Wasiat Rasulullah ﷺ Kepada Ibnu Abbas

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 63. Wasiat Rasulullah ﷺ Kepada Ibnu Abbas

عَنْ أَبِي عَبَّاسٍ عَبْدِ اللهِ بنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النبي صلى الله عليه وسلم يَومَاً فَقَالَ: (يَا غُلاَمُ إِنّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: احْفَظِ اللهَ يَحفَظك، احْفَظِ اللهَ تَجِدهُ تُجَاهَكَ، إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ، وَاعْلَم أَنَّ الأُمّة لو اجْتَمَعَت عَلَى أن يَنفَعُوكَ بِشيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلا بِشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ لَك، وإِن اِجْتَمَعوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشيءٍ لَمْ يَضروك إلا بشيءٍ قَد كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفعَت الأَقْلامُ، وَجَفّتِ الصُّحُفُ) – رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح – وفي رواية – غير الترمذي: اِحفظِ اللهَ تَجٍدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاءِ يَعرِفْكَ في الشّدةِ، وَاعْلَم أن مَا أَخطأكَ لَمْ يَكُن لِيُصيبكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُن لِيُخطِئكَ، وَاعْلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَربِ، وَأَنَّ مَعَ العُسرِ يُسر

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi , beliau bersabda : “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih).

Dalam riwayat selain Tirmidzi : “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan.

Penjelasan:

Jagalah Allah” yakni dengan menjaga syariat-Nya, agama-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya, meninggalkan segala larangan-Nya.

Allah akan menjagamu“, yakni Allah menjaga dalam hal badannya, hartanya, keluarganya dan agamanya, dan yang paling penting adalah Dia menyelamatkanmu dari tidak puas dengan syariat dan kesesatan.

Jagalah Allah, maka kamu akan mendapatkan-Nya di depanmu“, yakni dengan menjaga syariat-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, maka akan mendapatkan Allah di depanmu, menunjukkanmu pada kebaikan dan menghindarkanmu dari keburukan.

Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohon pertolonganlah kepada Allah“, yakni jangan bersandar kepada makhluk.

Misalnya, seseorang fakir tidak mempunyai harga kemudian ia meminta kepada Allah Ta’alla dan ia berdoa “Ya Allah berilah aku rezeki, persiapkanlah bagiku rezeki”. maka akan datang kepadanya rezeki dari arah yang terduga.

Akan tetapi jika ia meminta kepada manusia, maka bisa jadi mereka memberi dan bisa jadi mereka menolaknya.

Ketahuilah jika umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan memberimu manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan kepadamu“, yakni jika mereka memberikan manfaat kepadamu, maka ketahuilah bahwa itu dari Allah.

“Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran”, Yakni apa yang telah dituliskan Allah telah berakhir dan diangkat, dan lembaran-lembaran telah mengering dari tinta-tinta serta tidak ada kesempatan untuk mereivisi.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Tafsir Islam Bagian 1

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Fadhlul Islam – Bab Keutamaan Islam oleh Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Fadhlul Islam

Penulis: Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimakumullah.

Bab Tafsir Islam

Pendahuluan

Pembahasan 1: Hubungan Bab dengan Kitab

Setelah diterangkan keutamaan Islam dan kewajiban memeluk Islam, maka disini dijelaskan apa itu Islam, apa penafsirannya, hakikat dan maknanya?

Dari keutamaan Islam, Islam adalah agama yang jelas dan penafsirannya terang. Yang jelas seperti ini adalah hal yang diikuti

Pembahasan 2: Hakikat Islam dan maknanya

Islam terbagi dua:

Pertama: Islam dengan makna umum, yaitu Islam yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. Definisinya adalah sebagai berikut:

Islam adalah berserah diri kepada Allah ﷻ, terikat ketaatan kepada-Nya dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan.

Kedua: Islam dengan makna khusus, terdapat dua makna

  1. Makna pertama, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.
  2. Makna kedua, amalan-amalan yang dhohir, yang disertai amalan hati yang membenarkan dhohirnya. Sebagaimana rukun Islam dalam hadits Jibril: Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan, Haji. Akan tetapi semua amalan dhohir ini harus disertai amalan hati yang membenarkannya. Apabilat tidak dengan amalan hati maka sama dengan kaum munafikin.

Ayat mengenai Tafsir Islam

Tafsir Islam dalam Ali ‘Imran ayat 20:

فَإِنْ حَآجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِىَ لِلَّهِ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِ ۗ وَقُل لِّلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْأُمِّيِّـۧنَ ءَأَسْلَمْتُمْ ۚ فَإِنْ أَسْلَمُوا۟ فَقَدِ ٱهْتَدَوا۟ ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ ٱلْبَلَـٰغُ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِٱلْعِبَادِ

Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku”. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Alkitab dan kepada orang-orang yang umi1, “Apakah kamu (mau) masuk Islam”. Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Ali ‘Imran: 20).

Ada dua pembahasan

Pembahasan 1: Penafsiran Islam dengan makna: bereserah diri kepada Allah ﷻ dengan men-tauhid-kan-Nya.

Ini adalah makna Islam dengan makna umum. Dalam ayat dikatakan “Aku menyerahkan diriku kepada Allah“.

Pembahasan 2: Orang yang mengikuti Rasulullah masuk Islam sebagaimana Rasulullah masuk Islam.

Sebagaimana dalam ayat “dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku” Yaitu orang yang terikat dengan ke-Islam-an.

Tafsir Islam dalam hadits Umar bin Khatab mengenai rukun Islam

Islam dan Iman bermakna sama apabila disebutkan secara terpisah. Akan tetapi akan bermakna berbeda apabila disebutkan dalam satu tempat.

Sebagimana hadits jibril yang menanyakan mengenai Islam, Iman, dan Ihsan. Islam adalah bersyahadat, tegakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramdhan dan Haji ke Baitullah apabila mampu. Kemudian ditanyakan mengenai Iman, Nabi ﷺ menjawab dengan rukun Iman.

Pembahasan 1: Tafsir Islam dalam rukun Islam

Penulis menyebutkan tafsir Islam dengan rukun Islam. Ini dalam hadits Umar Bin Khatab adalah Islam khusus dengan makna amala dhohir. Tapi dalam hadits Abdullah bin Umar adalah Islam khusus bermakna agama yang dibawah oleh Nabi ﷺ.

Pembahasan 2: Penjelasan rukun-rukun Islam.

Rukun Islam ada lima:

Pertama: Syahadat: La illaha illallah, Muhammad Rasulullah. Syahadat artinya berucap disertai dengan keyakinan hati yang membenarkan ucapannya. Ini adalah yang pertama diucapkan oleh seorang Muslim. Kebathilan orang filsafat mengatakan untuk masuk islam harus melihat dulu.

La Illaha Ilallah artinya tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah ﷻ. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad Rasul Allah.

La Illaha Ilallah ada dua rukun penafian dan penetapan. Penafian bahwa tidak ada yang diibadahi. Kemudian ditetapkan bahwa yang diibadahi hanyalah Allah.

Dan Muhammad adalah rasul Allah mengandung beberapa makna:

  1. Taat kepada Nabi ﷺ dengan segala yang diperitanh
  2. Meninggalkan segala yang dilarang oleh Nabi ﷺ
  3. Membenarkan segala berita yang dibawa oleh Nabi ﷺ
  4. Mecintai Allah ﷻ dan Rasul melebihi selain keduanya.
  5. Tidak beribadah kecuali diatas syariat Rasulullah ﷺ

Kedua: Tegakan shalat

Berbeda antara menegakan dan mengerjakan shalat. Mengerjakan artinya boleh shalat tidak khusu, tidak tahu apa yang dibaca. Akan tetapi menegakan shalat yaitu melakukan shalat sesuai dengan syarat shalat, rukun shalat, kewajiban shalat, dan sunah-sunnahnya.

