Perkara Mengampangkan Perbuatan Dosa

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 64. Perkara Mengampangkan Perbuatan Dosa

Dari Anas Radhiallahu Anhu, ia berkata, “Sesungguhnya kalian akan melakukan amal-amal perbuatan yang dalam pandangan kalian lebih halus dari sehelai rambut (meremehkan dosa kecil), sedangkan kami menganggapnya pada masa Rasulullah Shalallallahu Alaihi wa Sallam termasuk perkara yang menghancurkan”. (HR Al-Bukhari). Dan beliau berkata Al-Mubiqat adalah yang membinasakan.

Penjelasan:

  • Anas bin Malik termasuk yang berumur panjang. Pada masanya perkara-perkara berubah, dan kondisi telah berbeda sehingga orang-orang menggampangkan beberapa perkara yang besar di masa shahabat Radhiyallahu Anhum.
  • Contohnya meninggalkan shalat berjamaah. Jaman dahulu para shahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah kecuali seorang munafik atau orang sakit (ada udzur).
  • Bahkan pada masa sekarang sudah meremehkan shalat itu sendiri. Mereka tidak mau shalat, atau sesekali shalat atau shalat di akhir waktu.
  • Contoh lain yaitu suka menipu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda “Barangsiapa yang melakukan penipuan bukanlah termasuk dari golonganku“.
  • Akan tetapi sekarang banyak penipuan, berbohong dan perbuatan korupsi. Dan menganggap enteng perkara ini.

Wallahu A’lam

Ali ‘Imran Ayat 7: Allah ﷻ menurunkan Al-Qur’an yang mencakup ayat yang Muhkamat dan Mutasyabihat

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Tafsyir As-Sa’di

Penulis: Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di.

Firman Allah:

هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ مِنْهُ ءَايَـٰتٌۭ مُّحْكَمَـٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَـٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَـٰبِهَـٰتٌۭ ۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌۭ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَآءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِۦ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُ ۗ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِى ٱلْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّۭ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰبِ

Dia-lah yang menurunkan Alkitab (Al-Qur`ān) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat1, itulah pokok-pokok isi Al-Qur`ān dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat2. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran: 7)

Allah ﷻ memberitakan tentang keagunganNya dan kesempurnaan pengaturanNya, yakni bahwa Dia-lah yang Esa yang menurunkan kitab yang agung ini, yang tidak ditemukan dan tidak akan ditemukan tandingannya dan semisalnya dalam petunjuk, keindahan bahasa, kemukjizatan, dan kebaikannya bagi makhluk. Dan bahwasanya kitab ini mencakup yang muhkam, yakni yang jelas sekali artinya, yang terang, yang tidak samar tentangnya, dan juga mencakup ayat-ayat mutasyabihat yang mengandung beberapa arti yang tidak ada satu pun dari arti-arti itu yang lebih kuat kalau hanya berpegang dengan ayat tersebut hingga disatukan kepada ayat yang muhkam. Orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit, penyimpangan dan penyelewengan karena niat mereka yang buruk justru mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih tersebut. Mereka mengambilnya sebagai dalil demi memperkuat tulisan-tulisan mereka yang batil dan pemikiran-pemikiran mereka yang palsu, hanya untuk mengobarkan fitnah dan penyimpangan terhadap kitabullah, serta menjadikannya sebagai tafsiran untuknya sesuai dengan jalan dan madzhab mereka yang akhirnya mereka itu tersesat dan menyesatkan orang lain.

Adapun orang-orang yang berilmu lagi mendalam ilmunya yang ilmu dan keyakinan telah mencapai hati mereka, lalu membuahkan bagi mereka perbuatan dan pengetahuan, maka mereka ini mengetahui bahwa al-Quran itu semuanya dari sisi Allah, dan bahwa semua yang ada di dalamnya adalah haq, baik yang mutasyabih maupun yang muhkam, dan bahwasanya yang haq itu tidak akan saling bertentangan dan tidak saling berbeda. Dan karena mereka mengetahui dengan jelas bahwa ayat-ayat yang muhkam mengandung makna yang tegas dan jelas, maka mereka mengem-balikan ayat-ayat mustasyabih yang sering menimbulkan kebingungan bagi orang-orang yang kurang ilmu dan pengetahuan, kepada yang muhkam. Mereka mengembalikan ayat-ayat yang mutasyabih kepada ayat-ayat yang muhkam hingga akhirnya seluruhnya menjadi muhkam dan mereka berkata, اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”

وَمَا يَذَّكَّرُ “Dan tidak dapat mengambil pelajaran, (dari padanya),” yakni perkara-perkara yang bermanfaat dan ilmu pengetahuan yang mendalam, اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ “melainkan orang-orang yang berakal,” yakni orang-orang yang memiliki akal yang cerdas.

Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa sikap ini adalah tanda orang-orang yang berakal, dan bahwa mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih adalah sifat orang-orang yang pemikiran-nya sakit, akalnya rendah, dan tujuan-tujuannya yang buruk.

Dan FirmanNya, وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ “Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah,” apabila yang dimaksud dari takwil itu adalah pengetahuan tentang akibat dari suatu perkara, hasilnya, serta mengarah kepadanya, maka wajiblah berpatokan dengan, اِلَّا اللّٰهُ “melainkan Allah;” di mana hanya Allah saja yang melakukan takwil dengan makna tersebut. Namun apabila takwil tersebut dimaksudkan dengan makna tafsir dan ilmu tentang arti dari perkataan tersebut, maka yang lebih baik adalah menyam-bung dengan kalimat sebelumnya, hingga hal ini menjadi sebuah pujian terhadap orang-orang yang ilmunya mendalam, yaitu bah-wasanya mereka mengetahui bagaimana menempatkan nash-nash al-Quran dan as-Sunnah, baik yang muhkamnya maupun yang mutasyabihnya.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Kewajiban Memeluk Islam Secara Sempurna dan Meninggalkan (Agama) Lain

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Kewajiban Memeluk Islam Secara Sempurna dan Meninggalkan (Agama) Lain.

Pembahasan 1: Kesesuaian Bab ini kepada Buku

Sisi kesesuaiannya bahwa masuk kedalam Islam adalah dari seluruh sisinya. Tidak masuk Islam sebagian dan tinggalkan yang lainnya.

Pembahasan 2: Islam adalah berhias dan tinggalkan segala hal selain keislaman.

Berhias artinya mengambil tuntunan, beramal denganya, mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan. Seluruh keislaman diambil dengan itu dia berhias dan berlepas diri terhadap segala perkara selain Islam.

Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 208:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةًۭ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.” (Al-Baqarah: 208)

Pembahasan 1: Kewajiban masuk kedalam Islam selurunya.

Allah memerintahkan untuk masuk kedalam Islam secara keseluruhan. Dalam syariat ada yang wajib dan ada yang dianjurkan. Yang dianjurkan ada yang sunnah dan sunnah muakadah. Walaupun ada yang wajib dan yang dianjurkan akan tetapi diharuskan masuk kedalam Islam secara keseluruhan, menerima dan mengamalkannya. Tidak mengambil sebagian dan membuang sebagian dari syari’at Allah.

Pembahasan 2: Islam mencakup segala hal.

Diperintah masuk Islam secara sempurna karena Islam menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan di dunia dan di akhirat. Seperti: aqidah, muamalah, sosial, kehidupan dalam bernegera dan bermasyarakat, peradilan, akhlak dan lainnya.

Firman Allah dalam Surat An-Nisa Ayat 60:

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا۟ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?” (An-Nisa: 60)

Pembahasan 1: Bentuk masuk dalam Islam sevara keseluruhan adalah menjadikan syariat Allah menjadi hukum pada segala sudut kehidupan.

Pembahasan 2: Kewajiaban kafir terhadap hal selain Islam.

Pembahasan 3: Pengharaman berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah .

إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (Al-An’am 57)

Ancaman terkait orang yang berhukum dengan selain hukum Allah:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma’idah: 44)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Al-Ma’idah: 45)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰسِقُونَ

Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik” (Al-Ma’idah: 47)

Orang yang berhukum dengan selain Allah bisa menjadi kafir (keluar dari Islam), atau menjadi fasik, atau di beri udhur dalam suatu keadaan.

Orang yang berhukum selain dengan hukum Allah bisa menjadi kafir dikarenakan hal berikut:

  1. Mengingakri bahwa hukum Allah yang paling baik.
  2. Berkeyakinan hukum Allah sama dengan hukum selain Allah.
  3. Berkeyakinan hukum selain hukum Allah lebih afdhal daripada hukum Allah.
  4. Berkeyakinan boleh berhukum selain dengan hukum Allah. Walaupun dia tahu hukum Allah yang paling tinggi.
  5. Dan kondisi lainnya yang tidak bisa disebutkan dalam sesi kajian ini.

