Orang yang Cerdas dan Orang yang Lemah

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 67. Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus Radhiallahu Anhu dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam dia berkata “Orang yang cerdas itu adalah orang yang menahan hawa nafsunya dan melakukan amal baik untuk setelah kematiannya. Dan orang yang lemah itu adalah orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya dan selalu berangan-angan kepada Allah dengan berbagai angan-angan.” (HR. At-Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan).

Penjelasan:

  • Orang yang cerdas, yakni orang yang menahan hawa nafsunya dan melihat apa yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan. “Dan beramal untuk setelah kematiannya,” yakni amal akhirat. Orang yang cerdas beramal sesuatu untuk setelah kematian.
  • Orang yang lemah itu adalah orang yang jiwanya mengikuti hawa nafsunya. Tidak peduli kecuali dengan perkara-perkara dunianya Tidak menunaikan perintah dengan baik dan mengerjakan hal-hal yang dilarang.
  • Orang yang lemah berkata “Allah Maha Pengampun lagi Mahakasih Sayang, maka aku akan segera bertaubat kepada-Nya dimasa yang akan datang” atau “Aku akan memperbaiki keadaanku di hari tua”.

Wallahu A’lam

Allah Menghalangi Taubat Pelaku Bid’ah

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Note: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah perkataan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab Bahwa Allah Menghalangi Taubat Pelaku Bid’ah

Pembahasan 1: Kesesuian bab ini dengan bab sebelumnya.

Menunjukan bahwa bid’ah lebih besar dari dosa besar dan keutamaan Islam yaitu pada sisi Islam tidak perlu kepada bid’ah. Dan apabila diatas Islam yang benar, selalu terbuka pintu taubat. Akan tetapi Allah menghalangi taubat pelaku bid’ah.

Pembahasan 2: Tafsir Bab dalam ucapan Sofyan Atsauri Rahimahullah Ta’alla.

Sofyan Atsuari berkata “Bid’ah itu lebih dicintai oleh Iblis dari pada maksiat karena maksiatbisa bertaubat darinya sedangkan bid’ah tidak diberi taubat terhadapnya”.

Iblis lebih senang pelaku bid’ah karena pelakunya susah untuk bertaubat. Pelaku bid;ah tidak menyesali perlaku dosanya sehingga tidak menyesal. Merasa dirinya benar dan menolak kebenaran.

Ini diriwayatkan dari hadits Anas radhiallahu ‘Anhu, dan dari maraasil ‘riwayat mursal’ Al-Hasan (Al-Bashri Rahimahullah).

Ibnu Wadhah meriwayatkan dari Ayyub, beliau berkata: “Dahulu ada seseorang di kalangan kami yang berpemikiran (yang menyimpang), kemudian dia meninggalkan (pemikiran) tersebut. Maka aku mendatangi Muhammad bin Sirin dan berkata, ‘Apakah engkau merasa bahwa dia meninggalkan pemikirannya?’ Beliau menjawab, “Lihatlah arah dia berpindah. Sesungguhnya akhir kejadiannya akan lebih jelek daripada awalnya. Mereka keluar dari Islam, kemudian tidak kembali”.

Hadits Anas Bin Malik tersebut adalah “Sesungguhnya Allah menahan taubat pada setiap pelaku Bid’ah” (HR. Ibu Abi Ashim, Abusy Syaikh dalam tarikh Asbahan, At-Thabrany dalam Al-Ausath, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman dan selainnya.) Disahihkan oleh Syeikh Al-Albany.

Kemudian penulis membahwakan kenyataan pelaku bid;ah dimasa lalu. Orang yang dulunya mempunyai pemikiran menyimpang kemudian bertaubat dari pemikiran menyimpang tersebut. Kemudian ditanyakan kepada Muhammad bin Sirin, “Apakah sudah tahu bahwa orang tersebut telah meninggalkan pemikiran menyimpangnya?”. Muhammad bin Sirin berkata “Lihatsaja kearah mana dia berpindah, sesungguhnya akhir kejadaian akan lebih jelek dari awalnya. Mereka keluar dari Islam, kemudian tidak kembali lagi.

Ini adalah kondisi pelaku bid’ah pindah dari satu pemikiran menympang kepada pemikiran menyimpang lain dan terkadang keluar dari Islam. Walaupun ada apabila Allah memberi taufik, berpindah menjadi ahli sunnah.