Ketiga: Keluarkan Zakat

Zakat yang dimaksud adalah zakat harta: zakat emas dan perak (dan yang semisal), zakat hasil bumi, zakat hewan ternak (unta, sapi dan kambing / kerbau), dan zakat perniagaan.

Keempat: Berpuasa dibulan Ramadhan (puasa wajib)

Kelima: Melakukan ibadah haji apabila mampu

Tafsir Islam dalam hadits Abu Hurairah mengenai definisi seorang Muslim

Juga dalam (Ash-Shahih), dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu secara marfu’, (beliau) berkata, “Seorang muslim adalah siapapun yang muslimin lain selamat terhadap (kejelekan) lisan dan tangannya“.

Pembahasan 1: Islam itu tidak terbatas pada rukun-rukun Islam saja tapi Islam meliputi selain dari rukun Islam (kewajiban dan sunnah-sunnah).

Disini ditekankan bahwa Islam itu bukan hanya rukun Islam saja. Termasuk orang yang tidak menganggu kamu muslimin dengan lisan dan tangannya disebut Islam juga. Sehingga makna Islam lebih luas. Ini adalah Islam makna khusus yaitu agama yang dibawa oleh Nabi ﷺ mencakup rukun islam, kewajiban-kewajiban, dan sunah-sunah.

Dari sisi amalan Islam sama dengan Iman yaitu banyak cabang-cabang dan bentuknya. Tapi apabila diliaht dari sisi masuk kedalam Islam, Islam itu satu saja.

Pembahasan 2: Dari keislaman menjaga lisan dan tangan dari menganggu manusia.

Apabila punya Islam yang benar maka punya kekhawatiran jangan sampai menganggu orang dengan lisan maupun tangan. Terdapat tuntunan dalam islam dalam menjaga lisan dan tangan termasuk bahaya dan ancamannya.

Dari Mu’adz bin Anas radhiallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda “Barangsiapa yang menyempitkan tempat orang singgah atau dia memutuskan jalan orang atau menganggu seorang mukmin, maka tidak ada jihad bagi dia”.

Maksudnya apabila ada orang yang berjihad dan melakukan pelanggaran diatas maka tidak dihitung jihad. Apalagi orang tersebut tidak berjihad, tidak ada yang didapat.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Atsar mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Fadhlul Islam – Bab Keutamaan Islam oleh Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Fadhlul Islam

Penulis: Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimakumullah.

Bab Kewajiban Memeluk Islam

Hadits mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Atsar 1

Dalam Ash-Shahih, dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Wahai para Qurra’ ‘pembaca Al-Qur’an’, istiqamahlah kalian karena sesungguhnya kalian telah mendahului dengan (jarak yang) sangat jauh. Apabila menyimpang kekiri atau ke kanan, sungguh kalian telah tersesat sejauh-jauhnya.

Penjelasan:

Wahai para pembaca Al-Qur’an. Al-Qurra adalah istilah yang pada masa ini adalah orang yang pandai membaca Al-Qur’an yang mempunyai sanad sampai ke Nabi. Akan tetapi dimasa sekarang belum tentu seorang syeikh yang berilmu.

Pada masa Nabi, Al-Qurra adalah pembaca Al-Qur’an yang menghafal Al-Quran, hadits Rasulullah, memahami, dan mengamalkannya. Atau dinamakan ulama pada masa dahulu.

Maksudnya diingatkan kepada para ulama agar tidak menyimpang, Karena apabila menyimpang siapa lagi yang akan meluruskannya.

Atsar ini adalah hadits marfu’

Terdapat tiga pembahasan:

Pembahasan 1: Kewajiban Istiqomah diatas Islam.

Setelah membawakan kewajiban masuk Islam, maka disini diingatkan agar istiqamah diatas Islam. Istiqamah adalah menapaki jalan yang lurus, continue diatasnya dan tidak keluar jalan.

Para Al-Qurra diperintah untuk istiqamah diatas Islam.

Pembahasan 2: Mendahului jarak yang jauh dengan cara Istiqamah

Semua orang hakikatnya berjalan menuju ke akhirat kepada Allah. Apakah jalannya benar atau tidak. Apabila sudah benar, apakah jalannya cepat atau lambat. Apabila ingin cepat, maka dengan cara istiqamah.

Pembahasan 3: Kesesatan yang jauh bagi siapa yang berpaling dari Istiqamah

Atsar 2:

Dari Muhammad bin Waddhah, (beliau berkata), “Sesungguhnya beliau (Hudzaifah) memasuki masjid dan berhenti pada halaqah (kumpulan orang), lalu beliau menyebut ucapan tersebut.” Beliau berkata (muhammad bin Wadhdhah): Sufyan bin Uyainah memberitakan kepada kami, dari Mujalid, dari Asy-Sya’by, dari Masruq, beliau berkata: Abdullah, yakni Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, berkata “Tidaklah ada suatu tahun, kecuali keadaan tahun sesudahnya pasti lebih jelek daripada (tahun sebelum)nya. Saya tidak mengatakan bahwa (keadaan hujan) satu tahun lebih baik daripada tahun lain, tidak pula (ladang) suatu tahun lebih subur daripada tahun (sebelumnya), tidak pula pemimpin lebih baik daripada pemimpin (sebelumnya). Akan tetapi, hilangnya ulama dan orang-orang baik kalian, lalu muncul kaum yang mengukur perkara agama berdasarkan akal mereka sehingga hancurlah Islam dan menjadi pecah”.

Penjelasan:

Kaidah “tidak ada satu tahun kecuali tahun sesudahnya lebih jelek dari tahun sebelumnya”. Tidak dimaksudkan hujan tahun sekarang lebih jelek dari tahun sebelumnya atau ladang satu tahun lebih subur dari tahun sebelumnya atau pemimpin sebelumnya lebih jelek dari sebelumnya. Maksudnya adalah hilangnya ulama kalian dan orang-orang terbaik kalian. Setelah pergi sahabat tidak ada yang lebih baik dari sahabat dimasa itu. Setelah perginya tabi’in tidak ada yang lebih baik dari tabi’in dimasa itu. dan seterusnya hingga masa ini.

Kemudian muncul kaum yang mengukur perkara agama berdasarkan akal mereka sehingga hancurlah Islam dan menjadi pecah

Terdapat tiga pembahasan:

Pembahasan 1: Tidaklah datang suatu tahun kecuali tahun sesudah nya lebih jelek

Maksudnya perginya ulama dan hilangnya orang-orang terbaik.

Pembahasan 2: Musibah itu dengan perginya ulama

Ketika ulama masih ada manusia santai saja akan tetapi ketika ulama diwafatkan Allah, umat baru menyadari pentingnya ulama ditengah manusia. Kita harus mensyukuri nikmat dalam menghadiri majelis ilmu.

Permbahasan 3: Siapa yang berpegang dengan Islam yang benar maka dia menjaga agamanya.

Adapun mengikuti pendapat yang keliru, bid’ah-bid’ah akan menghancurkan Islam.

Hal ini termasuk orang yang mempelajari ilmu bukan pada sumber yang benar. Muncul orang yang berbicara tanpa ilmu yang membahayakan ditengah umat.

Mengambil ilmu dari sumber yang benar.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Hadits mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Fadhlul Islam – Bab Keutamaan Islam oleh Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Fadhlul Islam

Penulis: Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimakumullah.

Bab Kewajiban Memeluk Islam

Hadits mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Hadits 1

Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang mengada-ngadakan perkara baru dalam agama kita, yang tidak berasal dari (agama) tersebut, sesuatu itu tertolak.” Dikeluarkan oleh (Al-Bukhary dan Muslim).

(dalam riwayat yang lain disebutkan). “Barangsiapa yang mengerjakan amalan yang tidak berasal dari agama kita, (amalan) itu tertolak“.

Penjelasan:

Terdapat dua kandungan dalam hadits:

Lafadz Ke-1: Mengenai orang yang memunculkan atau mengadakan perkara bid’ah

Lafadz Ke-2: Mengenai orang yang mengamalkan bid’ah.

