuat Aqidah nya dari awal. Sehingga diharapkan kebaikan dari ilmu dan ini adalah inti dari Ilmu. Yang membuat ilmu yang lainnya diberkahi dan mudah dipahami.

Berbeda dengan penuntut ilmu yang belajar cabang-cabangnya saja seperti fiqih, hadist tapi tidak ada ilmu aqidah yang menyebabkan pengaruh ilmunya berkurang. Sama halnya dengan Da’i yang harusnya mengajarkan aqidah yang benar, yang bisa dimasukan kepada segala pembahasan yang berujung kembali kepada Allah Ta’lla.

Kewajiban menempuh jalan yang benar adalah ciri dari orang yang mendapatkan ilmu. Selalu dijalan yang lurus, manhaj yang hak. Tidak buta dijalannya.

Berbeda dengan orang yang mempunyai ilmu tapi jalannya bercabang. Hal ini akan terlihat pengaruh ilmu kepadanya.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

1. Sifat orang yang belum mendapatkan hasil ilmu yang sesungguhnya

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang.

Bab ini menjelaskan kapan seseorang telah mendapatkan manfaat dari ilmu. Dan kapan bisa memetik buah dengan tangannya.

Disini dijelaskan bahwa ilmu itu ada buah dan pengaruhnya. Terdapat juga ciri-ciri orang yang telah mendapatkan hasil dari ilmu. Penulis menyebutkan beberapa pengaruh dari ilmu dan hasil nya.

Berikut ini adalah pesan dan wasiat-wasiatnya:

Bait Syair 204:

Perolehan ilmu dan ciri-cirinya akan aku diktekan … Maka pasang baik-baik pendengaranmu dan dengarkanlah perkataanku.

Bait Syair 205:

Ilmu itu bukanlah hafalanmu terhadap huruf per huruf … Bukan pula penuhnya coretan arangmu (tintamu) diatas kertas.

Bait Syair 206:

Ilmu bukan pula duduk menempati tempat terhormat di depan majelis … Sembari mendiktekan ilmu tanpa memahami perkatannya.

Bait Syair 207:

Ilmu itu bukan sorban indah yang kau tinggikan bagian atasnya … untuk berlagak. Dan bukan pula mewarnai uban dengan semir hitam.

Bait Syair 208:

Bukan pula ucapanmu terus-menerus dan perkataanmu “Ya” dan “Tidak” … Bukan pula tindakanmu seperti binatang ternak yang membawa kitab.

Bait Syair 209:

Bukan pula perbuatanmu menenteng berbagai ijazah yang menyolok mata … Yang dipenuhi dengan ungkapan bersajak dan kalimat yang tertata rapi.

Syair 204: Orang yang telah mendapat ilmu itu adalah orang yang sifatnya akan saya terangkan. Maka pasang pendengaranmu baik-baik dan dengarkanlah dari ucapan ku.

Pembahasan: Sifat-sifat orang yang belum mendapatkan ilmu.

  1. Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya hafalan
  2. Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya buku yang ditulisnya
  3. Hasil ilmu bukan orang yang dihadiri banyaknya orang mejelis.
  4. Hasil ilmu bukan orang yang telah memakai imamah yang besar dan menjulur kebawah
  5. Hasil ilmu bukan orang yang telah rambut dan jenggotnya memutih dan di semir hitam
  6. Hasil ilmu bukan orang yang bisa menjawab iya dan tidak pada setiap pertanyaan
  7. Hasil ilmu bukan orang yang membawa banyak kitab.
  8. Hasil ilmu bukan orang yang banyak ijazah dan gelarnya.

Orang yang telah mendapatkan ilmu mempunyai sifat-sifatnya. Agar diperhatikan sifat ini karena ada yang salah paham dianggap sudah mendapatkan ilmu tapi hakikatnya belum dapat apa-apa.

Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang. Orang yang mendapatkan ilmu bukan sekedar hafalan, memenuhi lembaran, tampil terdepan, penampilan mempesona, ucapan iya atau tidak, bukan pula tempat-tempat yang hanya memikul saja (lembaran pengakuan).