Pembahasan : Pelaku Bid’ah ditahan dari taubat adalah konsekuensi dari nash (hadits) dan kenyataannya seperti itu.

Apakah makna ditahan taubat?

(Imam) Ahmad bin Hanbal Rahimahullah ditanya tentang makna hal tersebut maka beliau menjawab, “Mereka tidak diberi taufiq untuk bertaubat.”

Hal ini dikarenakan menganggap dirinya benar. Bukan berarti pintu taubat tertutup untuknya. Bahkan pelaku kesyrikan pun bisa untuk bertaubat.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Meninggal dalam keadaan menyembah selain Allah, akan masuk neraka.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab 3: Takut terhadap Syirik

Meninggal dalam keadaan menyembah selain Allah, akan masuk neraka.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang meninggal dalam keadaan berdoa (menyembah) selain Allah sebagai tandingan (bagi Allah), ia akan masuk ke dalam neraka“. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy.

Kalimat dalam hadits:

yad’u“, berdoa: dalam hal ini berarti permintaan. da’ahu artinya meminta atau memohon untuk diberi bantuan (dari sesuatu yang buruk). Doa bisa bermakna permohonan dan bisa bermakna ibadah.

nidan“, tandingan yang menyamai dan menyerupai.

Makna Hadits Secara Global

Rasulullah mengabarkan bahwa, siapa saja yang mengadakan tandingan yang disamakan dan diserupakan dengan Allah dalam peribadahan, yang ia berdoa, meminta, dan memohon keselamatan kepada (tandingan) itu, dan ia terus menerus berada dalam keadaan seperti itu sampai meninggal dan tidak bertaubat sebelum meninggal, tempat kembali dia adalah neraka karena ia telah musyrik.

Membuat tandingan (bagi Allah) ada dua macam:

Pertama: mengadakan sekutu bagi Allah dalam jenis-jenis ibadah atau pada sebagian (jenis) maka ini adalah syirik besar yang pelakuknya kekal di neraka.

Hal ini berarti masuk neraka.

Kedua: hal-hal yang termasuk ke dalam syirik kecil, seperti ucapan seseorang, “Apa-apa yang Allah dan engkau kehendaki”, “Kalau bukan karena Allah dan kamu”, serta ucapan lain yang semisal yang mengandung kata sambung “dan” pada lafadz jalaallah (Allah). Juga seperti riya ringan, ini tidak menjadikan pelakunya kekal di neraka meskipung masuk kedalamnya.

Jenis kesyirikannya adalah pada kata ‘dan’, yang artinya mensetarakan Allah dengan makhluk. Yang benar harusnya berkata “Apa-apa yang Allah kehendaki kemudian apa yang kamu kehendaki”. Atau Kalau bukan karena Allah kemudian bukan karena kamu”. Hanya perbedaan kata menjadi hukum nya berbeda tauhid dan kesyirikan. Orang yang terdidik diatas tauhid lebih pandai meninmbang kata dan kalimat dari dirinya. Karena dia tahu kata yang diucapkan ada timbangannya. Khususnya yang berkaitan dengan hak Allah.

Contoh lainnya bersumpah dengan selain Allah.

Riya terbagi dua: (1) riya kaum munafikin yaitu termasuk syirik akbar. Karena riya pada segala keadaan (amalan) nya. Sebagaimana firman Allah:

إِنَّ ٱلْمُنَـٰفِقِينَ يُخَـٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَـٰدِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًۭا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka1. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria2 (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali3. (An-Nisa: 142).

(2) riya yang ringan termasuk syirik kecil. Yaitu riya pada sebagian ibadahnya saja.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Hadits tersebut memberi pertakutan terhadap perbuatan syirik dengan menerangkan akibat dan tempat kembali pelaku kesyirikan.

Nabi Ibrahim takut akan kesyirikan dan Nabi Muhammad berdoa agar dijauhkan dari kesyirikan. Bahkan beliau khawatir (para sahabat) terjatuh pada syirik kecil (riya).

Suatu hari Sofyan Atsauri (Imam besar ulama kaum muslimin) ketika mendekati azalnya menangis. Ketika ditanya apa yang engkau khawatirkan. Beliau menjawab “Saya khawatir tauhid dicabut dari diriku”.

Apabila meninggal diatas tauhid dan diatas sunnah tidak ada yang dikhawatirkan, pasti selamat. Untuk mengetahui sunnah maka dikaji aqidah-aqidah ahlus sunnah.