Sehingga orang yang membuat perkara bid’ah dan yang mengamalkannya, keduanya tertolak.

Terdapat tiga pembahasan:

Pembahasan 1: Masuk kedalam Islam dengan cara mengikuti Nabi dan meninggalkan Bid’ah

Kewajiban memeluk islam dengan cara mengikuti tuntunan Nabi dan meninggalkan bid’ah. Dalam hadits ini ditekankan untuk mengikuti tuntunan Nabi.

Pembahasan 2: Syarat diterimanya amalan (dhohir).

Amalan diterima atau tidak terkait dengan 2 hadits yang menjadi tolak ukur, yaitu hadits “Amalan tergantung niatnya” yang menjadi tolak ukur bathin dan hadits ini tolak ukur amalan dhohir.

Amalan dhohir diterima apabila mencocoki apa yang dicontohkan Nabi, selain itu tidak diterima. Sehingga ini menjadi syarat amalan diterima selain keikhlasan niat.

Syarat diterimanya amalan ada tiga:

  1. Tauhid, orang yang bertauhid
  2. Ikhlas
  3. Mu’taba, mencontoh Nabi dalam amalan

Apa bedanya ikhlas dan tauhid? Ikhlas adalah bagian dari tauhid. Contoh seorang shalat dengan ikhlas mengharap wajah Allah, kemudian shalat nya sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi. Akan tetapi orang ini menyembah kuburan. Sehingga shalatnya tidak diterima karena tidak bertahuhid.

Pembahasan 3: Bahaya Bid’ah

Salah satu bahaya bid’ah yaitu amalannya tidak diterima.

Bid’ah terbagi dua:

  1. Bid’ah yang mengeluarkan dari Islam. Sehingga seluruh amalannya ditolak.
  2. Bid’ah yang tidak mengeluarkan dari Islam. Sehingga amalan bid’ah nya saja yang ditolak.

Hadits 2

Dalam Al-Bukhariy, dari Abu Hurairah, (beliau berkata): Rasulullah ﷺ bersabda, “Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan“, Mereka bertanya, “Siapa yang enggan itu?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang menaatiku, dia akan masuk surga, (tetapi) barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, sungguh dia telah enggan“.

Terdapat tiga pembahasan:

Pembahasan 1: Jalan surga adalah dengan taat kepada rasul berupa masuk kepada Islam

Siapa yang mau masuk surga maka harus taat kepada Rasulullah. Rasulullah memerintahkan kita untuk masuk Islam. Hal ini menunjukan wajibnya memeluk Islam.

Pembahasan 2: Berpaling dari apa yang dibawa rasulullah dari keislaman, mengharuskan masuk dalam neraka

Hanya ada dua pilihan apabila mengikuti rasulullah maka masuk surga, atau enggan mengikuti rasulullah maka masuk neraka.

Pembahasan 3: Setiap umatku masuk surga

Umat nabi yaitu Muslim walaupun berbuat dosa dan maksiat, pasti masuk surga. Akan tetapi ada yang langsung masuk surga dan ada yang akhirnya masuk surga. Sehingga orang yang berbuat dosa besar, apabila Allah menghendaki maka akan disiksa sesuai dengan kadarnya. Apabila orang itu bertauhid (masih memiliki keislaman), akhirnya akan dimasukan kedalam surga. Ada juga yang harusnya masuk neraka tapi karena ALlah menghendaki dan orang tersebut memiliki amalan yang mengugurkan dosa-dosanya, diberi syafaat, dan sebab lain yang tidak menyebabkan masuk dalam neraka, maka dia akan langsung dimasukan ke surga.

Hadits 3

Dalam Ash-Shahih, dari Ibnu ‘Abbas, (beliau berkata): Nabi ﷺ bersabda, “Orang yang paling dibenci oleh Allah ada tiga: orang yang melakukan ilhad di tanah Haram, orang yang mencari sunnah jahiliyyah di dalam Islam, dan orang yang menuntut darah orang lain tanpa hak untuk bisa mengalirkan darahnya.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhary.

Syaikhul Islam Ibu Taimiyyah rahimahullah berkata. “Perkataan beliau, “Sunnah jahiliyyah“, mencakup setiap jahiliyyah secara mutlak atau tertentu, yaitu mencakup orang tertentu, baik Ahlul Kitab, penyembah berhala, mauun selain keduanya, dari semua orang yang menyelisihi (tuntunan) yang dibawa oleh para rasul.”

Terdapat enam pembahasan:

Pembahasan 1: Penetapan sifat benci bagi Allah ﷻ

Kaidah Ahlus sunnah wal jamaah dalam memahami sifat-sifat Allah, mereka tetapkan sifat itu sebagaimana datang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah. Sesuai dengan kemulaian dan kebesaran Allah dengan meyakini bahwa Allah tidak serupa dengan apapun (makhluk-Nya).

Allah benci kepada siapa yang Allah kehendaki dan juga Allah cinta kepada siapa yang Allah kehendaki.

Pembahasan 2: Dosa itu bertingkat-tingkat

Ada dosa kecil dan besar. Ada dosa yang dibenci Allah dan yang paling dibenci Allah. Hal ini menunjukan tingkatan dari dosa. Sebagaimana penghuni neraka bertingkat-tingkat. Kekafiran pun ada yang kafir dan ada yang sangat kafir.

Abu thalib yang paling ringan siksanya dalam neraka yaitu, Dua terompah yang dipanaskan, belum lagi kaki dimasukan kedalamnya, kepalanya sudah mendidih. Sedangkan kaum munafikin ditempat neraka yang paling bawah.

Pembahasan 3: Dosa berbuat Ilhat di tanah haram.

Ilhat dari kata al-lahat, sebagaimana tempat orang dikubur, artinya miring. Ilhat adalah segala kemiringan, penyelewangan, pembelokan, pada kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan. Ada juga yang menafsirkan ilhat dengan kesyirikan atau kekafiran atau membunuh atau dosa besar atau bid’ah.

Berniat untuk berbuat ilhat di tanah haram sudah diancam dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj, ayat 25:

Pembahasan 4: Dosa siapa yang keluar dari Islam dengan menghendaki Sunnah Jahiliyyah

Setelah Nabi diutus hanya ada dua yaitu Islam atau Sunnah Jahiliyyah. Apabila keluar Islam berarti masuk Sunnah Jahiliyyah. Hal ini paling dibenci oleh Allah. Sehingga ini merupakan dalil wajibnya memeluk Islam. Dan juga bahayanya apabila mengikuti jalan jahiliyyah.

Salahs satu maksud besar dalam ajaran Islam adalah menyelisihi sunnah jahiliyyah. Dibanyak hadist disebutkan agar jangan mengikuti orang Yahudi, Nashrani dan selain Islam.

Telah ditunjukan mana jalan yang sesat dan mana jalan yang lurus.

Pembahasan 5: Pengharamkan menumpahkan darah tanpa hak.

Apabila sengaja menumpahkan darah muslim tanpa hak maka dosa besar.

Sebagaimana hadits Rasulullah

Darah yang diharamkan ada 4:

  1. Darah seorang Muslim
  2. Darah Kafir Dzimy
  3. Darah Kafir Mu’ahad
  4. Darah Kafir Musta’mal.

Hukum keempatnya sama yaitu tidak boleh ditumpahkan darahnya tanpa hak.

Hadits Rasulullah:

Kafir yang mempunyai perjanjian tidak boleh dibunuh. Umat Islam didik untuk tidak melanggar janji.

Pembahasan 6: Definisi Sunnah Jahiliyyah

Sunnah Jahiliyyah termasuk yang mutlak atau tertentu.

Jahiliyyah terbagi dua:

  1. Jahhiliyyah mutlak: tidak teringkat oleh tempat, waktu dan orang. Ini adalah sunnah jahiliyyah sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi.
  2. Jahiliyyah tertentu.