Syair 205: Orang yang mendapat ilmu itu bukan kamu hafal fatwa dengan huruf-hurufnya. Dan ilmu itu bukan kamu menghitamkan kertas-kertas dengan arang-arang.

Ada yang bisa hafal suatu ilmu tapi tidak paham akan ilmu itu. Hal ini tidak cukup dan bukan ilmu. Ini hanya pengetahuan saja. Ada yang hafal fatwa sampai pada huruf-hurufnya. Hafal fatwa saja tidak cukup karena fatwa itu belum tentu bisa dipakai ditempat lain. Seorang mufti memberi fatwa di kondisi tertentu yang belum tentu cocok digunakan ditempat yang lain.

Ilmu itu juga bukan asal sekedar tulisan saja dan tidak paham apa yang ditulis.

Syair 206: Ilmu itu bukan berada didepan perkumpulan dengan duduk ihtiba (duduk serius untuk mengajar dengan ditahan tangan atau sarung menahan kakinya). Yang dimana kamu memberikan ilmu tetapi dia sendiri tidak memahami makna ucapan.

Hasil ilmu itu bukan orang yang sudah duduk dihadapan banyak manusia. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang hadir, apabila berbicara banyak yang senang mendengarknya. Padahal ini belum tentu ciri ilmu. Manusia itu pada keinginannya tidak ada yang bisa mengikuti keinginan mereka kecuali apa yang mencocoki syahwat mereka. Dahulu kala ada majelis sahabat diamana yang hadir banyak. Begitu sahabat itu memulai dengan surat Yusuf, maka orang-orang pergi satu persatu hanya sedikit yang tersisa di majelis. Hal ini dikarenakan tidak mencocoki mereka karena mereka senangnya tema pembahsan kisah-kisah yang membuat orang senang. Hal ini menunjukan kadar akal manusia yang mengikuti keinginan syahwatnya.

Abu Bakar bin Ayas berkata siapa yang duduk untuk manusia maka manusia akan duduk kepadanya. Seorang ahli sunnah maka apa yang disampaikan membuat sunnah semakin besar.

Syair 207: Hasil ilmu adalah bukan orang dengan imamah yang lilitannya panjang kebawah atau imamahnya besar. Dan bukan pula dengan orang yang punya jenggot atau rambut sudah putih yang kemudian disemir dengan warna hitam.

Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang menyemir rambut putih dengan warna hitam. Tapi membolehkan menyemir warna rambut yang sudah memutih dengan warna selain hitam. Ada dua kekeliruan:

  1. Anak muda yang keliru, yaitu mengganti rambutnya dengan warna lain, tapi bukan karena rambutnya sudah putih melainkan mengikuti model.
  2. Orang tua yang keliru, yaitu mengganti rambutnya yang sudah memutih dengan warna hitam.

Syair 208: Bukan pula ucapan kamu selalu kalau ditanya, maka menjawab dengan iya dan tidak. Bukan pula ilmu itu membawa barang-barang bawaan seperti hewan ternak.

Apabila seseorang sudah merasa hebat memberi fatwa yang apabila ditanya selalu ada jawaban iya dan tidak. Hal ini belum tentu orang tersebut sudah mendapat ilmu.

Keledai yang membawa buku-buku diatasnya, dia tidak paham buku yang dibawa. Seperti sebagian orang kemana-mana membawa kitab yang ingin menunjukan bahwa dia seorang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Syair 209: Bukan pula dengan membawa ijazah-ijazah yang seakan-akan sudah sangat hebat yang dihiasi dengan keindahan ucapan berupa syair maupun ucapan biasa.