Faedah Hadits

  1. Memberi pertakutan terhadap perbuatan syirik, dan anjuran untuk bertaubat dari kesyirikan sebelum seseorang meninggal.
    • Anjuran bertaubat dari kaesyirikan sebelum meninggal. Apabila tahu pernah atau sedang berbuat kesyirikan, maka langsung bertaubat dari hal tersebut.
    • Apabila ingin selalu nemanamkan rasa takut dari berbuat syirik, maka berdoa kepada Allah jangan sampai terjatuh pada perbuatan kesyirikan.
  2. Bahwa setiap orang yang, bersamaan dengan doanya kepada Allah, berdoa pula kepada seorang nabi atau wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, atau kepada batu atau pohon, berarti ia telah mengadakan tandingan bagi Allah.
    • Hal ini berarti membuat tandingan bagi Allah (masalah sangat besar).
    • Salah satunya karena ghulu (eksterim atau berlebihan). Misalnya ada orang shalih yang dihormati, kemudian berubah menjadi pengagungan, kemudian berubah menjadi penyembahan.
  3. Bahwa doa syirik tidak akan diampuni, kecuali bila (pelakunya) bertaubat.
    • Ada dosa-dosa yang dibawah kehendak Allah. Walaupun sudah meninggal belum bertobat, Apabila Allah berkehendak maka akan diampuni. Akan tetapi Syirik tidak bisa digugurkan bergitu saja, kecuali bertaubat.

Doa yang diajarkan di riwayat Imam Al-Bukhariy dalam Kitab Adabul Mufrad:

Takut akan jatuh pada kesyirikan mengharuskan kita untuk belajar apa itu tauhid. Agar kehidupan kita dihiasi dengan tahuid. Dan harus belajar apa itu kesyirikan agar tidak terjerumus pada kesyirikan.

Wallahu Ta’lla ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.

Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab Bid’ah Lebih Berat Daripada Dosa Besar.

Pembahasan: Penjelasan tentang tidak perlunya Islam dari Bid’ah

Islam sudah lengkap dan sempurna, sehingga tidak perlu bid’ah. Bid’ah dalam agama dilarang. Bahkan dijelaskan mengenai bid’ah dan dibesarkan tentang kejelekan dari bid’ah tersebut. Syaikul Islam menyebutkan bahwa bid’ah lebih berbahaya daripada maksiat yang memperturutkan syahwat berdasarkan dalil dari sunnah dan ijma.

Yang menyebabkan bid’ah lebih besar dari dosa besar diantaranya empat sebab, yaitu:

  1. Bid’ah adalah mengada-adakan perkara baru dalam agama. Orang yang melakukannya menyangka hal tersebut adalah bagian dari agama. Adapun dosa besar orang yang melakukannya tahu bahwa itu adalah dosa besar dan bukan dari agama.
  2. Orang yang berbuat bid’ah menganggap amalannya adalah benar. Sehingga sulit untuk bertaubat. Adapun dosa besar menyadari bahwa dirinya telah berbuat kesalahan. Sehingga perlu untuk bertaubat.
  3. Bid’ah berbuat kedustaan terhadap Allah. Karena mensyariatkan sesuatu dengan apa yang tidak disyariatkan oleh Allah. Adapun dosa besar sadar bahwa perbuatannya haram.
  4. Pelaku bid’ah bisa menjadi sebab diikuti oleh orang-orang. Apalagi orang yang melakukannya ditokohkan ditengah manusia. Adapun pelaku maksiat, umumnya orang benci kepada pelaku maksiat tersebut.

Firman Allah  dalam Surat An-Nisa Ayat 48:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ

“Sungguh Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni selainnya bagi siapa yang dikehendakiNya.” (An-Nisa: 48)

Ayat ini terdapat juga pada ayat 118 di surat yang sama, hanya saja potongan akhir ayatnya berbeda:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۢا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa: 116)

Pembahasan 1: Bid’ah terkadang kesyirikan, lebih besar dari dosa besar.

Syirik lebih besar dari dosa besar, karena pelaku kesyirikan tidak diampuni. Sedangkan dosa selain kesyirikan diampuni bagi siapa yang Allah kehendaki.