Disetiap masa ada orang yang istiqomah diatas kebenaran. Sehingga tidak ada lagi jahiliyyah secara mutlak. Yang ada adalah jahiliyyah tertentu. Misalkan ada tempat maksiat maka tempat tersebut disebut jahiliyyah. Atau orang tertentu yang berbuat dosa.

Makna jahiliyyah adalah segala perkara yang menyelisihi apa yang dibawa oleh rasulullah

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Dalil Al-Qur’an mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Fadhlul Islam – Bab Keutamaan Islam oleh Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Kitab Fadhlul Islam

Penulis: Asy-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimakumullah.

Bab Kewajiban Memeluk Islam

Dalil Al-Qur’an mengenai Kewajiban Memeluk Islam

Ada dua pembahasan

Pembahasan Pertama: Kesesuaian hubungan antara bab dengan judul buku

Setelah bab sebelumnya mengenai keutamaan Islam, maka pada bab ini dijelaskan bahwa masuk islam adalah kewajiban bukan suatu pilihan.

Apabila telah dipelajari akan diketahui bahwa masuk Islam bukan anjuran atau yang disunnahkan, akan tetapi merupakan kewajiban. Karena tidak ada kebaikan selain Islam

Pembahasan Kedua: Kewajiban masuk kedalam Islam

Sebagaimana hadist pada Riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Nabi bersabda:

Dalil Pertama: Surat Ali ‘Imran Ayat 85

Firman Allah ﷻ:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ

Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agama itu) tidaklah akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk sebagai orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran:85)

Ada tiga pembahasan:

Pembahasan Pertama: Barangsiapa yang mencari agama selain Islam

Terdapat dua makna:

  1. Mencari agama selain Islam (agama lain), maka tidak adan diterima darinya
  2. Siapa yang mencari tuntunan selain tuntunan Islam (bid’ah), maka tidak akan diterima darinya

Pembahasan Kedua: Makna, dia diakhirat menjadi orang yang merugi.

Kerugian ada dua macam:

  1. Kerugian yang besar, artinya diharamkan masuk surga dan dikekalkan dineraka
  2. Kerugian yang kecil, artinya tidak langsung masuk surga, disiksa dulu dineraka karena dosanya.

Kerugian besar yaitu pada orang yang mencari agama selain Islam. Adapaun kerugian kecil yaitu pada orang muslim yang mencari tuntunan selain yang diajarkan Rasulullah ﷺ.

Pembahasan Ketiga: Ancaman terhadap siapa yang tidak masuk kedalam Islam

Ayat ini adalah ancaman tegas pada orang yang tidak masuk kedalam Islam.

Masuk kedalam Islam bukan cuma agama saja, akan tetapi wajib mengikuti tuntunan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah ﷺ.

Dalil Kedua: Surat Ali ‘Imran Ayat 19

Firman Allah ﷻ:

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَـٰمُ

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali “imran: 19)

Ayat ini merupakan penegasan bahwa Agama yang diridhai Allah hanyalah Islam.

Dalam ayat ini adalah mencakup Islam yang umum, yaitu:

Adapun makna khusus adalah Agama yang dibawa oleh Nabi ﷺ dan syariatnya.

Pembahasan: Penjelasan apa agama yang Allah ridhai, makhluk beragama dengannya.

Dalil Ketiga: Surat Ali ‘Imran Ayat 153

Firman Allah ﷻ:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًۭا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ

dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya.” (Al-A’am: 153)

Mujahid رضي الله عنه  berkata, “Subul ‘jalan-jalan’, adalah bid’ah-bid’ah dan syubhat-syubhat

Ayat ini teramasuk pada ayat 10 wasiat dari 3 ayat di surat Al-An’am.

Ada tiga pembahasan

Pembahasan Pertama: Masuk kedalam Islam hendaknya mengikuti jalan yang lurus.

Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana masuk kedalam Islam yang mengiti jalan yang lurus. Hal ini yang kita minta dalam setiap surat di surat Al-Fatihah, yaitu wahai Allah tunjukanlah jalan yang lurus.

Ini adalah kata perintah sehingga wajib untuk diikuti. Dan juga ditegaskan untuk tidak mengikuti jalan-jalan yang lainnya.

Pembahasan Kedua: Masuk kedalam Islam yaitu dengan meninggalkan jalan-jalan yang lain (Bid’ah dan Syubhat).

Meninggalkan jalan yang lain (syub’hat) termasuk agama lain, sekte, aliran, kelompok, dan lainnya.

Juga meninggalkan segala bid’ah. Tuntunan agama jelas, sudah sempurna, sehingga tidak perlu perkara baru dalam agama.

Seorang Muslim apabila sudah mengenal jalan yang lurus, maka tempuhlah dan bertahan diatas jalan itu. Hal ini juga akan memudahkan meninggalkan jalan-jalan yang keliru.

Ada yang tersesat jalannya yaitu pindah-pindah agama, mencari kebenaran. Akan tetapi ketiga masuk kedalam Islam, menjadi bingung memilih kelompok yang mana. Asal kebingungan ini adalah karena belum mengenal jalan Islam.

Adapun orang yang sudah mengenal Islam, maka berdasarkan ayat ada kalimat tunjuk sehingga jalannya jelas. Maka ikutilah jalan tersebut.

Sebagaimana Firman Allah:

Dan juga Rasulullah bersabda

Hidayah ada dua macam:

  1. Hidayah menuju jalan, yaitu yang tidak kenal Islam, menjadi mengenal jalan Islam.
  2. Hidayah diatas jalan, yaitu orang muslim yang selalu diatas jalannya, tidak kekanan dan kekiri.

Sebagaimana hadist dari Ibnu Mas’ud dalam riwayat Ahabu Sunnan, Rasulullah pernah menggari sebuah garis yang lurus, kemudian berkata “ini adalah jalan Allah yang lurus“. Kemudian beliau menggaris di kanan dan kiri garis yang banyak. Kemudian beliau berkata “ini adalah jalan-jalan, tidak ada satu jalan pun darinya kecuali ada syaithon yang mengajak pada jalan ini“. Islam adalah jalan yang lurus dan apabila sudah masuk kedalam Islam jangan ikuti jalan kanan dan kiri seperti: kekafiran, bid’ah, syubhat.

Pembahasan ketiga: Islam itu satu jalan saja bukan jalan-jalan yang berbilang (banyak).

Dalam Al-Qu’ran jalan yang lurus selalu dengan lafadz tunggal (mufrad): Ad-Diin, As-Syirot, As-Sabil, yang semuanya menunjukan jalan yang satu.

Hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 69:

Disebutkan “jalan-jalan Kami”. Dalam bahasa Arab terkadang yang satu dibahasakan dengan bahasa yang banyak, bukan karena sesuatu itu banyak tapi karena rincian dalam sesuatu itu banyak.

Misalnya, didalam hadits pena yang menulis takdir disebutkan cuman satu. Akan tetapi dalam hadist lain disebutkan “pena-pena telah diangkat”. Dalam hadits ini disebutkan pena dalam bentuk jamak. Hal ini tidak bermakna penanya banyak, akan tetapi yang ditulisnya banyak.

Sehingga yang dimaksud jalan-jalan Kami pada ayat tersebut bermakna Islam jalannya satu akan tetapi ketaatan dalam Islam banyak seperti: shalat, zakat, puasa dan lainnya.

Jalan Islam hanya satu yaitu jalan yang lurus, apabila keluar dari jalan itu, dipastikan akan menyimpang dari ajaran Islam.

Jalan Islam akan memberikan keteguhan bukan kebingungan. Kisah Imam Malik yang diajak berdebat yang apabila menang maka harus diikuti jalan yang menang. Imam Malik berkata “Saya yakin diatas agama saya, adapun kamu agamanya tidak jelas, maka cari dulu agamamu”.