Firman Allah dalam Surat Al-An’am Ayat 159:

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعًۭا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِى شَىْءٍ ۚ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka.” (Al-An’am 159)

Pembahasan: Yang memecah belah agama mengikuti hawa nafsunya, tidak masuk kedalam islam secara keseluruhan.

Atsar Ibnu Abbas mengenai Wajah Ahli Sunnah dan Ahli Bid’ah.

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhu berkata tentang firman Allah , “Pada hari tatkala ada muka yang putih berseri, ada pula muka yang hitam muram” (Ali ‘Imran: 106). “Wajah-wajah ahlus Sunnah dan orang-orang yang bersatu menjadi putih, sedangkan wajah-wajah ahlul bid’ah dan orang-orang yang berselisih menjadi hitam”.

Riwayat ini ada kelemahan akan tetapi apa yang siebut Ibnu ‘Abbas adalah benar. Yaitu yang semisal dengan ini dari Imam Ahmad dengan sanad yang hasan, dari Abum Umama Al-Bahili Radhiallahu ‘Anhu. Abu Umama melihat kepala-kepala orang kahwarij yang dipenggal karena memberontak. Salah satu temapat untuk menjatuhkan sangsi pengadilan yaitu ditempat yang ramai. Biasa nya dilakukan dihalaman mesjid besar. Abu Umamah berkata “Mereka ini aning-aning neraka, sejelek-jelek bangkai terbunuh dibawah kolong langit. Dan sebaik-baik oarang yang terbunuh dikolong langit aldalah siapa yng dibunuh oleh kahwarij.” Kemdian beliau membaca ayat: “Pada hari tatkala ada muka yang putih berseri, ada pula muka yang hitam muram” (Ali ‘Imran: 106).

Abug Ghalib bertanya kepada Abu Umamamah, a “Apakah kamu mendengar hadtis ini dari Nabi?” Abu Umamah berkata “Saya tidak mendengarkan 1 kali, 2 kali, 3 kali, 4 kali, 5 kali, 6 kali, 7 kali”. Artinya Abu Umamah mendengarkan banyak sekali mengenai ini dari Nabi ﷺ

Pembahasan 1: Celaan terhadap Ahlul bida’ah dan yang berselisih ketiak mereka tidak berkomitmen dengan syariat Islam. Hal ini menunjukan wajibnya masuk Islam secaa kaseluruhan dan meninggalkan selainnya.

Pembahasan 2: Keutamaan yang masuk Islam secara sempurna.

Yaitu termasuk yang putih wajahnya dihari kiamat.

Hadits:

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiallahu ‘Anhu, berliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh akan datang pada umatku sebagaimana yang telah terjadi pada Bani Israil setapak terompah kaki demi setapak terompah kaki, sampai seandainya ada diantara mereka yang menzinai ibunya secara terang-terangan, akan ada pula dari kalangan umatku yang melakukan hal tersebut. Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua agama, sementara umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga agama, semuanya di neraka kecuali satu agama.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “(Mereka adalah orang-orang) yang berada di atas apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.

Seorang mukmin yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah Ta’alla, hendaknya memperhatikan ucapan orang yang paling terpercaya dalam keadaan yang seperti ini, khususnya ucapan beliau, “(Mereka adalah orang-orang) yang berada di atas apa-apa yang aku dan para shahabatku berada diatasnya“. Seandainya mendapatkan taufiq, ini merupakan nasihat yang sangat agung bagi hati yang hidup. (Hadits di atas) diriwayatkan oleh At-Tirmidzy.

Hadits ini ada kelemahan karena ada rawi nya. Akan tetapi Syeikh Al-Bani menguatkan hadits ini karena ada beberapa pendukung. Yaitu hadits shahih.

Para sahabat menanyakan siapa? artinya menanyakan orangnya. Akan tetapi nabi menjawab dengan sifat golongan tersebut.

Pembahasan 1: Berhati-hati meninggalkan keislaman baik sebagian ataupun seluruhnya.

Hal ini dikarenakan termasuk dalam berselisih dan berpecah.

Pembahasan 2: Mengambil sebagian agama dan meninggalkan sebagiannya menjadi sebab perpecahan.

Pembahasan 3: Bagaiman masuk Islam secara kesleuruhan? yaitu dengan meningkuti jalan nabi dan para shabat.

Mereka yang dipilih oleh Allah untuk mengamalkan dan menyampaikan Islam.

Hadits mengenai Perpecahan Umat

At-Tirmidzy juga meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu dan beliau menshahihkannya, tetapi tanpa penyebutan “neraka”.

Pembahasan 1: Terjadinya perpecahan ditengah umat karena meninggalkan sebagian agama.

Tidak disebut meninggalkan seluruh agama, karena apabila meninggalkan seluruhnya maka kafir. Dalam hadits disebutkan umatku akan terpecah, sehingga masih disebut umat nabi Muhammad.

Hadits mengenai kaum yang terjangkit hawa nafsu

Disebutkan pula dari hadits Mu’awiyah yang (diriwayatkan oleh) Ahmad dan Abu Dawud, dan disebutkan, “Sesungguhnya, dari umatku, akan keluar kaum yang terjangkit penyakit hawa nafsu sebagaimana berjangkitnya penyakit anjing gila pada diri seseorang, yang tidak ada urat dan persendian yang tersisa kecuali semua dimasuki oleh penyakit itu.”

Pembahasan 1: Penamaan keluar dari Islam dengan nama mengikuti hawa nafsu.

Siapa saja yang keluar dari Islam maka mereka mengikuti hawa nafsunya.

Pembahasan 2: Bahaya dari penyakit hawa nafsu.

Yang terkana penyakit ini sangat berbahaya.

Pembahasan 3: Meninggalkan sebagian agama bisa mengantarkan kepada meninggalkan seluruh agama.

Hadits:

Dan telah belalu sabda beliau ﷺ, “Orang yang mencari sunnah jahiliyyah dalam Islam

Pembahasan 1: Orang yang mencari sunnah jahilyyah dalam Islam, artinya meninggalkan sebagian Islam atau seluruhnya.

Pembahasan 2: Wajibnya komitment dengan keislaman supaya selamat dari kemurkaan Allah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Keluar dari Penamaan Islam

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab tentang Keluar dari Penamaan Islam.

Pembahasan 1: Hubungan antara Bab dan Kitab, Islam tidak memiliki kecuali satu penamaan saja.

Tidak ada dalam islam berpecah belah, fanatik, pada nama-nama atau symbol atau madhab. Islam adalah satu penamaan tidak boleh keluar darinya.

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعًۭا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِى شَىْءٍ ۚ إِنَّمَآ أَمْرُهُمْ إِلَى ٱللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan1, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Al-An’am 159)

Dalam Haji wada’ Rasulullah bersabda:

Pembahasan 2: Islam mengajak kepada Ijtima (bersatu, bersama) dan I’tilaf (bersepakat).

Itjima dan I’tilaf dalah ciri dari agama Islam dan menjadi pokok dalam syariat Islam. Ijtima, artinya bersatu lawan dari perpecahan. I’tilaf, artinya bersepakat lawan dari perselisihan.

Ulama yang mentahdir Ahli bid’ah adalah karena mereka keluar dari jalur Islam. Seorang muslim yang mempunyai kesalahan tidak dikeluarkan dari keislaman.

Firman Allah dalam Surat Al-Hajj Ayat 78:

هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَـٰذَا

“Dia (Allah) telah menamai kalian dengan orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (Al-Hakk: 78)

Pembahasan: Allah menamakan hamba-hambanya yang mengikuti para rasul sebagai kaum muslimin.

Semua penamaan tidak boleh keluar dari penamaan Islam. Apabila ada pernamaan-penamaan lain tapi mengarah pada Islam, maka tidak dipermasalahkan. Dalam hadits Nabi mengenai perpecahan dan ketika ditanya siapa yang selamat, maka nabi mengatakan “Al-Jama’ah” atau diriwayat lain “apa yang aku dan sahabatku berada diatasnya hari ini” atau “Al-Firqotun Najiah” atau “Athoif Mansuroh”. Atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Penamaan ini tidak dibatasi oleh negara, kelompk dan lainnya.

Termasuk penamaan Salafi, yang Nabi berkata ke Fatimah “Sebaik-baiknya Salaf adalah saya”.

Penamaan ini tidak boleh membuat fanatik dan tidak membawa kepada perpecahan.

Hal ini berebda dengan penamaan jamaah dan kelompoknya, aliranya. Tidak kembali pada Al-Quran. dansunnah, mereka kembali kepada pemimpinnya atau orang yang mempopulerkannya. Sehingga banyak terjadi perpecahan.