Pembahasan 2: Tafsir ayat An Nisa Ayat 48

Dalam ayat ini Sebagian mufasir menafasirkan sebagai syirik akbar dan yang lain menafasirknanya sebagai syirik Asghar. Allah tidak mengampuni kesyirikan (besar dan kecil). Hal ini sesuai dengan konteks ayat yang lebih luas tidak terbatas pada syirik akbar saja.

Ayat ini berkaitan dengan orang yang meninggal dan belum bertobat dari perbuatan dosanya. Adapun apabila sudah bertobat dari dosanya, maka Allah mengampuni seluruh dosa termasuk syriik dan kekafiran. Sebagaimana firman Allah ﷻ:

قُلْ يَـٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa1 semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)

Ada juga yang berpendapat yang tidak diampuni adalah syirik akbar. Adapun syrik Asghar, termasuk dalam dosa kecil (selain syirik).

Bid’ah terakadang berupa kesyirikan. Syirik adalah mengada-adakan kedustaan terhadap Allah. Hal ini adalah sifat bid’ah.

Adapun dosa selain kesyirikan adalah dibawah kehendak Allah. Apabila Allah ﷻ berkehendak maka akan disiksa sesuai dengan kadar dosanya. Dan setelah selesai maka akan dimasukan ke surga karena masih punya keislaman. Apabila Allah ﷻ berkehendak, maka diampuni dosanya dan tidak disiksa.

Firman Allah  dalam Surat Al-An’am Ayat 144:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًۭا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ

Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” (Al-An’am: 144)

Pembahasan 1: Pelaku bid’ah termasuk orang-orang yang mengada-adakan kedustaan atas nama Allah.

Sehingga bid’ah lebih berat dari dosa besar.

Hal-hal yang termasuk berdusta atas nama Allah, adalah

  • Berbicara tanpa ilmu
  • Bahaya kesyirikan
  • Bahaya bid’ah.

Pembahsan 2: Kedholiman berjenjang-jenjang.

Kedholiman yang satu lebih besar daripada kedholiman yang lain. Syirik termasuk kedholiman sebagaimana firman Allah ﷻ: “Sesungghuhnya kesyirikan itu kedhaliman yang sangat besar”.

Sebagian ulama berpendapat dosa yang paling besar adalah berucap atas nama Allah tanpa ilmu. Karena kesyirikan disebabkan berucap atas nama Allah tanpa ilmu (pendapat Ibnu Qoyim).

Firman Allah ﷻ:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَـٰنًۭا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah, “Tuhan-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-A’raf: 33)

Dalam ayat ini menyebutkan urutan keharaman dari yang terkecil ke yang terbesar. Dimana yang terbesar adalah berucap tanpa ilmu.

Nabi ﷺ membagi kedholiman menjadi tiga:

  1. Kedholiman yang tidak diampuni, yaitu kesyirikan.
  2. Kedholiman yang diampuni, yaitu antara hamba dan Rabbnya.
  3. Kedholiman yang tidak ditinggalkan, yaitu antara sesama makhluk.

Firman Allah  dalam Surat An-Nahl Ayat 25:

لِيَحْمِلُوٓا۟ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةًۭ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari.” (An-Nahl: 25)

Penjelasan bid’ah dari sisi lain, yaitu menganggap dirinya benar dan mengajak manusia mengikutinya. Maka orang yang mengajak melakukan bid’ah, memikul dosa yang ia sesatkan.

Pembahasan: Pelaku bid’ah menyandang dosa dia sendiri, dan dosa orang yang mengikutinya.

Apabila orang pelaku bid’ah tersebut adalah panutan manusia, maka dia mengajak manusia untuk melakukan kesesatan. Sehingga orang tersebut memikul dosa melakukan bid’ah dan dosa orang yang mengikutinya.

Hadits tentang Khowarij

Dalam Kitab Shahih: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang Khowarij: “Di mana saja kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka” (HR. Al-Bukhari no. 5057) Dan sabda beliau: “Jika aku menjumpai mereka, pasti akan kubunuh seperti kaum Ad” (HR. Al-Bukhari no. 3344) dan dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau melarang membunuh pemimpin zalim selagi tetap shalat.‛ (HR. Muslim no. 1855)

Pernyataan tegas bahwa Nabi ﷺ akan membunuh kaum khwarij bila menjumpainya. Hal ini tidak terjadi karena Allah mengutus nabinya untuk menyempurnakan Islam dan menjaga dari segala Bid’ah.