Buku ini merinci bagaimana memahami Islam dengan benar, memberikan metoda dan manhaj Islam yang lurus.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Tiga Wasiat Nabi ﷺ

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 62. Tiga Wasiat Nabi ﷺ

عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ ” [رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]

“Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih).

Wasiat Pertama: Bertakwalah lepada Allah dimana pun kamu berada.

  • Takwa yaitu menjauhi hal-hal yang diharamkan dan melakukan hal-hal yang diperintah.
  • Mengerjakan perintah Allah dengan Ikhlas dan mengikuti Rasulullah .
  • Misalnya melaksanankan kewajiban shalat secara sempurna dengan semua syarat, rukun, kewajiban, dan kesempurnaannya.

Wasiat Kedua: Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka ia akan menghapusnya.

  • Diantara kebaikan setelah keburukan adalah bertobat kepada Allah setelah melakukan dosa.
  • Nabi bersabda “Shalat lima waktu, shalat jum’at sampai jum’at berikutnya, Ramadhan sampai ke Ramadhan berikutnya merupakan penghapus dosa-dosa diantara keduanya selagi kamu meninggalkan dosa-dosa bersar.
  • Nabi bersabda “Umrah ke umrah yang berikutnya itu penghapus bagi dosa di antara keduanya.

Wasiat Ketiga: Bergaulah dengan mansuai dengan pergaulan yang baik.

  • Berinteraksi dengan manusia dengan interaksi yang baik, memuji mereka dan tidak mencela mereka.
  • Dengan wajah ceria, ucapan yang jujur, berbicara dengan baik dan akhlak-akhlak yang baik.
  • Nabi bersabda “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka.

Wallahu A’lam

Al-Baqarah 276: Allah ﷻ Memusnahkan Riba dan Menyuburkan Sedekah

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah tafsir Al-Quran Surat Al-Baqarah Ayat 276, dalam Tafsir As-Sa’di, oleh Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Allah ﷻ Memusnahkan Riba dan Menyuburkan Sedekah

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Al-Baqarah: 276)

Kemudian Allah ﷻ mengabarkan bahwasanya Dia akan memusnahkan hasil usaha orang-orang yang berpraktik riba dan menyuburkan sedekah orang-orang yang berinfak.

Ini berlawanan dengan apa yang terbersit pada pikiran sebagian besar orang bahwa berinfak itu akan mengurangi harta dan bahwa riba itu akan menambahnya.

Karena materi rizki dan mendapatkan buah hasilnya adalah dari Allah ﷻ, dan apa yang ada di sisi Allah ﷻ tidaklah bisa didapatkan kecuali dengan ketaatan kepadaNya dan melaksanakan perintahNya.

Maka orang yang lancang melakukan praktik riba, Allah ﷻ akan menghukumnya dengan apa yang berlawanan dengan tujuannya. Ini telah terbukti dan dapat dilihat dalam praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah ﷻ? وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa,” yaitu orang yang kafir terhadap nikmat Allah ﷻ, mengingkari karunia Rabbnya dan berbuat dosa dengan selalu melakukan kemaksiatan.


Pemahaman ayat ini adalah bahwa Allah ﷻ sangat menyukai orang yang gemar bersyukur terhadap nikmat-nikmat, bertaubat dari segala dosa dan kesalahan.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Keutamaan Shalat Jama’ah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Jama’ah

Hadits 320: Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat berjama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Masih dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu disebutkan, “Dua puluh lima bagian.”

Hal-Hal Penting dari hadits:

  • Maksud dari hadits, bahwa yang diperoleh dari shalat jama’ah itu sama dengan dua puluh tujuh kali pahala yang diperoleh dari shalat sendirian.
  • Yang dimaksud dengan sendirian adalah shalat sendirian di rurnahnya tanpa udzur. Adapun yang mempunyai udzur maka pahalanya sempurna.
  • Sebagaimana hadits riwayat Bukhari “Apabila seorang hamba sedang sakit atau berpergian, maka dicatat baginya (pahala) amal seperti yang biasa ia lakukan ketika ia sedang sehat dan mukim (tidak berpergian)
  • Bahwa berjama’ah bukan syarat sahnya shalat; karena shalat sendirian tetap sah, namun ia berdosa bila tidak ada udzur dalam meninggalkan jama’ah.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Golongan yang masuk Surga tanpa Hisab dan Adzab

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab TauhidPenulis: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 2: Siapa saja yang Menahqiq Tauhid Pasti Masuk Surga Tanpa Hisab

Golongan yang masuk Surga tanpa Hisab dan Adzab

Ada tiga tahqiq:

  1. Tahqiq dasar pokok tauhid: menghindari syirik akbar
  2. Tahqiq kesempurnaan yang wajib: menghindari syirik kecil, bid’ah dan maksiat
  3. Tahqiq Al Mustahab kesempurnaan yang disunnahkan.

Hadits:

عَنْ حُصَيْن بْنِ عَبْدِ الرَّ حْـمَنٍ قَالَ كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِي انْقَضَّ الْبَارِحَةَ قُلْتُ أَنَا ثُـمَّ قُلتُ أَمَا إِنِّـي لَـمْ أَكُنْ فِـي صَلاَةٍ وَلَكِنِّـي لُدِغْتُ قَالَ فَمَاذَا صَنَعْتَ قُلْتُ اسْـتَرْقَيْـتُ قَالَ فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ قُلْتُ حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِـيُّ فَقَالَ وَمَا حَدَّثَكُمُ الشَّعْبِـيُّ قُلْتُ حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ حُصَيْبٍ اْلأَسْلَمِـيِّ أَنَّهُ قَالَ لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْـنٍ أَوْ حُـمَةٍ فَقَالَ قَدْ أَحْسَـنَ مَنِ انْتَهَى إِلَـى مَا سَـمِـعَ وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِـيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَـيَّ اْلأُمَـمُ فَرَأَيْتُ النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّهَيْطُ وَ النَّبِـيَّ وَ مَعَهُ الرَّجُلُ وَ الرَّجُلاَنِ وَ النَّبِـيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِـي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِـي فَقِيلَ لِـي هَذَا مُوسَـى عَلَيْهِ السَّلاَمَ وَ قَوْمُهُ وَ لَكِنِ انْظُرْ إِلَـى اْلأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِـي انْظُرْ إِلَـى اْلأُفُقِ اْلآخَرِ فإِذَا سَـوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِـي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَ مَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ ثُـمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِـي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْـجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمُ الَّذِينَ وُلِدُوا فِـي اْلإِسْلاَمِ وَ لَـمْ يُشْرِكُوا بِاللهِ وَ ذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَـخَرَخَ عَلَيْهِمْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَـخُوضُونَ فِـيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمُ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَ لاَ يَتَطَيَّرُونَ وَ عَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِـحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَـجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُـمَّ قَامَ رَجُلٌ آجَرُ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَـجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِـهَا عُكَّاشَةُ

Dari Hushain bin Abdurrahman berkata: “Ketika saya berada di dekat Sa’id bin Jubair, dia berkata: “Siapakah diantara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?” Saya menjawab: “Saya.” Kemudian saya berkata: “Adapun saya ketika itu tidak dalam keadaan sholat, tetapi terkena sengatan kalajengking.” Lalu ia bertanya: “Lalu apa yang anda kerjakan?” Saya menjawab: “Saya minta diruqyah[1]” Ia bertanya lagi: “Apa yang mendorong anda melakukan hal tersebut?”Jawabku: “Sebuah hadits yang dituturkan Asy-Sya’bi kepada kami.” Ia bertanya lagi: “Apakah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi kepada anda?” Saya katakan: “Dia menuturkan hadits dari Buraidah bin Hushaib: ‘Tidak ada ruqyah kecuali karena ‘ain[2]  atau terkena sengatan.’”