Hadits dari Al-Harits Al-Asy’ary mengenai panggilan Allah dengan nama muslimin dan mukminin

Dari Al-Harits Al-Asy’ary radhiallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda “Aku perintahkan kalian dengan lima perkara, yang Allah telah memerintahkan diriku dengan (lima perkara) tersebut: mendengar, taat, jihad, hijrah, serta berjama’ah. Oleh karena itu, barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah, walaupun sejengkal, sesungguhnya dia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya, kecuali diamau kembali. Dan barangsiapa yang menyeru dengan seruan jahiliyyah, dia termasuk sebagai jutsa neraka jahanam.” Lalu ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, (keadaannya tetap demikian), meskipun dia mengerjakan shalat dan berpuasan?” Beliau menjawab, “(Ya), meskipun dia mengerjakan shalat dan berpuasa. Oleh karena itu, memanggillah kalian dengan panggilan Allah yang telah menamakan kalian dengan muslimin dan mukminin hamba-hamba Allah”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzy. (At-Tirmidzy) berkata, “Hadits ini hasan shahih”.

Penjelasan:

Perintah mendengar dan taat kepada pemerintah (pada hal yang baik) mengumpulkan 3 hak:

  1. Hak Allah, karena Allah yang perintahkan.
  2. Hak pemerintah.
  3. Hak kaum muslimin, karena berkaitan dengan kaum muslimin.

Nabi Musa dan Bani isra’il didhalami Fir’aun bertahun-tahun tapi tidak pernah terdengar demo-demo terhadap Fir’aun. Mereka diperintah untuk bersabar. Ketika Fir’aun dibinasakan salah satu sebabnya adalah kesabaran mereka. Sebagaimana Firman Allah:

وَأَوْرَثْنَا ٱلْقَوْمَ ٱلَّذِينَ كَانُوا۟ يُسْتَضْعَفُونَ مَشَـٰرِقَ ٱلْأَرْضِ وَمَغَـٰرِبَهَا ٱلَّتِى بَـٰرَكْنَا فِيهَا ۖ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ ٱلْحُسْنَىٰ عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ بِمَا صَبَرُوا۟ ۖ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُۥ وَمَا كَانُوا۟ يَعْرِشُونَ

Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya1 yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Isrā`īl disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Firʻawn dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka” (Al-A’raf: 137)

Ketaatan pada hal yang ma’ruf saja:

Ketaatan kepada ulil mari sepanjang tidak menyelisihi ketaatan kepada Allah dan Rasul.

Perintah Jihad, menurut Ibnu Qayim terbagi empat dan bercabang menjadi 13 tingkatan.

  1. Jihad memperbaiki diri sendiri
  2. Jihad melawan syaithon
  3. Jihad pelaku dosa dan kemaksiatan (dan kdhaliman)
  4. Jihad terhadap orang kafir dan kaum munafikin.

Perintah Hijrah, terbagi dua: makna umum dan makna khusus. Makna umum artinya meninggalkan segala yang dibenci oleh Allah menuju apa yang dicintai oleh Allah. Seperti maksiat menuju ketaataan, dari tempat yang jelek menuju tempat yang baik, dari akhlak jelek menjadi akhlak baik.

Adapaun hijrah dengan makna khusus adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam. Ini adalah asal penggunaan kata hijrah. Kebanyakan dalam ayat Al-Qur’an hadits menunjukan makna hijrah secara khusus.

Perintah Berjama’ah, banyak penafsiran jama’aah, tapi semuanya kembali pada dua hal: (1) Jama’ah dalam kebenaran dan (2) Jama’ah dalam badan (kebersamaan). Jama’ah dalam kebenaraan artinya mengikuti Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan jalan para sahabat dan para imam-imam yang mengikuti mereka dengan baik. Adapun Jama’ah badan artinya kaum muslimin seluruhnya berkumpul dibawah pimpinan negara.

Jama’ah kebenaran pimpinan dan suri tauldannya hanyalah Rasulullah . Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata “Jamaah itu adalah apa yang mencocoki kebenaran walaupun kamu sendiri”. Yang dilihat adalah kebenarannya.

Jamaah badan umat islam dipimpin oleh pimpinan negara. Sehingga tidak boleh lagi membuat pimpinan lain didalam negara.

Meninggalkan jamaah. Banyak mensalahartikan hadits-hadits mengenai “meninggalkan jamaah”. Mereka berpendapat yang jangan ditinggalkan adalah jamaahnya sendiri bukan jamaah umat Islam dibawah pimpinan negara.

Pembahasan 1: Berpisah dari jamaah adalah bentuk keluar dai penamaan Islam.

Pembahasan 2: Ancaman bagi siapa yang keluar dari penamaan Islam

Pembahasan 3: Kewajiban memanggil dengan penamaan Islam.

Pembahasan 4: Besarnya lima perkara yang diebut dalam hadits: mendengar, taat, jihad, hijrah, dan jama’ah.

Hadits mengenai memisahkan diri dari jama’ah dan istilah jahiliyyah

Dalam Ash-Shahih (disebutkan). “Barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah sepanjang sejengkal, kemudian meninggal, dia meninggal dalam keadaan jahiliyyah.

Juga (disebutkan) dalam (Ash-Shahih), “Apakah (kalian menyeru) dengan seruan jahiliyyah, sedangkan aku berada di antara kalian?

Abul ‘Abbas (Ibn Taiymiyyah) rahimahullah berkata, “Segala hal yang keluar dari penamaan Islam dan Al-Qur’an, berupa nasab, negeri, jenis, madzhab atau thariqah, hal ini tersebut termasuk seruan jahiliyyah. Bahkan ketika terjadi perselisihan antara seorang (dari kalangan) Muhajirin dan seorang (dari kalangan) Anshar, kemudian orang (dari kalangan) Muhajirin memanggil, “Wahai Muhajirin”, dan orang (dari kalangan) Anshar memanggil, “Wahai Anshar”, Nabi ﷺ bersabda, “Apakah (kalian menyeru) dengan seruan jahiliyyah, sedangkan aku berada diantara kalian?” dan beliau sangat marah karena hal tersebut”. Selesai ucapan (Ibn Taimiyah) rahimahullah.

Pembahasan 1: Setiap penamaan jahilyyah dianggap keluar dari penamaan Islam

Pembahasan 2: Penegasan ancaman siapa yang keluar dari dakwah Islam

Pembahasan 3: Hati-hati dari dakwah (seruan) jahliyyah

Pembahasan 4: Ukuran seseorang keluar dari penamaan Islam (ucapan Ibnu Taiymiyyah)

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Al-Quran Adalah Kalamullah, Bukan Makhluk

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad

  • Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Al-Quran Adalah Kalamullah, Bukan Makhluk

Imam Ahmad berkata, Pokok-pokok Sunnah (Islam) disisi kami adalah:

والقرآن كَلم ا ِلله وليس ِبمخلوق ولا يضعف أن يقول:ليس ِبمخلوق،قال:فإن كَلم ا ِلله ِمنه وليْس ببائِن ِمنْه،وليْس ِمنْه شَء مُْلوق،وإيَّاك ومناظرة م ْن أ ْحدث ِفيْ ِه وم ْن قال باللَّ ْف ِظ وغ ْي ِه، ومْنوقف ِفيِهفقال:لاأْدِريمُْلوقأْوليْس ِبم ْخلوقوإَّنماهوكَلما ِللهفهذاصا ِحب ِبْدعة ِمثْلمْنقال:هومُْلوقوِإَّنماهوكَلما ِللهوليْسِبمْخلْوق.

Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk, janganlah dia merasa risih untuk mengatakan: “Dia bukan makhluk”. Sesungguhnya kalamullah itu bukanlah sesuatu yang terpisah dari Dzat Allah, dan sesuatu yang berasal dari dzat-Nya itu bukanlah makhluk. Jauhilah berdebat dengan orang yang hina dalam masalah ini dan dengan orang lafdziyah (Ahlul-bid’ah yang mengatakan lafadzku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk) dan lainnya atau dengan orang yang tawaquf (abstain) dalam masalah ini yang berkata: ”Aku tidak tahu Al-Quran itu makhluk atau bukan makhluk tetapi yang jelas Al-Quran adalah kalamullah”, orang ini (yang tawaquf) adalah ahlul-bid’ah seperti orang yang mengatakan Al- Quran adalah makhluk. Ketahuilah (keyakinan ahlus-sunnah adalah) Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk.

Penjelasan:

Al-Qur’an adalah Kalamullah. Allah disifatkan dengan sifat kalam, yaitu Allah berfirman, Allah berbicara.

Sifat Allah terbagi menjadi dua sifat fi’liyah dan dzati’yah. Sifat dzati’iya: yaitu sifat yang terus menerus bersama Allah, tidak pernah terpisah darinya. Seperti: Allah Maha mendengar, Maha melihat, mempunyai ilmu, mempunya hikmah, kekuatan.

Adapun sifat fi’liyah, yaitu sifat yang berkaitan dengan kehendak Allah. Allah melakukan sesuatu sesuau dengan kehendak dan keinginannya. Seperti sifat Allah murka, Allah datang, Ridho, Cinta.