Hasil ilmu itu bukan dengan ijazah-ijazah. Bukan hanya dengan sekedar title atau gelar. Ilmu agama ada di berbagai bidang sebagaimana halnya gelar juga ada di berbagai bidang. Contohnya doktor dibidang bahasa arab, belum tentu benar dalam berbicara mengenai aqidah dan fiqih.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

5. Behati-hatilah dari Majalah yang Menyesatkan

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab: Pasal Ilmu Faraidh dan Ilmu Alat serta Peringatan terhadap Bahaya Ilmu-Ilmu Ahli Bid’ah.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Pasal Tentang Ilmu Faraidh dan Ilmu Alat serta Peringatan terhadap Ilmu-Ilmu Ahli Bid’ah , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Pembahasan: Behati-hatilah dari Majalah yang Menyesatkan

Penulis menjelaskan mengenai sebagian majalah yaitu majalah-majalah yang jelek.

Terdapat 3 Pembahasan:

  1. Pembahasan: Berhati-hati dari majalah yang menyesatkan.
  2. Pembahasan: Sebagian perkara-perkara yang hina disebarkan oleh majalah-majalah yang jelek
  3. Pembahasan: Peringatan akan orang-orang yang melampaui batas dan jalan-jalan mereka yang rusak.

Tiga pembahasan ini ada di 13 Bait syair berikut:

Bait Syair 190

Berhati-hatilah dari majalah-majalah keji yang beredar di tengah-tengah masyarakat ….Yang mengajak secara terang-terangan kepada penyebaran becanra di tengah mereka

Bait Syair 191

Yang menyeru agar membuang petunjuk dan ajarang agama seluruhnya … Juga ilmu, bahkan, seluruh akal yang sempurna dan akal sehat.

Bait Syair 192

Yang menyeru agar condong kepada dunia dan keindahannya … Juga menyeru kepada kehidupan foya-foya sebagaimana binatang ternak yang digembala.

Bait Syair 193

Terang-terangan menyeru kepada degradasi moral dan kecabulan … Mengesampingkan harga diri, akhlak dan tata krama.

Bait Syair 194

Menyeru agar secara mutlak menggantungkan kepada sebab … Tanpa menggantungkan kepada Yang Menciptakan sebab dan Menciptakan ketiadaan

Bait Syair 195

Menyeru kepada kufur terhadap Allah, malaikat, dan para rasul … Juga kufur kepada wahyu, takdir, dan kebangkitan jasad yang telah remuk.

Bait Syair 196

Menyeru agar memeluk keyakinan Thabi’iyyah bahwa alam tidak ada yang mengatur … Bertindak sendiri sesukanya tanpa pernah menzhalimi

Bait Syair 197

Menurut mereka, semua makhluk ini terjadi tanpa ada yang mengurusi dan tanpa ada yang menciptakan … (Mereka mengingkari) bahwa makhluk itu diciptakan untuk tujuan dan hikmah tertentu.

Bait Syair 198

Dengan penuh pujian mereka menamakan kebatilan tersebut sebagai “ilmu baru” … Akan tetapi sejatinya ia adalah “kekafiran lama”, salah satunya adalah pendapat bahwa alam semesta adalah qidam (terdahulu)

Bait Syair 199

Kaum tak beriman dan melampaui batas itu berbagi peran … Sedikit ataupun banyak, maka tak pantas mencapat ucapan selamat untuk pembagian ini.

Bait Syair 200

Setiap kali satu atau beberapa abad melintas … Mereka membawa kekafiran dalam bentuk yang lain, karena kekejian mereka.

Bait Syair 201

Sebagian kekejian itu atas sebagian lainnya akan dikumpulkan oleh Rabbku … Dan Dia akan menempatkanya di dalam Neraka yang menyala-nyala.

Bait Syair 202

Anda pantas heran terhadap serangan kaum yang secara bodoh mencoba … Menggabungkan ilmu tersebut ke dalam Islam dalam satu tempat

Bait Syair 203

(Upaya mereka) laksana menggabungkan api ke dalam air, atau menggabungkan suci dan hadast dalam satu waktu….. atau mempersaudarakan serigala dan kambing

Pembahasan: Berhati-hati dari majalah yang menyesatkan.

Syair 190: Hati-hati dari majalah-majalah jelek yang mengandung kemungkaran, kefasikan, bid’ah yang menyesatkan disebarkan ditengah manusia. Yang terang-terangan mengajak untuk menyebarkan musibah ditengah manusia.