“Sa’id pun berkata: “Alangkah baiknya orang yang beramal sesuai dengan nash yang telah didengarnya, akan tetapi Ibnu Abbas radhiyallâhu’anhu menuturkan kepada kami hadits dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda: ‘Saya telah diperlihatkan beberapa umat oleh Allâh, lalu saya melihat seorang Nabi bersama beberapa orang, seorang Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi sendiri, tidak seorangpun menyertainya. Tiba-tiba ditampakkan kepada saya sekelompok orang yang sangat banyak. Lalu saya mengira mereka itu umatku, tetapi disampaikan kepada saya: “Itu adalah Musa dan kaumnya”. Lalu tiba-tiba saya melihat lagi sejumlah besar orang, dan disampaikan kepada saya: “Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang, mereka akan masuk surga tanpa hisab dan adzab.”.’Kemudian Beliau bangkit dan masuk rumah. Orang-orang pun saling berbicara satu dengan yang lainnya, ‘Siapakah gerangan mereka itu?’ Ada diantara mereka yang mengatakan: ‘Mungkin saja mereka itu sahabat Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam.’ Ada lagi yang mengatakan: ‘Mungkin saja mereka orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam dan tidak pernah berbuat syirik terhadap Allâh.’ dan menyebutkan yang lainnya. Ketika Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Beliau bersabda: ‘Mereka itu adalah orang yang tidak pernah minta diruqyah, tidak meminta di kay[3] dan tidak pernah melakukan tathayyur[4]  serta mereka bertawakkal kepada Rabb mereka.’Lalu Ukasyah bin Mihshon berdiri dan berkata: “Mohonkanlah kepada Allâh, mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab: ‘Engkau termasuk mereka’, Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata:’Mohonlah kepada Allâh, mudah-mudahan saya termasuk golongan mereka!’ Beliau menjawab:’Kamu sudah didahului Ukasyah.’.”

Penjelasan Hadits:

Ini adalah kondisi zaman dulu yang berkawan dengan orang shaleh dan ahli ilm. Husein berkata jangan sampai dikira bangun malam-malam sedang shalat malam tapi beliau bangun karena disengat kalajengking. Hal ini dikarenakan Husein tidak mau memuji dirinya. Kalau tidak ada pada dirinya, maka dibilang tidak ada. Sehingga tidak mau dipuji.

Sebagaimana firman Allah Ta’alla mengenai orang yang suka dipuji:

Kedalaman ilmu para as-salaf yaitu selalu dibangun diatas dalil. Hal tersebut terlihat ketika ditanyakan dalil mengenai ruqiyah.

Etika para as-salaf dalam ilmu, yaitu ketika terdapat kesalahan dikatakan telah bagus seorang yang mengamalkan ilmu tapi saya mendengar dari Ibnu Abbas.

Umat Islam adalah umat yang ke-70 yaitu umat terakhir berdasarkan hadits

Nabi ada yang tidak ada pengikutnya. Apakah gagal dalam berdakwah?. Nabi tidak ada yang gagal sebab tugasnya menyampaikan risalah pada umatnya. Apabila umatnya tidak menerima, ini bukan tanggung jawab nabi. Nabi hanya menyampaikan dan hidayah ditangan Allah.

Diukur kebaikan dengan banyaknya orang (pengikut) adalah keliru. Kebenaran harus disampaikan bahwa itu benar. Tidak diukur siapa yang menerimanya. Hal ini tidak diatas jalan Nabi.

Diatas jalan nabi menyampaikan kebenaran sebagaimana mestinya, seutuhnya dan berusaha menyampaikan dengan cara yang terbaik, paling mudah diterima manusia.

Umat islam adalah yang terbanyak dan ada keutamaan khusus.

Cara berpikir sahabat ketika mendengar masuk surga tanpa hisab, mereka berpikir pasti ada amalannya. Maka yang mereka cari amalan apa mereka lakukan?. Tidak seperti sekarang sebagian orang cuci tangan guru, minum darah dan lainnya.

Yaitu orang yang tidak minta diruqyah, Ruqiyah disyariatkan apabila ada yang sakit dibacakan Al-Qur’an, doa, dzikir. Yang menjadi masalah adalah meminta untuk diruqiyah. Ini adalah salah satu bentuk ketawaqalan.

Tidak melakukan Kay, jenis pengobatan yang besi dipanaskan (dibakar api) lalu ditempelkan pada bagian tertentu di tubuh. Tapi ini adalah makruh kecuali kalau sudah terdesak tidak ada jalan keluar lagi, maka tidak mengapa. Istilah orang arab, obat terakhir adalah Kay.

Tidak melakukan tatoyur yaitu menganggap sial sesuatu karena sebuah sebab yang tidak hubungan sebab akibatnya dan tidak ada ketentuan syariat. Ada burung hantu, menjadi tanda orang meninggal. Hal ini tidak ada bentuk sebab akibat. Angkat 13 menjadikan sial.

Dan kepada Rab mereka selalu bertawaqal. Menyandarkan segala perkara hanya kepada Allah.

Ukkasyah, berdoa kepada Allah di bolehkan akan tetapi berdoa kepada rasul maka tidak dibolehkan (syirik akbar). Berdoa kepada Allah agar nabi memberikan syafaat dibolehkan.

Nabi tidak mengatakan kamu tidak termasuk, tapi mengatakan kamu telah didahului oleh Ukkasyah. Sebab apabila diteruskan maka banyak akan yang minta. Makanya responnya harus cepat.

Biografi Orang-Orang yang Tersebut di dalam Hadits

Hushain adalah Hushain bin Abdirrahman As-Sulamy AL-Haritsy, berasal dari kalangan tabiut tabi’in. Beliau meninggal pada 136 H dalam usia sembilan puluh tiga tahun.

Tidak ada sahabat setelah 100 tahun meninggalnya Rasulullah ﷺ. Akhir sahabat yang meninggal adalah Abu Tuffail radhiallahu anhu wafat pada tahun 102 H atau 101H. Artinya 99 tahun setelah Nabi wafat. Nabi ﷺ bersabda “Setelah 100 tahun dari sekarang tidak ada lagi jiwa yang benafas diatas muka bumi saat ini yang hidup 100 tahun yang akan datang”. Termasuk kekeliruan mengenai Nabi Khidir karena andaikata masih hidup dimasa nabi, maka Nabi Khidir akan termasuk orang yang meninggal.

Allah berfirman:

Sa’id bin Jubair adalah Al-Imam Al-Faqih, salah seorang murid Ibnu ‘Abbas yang menonjol. Beliau dibunuh oleh Al-Hajjaj bin Yusuf pada 95 H. Usia beliau tidak mencapai lima puluh tahun.

Asy-Sya’by adalah ‘Amir bin Syarahil Al-Hamdany. Beliau lahir pada masa khilafah Umar, meninggal pada 103 H. Beliau termasuk seorang tabi’in yang dipercaya. Keunikaan beliau berkata “Saya tidak pernah menulis hitam diatas putih”, maksudnya selama menuntut ilmu tidak pernah menulis, tapi semuanya dihafalkan.

Metoda ulama dalam menunut ilmu ada tiga:

  1. Menghafal seluruh ilmunya
  2. Menulis saja tanpa menghafal. Tapi tulisannya dijamin dan terpelihara
  3. Menghafal dan menulis. Metode ini dipakai kebanyakan ulama. Seperti Imam Ahmad menulis ujung-ujung saja. Sehingga apabila dia membaca ujungnya, maka dia akan ingat awalnya.

Buraidah, dengan mendhammah huruf pertamanya dan memfathah huruf keduanya, adalah Ibnul Hushaib bib Al-Harits Al-Aslamy, seorang sahabat yang terkenal. Beliau meninggal pada 63H.

Ibnu ‘Abbas adalah seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas bin Abdul Muthalib, anak paman Rasulullah ﷺ. Nabi pernah mendo’akan beliau dengan: “Ya Allah pahamkanlah ia tentang agamanya dan ajarkanlah ia tafsir“. Maka jadilah beliau sebagaimana doa Rasulullah. Beliau meninggal di Thaif pada 68 H.