Sifat Kallam adalah sifat dzatiyah dan fi’liyah. Sifat kallam adalah dztiyah tapi bentuknya fi’liyah.

Al-Qur’an bukan makhluk.

Firman Allah:

وَإِنْ أَحَدٌۭ مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٱسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَـٰمَ ٱللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُۥ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌۭ لَّا يَعْلَمُونَ

Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (At-Tawbah: 6)

Nabi bersabda ketika kaumnya melarang. “Mereka melarang untuk menyampaikan Kallam Rabbi (Al-Qur’an)“.

Sifat Kallam Allah:

Allah berfirman ketika memanggil Nabi Musa:

وَنَـٰدَيْنَـٰهُ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ ٱلْأَيْمَنِ وَقَرَّبْنَـٰهُ نَجِيًّۭا

Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan Gunung Ṭūr dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami)“. (Maryam: 52)

Kalau dikatakan firman Allah adalah makhluk, maka sifat Allah itu makhluk. Sehingga ada bagian dari Allah yang dicipta (makhluk). Hal ini akan menyebabkan kafir kepada Allah. Sehingga kelompok Jahmiyah yang mengatakan Al-Qur’an makhluk dikafirkan oleh 500 orang ulama masa dahulu.

Demikian juga Rasulullah mengajarkan dizkir pagi dan sore atau bisa dibaca ketika turun disuatu tempat:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kejahatan apa yang diciptakan-Nya” (HR Muslim 2708)

Andaikata Kallam Allah adalah makhluk, artinya nabi telah mengajarkan kesyirikan yaitu berlindung kepada makhluk.

Sifat Allah berbicara. Keyakinan ahlus sunnah, Allah berbicara dengan suara dan huruf. Telah disebutkan Allah berbicara dalam surat Maryam ayat 52. hadits dari Ibnu Mas’ud “Siapa yang membaca Al-Qur’an, satu hurufnya 10 pahala. Saya tidak berkata alif lam mim satu huru, tapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.

Al-Qur’an datang dari Allah, dan kepada Allah kembalinya.

Al-Qur’an yang ada dalam mushaf adalah firman Allah. Walaupun yang menulis, tinta adalah makhluk, tapi yang tertulis adalah firman Allah. Juga yang menghafal Al-Quran adalah menghafal firman Allah. Walaupun yang berusaha menghadalkannya adalah makhluk, tapi yang terhafalkannya adalah firman Allah.

Asal kata “bukan makhluk” sebetulnya tidak ada, akan tetapi ketika Ahlul Bid’ah membikin keyakinan dalam masalah ini, maka ditambahkan “bukan makhluk”. Sebab firman Allah tidak berpisah dari-Nya.

Jangan mendebat orang yang mengatakan Al-Qur;an adalah makhluk dan jangan duduk bersamanya.

Kelompok yang menyimpang:

Kelompok Al-Lafdhiyah, yang mengatakan Lafdh Al-Qur’an adalah makluk. Siapa yang mengatakan Lafdh Al-Qur’an adalah makhluk, maka dia pengikut Jahmiyyah. Kata Lafdh bisa jadi kata kerja atau objek. Bisa diartikan sebagai yang melafadhkan atau yang dilafadhkan. Akan tetapi mereka menggunakannya untuk bersembunyi yaitu dengan menggunakan kalimat yang mengandung beberapa kemungkinan.

Imam AL-Bukhariy pernah terfitnah sebagai kelompk Al-Lafdiyah sehingga diasingkan. Akan tetapi ini adalah kedustaan kepada orang-orang yang tidak senang kepadanya. Untuk itu Imam Al-Bukhariy menulis satu kitab khusus, dengan judul: “Makhluknya perbuatan hamba”.

Kelompok Al-Waqifah, yaitu tidak punya pendirian mengenai Al-Qur’an itu makluk atau kalamullah. Mereka berkata tidak tahu apakah makhluk atau kalamullah. Imam Ahamad berkata orang yang tidak punya pendirian (tawaquf) lebih jelek dari Jahmiyyah. Hal ini dikarenakan mereka tidak punya pendirian pada masalah yang sangat jelas. Kelompok ini hakikatnya sama dengan mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Iman Kepada Qadha dan Qadar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad

  • Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Imam Ahmad berkata, Pokok-pokok Sunnah (Islam) disisi kami adalah:

Dan termasuk sunnah yang harus diyakini barangsiapa meninggalkan salah satu darinya – tidak menerima dan tidak beriman padanya – maka dia tidak termasuk golongan Ahlus-sunnah, adalah iman kepada takdir yang baik dan uruk, membenarkan hadits-hadits tentang masalah ini, beriman kepadanya, tidak mengatakan “mengapa?”, dan tidak pula mengatakan: “bagaimana?”, akan tetapi hanya membenarkan dan beriman dengannya.

Barangsiapa yang tidak mengetahui penafsiran satu hadits, dan tidak dapat dicapai oleh akalnya sesungguhnya hal tersebut telah cukup dan sempurna atasnya (tidak perlu bedalam-dalam lagi). Maka wajib baginya beriman, tunduk dan patuh dalam menerimanya, seperti hadits: “Ash shadiqul masduq” dan hadits-hadits yang seperti ini dalam masalah takdir, demikian juga semisal hadits-hadits ru’yah (bahwa kaum mukminin akan melihat Allah di surga), walaupun terasa asing pada pendengaran dan berat bagi yang mendengar, akan tetapi wajib menginainya dan tidak boleh menolak satu huruf pun, dan juga hadits lannya yang ma’tsur (diriwayatkan) dari orang-orang terpercaya, jangan bedebat dengan seorangpun, tidak boleh pula mempelajari ilmu jidal, karena berbicara tanpa ilmu dalam masalah takdir, ru’yah dan Al-Quran dan masalah lainnya yang terdapat dalam Sunnah adalah perbuatan yang dibenci dan dilarang, pelakunya tidak termasuk ahlus-sunnah walaupun perkataannya mencocoki Sunnah sampai dia meninggalkan perdebatan dan mengimani atsar.

Pendahuluan

  • Takdir adalah awal penyimpangan umat dimasa lalu. Sebagian berkata bahwa penyimpangan yang paling awal adalah kaum Rafidhah, yaitu ketika masa Utsman bin Affan, yang mengkultuskan Ali bin Abi Thalib.
  • Kejadian peyimpangan takdir terdapat pada hadits yang pertama di shahih Muslim. Terdapat fitnah bid’ah Qodariah di Basrah, maka ulama tabi’in melakukan perjalanan ke Mekkah untuk menanyakan peyimpangan kaum qodariyah. Mereka berjumpa dengan Abdullah bin Umar dan menjelaskan bahwa terdapat peyimpangan takdir dinegeri kami (Basrah) dimana suatu perkara baru terjadi maka Allah baru tahu. Sebelum terjadinya Allah tidak tahu. Ibnu Umar berkata “Apabila kamu jumpai mereka katakan bahwa aku Abdullah bin Umar berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dari aku”. Kemudian Ibnu Umar berkata “Apabila salah satu dari mereka beinfak sebesar gunung emas, maka Allah tidak akan terima pada mereka hingga mereka beiman kepada takdir”. Lalu Ibnu Umar mengisahkan kisah Jibril yang darang kepada Nabi tentang Islam, Iman dan Ihsan.

Keimaman Kepada Takdir yang Baik dan yang Buruk

Pembahasan1 : Takdir adalah rahasia Allah ditengah makhluknya

Imam Abu Jaffar berkata “Asal takdir itu adalah rahasia Allah ditengah makhluknya. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut tidak Malaikat yang dideikatkan ditdak pula Nabi yang diutus. Terlalu mendalam dalam hal ini dan terlalu sibuk memandangnya, maka ini adalh pengantar kepada hialngnya taufik. Dan tanda mengantar dia kepada diharamkannya mendapat kebaikan”.

Ibnu Abas berkata “Takdir adalah urutannya Tauhid”, wajib mengimaninya.

Pembahasan 2: Kewajiban Iman pada takdir ditunjukan oleh dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits rasulullah, ijma (kesepakatan) para ulama.

Firman Allah : “Dan allah menciptakan segala sesuatu dengan sebenarnya

Firman Allah :

إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَـٰهُ بِقَدَرٍۢ

Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49)

Dalam Hadist Jibril: Iman adalah engkau beriman kepada Allah, , Malaikat, Kitab-Kitab, Para Rasul dan hari Akhirat. Dan engkau beriman kepada takdir dan buruk.

Pembahasan 3: Keimanan diatas takdir dibangun diatas 7 kaidah pokok.