Nasihat penulis kepada para penuntut ilmu yang membaca buku ini bahwa ada hal-hal yang jangan didekati yang akan membahayakannya diantaranya majalah-majalah (dimasa beliau). Dimasa kini lebih mengerikan lagi dan bukan hanya majalah saja, lebih mudah daripada majalah.

Perkara yang menganggu agama adalah musibah yang paling besar. Sebagaimana doa Nabi shalallahu alaihi wasallam ya Allah jangan jadikan musibah dari agama kami.

Musibah yang menimpa dunia gampang ditangani akan tetapi musibah yang menimpa agama berat ditangani.

Pembahasan: Sebagian perkara-perkara yang hina disebarkan oleh majalah-majalah yang jelek

Syair 191: Majalah-majalah ini mengajak untuk membuang petunjuk dan agama. Dan mengajak untuk membuang ilmu bahkan mengajak membuang akal sempurna yang selamat.

Beberapa kerusakan dari majalah-majalah: Membuang petunjuk, bertentangan dengan ilmu. Bukan dibekali dengan agama, malah diberi hal yang membahayakannya.

Syair 192: Kemudian pula majalah membuat selalu condong kepada dunia dan perihasannya dan mengajak untuk puas seperti hewan ternak yang dipelihara (tidak ada aturan dan batasan).

Syair 193: Majalah ini juga mengajak untuk melepaskan dari akhlak, dari kemuliaan, dari hijabnya terang-terangan. Dan mengajak pada buka-bukaan disertai dengan membuang etika-etika bagus dan akhlak yang mulia. Sehingga hilan semuanya.

Sebagian majalah terang-terangan dibawakan kebiasan-kebiasaan orang kuffar, bertentangan dengan akhlak, tidak menutup aurat. Negeri-negeri kaum muslimin dijajah, dimasuki oleh akhlak buruk dari luar dengan perantara apa yang dibaca oleh generasinya.

Dizaman ini lebih berbahaya lagi melalui layar televisi, channel-channel.

Syair 194: Demikian pula besandar kepada sebab-sebab secara mutlaq. Tanpa besandar kepada Allah yang mengadakan, mencipta dari yang tidak ada.

Sering dalam berita-berita apabila ada kejadian seperti gempa. Disebutkan hanya suasana alam terdapat pergeseran lempengan bumi. Tanpa dijelaskan bahwa ada Allah Ta’ala yang menentukannya. Hal ini adalah ke kufuran.

Syair 195: Kekafiran kepada Allah, MalaikatNya, serta para rasul dan wahyu. Juga kekafiran kepada takdir dan kebangkitan tulang-tulang yang telah menjadi tanah.

Hal ini juga kejelekan yang disebarkan majalah tersebut. Terdapat kisah-kisah yang bertentangan dengan keimanan disebutkan ada yang mencipta selain dari pada Allah. Atau bentuk kekufuran pada malaikat yang dikisahkan dengan wujud manusia dan berbuat hal yang jelek. Juga digambarkan rosul dengan akhlak yang jelek. Pengingkaran tentang takdir yang bisa dirubah oleh manusia.

Dizaman ini semakin parah lagi, ada saja yang dimasukan dari kekufuran dalam pemberitaan seperti: ramalan bintang.

Syair 196: Untuk meyakini “At-Thabiat” seakan-akan semua yang terjadi alami, tidak ada yang menciptakannya, terjadi begitu saja”. Tidak ada yang mengatur dan mengadakannya yang apa saja yang dia kehendaki menjadi gelap.

Hal ini adalah kekafiran yang nyata. Kaum Musyrikin di masa Nabi shalallahu alaihi wasallam tidak menyakini seperti itu. Mereka tahu ada yang mencipta, ada yang menghidupkan dan mematikan, ada yang mengatur segala sesuatu. Namun di sebagian majalah mengatakan terjadi secara alami tidak ada sebabnya, tidak ada yang mengatursnya, tidak ada yang mengadakannya.