‘Ukkasyah adalah Ukkasyah bin Mihshan bin Hurtsan Al-Asady, termasuk orang yang awal kali masuk Islam. Beliau ikut berhijrah dan perang Badr. Beliau mati syahid dalam peperangan menumpas orang-orang murtad bersama Khalid bin Walid pada 12H (pada masa Abu Bakr Asy-Syidiq).

Makna Hadits Secara Global

Husahain bin Abdurrahman menceritakan pembicaraan yang terjadi di majelis Sa’id bin Jubair berkenaan dengan bintang jatuh semalam. Hushain mengabarkan kepada mereka bahwa ia melihat jatuhnya bintang tersebut karena dalam keadaan tidak tidur pada waktu itu. Karena khawatir bila disangka oleh orang-orang yang hadir bahwa ia melihat bintang itu karena sedang mengerjakan shalat, ia berusaha menghilangkan sangkaan tersebut (beribadah dengan sesuatu yang tidak dia lakukan) seperti kebiasaan salaf yang sangat bersemangat untuk ikhlas. Maka Hushain menyebutkan sebab sebenarnya yang membuat ia tidak tidur ada malam itu, yaitu karena ia terkena (sengatan kalajengking). Kemudian pembicaraan berpindah kepada usaha yang ia lakukan untuk mengobati sengatan tersebut maka Hushain mengabarkan bahwa dirinya mengobati hal itu dengan ruqyah. Sa’id pun bertanya tentang dalil syar’i yang mendasari perbuata itu maka disebutkan kepada nya satu hadits dari Rasulullah ﷺ tentang pembolehan ruqyah, dan dia membenarkan Hushain yang telah beramal dengan dalil.

Kemudian, Sa’id menyebutkan keadaan yang lebih baik daripada perbuatan Hushain. Yaitu, keadaan yang meningkat ke arah kesempurnaan pelaksnaan tauhid dengan meninggalkan perkara-perkara makruh, meski (perkara) tersebut diperlukan oleh seseorang, sebagai sikap tawakkal kepada Allah sebagaimana keadaan tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, yang Rasulullah ﷺ menyifati mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang meninggalkan ruqiyah dan pengobatan dengan kay sebagai realisasi tauhid, dengan mengambil sebab yang lebih kuat, yaitu bertawakkal kepada Allah dan tidak memintah untuk di-ruqyah atau lebih dari itu kepada seorang pun.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Di dalam hadits tersebut terdapat penjelasan tentang makna pelaksanaan tauhid, dan balasan terhadap (pelaksanaan) tersebut di sisi Allah Ta’alla.

Faedah Hadits

  1. Keutamaan salaf, dan bahwa tanda-tanda (kejadian) langit yang mereka lihat tidak mereka anggap sebagaui suatu kebiasaan, tetapi mereka pahami sebagai salah satu di antara ayat-ayat Allah.
    • Manusia masa sekarang apabila terjadi gerhana hanya melihat sebab-sebab kauniyah yaitu pertemuan dua matahari. Gempa karena pergesearan lempengan bumi, dan selainnya.
    • Memang ada sebab akibat tapi itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah dimana Allah menghendakinya.
  2. Semangat salaf untuk ikhlas dan begit kuat penjauhan diri mereka dari riya
    • Apabila menyebut sesuatu disebutkan hakikat kejadiannya dan bukan untuk riya, diterangkan apa yang sebenarnya terjadi dan tidak mau dipuji dengan hal yang tidak dimiliki.
  3. Meminta hujjah atas kebenaran suatu pendapat, dan perhatikan salaf terhadap dalil.
    • Masa As-Salaf apabila ada sesuatu ditanyakan dalilnya.
    • Agama ditrima perantara seorang Rasul, maka ditanyakan dalilnya.
  4. Disyariatkan untuk berdiri di atas dalil dan beramal dengan ilmu, dan bahwasannya orang yang beramal dengan dalil yang sampai kepadanya sungguh telah berlaku baik.
    • Orang yang beramal dengan dalil sudah baik.
    • Para As-Salaf menghargai pendapat orang yang berdasarkan dengan dalil.
  5. Menyampaikan ilmu dengan lemah-lembut dan bijaksana.
    • Apabila melihat seseorang beramal dengan ilmu diatas pendalilan, maka apabila ingin diarahkan kearah yang lebih baik, maka diajari dengan cara yang baik.
  6. Pembolehan ruqyah.
    • Ruqiyah dibolehkan, ada haditsnya.
    • Kita boleh meruqiyah orang yang sakit, yang dilarang adalah meminta ruqiyah.
    • Atau apabila ada yang sakit, kemudian meminta orang lain untuk meruqiyahnya, maka tidak masalah.
    • Yang tidak dibolehkan adalah apabila yang bersangkutan meminta karena akan mengurangi tawaqal.
  7. Membimbing seseorang yang telah beramal dengan sesuatu yang disyariatkan kepada sesuatu yang lebih utama daripada amalan tersebut
  8. Keutamaan Nabi kita, Muhammad ﷺ, bahwa seluruh umat ditampakan kepada beliau.
    • Umat bersama nabinya diperlihatkan kepada nabi Muhammad ﷺ
  9. Bahwa jumlah pengikut nabi berbeda-beda.
    • Ada nabi pengikutnya 3-9 orang, 2 orang, 1 orang dan tidak ada pengikutnya
  10. Bantahan terhadap orang-orang yang berhujah berdasarkan jumlah mayoritas dan menyatakan bahwa kebenaran selalu terbatas pada pihak mereka.
    • Kebenaran tidak terbatas pada mayoritas. Terkadang kebenaran adalah minoritas.
    • Dalam surat Al An’am ayat 116: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah“.
    • Surat Saba Ayat 13: “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang bersyukur“.
    • Surat Shaad ayat 24: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini“.
    • Surat Yusuf ayat 103: “Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya“.
  11. Bahwa yang wajib adalah mengikuti kebenaran, meskipun jumlah pengikut (kebenaran) sedikit.
  12. Keutamaan Musa dan kaumnya
    • Nabi Musa dan kaumnya banyak.
  13. Keutamaan umat ini bahwa mereka adalah umat terbanyak yang mengikuti Nabinya ﷺ
  14. Menjelaskan keutamaan pelaksanaan tauhid secara murni dan balasan terhadap (pelaksanaan) tersebut.
    • Ciri-ciri orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
  15. Pembolehan Munazarah dalam hal ilmu dan saling membahas nash-nash syarait untuk mengambil faedah dan menampakkan kebenaran.
    • Munazarah adalah diskusi saling menyampaikan argumen dan hujjah dalam ilmu.
    • Yang tercela adalah diskusi untuk saling mengalahkan, berdebat.
  16. Kedalaman ilmu salaf, karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang tersebut dalam hadits itu tidak akan mendapatkan kedudukan tersebut, kecuali dengan suatu amalan.
  17. Semangat para salaf kepada kebaikan dan sikap berlomba-lomba dalam amal salih.
  18. Bahwa meninggalkan ruqyah dan kay tergolongan sebagai realisasi tauhid
  19. Pembolehan meminta doa dari orang yang memiliki keutamaan semasa hidupnya,
    • Ukkasyah meminta kepada Nabi
    • Meminta didoakan kepada orang shaleh dibolehkan apabila masih hidup.
  20. Salah satu di antara tanda-tanda kenabian ﷺ adalah bahwa beliau mengabarkan bahwa Ukkasyah termasuk ke dalam tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, hingga kemudian Ukkasyah radhiallahu ‘anhu mati syahid dalam memerangi orang-orang murtad.
  21. Keutamaan Ukkasyah bin Mihshan radhiallahu ‘anhu
    • Kaum muhajirin yang awal masuk Islam, Hijrah, hadir di perang Badr, mati syahid, dan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.
  22. Penggunaan sindirian serta kebagusan akhlak beliau ﷺ, bahwa beliau tidak mengatakan, “Engkau tidaklah termasuk ke dalam kelompok mereka” kepada orang lain.
    • Nabi hanya mengatakan Ukkasayah telah mendahului kamu.
  23. Menutup peluang, supaya orang yang tidak berhak (mendapatkan sesuatu) tidak bangkit (untuk meminta) lalu akhirnya ditolak.
    • Apabila tidak ditutup peluang, maka akan banyak orang yang memintanya.