Kaidah pokok dalam mengimani takdir dari Ibnu Taimiyah

Kaidah Pokok 1: Mengimani akan keumumanan Ilmu Allah bahwa Allah mengetahui segala yang ditakdirkan

Yaitu Allah mengetahui segala sesuatu. Allah Maha tahu apa yang telah terjadi, sedang terjadi, yang akan terjadi bahkan Allah maha tahu apa yang tidak akan terjadi. Dan yang akan terjadinya, andaikata tidak akan terjhadi, bagaimana terjadinya, juga Allah maha mengetahuinya.

Firman Allah : “Allah maha mengetahui segala sesuatu

Firman Aklah : “Sesungguhnya rahmat kami menliputi segala sesuatu

Firman allah: “Supaya kalian tahu bahwa allah maha mapu atas segala sesuatu dan ilmu allah telah meliputi segala sesuatu“.

Bahkan Allah mengetahui yang tidak akan terjadi , andaikata terjadi, dan bagaimana terjadinya, Allah pun mengetahuinya. Sebagaimana firman Allah tentang penduduk neraka. “Andaikata engkau melihat orang-orang kafir itu berdiri di jurang neraka mereka berkata wahai rabb kami andaik ata kami dkkemabilakn, pasti kami tidak akan mendustakan ayat-ayat engkau. Kelnjuatan ayat “Bahkan mereka hanya menyembunyikan hal yang dulunya mereka sembunyikan di dunia. Pasti mereka akan ulangi lagi perbuatannya. (Surah Al-An’am)

Dalam Surat Al-‘Anfal: Sesunguhnya sejelek-jelek mahluk disisi Allah adalah tuli, bisu dan buta, tidak berpikir. Mereka ini tidak mungkin mendengar ayat-ayat Allah. Andaikanta Allah memperdengarkan ayat-ayat , mereka akan berpaling dalam keadaan membelakangi.

Juga dalam surat At-Taubah tentang kaum munafikin.

Kaidah Pokok 2: Mengimani bahwa segala yang ditakdirkan semuanya telah tercatat di Al-Lauh Al-Mahfudz

Firman Allah : “Semua yang ada dilangit dan dibumi semuanya terlah tercatat. bagi allah semuanya mudah.”

Kaidah Pokok 3: Mengimani bahwa Allah menghendaki segala yang ditakdirkan-Nya.

Tidak ada sesuatupun yang terjadi: kecil atau besar, tampak atau tidak tampak, kecuali atas kehendak Allah.

Firman Allah :

وَيَفْعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ

…dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki” (Ibrahim: 27)

Kaidah Pokok 4: Mengimani bahwa apa yang ditakdirkan oleh Allah, adalah Allah yang menciptakan dan mengadakannya.

Firman Allah :

قُلِ ٱللَّهُ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۢ وَهُوَ ٱلْوَٰحِدُ ٱلْقَهَّـٰرُ

Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa” (Ar-Ra’ad: 16)

وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍۢ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًۭا

“dan Allah telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Al-Furqan: 2)

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu“. (As-Saffat: 96)

Kaidah Pokok 5: Mengimani bahwa hamba mempunyai kehendak, tapi kehendak hamba tunduk dibawah kehendak Allah .

Tidak akan terjadi suatu apapun kecuali Allah menghendakinya, dan hamba tidak akan terjadi suatu kehendak, kecuali Allah menghendakinya.

Firman Allah:

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.” (Al-Insan: 30)

Tidak mungkin sesuatu yang ada dilangit dan dibumi, apabila Allah tidak mengetahui dan menghendakinya.

Kaidah Pokok 6: Mengimani akan keumuman hikmah Allah, bahwa setiap yang Allah takdirkan, Allah memiliki hikmah dibelakangnya.

Firman Allah :

قُلْ فَلِلَّهِ ٱلْحُجَّةُ ٱلْبَـٰلِغَةُ ۖ فَلَوْ شَآءَ لَهَدَىٰكُمْ أَجْمَعِينَ

Katakanlah, “Allah mempunyai hujah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya“. (Al-An’am: 159)

Rasulullah bersabda “bahwa kejelekan itu tidak kembali kepada engkau ya Allah“.

Setiap yang Allah takdirkan tidak ada kejelekan didalamnya, semuanya dengan hikmah Allah. Misalnya: kekafiran, kemaksiatan, hewan berbahaya dan yang lainnya. Hal ini adalah kejelekan. Allah menakdirkannya, adalah kebaikan disisi Allah.

Harus dibedakan antara yang ditakdirkan dan perbuatan Allah menakdirkan. Perbuatan Allah menakdirkan, semuanya baik tidak ada yang jelek. Adapun yang ditakdirkan ada yang baik dan ada yang jelek.

Kaidah Pokok 7: Tidak boleh mempertentangkan antara syarait dan takdir.

Misalnya seseorang terjatuh dalam kemasiatan dan tidak boleh berkata bahwa ini sudah ditakdirkan terhadapnya. Takdir Allah tidak ada yang mengetahuinya. Sehingga kita tidak tahu takdirnya sebelum terjadinya maksiat tersebut.

Dari tujuh dasar pokok ini apabila diyakini dengan baik, maka akan selamat dari seluruh penyimpangan dalam masalah takdir.

Pembahasan 4: Kelompok yang menyimpang dalam masalah takdir

Ada dua kelompok yang menyimpang didalam masalah takdir:

Pertama: Kelompok Al-Qodariah

Kelompok Qodariah terbai menjadi dua sekte;

  • Qodariyah Ekstrem, yaitu kelompk Al-Juhani dan kawan-kawannya. Mereka mengingkari Ilmu Allah, yaitu setelah perkara terjadi, Allah baru mengetahuinya. Sebelumnya Allah tidak mengetahuinya. Mereka juga mengingari bahwa segala sesuatu tertulis di Lauhil Mahfudz. Hal ini menyelesihi dasar pokok ke-1 dan ke-2. Kelompok ini dikafirkan oleh para ulama. Karena mereka tidak mengakui Ilmu Allah.
  • Qodariyah Sedang-sedang (Mutawasithoh), yaitu kelompk Mu’tazilah dan yang mengikutinya. Mereka mengingkari dua hal: (1) bahwa perbuatan hamba adalah kehendak kehendak hamba sendiri, bukan kehenndak Allah dan (2) Perbuatan hamba adalah ciptaan hamba sendiri, bukan ciptaan Allah. Mereka tidak dikafirkan hanya disebut ahlul bid’ah yang sesat. Mereka menyelisihi dasar pokok yang ke-3 dan ke-4.

Kedua: Kelompok Al-Jabriyah

Kelompok Jabriyah terbagi dua:

  • Jabriyah Ekstrem, ini adalah kelompk Jahmiyah. Mereka mengatakan bahwa hamba adalah Majbur. Hanya tunduk patuh menjalankan sesuatu, tidak ada kehendak secara dhohir dan bathin. Sehingga apabila hamba berbuat, itu bukan perbuatan hamba tapi itu perbuatan Allah.
  • Jabriyah Sedang-sedang, ini adalah kelompk As’ariyah. Mereka mengatakan bahwa hamba majbur secara bathin. Adapun secara dhohir tidak majbur. Sehingga ketika hamba berbuat adalah perbuatan hamba akan tetapi bathinnya yang membuat dia bekerja adalah Allah. Hal menyelisihi dasar pokok ke-5 dan ke-6.

membenarkan hadits-hadits tentang masalah ini, beriman kepadanya, tidak mengatakan “mengapa?”, dan tidak pula mengatakan: “bagaimana?”, akan tetapi hanya membenarkan dan beriman dengannya.

Membenarkan dan Beriman pada hadits-hadits Masalah Takdir.

Imam Ahmad berkata: membenarkan hadits-hadits tentang masalah ini, beriman kepadanya, tidak mengatakan “mengapa?”, dan tidak pula mengatakan: “bagaimana?”, akan tetapi hanya membenarkan dan beriman dengannya.

Hal ini adalah kaidah dalam memahami masalah agama bukan hanya masalah takdir saja tapi termasuk dalam asma wa sifat (nama dan sifat) Allah.

Banyak sifat-sifat Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan hadits, seperti Maha mendengar, Maha melihat, mempunyai tangan, mempunyai mata dan yang lainnya. Maka hal ini harus diimani dan dibenarkan serta tidak boleh bertanya kenapa dan bagaimana?

Sebagaimana Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat” (Ash-Shuraa: 11)

Ayat “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia” adalah bantahan terhadap kelompok: Al-Musyatabiha, yaitu kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluknya. Contohnya Allah maha mendengar, kelompok ini mengatakan pendengaran Allah sama dengan pendengaran manusia.

Ayat “Allah Maha mendengar dan melihat” adalah bantahan terhadap kelompok Al-Mu’atillah, yaitu kelompok yang meniadakan nama-nama dan sifat Allah baik seluruhnya atau sebagiannya. Kelompok ini terbagi menjadi beberapa cabang: (1) Jahmiyyah menapikan seluruh sifat dan nama Allah, (2) Mu’tajilah menetapkan nama-nama dan menapikan sifat-sifat, (3) Al-Asya’irah menetapkan 7 sifat saja, (4) Maturidiyah menetapkan 8 sifat.