Syair 197: Bagi mereka semua hal ini terjadi tanpa ada yang maha tegak yang mengadakdannya. Diadakan agar supaya tunduk sempurna untuk keperluan berisi hikmah didalamnya. Tujuan yang penuh hikmah.

Penulis menjelaskan kalo ALlah yang menciptakan dari makhluk ditundukan untuk manusia untuk sebuah tujuan penuh dengan hikmah. Maka mereka menganggap segala perkara terjadi begitu saja. Tidak ada ALlah yang maha menegakkan segala sesuatu, segala perkara tegak karena Allah.

Syair 198: Pemahaman seperti ini bahwa alam terjadi alami, mereka namakan ilmu baru. Padahal hal tersebut adalah kekafiran yang sudah lama.

Diantaranya ucapan orang filsafat bahw bumi ini sudah lama, terjadi begitu saja.

Syair 199: Mereka yang melampaui batas ini membaginya di atas suatu pembagian atau lebih. Katakan tidak ada penerimaan dari pembagian seperti ini.

Orang-orang yang menyimpang (melampaui batas pada agama) membagi-bagi, seperti membagikan warisan. Maka seorang muslim berlepas dari yang seperti ini. Jangan dibuka peluang menerima yang seperti ini.

Syair 200: Setiap kali datang generasi, mereka datangkan lagi dalam bentuk yang lain. Karena buruknya mereka.

Hal ini adalah petaka dari ahlul bathil yang bersumber dari hal yang sama akan tetapi setiap zaman datang dalam bentuk-bentuk baru yang mencocoki dengan shawat dan masa mereka. AKan selalu seperti itu: bid’ah, dosa, maksiat. Dimodifikasi tapi asalnya sama. Zina dengan bahasa pacaran, riba dengan bahasa bunga, khamar dengan bahasa banyak penamannya.

Pembahasan: Peringatan akan orang-orang yang melampaui batas dan jalan-jalan mereka yang rusak.

Syair 201: Ingat sebagian hal yang hina berkumpul dengan yang hina lainnya, maka Allah akan menjadikannya didalam neraka untuk dibakar.

Penulis menjelaskan bahwa ujung dari perbuatan orang-orang ini akan bertumpuk-tumpuk dan akhirnya menyeret mereka kedalam neraka jahanam. Sebagaimana firman Allah:

Syair 202: Maka kagetlah kamu kepada permusuhan suatu kaum yang mengupayakan dengan penuh kebodohan, ingin mengumpulkan hal-hal keji sperti ini dimasukan kedalam Islam.

Syairu 203: Hal ini sesuatu yang tidak mungkin seperti memasukan api didalam air, atau bersuci dalam hadast, atau orang yang ingin mempersaudarakan srigala dengan kambing.

Kisah serigala dan kambing:

Seorang perempuan penggembala kambing dapat anak srigala yang ditinggal pergi sama induknya. Kemudian dipeliara, menyusu dari kambingnya dan kambingnya punya anak baru lahir (seumur dengan srigala). Jadi kambing tersebut punya saudara sesussuan (srigala). Mereka sama-sama tumbuh besar. Begitu besar srigala ini menerkam sudara sesusuannya (Kambing). Padahal srigala ini dididik sebagai anak kambing, minum susu dari ibu nya kambing, begitu besar srigala tetap menjadi srigala.

Perempuan ini mengucapkan tiga bait syair yang indah:

Kamu menerkam anak kambingku dan engkau membuat kaget hatiku

Padahal engkau saudara susuan untuk anak kambingku. Kamu besar dari susu ibunya dan kamu tumbuh bersama.

Lalu siapa yang memberi tahu kamu bahwa ayah kamu adalah seorang srigala.

Apabila tabiat itu tabiat yang jelek maka tidak ada adab yang bermafaat dan tidak ada pula pendidik yang bisa mendidiknya.