Wallahu ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.

Meneladani Nabi Ibrahim dalam Menahqiq Tauhid

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab TauhidPenulis: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 2: Siapa saja yang Menahqiq Tauhid Pasti Masuk Surga Tanpa Hisab

Meneladani Nabi Ibrahim dalam Menahqiq Tauhid

Masih terkait dengan bab sebelumnya yaitu mengenai keutamaan Tauhid, akan tetapi pada bab ini lebih dikhususkan karena:

  1. Keutamaannya, yaitu masuk surga tanpa hisab
  2. Pentingnya memahami menahqiq tauhid (sempurnanya dalam bertauhid).
  3. Tingkatan tauhid bukan satu tingkatan saja, melainkan berjenjang. Semakin sempurna dalam menahqiq tauhid maka akan semakin tinggi derajat dan jenjangnya.

Firman Allah Ta’lla

إِنَّ إِبْرَٰهِيمَ كَانَ أُمَّةًۭ قَانِتًۭا لِّلَّهِ حَنِيفًۭا وَلَمْ يَكُ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Sesungguhnya Ibrāhīm adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (An-Nahl 120)

وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ

Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun),” (Al-Mu’minun: 59)

Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Sesungguhnya tatkala penulis telah menyebutkan makna dan keutamaan tauhid, sudah sepantasnya menyebutkan penjelasan tentang pelaksanaan tauhid sebab keutamaannya yang sempurna tidak akan tercapai, kecuali dengan melaksanakan yang sempurna.

Tahqiq adalah Pelaksanaan dan realisasi dari tauhid.

Keutamaan bisa diraih dengan sempurna apabila kita memahami bab yang kedua yaitu bagaiman mentahqiq tauhid dengan benar.

Makna Mentahqiq Tauhid: membersihkan dan memurnikan dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan maksiat. Apabila mentahqiq Tauhid maka masuk surga tanpa hisab.

Secara bahasa Yaitu melaksanakannya dan merealisasikannya dengan tepat dan benar.

Tahqiq secara syariat ada di buku

Ada tiga pokok:

  1. Tidak boleh berbuat kesyirikan dalam bentuk apapun
  2. Tidak boleh ada bid’ah-bid’ah
  3. Tidak boleh ada maksiat

Semakin sempurna dalam hal ini maka semakin tinggi derajatnya dalam tauhid.

Dengan bahasa lain: tahqiq tauhid adalah mendatangkan tauhid dari segala sudutnya. Dari pokok dan dasar tauhid atau dari kesempurnannya. Ada yang wajib dan ada yang mustahab.

Pertama: Keabsahan tauhid: Pokok dan dasar tauhid: Tidak boleh ada syirik akbar, karena batal tauhidnya.

Kedua: Kesempurnaan Tauhid

  1. Kesempurnaan yang wajib: dengan menghindari syirik kecil, menghindari bid’ah bid’ah, dan meninggalkan dosa dan maksiat.
  2. Kesempurnaan yang musatab (yang disunahkan atau dianjurkan): merupakan pelengkap seperti: selalu menghadap kepada Allah, merasa tenang kepada Allah, selalu rindu kepada Allah dan berpaling dari selain Allah.

Apabila sudah melaksanan pokok dan dasar tauhid serta kesempurnaan yang wajib maka sudah disebut mentahqiq tauhid. Akan lebih tinggi lagi derajatnya di kesempurnaan yang mustahab, maka tauhid ini berjenjang.

Dalam Surat Fatir Ayat 32:

Ada tiga tingkatan:

  1. Mendhalimi dirinya: Yaitu dari kesyirikan tapi tidak selamat dari dosa selain kesyirikan
  2. Pertengahan: Selamat dari kesyirikan dan lakukan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan. Akan tetapi jatuh dalam hal-hal yang makruh, meninggalkan hal yang disunnahkan
  3. Tingkat yang paling tinggi, bersegera berbuat kebaikan: Selamat dari kesyirikan, bid’ah, dosa-dosa. Melakukan segala kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan. Dan juga melakukan yang sunnah-sunnah dan meninggalkan yang makruh. Bahkan sebagian yang mubah juga ditinggalkan karena khawatir menjatuhkan pada hal yang makruh. Contohnya makan terlalu banyak.

Tingkat ke -3 ini yang disebut mentahqiq Tauhid.

Buku ini pada dasarnya semua babnya untuk mentahqiq tauhid tapi dengan derajat-derajat kesempurnaan yang bermacam-macam. seperti: syarat tauhid, kewajiban tauhid, kesempurnaan tauhid. Dan kebalikannya yang bisa membatalkan tauhid, mengurangi kesempurnaan wajib atau yang mengurangi kesempurnaan yang mustahab.

Dalam tauhid agama para nabi dan rasul sama. Yang berbeda dalam syariatnya saja.

Tiada perhitungan maksudnya langsung masuk surga.

Nabi ibrahim dikatakan umat padahal satu orang. Karena berkumpul pada diri beliau sifat-sifat yang diperlukan untuk satu umat. dan beliau panutan untuk umat

Kaum musyrikin tidak ada yang mengingkari adanya Allah. Tapi mereka beribadah kepada Allah dan beribadah juga kepada selain Allah.

Makna Ayat Pertama Secara Global

Bahwa Allah ﷻ menyifati Ibrahim, khalil-Nya, dengan empat sifat:

Sifat pertama, bahwa Ibrahim adalah teladan dalam segala kebagikan untuk menyempurnakan derajat kesabaran dan keyakinan yang, dengan keduanya, akan teraih kepemimpimam dalam agama.

Sifat kedua, bahwa Ibrahim adalah seorang yang khusyu’ taat dan terus menerus beribadah kepada Allah ﷻ.

Sifat ketiga, bahwa Ibrahim berpaling dari kesyirikan dan menghadapkan diri hanya kepada Allah ﷻ.

Sifat keempat, jauhnya Ibrahim dari kesyirikan dan berlepas dirinya ia dari orang-orang musyrikin.

Hubungan antara Ayat Pertama dan Bab

Allah menyifati khalil-Nya dengan sidat-sifat tersebut yang merupakan puncak dari perealisasian tauhid dan kita diperintahkan untuk meneladani Ibrahim dalam firman-Nya.

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌۭ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrāhīm dan orang-orang yang bersama dengan dia;” (Al-Mumtahanah: 4)

Hubungan antara Ayat Kedua dan Bab

Sesungguhnya Allah telah menyifati orang-orang yang beriman yang lebih dahulu masuk ke dalam surga dengan beberapa sifat, bahwa yang paling agung adalah pujuan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan kesyirikan apapun, baik yang samar/tersembunyi maupun kesyirikan yang jelas. Siapa saja yang keadaannya seperti itu, sungguh ia telah mencapai puncak perealisasiaan tauhid, dan akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

Faedah Kedua Ayat

  1. Keutamaan bapak kita, Ibrahim ‘alaihis shalatu wa salam
  2. Meneladani Nabi Ibrahim pada sifat-sifat agung tersebut.
  3. Penjelasan tentang sifat-sifat yang dengannyalah realisasi tauhid dapat terpenuhi.
  4. Kewajiban menjauhi kesyirikan dan orang-orang musyrikin serta berlepas diri dari orang-orang musyrikin tersebut,
  5. Seseorang disifati sebagai orang beriman karena merealisasikan tauhid.

Wallahu ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.