Prinsip Ahli Sunnah berada ditengah-tengah diantara dua kelompok tersebut yaitu menetapkan nama dan sifat Allah, yang Allah namakan dan sifatkan untuk-Nya.Tidak boleh dipertanyakan mengapa dan bagaimana, serta tidak boleh ditakwil.

Sebagai contoh Allah mempunyai tangan. Semua orang telah tahu apa itu tangan. Tapi kita tidak tahu dan tidak menanyakan bagaimana tangan Allah. Yang jelas kita yakini hal tersebut dan tidak dipertanyakan mengapa dan bagaimana.

Imam Ahamad berkata Barangsiapa yang tidak mengetahui penafsiran satu hadits, dan tidak dapat dicapai oleh akalnya sesungguhnya hal tersebut telah cukup dan sempurna atasnya (tidak perlu bedalam-dalam lagi). Maka wajib baginya beriman, tunduk dan patuh dalam menerimanya, seperti hadits: “Ash shadiqul masduq” dan hadits-hadits yang seperti ini dalam masalah takdir.

Maksudnya apabila sudah tahu secara akal makna suatu hadits walaupun tidak tahu penafsirannya maka sudah cukup baginya. Tidak usah menyalakan lebih mendalam lagi. Hanya beriman, tunduk dan patuh menerimanya.

Hadits Ash shadiqul masduq adalah hadits mengenai penetapan takdir di dalam kandungan ibu.

Beberpa macam penulisan takdir

  1. Penulisan takdir di Lauhil Mahfudz
  2. Penulisan ketika manusia dikeluarkan dari tulang punggung Nabi Adam, yaitu ada yang beruntung beruntung atau merugi. Ditetapkan masuk surga ataumasuk neraka.
  3. Penulisan didalam perut Ibu, yang ditulis 4 perkara: rizki, ajal (umur), amalan, beruntung ataut merugi.
  4. Penulisan setiap tahun padadmalam laitul qodar
  5. Penulisan takdir harian.

Hal ini tidak bertentangan dengan hadits bahwa kita diperintahkan untuk berdoa, yang bersilaturahmi akan dipanjangkan umur dan dilapangankan rizkinya. Bahwa yangdialapngkan dan dipanangkan umurnya yang berubah di catatan malaikat. Adapun dilahul mahfudz semuanya sudah tercatat, Malaikat mencatat kemudian berubah dan perubahannya sudah tercatat juga di lauhil mahfudz.

Tidak boleh berhujjah dengan takdir untuk berbuat maksiat. Tidak ada yang tahu takdirnya.

Para sahabat bertanya apakah Allah sudah tuliskan siapa yang beruntung dan siapa yang merugi?, Untuk apa kita beramal. Nabi menjawab “beramalah sesungguhnya setiap dari kalian akan dimudahkan dengan ap-apa yang ia diciptakan denganya”. Andaikata tidak perlu beramal, maka untuk apa diutus para nabi dan rasul, kitab-kitab.

Imam Ahmad berkata , demikian juga semisal hadits-hadits ru’yah (bahwa kaum mukminin akan melihat Allah di surga), walaupun terasa asing pada pendengaran dan berat bagi yang mendengar, akan tetapi wajib menginainya dan tidak boleh menolak satu huruf pun, dan juga hadits lannya yang ma’tsur (diriwayatkan) dari orang-orang terpercaya, jangan bedebat dengan seorangpun, tidak boleh pula mempelajari ilmu jidal, karena berbicara tanpa ilmu dalam masalah takdir, ru’yah dan Al-Quran dan masalah lainnya yang terdapat dalam Sunnah adalah perbuatan yang dibenci dan dilarang, pelakunya tidak termasuk ahlus-sunnah walaupun perkataannya mencocoki Sunnah sampai dia meninggalkan perdebatan dan mengimani atsar.

Dan begitupula hadits selain takdir seperti ru’yah (kaum mukminin akan melihat Allah di surga) harus diimani, dan tidak meolak walaupun satu huruf. Dan hadits lainnya dari rawi yang terpercaya. Penjelasan mengenai ru’ya akan dijelaskan pada sesi yang akan datang.

Larangan mempelajari Ilmu Filsafat.

Jidal adalah ilmu filsafat yang tidak boleh dipelajari. Imam syafe’i berkata andaikata seorang hamba terkena ujian dengan melanggar perintah Allah selain kesyirikan, lebih baik dari pada mempelajari ilmu filsafat. Hukum bagi yang mempelajari ilmu filsafat adalah dipukul dengan sendal kayu, kemudian ditaikan keatas keledai sambil dipukuli menuju pasar dan mengatakan saya adalah orang yang berpaling dari al kitab dan sunnah serta mempelajari ilmu filsafat.

Kisah Fachrudin Ar-Razi (tokoh filsafat jaman dahulu) yang diikuti banyak pengikut dikarenakan dia mempunyai seribu dalil tentang Allah itu ada. Akan tetapi seorang perepmpuan tua yang masih diatas fitrah berkata “Betapa celakanya orang ini, apakah pada Allah ada keraguan? sehingga harus dicarikan seribu dalil”. Ibarat matahari tampak disiang hari dengan cahaya terik, lalu ada yang berkata berikan dalil bahwa matahari telah terbit.

Karena bahayanya ilmu filsafat maka diperingatkan untuk tidak mempelajarinya. Tidak terhitung sebagai ahli sunnah sampai meninggalkan Jidal dan beriman kepada atsar (hadits).

Apabila datang hadits-hadits mengenai asma wasifat, ru’yah, Al-Qur’an, dan takdir maka harus diimani dan membenarkannya tidak boleh ada pertanyaan kenapa dan bagaimana serta tidak boleh menolaknya walaupun satu huruf.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an)

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Kewajiban Mencukupkan diri dengan (Al-Qur’an).

Pembahasan 1: Hubungan Bab Terhadap Buku

Bab ini juga menjelaskan keutamaan Islam dari sisi Islam telah sempurna tidak perlu kepada apapun. Yakni cukup dengan Al-Qur’an

Pembahasan 2: Kewajiban mencukupkan diri dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ditambahkan As-Sunnah karena maksud penulis dengan mencukupkan diri dengan Al-Qur’an adalah termasuk As-Sunnah. Dikarenakan dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk mengikuti sunnah Rasulullah, sebagaimana firman Allah:

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan taatilah Allah dan rasul supaya kamu diberi rahmat.” (Ali-Imran: 132)

Juga Firman Allah:

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟

Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” (Al-Hasyr: 7)

Contohnya apa yang dilarang rasul dalam hadists Abdullah bin Mas’ud dalam riwayat Al-Bukariy dan Muslim, Rasulullah bersabda:

Begitu hadits ini diucapkan oleh Ibnu Mas’ud sampai kepada seorang perempuan yang bernama Ummu Yaqub dari Bani Assad. Maka perempuan ini pun berkata pada Ibnu Mas’ud, “bahwa telah sampai kepada saya bahwa engkau melaknat begini dan begitu”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “bagaimana saya tidak melaknat apa yang dilaknat oleh Rasulullah”. Maka perempuan ini berkata “saya sudah baca Al-Qur’an dari awal dan akhir, dan saya tidak dapatkan di Al-Qur’an”. Maka Ibnu Mas’ud berkata “kalau memang kamu benar baca Al-Qur’an itu maka kamu pasti ketemukan yaitu Firman Allah dalam (Surat Al-Hasyr ayat 7)”. Kemudian perempuan itu berkata, “benar ada dalam Al-Qur’an”.

Demikian pula apabila mengikuti Al-Qur’an maka mengikuti jalannya para sahabat, sebagaimana firman Allah:

وَٱلسَّـٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَـٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَـٰنٍۢ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًۭا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

Kemudian firman Allah:

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa 115)

Firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat 89:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ تِبْيَـٰنًۭا لِّكُلِّ شَىْءٍۢ وَهُدًۭى وَرَحْمَةًۭ وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur`ān) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (An-Nahl: 89)

Pembahasan 1: Al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu, maka tidak perlu pada yang lainnya.

Dalam Al-Qur’an tidak ada yang luput, semua yang diperlukan oleh muslimin dan muslimah dijelaskan dengan sangat terang sekali. Sebagaimana firman Allah:

قُلْ هَـٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik“. (Yusuf: 108)

Dan dalam hadits dari Abu Darda riwayat Ibnu Majah dan selainnya, Rasulullah bersabda:

Pembahasan 2: Tafsir Ibnu Katsir

Berkata Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat, berkata Ibnu Mas’ud, Allah telah menjelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an ini segala ilmu dan segala sesuatu. Adapun tafsir nya Mujahid “Didalam Al-Qur’an telah diterangkan segala yang halal dan yang haram. Ucapan Ibnu Mas’ud lebih umum dan lebih luas cakupannya. Karena Al-Qur’an mencakup segala ilmu yang bermanfaat, dari kebaikan yang sudah berlalu, ilmu tentang apa yang akan datang, hukum segala yang halal. dan haram, apa saja yang diperlukan manusia didunia dan agama (di akhirat).