Hal ini terjadi dimasa penulis, dizaman sekarang kekafirannya berlipat-lipat. Maka seorang penuntut ilmu jangan dekat kepada hal-hal seperti ini. Hal ini bisa merusak dirinya dan bisa menghalanginya dari jalan ilmu.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

4. Peringatan akan Bahaya Perdukunan dan Tukang Ramal Bintang

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab: Pasal Ilmu Faraidh dan Ilmu Alat serta Peringatan terhadap Bahaya Ilmu-Ilmu Ahli Bid’ah.

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Pasal Tentang Ilmu Faraidh dan Ilmu Alat serta Peringatan terhadap Ilmu-Ilmu Ahli Bid’ah , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. 

Peringatan akan Bahaya Perdukunan dan Tukang Ramal Bintang

Bait Syair 179:

Demikian pula ilmu perdukungan dan ramalan berdasarkan bintang … Sesunguhnya kedua ilmu tersebut termasuk kekufuran, keduanya telah ada di tengah manusia sejak dulu.

Bait Syair 180:

Sanadanya berasal dari bala tentara Iblis yang terlaknat… Sedangkan isi matannya adalah riwayat perkataan yang paling dusta.

Bait Syair 181:

Apa hubungan antara (coretan dukun diatas) tanah dan pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib… Hingga dia mengetahui perilaku manusia?

Bait Syair 182:

Seandainya golongan jin itu mengetahui hal yang ghaib … Tentu mereka tidak akan terus sepanjang waktu melakukan pekerjaan yang melelahkan.

Bait Syair 183:

Adapun bintang-bintang, ia adalah hiasa di langit … Dan sebagai batu yang dilemparkan ke satan-setan untuk menghalau mereka agar tidak mencuri berita.

Bait Syair 184:

Dengan bintang pula, orang berjalan di waktu malam mendapatkan petunjuk ke arah yang akan mereka tuju … Baik di daratan mapun ketika mereka berjalan di tengah kegelapan.

Bait Syair 185:

Matahari dan bulan beredar menurut penghitungan … Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui, lagi Menyempurnakan kenikmatan.

Syair 179: Demikian pula perdukunan yang merasa tahu ilmu ghaib seperti mengabarkan apa yang akan terjadi. Dan orang pintar (peramal), munajim (menentukan kejadian alam dengan bintang-bintang). Karena kedua ilmu ini adalah kekafiran yang telah mempermainkan manusia dari dulu.

Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam:

Mengenai perbintangan adalah menentukan kejadian di bumi berdasarkan bintang-bintang seperti gempa karena bintang ini, malapetaka karena bintang ini dan lainnya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu riwyat ibnu Majah dan selainnya, Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:

Kemudian diterangkan bagaiman jeleknya dua ilmu ini

Bantahan untuk perdukunan

Syair 180: Sanad ilmu ini adalah kelompok Iblis yang terlaknat. Dan matannya adalah nukilan paling dusta dari pembicaraan yang pernah ada (isinya kedustaan).

Jin-jin mencuri berita dari langit, dengan cara saling bertumpuk-tumpuk sampai kelangit. Ketika mendengar satu kalimat, maka yang diatas menyampaikan kepada yang dibawahnya. Begitu dilempar bintang. Satu kalimat kadang didengar sudah dicampur dengan 100 kedustaan. Sehingga setelah sampai ketelinga dukunnya sudah bercampur dengan 100 kedustaan. Sehingga dukun apabila memberikan berita kadang ada yang mendekati kebenaran tapi belum benar karena telah bercampur dengan 100 kedustaan.

Syair 181: Ada apa hubungan mereka dengan tanah dan dengan ghaib mereka tidak bisa memahaminya. Ada apa dengan perubahan-perubahan yang terjadi di Alam. Dan mereka juga tidak tahu makhluk itu sebelumnya tidak ada.

Semuanya yang ada dilangit dan dibumi tidak ada yang tahu kecuali Allah, sebagaimana firman Nya:

Mereka para dukun ini tidak tahu apa-apa, dan mereka berucap tanpa ilmu.

Syair 182: Andaikata jin-jin itu tahu yang ghaib maka dia akan tinggal kurun waktu yang lama berbagai bentuk kepedihan.

Ini kisah jin dizaman Nabi Sulaiman bahwa Jin itu ditundukan dan dipekerjakan oleh Nabi Sulaiman. Para jin bekerja siang dan malam, tersiksa dan letih. Jin tidak ada tahu yang ghaib. Nabi Sulaiman berdiri dengan tongkat memperhatikan para Jin bekerja. Ketika Nabi Sulaiman telah meninggal para Jin tidak ada yang tahu. Begitu tongkat Nabi Sulaiman dimakan rayap, maka jatuh lah Nabi Sulaiman. Barulah Jin tahu bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal. Andaikata Jin tahu yang ghaib maka mereka tidak akan tersiksa sedemikian lamanya.

Dalam Surah Saba ayat 14:

Bantahan untuk perbintangan

Kemudian penulis meluruskan mengenai bantahan perbintangan

Dalam perbintangan ada yang penggunannya bisa dikategorikan kafir menurut kesepakatan para ulama. Contohnya apabila berkata semua yang terjadi dimuka bumi ini karena pengaruh bintang-bintang. Dan mempercayai bahwa bintang-bintang itu yang melakukannya.

Adapun yang menyatakan bahwa bintang-bintang hanya pendalilan saja. Contohnya bahwa karena bentuk bintang ini, maka terjadi yang begini. Hal ini ada silang pendapat dalam kekafirannya.

Penggunaan lain dari bintang-bintang yaitu yang disebut penulis dalam bait syair berikut.

Fungsi dari bintang salah satunya adalah tanda untuk mengenal dari persinggahan matahari dan bulan, dijadikan dalil untuk arah kiblat, waktu shalat, perubahan musim dan sebagainya. Mengenai hal ini ada dua pendapat dikalangan as-salaf: makruh dan mubah.

Syair 183: Adapun bintang-bintang adalah perhiasan untuk langit, dan untuk melempar syaithon. Mengusir mereka mendengarkan wahyu.

Syair 184: Bintang-bintang itu dijadikan petunjuk bagi yang berjalan dimalam hari untuk mencari arah di darat maupun dilautan.

Fungsi bintang:

  1. Hiasan dilangit
  2. Lemparan untuk para syaithon
  3. Petunjuk untuk perjalanan di malam hari

Dalil fungsi ke-1 dan ke-2:

Dalil fungsi ke-3:

Kemudian diterangkan fungsi matahari:

Syair 185: Dan dua yang terang (matahari dan bulan) itu semuanya pada porosnya masing-masing. Dan itu sudah merupakan ketentuan dari Allah yang mencurahkan berbagai nikmat kepada manusia.

Sebagai mana firman Allah Ta’la:

Syair 186: Siapa yang mentakwil pada bulan dan Matahari selain dari pada yang disebut, maka dia telah berjalan mengambil sesuatu yang dia tidak ketahui (berucap tanpa ilmu). Maka yang seperti ini adalah pendusta.

Didalam Al-Quran suda diterangkan fungsi dari bintang, bulan dan matahari. Maka apabila ada yang berkata fungsi selain itu, maka dia telah berdusta.

Syair 187: Seperti orang-orang yang mengikuti para penyembah haikal-haikal (struktur atau bentuk). Menisbatkan pengaruh bintang-bintang.

Hal ini seperti keadaan penyembah bintang di masa Nabi Ibrahim Alaihi Salam yang menyembah bintang-bintang dan kawakib (bintang yang diam).

Syair 188: Sama dengan orang yang menulis suatu aturan didalam ibadah mereka dalam bentuk akad, perjanjian, waktumya dalam mereka beribadah.

Syair 189: Dia bilang ini bintang menunjukan keberuntungan, yang ini menunukan kesialan. Hitungan mereka yang ini cocok nya begini dan begini. Betapa banyak mereka bikin dengan kedustaan mereka.

Dalam hal ini penulis mengingatkan akan bahaya perdukunan dan perbintangan. Kemudian membantah syubhat-syubhat orang-orang ang melakukan perdukunan dan perbintangan.

Sampai 32:42

Wallahu Ta’alla ‘Alam