Firman Allah:

أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَـٰبِ مِن شَىْءٍۢ

Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab” (Al-An’am: 38)

Juga firman Allah:

وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ ٱلْمُجْرِمِينَ

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur`ān, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (Al-An’am: 55)

Juga firman Allah:

وَنَفْسٍۢ وَمَا سَوَّىٰهَا ٧فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا ٨

dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,” (Ash-Sham: 7-8)

Pembahasan 3: Berkata Imam Al-Auzai’, “Kami turunkan kepada engkau Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu“, yaitu dengan sunnah.

Imam AL-Auzai’ adalah imam ahli sunnah dari negeri syam, namanya Abdurahman bin Amr bin Abdi Amr.

Hadits Nabi:

Hadits riwayat An-Nasa’iy mengenai keutamaan Al-Qur’an dibanding kitab lain

Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dan selainnya, dari Nabi ﷺ bahwa beliau melihat Umar bin Al-Khatab radhiallahu ‘anhu memegang lembaran Taurat di tangannya maka beliau bertanya, “Apakah kalian berada dalam kebimbangan, wahai Ibnul Khaththab? Sungguh aku telah datang kepada kalian dengan sesuatu yang putih bersih. Seandainya Musa masih hidup, kemudian kalian mengikuti dan meninggalkanku, sungguh kalian telah sesat.” (HR. Ahmad dalam Musnad 15156).

Dalam riwayat lain (disebutkan), “Seandainya Musa masih hidup, tidak ada kelapangan baginya kecuali harus mengikuti” Maka Umar berkata, “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku.”

Pembahasan 1: Islam telah mencukupi segala sesuatu dan tidak ada kebimbangan.

Dikarenakan dalam Islam mencukupi segala sesuatu, Nabi ﷺ menegur Umar yang lagi memegang Taurat.

Yang masuk Islam diatas keteguhan tidak ada kebimbangan lain halnya dengan orang diluar Islam.

Umat Islam yang belajar selain Islam seperti Filsafat, terlihat pada mereka kebimbangan dan keraguan.

Siapa yang keluar dari mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak merasa cukup dengannya, malah Allah tidak akan pernah mencukupinya.

Ustadz Dzuqarnain M Sunusi, 2018

Pembahasan 2: Jelasnya agama dan kejernihannya.

Ada dua sifat agama Islam yaitu: jelas dan bersih (murni). Walaupun dimasa fitnah seorang Muslim yang benar, hatinya seperti kaca. Yaitu apabila kaca terkena debu, terlihat kotor, tapi kotoran tidak bisa masuk kedalam kaca. Dan kalau dibersihkan akan bersih lagi.

Pembahasan 3: Para nabi meninggalkan apa yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengikuti Nabi Muhammad ﷺ. Maka selain para Nabi lebih harus lagi.

Sehingga apabila Nabi Musa masih hidup, maka kewajibannya mengikuti Nabi Muhammad , meninggalkan Taurat yang diturunakan kepadanya. Al-Qur’an mencakup semua kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan Al-Quran adalah penutup yang menghapus kitab sebelumnya. Maka selain para Nabi, lebih wajib lagi mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Pembahasan 4: Ridha Islam sebagai Agamanya. Yakni tidak perlu kepada apapun selain Islam.

Hal ini berkaitan dengan ucapan Umar bib Khatatab Radhialahu ‘Anhu “Aku telah ridha bahwa Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai nabiku”.

Dalam hadits Al Abbas bin Abdul Muthalib, riwayat Muslim:

Pembahasan 5: Haramnya melihat kebuku ahlul kitab dan selainnya.

Haram melihat kitab Taurat dan Injil. Apalagi kitabnya sekarang yang sudah berubah.

Ulama berbeda pendapat terkait dengan masalah melihat kitab lain dengan tujuan untuk membantahnya. Sebagian ulama membolehkan dan sebagian melarang secara mutlak. Walaupun yang benarnya dibolehkan apabila ada maslahat yang jelas. Yaiatu untuk membantah dan mejelaskan kesalahan. Ada ulama yang menulis buku mengenai hal ini. Dengan ketentuan: ada keperluan syar’i, jelas maslahatnya, dari seorang alim (kuat keilmuannya). Adapun bukan seorang alim, maka dapat menimbulkan masalah.

Haram melihat kitab selain dari ahluk kitab, seperti buku ahlul bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Barangsiapa yang mencari agama yang bukan Islam, sekali-kali tidaklah (agama itu) akan diterima

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Firman Allah Ta’ala, “Barangsiapa yang mencari agama yang bukan Islam, sekali-kali tidaklah (agama itu) akan diterima” (Ali-Imran: 85)

Firman Allah ﷻ:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ

barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya” (Ali-Imran: 85)

Pembahasan 1: Kesesuaian Bab dengan Buku

Sisi pertama, dalam Islam terdapat segala hal yang diperlukan sehingga tidak boleh keluar dari Islam dan tidak diterima selain Islam.

Sisi kedua, setelah diterangkan kewajiban memeluk Islam dan tafsir Islam, maka penulis menegaskan dalam tafsir Islam, wajib masuk didalamnya. Yaitu yang mencari agama selai Islam maka tidak diterima. Begitupun juga siapa yang mencari tuntunan selain Islam maka tidak diterima juga.

Pembahasan 2: Sebagaimana wajib masuk kedalam Islam, juga sebaliknya dilarang keluar dari Islam

Pembahasan 3: Penjelasan bathilnya seluruh agama kecuali Islam

Orang yang mengatakan semua agama itu sama atau benar adalah kekufuran.

Harus bisa membedakan antara keyakinan dan hidup bersama dalam masyarakat. Kita hidup bermasyarakat dengan non Muslim tapi bukan artinya kita membenarkan agama mereka. Bahkan hidup berdampingan diatur dalam Islam. Akan tetapi berkaitan dengan keyakinan ada aturan dalam Islam. Yakni selain Islam kafir dan apabila meninggal dalam kekafiran maka kekal dalam neraka.

Hidup bersama dengan non muslim dalam sebuah negeri selama dilindungi oleh negara tidak dipermasalahkan sepanjang tidak menganggu umat Islam, tidak memusuhi umat Islam. Sebagaimana firman Allah:

لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَـٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوٓا۟ إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)

Sebagaimana Hadits:

Beberapa hak tetangga:

  • Muslim dan kerabat: ada tiga hak: hak muslim, kerabat dan tetangga
  • Muslim bukan kerabat: ada 2 hak: hak muslim dan tetangga
  • Bukan Muslim: ada 1 hak: hak tetangga

Dalam sejarah ketika Nabi di Madinah, hidup bersama 3 suku Yahudi walaupun licik. Sampai mereka melanggar perjanjian dan dibalas sesuai dengan perbuatannya.

Pembahasan 4: Tidak ada keselamatan dan keberuntungan kecuali dengan Islam.

Hadits: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Seluruh amalan akan datang pada hari kiamat. Datanglah shalat dan berkata, ‘Wahai Rabb aku adalah shalat’, Allah berfirman, ‘Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan’, Lalu datanglah shadaqah dan berkata, ‘Wahai Rabb, aku adalah shadaqah, ‘Allah berfiman, ‘Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan.’ Kemudian datanglah puasa dan mengatakan, ‘Wahai Rabb, aku adalah puasa.’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan.’ Selanjutnya datanglah seluruh amalan dalam keadaan seperti itu. dan Allah ﷻ senantiasa berfirman, ‘Sesunguhnya enkau berada di atas kebaikan.’ Sampai Islam datang dan mengatakan , ‘Wahai Rabb sesungguhnya Engkau adalah As-Salam dan aku adalah Islam,’ Allah ﷻ berfirman, ‘Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan. Pada hari ini, denganmu Aku mengadzab (mengambil) dan denganmu aku memberi pahala.’ Allah ﷻ berfirman dalam kitab-Nya. Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah (agama itu) akan diterima darinya, dan diakhirat dia termasuk orang-orang yang rugi (Ali-Imran: 85)“. Diriwayatkan oleh Ahmad.

Pembahasan 1: Tidak ada diteirma amalan kecuali dengan Islam

Pembahasan 2: Tafsir Ayat Ali-Imran

Pembahasan 3: Yang menjadi ukuran bukan amalan tapi bagaimana merelasasikan Islam

Hadits: Dalam Ash-Shahih dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, (beliau berkata): Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan amalan yang tidak berasal dari agama kita, (amalan) itu tertolak” Diriwayatkan (pula) oleh Ahmad.

Pembahasan 1: Apa yang bukan dari Agama Islam maka tertolak.

Hal ini sama dengan ayat di atas.

Pembahasan 2: Penerimaan dengan mengikuti agama Rasulullah ﷺ

Pembahasan 3: Kesempurnaan Agama

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Tafsir Islam Bagian 2

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Tafsir Islam – Bagian 2

Hadits: Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang Islam maka (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Engkau menundukan hatimu kepada Allah, menghadapkan wajahmu kepada Allah, mengerjakan shalat yang ditetapkan, serta membayar zakat yang diwajibkan,” Diriwayatkan oleh Ahmad.

Pembahasan 1: Keislaman mencakup bathin dan dhahir

Muslim menggabungkan seluruh makna Islam pada dirinya (bathin dan dhahir). Amalan bathin : menundukan hati kepada Allah, dan menghadapkan wajahnya kepada Allah. Amalan dhahir: mengerjakan shalat dan membayar zakat.

Pembahasan 2: Perhatian terhadap hati dan keikhlasan

Hati harus selalu diperhatikan. Ia bagaikan tanaman yang selalu dirawat, disiram, dihidupi, dijaga dan dipelihara sehingga memberikan berbagai manfaat bagi pemiliknya.

Hadits: Dari Abu Qilabah, dari seorang penduduk Syam, dari ayahnya, (beliau berkata bahwa) beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Apa itu Islam?” (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Engkau menundukan hatimu kepada Allah ﷻ, dan kaum muslimin selamat terhadap (gangguan) lisan dan tanganmu.” Beliau bertanya lagi, “Apa yang paling utama di dalam Islam? (Rasulullah ﷺ) pun menjawab, “Keimanan.” Beliau kembali bertanya, “Apa keimanan itu?” (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kebangkitan setelah kematian.”

Pembahasan 1: Islam mengumpulkan antara hak Allah dan hak orang beriman

Pembahasan 2: Islam ditafsirkan dengan Iman

Iman dan Islam bermakna sama apabila keduanya disebutkan bersendirian. Akan tetapi akan bermakna berbeda apabila disebutkan bersamaan.

Islam adalah amalan dhahir yang disertai amalan bathin yang membenarkan amalan dhahirnya. Iman sebaliknya yaitu amalan bathin yang disertai amalan dhahir yang membenarkan amalan bathinnya.

Apabila ada yang berkata bahwa saya beriman pada Allah, malaikat, kitab-kitab dan para rasul tapi tidak pernah bersujud (shalat), tidak ada yang tahu dia bersyahadat, maka dia belum beriman.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Takut terhadap Syirik

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab 3: Takut terhadap Syirik

Penjelasan:

Definisi syirik terbagi dua:

  • Definisi Umum, yakni menjadikan sesuatu yang merupakan hak Allah ﷻ kepada selain Allah.
  • Definisi Khusus, yakni memberikan sesuatu dari Ibadah kepada selain Allah

Dua Jenis Syirik:

  • Syirik Akbar, yakni memberikan suatu hak khusus bagi Allah kepada selain Allah yang menyebabkan hilangnya dasar keimanannya. Hal ini menjadikan pelakunya keluar dari Islam, kekal di neraka, menjadi kafir, tidak boleh memberikan loyalitas kepadanya.
  • Syirik Asghar, yakni memberikan suatu hak khusus bagi Allah kepada selain Allah yang menyebabkan hilangnya kesempurnaan keimanannya. Misalnya bersumpah selain dengan nama Allah. Sumpah hanya boleh dengan nama Allah. Syirik asghar lebih besar dari dosa besar tapi tidak mengeluarkan pelakunya dari keislaman, tidak kekal dineraka, tidak dihalalkan darahnya dan hartanya.

Di buku ini merinci bentuk-bentuk kesyirikan.

Perbedaan syirik akbar dan syirik ashgar.

  • Syirik akbar pelakunya menjadi keluar dari Islam (murtad) adapaun syirik asghar tidak menyebabkan pelakuya keluar dari Islam.
  • Syirik akbar pelakunya kekal dineraka adapun syirik asghar pelakunya tidak kekal di neraka.
  • Syirik akbar bisa menyebab dihalalkan darah dan hartanya adapun syirik asghar tidak menjadikan halal darah dan hartanya.
  • Syirik akbar tidak boleh diberikan kecintaan secara mutlak adapun syirik asghar boleh dicintai keimanannya dan dibenci kesyirikannya.

Dalil

Firman Allah:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa: 116)

Dan Al-Khalil (Nabi Ibrahim) ‘Alaihi salam berucap:

وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

“… dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala” (Ibrahmi: 35)

Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Bahwasannya tatkala telah menyebutkan tentang tauhid, keutamaan (tauhid), dan realisasi pelaksanaan (tauhid), pantaslah penulis رَحِمَهُ ٱللَّٰهُ menyebutkan kekhawatiran terhadap lawan (tauhid), yaitu kesyirikan, agar orang yang beriman dapat berhati-hati terhadap (kesyirikan) dan takut kalau dirinya terjatuh ke dalam (kesyirikan) itu.

Makna Ayat Pertama Secara Global

Bahwa Allah ﷻ mengabarkan dengan kabar yang pasti bahwa diri-Nya tidak akan memaafkan seorang hamba yang berjumpa dengan-Nya dalam keadaan berbuat syirik, dengan tujuan untuk memperingatkan kita agar waspada terhadap kesyirikan, dan bahwa Allah akan memafkan dosa-dosa selain dosa syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki untuk dimaafkan sebagai karunia dan kebaikan dari-Nya agar kita tidak berputus asa dari rahmat Allah ﷻ.

Makna Ayat Kedua Secara Global

Bahwa Ibrahim Al-Khalil ‘alahish shalatu was salam berdoa kepada Rabb-nya agar menjadikan dirinya dan anak cucunya berada pada sisi yang jauh dari peribadahan kepada patung-patung, dan agar Allah menjauhkan dirinya dari peribadahan tersebut, karena fitnah dari (peribadahan) itu sangat besar, dan tiada yang aman dari terjerumus kepada (peribadahan) tersebut.

Hubungan antara Kedua Ayat dan Bab

Ayat pertama menunjukan bahwa kesyirikan merupakan dosa terbesar sebab orang yang meninggal di atas dosa (kesyirikan) tersebut tidak diampuni oleh Allah. Hal ini mengharuskan seorang hamba untuk sangat takut terhadap dosa ini yang keadannya seperti itu.

Ayat kedua menunjukan bahwa Ibrahim sangat mengkhawatirkan kesyirikan terhadap dirinya sehingga ia berdoa kepada Allah agar (Allah) melindungi dan menyelamatkan dirinya dari kesyirikan maka bagaimana (lagi) sangkaan kita terhadap selain Ibrahim?

Oleh karena itu, kedua ayat tersebut menunjukan kewajiban untuk taktu terhadap kesyirikan.

Faedah Kedua Ayat

  1. Bahwa syirik merupakan dosa terbesar karena Allah telah mengabarkan bahwa diri-Nya tidak akan mengampuni orang yang tidak bertaubat dari perbuatan syirik.
    • Terdapat silang pendapat mengenai jenis syirik yang tidak diampuni: akbar atau asghar atau kedua-duanya.
    • Sebagian ulama berpendapat syirik akbar saja yang tidak diampuni
    • Sebagian ulama berpendapat syirik akbar dan syirik asghar tidak diampuni.
    • Hal ini berkalu apabila tidak bertaubat sebelum meninggal dunia.
  2. Bahwa dosa-dosa selain dosa syirik, apabila seseorang tidak bertaubat darinya, masuk neraka di bawah kehendak Allah. Kalau menghendaki, Allah akan mengampuninya tanpa bertaubat, dan kalau menghendaki, Dia akan mengadzab karenanya. Maka, dalam hal ini, terdapat dalil tentang bahaya dosa syirik.
  3. Sikap takut terhadap kesyirikan karena Ibrahmim ‘alahish shalatu was salam yang beliau adalah pemimpin bagi orang-orang yang condong kepada tauhid dan jauh dari syirik, yang telah menghancurkan patung-patung dengan tangannya – khawatir bila dirinya terhatuh dalam kesyirikan maka bagaiamana dengan selain Ibrahim ‘alahish shalatu was salam?
    • Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung dengan tangannya.
  4. Disyariatkan berdoa untuk menolak malapetaka, dan bahwasannya manusia pasti perlu kepada Allah.
  5. Disyariatkan baerdoa untuk kebaikan diri dan anak keturunannya.
  6. Bantahan terhadap orang-orang jahil yang mengatakan, “Kesyirikan tidak akan terjadi pada umat ini”, sehingga mereka merasa aman dari hal maka mereka pun terjerumus ke dalam hal tersebut.

Wallahu ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.