Karena kesempurnaan agama, maka Bid’ah yang belum terjadi tapi nabi ﷺ  sudah mengingatkan akan bahaya bid’ah. Ada Sebagian bibit bid’ah dimasa nabi, tapi langsung diingatkan oleh nabi akan bahayanya.

Nabi menyifatkan kaum khawarij sebagai berikut:

  • Bangkai yang paling jelek dikolong langit.
  • Orang yang membunuh mereka adalah sebaik-baik manusia.
  • Orang yang dibunuh oleh kaum khawarij sebaik-baik orang yang terbunuh dibawah kolong langit.

Dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau ﷺ melarang membunuh pemimpin dzalim selagi tetap shalat.

Nabi melarang untuk membunuh penguasa yang sewenang-wenang sepanjang mereka masih shalat.

Pembahsan 1: Bid’ah lebih besar dari dosa besar karena Nabi membolehkan untuk membunuh kaum khawarij

Khawarij kesalahannya adalah bid’ah. Nabi membolehkan untuk membunuhnya

Penguasa yang dhalim kesalahannya adalah dosa besar. Nabi perintah untuk bersabar terhadap penguasa yang dhalim.

Syaikhil Islam menulik kesepakatan ulama tentang hal ini. Dalil yang dibawahkan adalah hadits ini.

Pembahasan 2: Bolehnya membunuh kaum kahwarij untuk menahan bid’ah mereka dan keseriusan dalam menjelekan bidah tersebut.

Perintah untuk membunuh adalah kembali kepada pimpinan negara. Bukan orang per orang. Karena bahasanya kembali kepada Nabi yang seorang pimpinan negara. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib dan para sahabat memerangi khawarij. Hal ini berjalan dari masa ke masa. Karena memang dibolehkan memerangi mereka. Dimasa sekarang ini pemerintah yang memerangi khawarij (ISIS, Al-Qaeda dan lainnya).

Hadits dari Jarir tentang memulai mengerjakan perbuatan baik

Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada seseorang yang bersedekah lalu diikuti oleh manusia lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)

Seseorang memberi contoh yang bagus sehingga diikuti oleh orang lain. Dalam Riwayat lain bahwa Nabi ﷺ  pernah didatangi oleh seseorang yang meminta sesuatu. Akan tetapi tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang tersebut. Maka Nabi ﷺ  berkata kepada para sahabat, “siapakah yang ingin bersedekah untuk orang ini?”. Tadinya pada diam, maka ada satu orang berdiri dan bersedekah. Setelah itu diikuti oleh orang lain. Maka Nabi ﷺ   mengucapkan hadits ini.

Kebaikan seperti ini terbuka luas untuk para penuntut ilmu, yang menyebarkan ilmu.

Orang yang memulai kebaikan dapat pahala dan dapat pahala dari orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala orang tersebut.

Akan tetapi sebaliknya apabila memberi contoh yang jelek dalam Islam dia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengikuti amalan jelek tersebut tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.

Pembasan 1: Bid’ah adalah sunnah yang jelek.

Siapa yang memberi contoh sunnah yang jelek maka akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya. Hal ini umumnya terjadi pada bid’ah walaupun terjadi juga pada beberapa maksiat.

Sebagai contoh anak Adam yang pertama membunuh, maka setiap kali ada yang membunuh setelah nya, Anak Adam ini akan mengandung dosanya. Hal ini dikarenakan dia memberi contoh membunuh manusia.

Contoh lain tayangan kejahatan pada media-media, yang diketahui orang-orang. Kemudian orang tersebut mengikuti cara kejahatan tersebut. Maka orang yang punya andil dalam media tersebut mendapatkan dosa orang yang berbuat kejahatan tersebut.

Contoh lain postingan yang menyesatkan banyak orang dimana akhirnya tersebar dan banyak orang yang menjadi tersesat karena postingan tersebut.

Rasulullah bersabda dalam Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim: “Sesungguhnya ada seorang lelaki benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat”.

Pembahasan 2: Hadits ini adalah kaidah besar untuk yang berbuat amalan baik maupun buruk tapi diikuti oleh manusia.

Apabila beramal jelek, dia sendiri yang menanggung dosanya maka tidak terlalu bermasalah yang menjadi urusan dia dengan Allah. Akan tetapi seseorang berbuat jelek dan diikuti manusia, maka hal ini sangat berbahaya.

Sama halnya apabila berbuat baik dan diikuti oleh manusia, maka akan banyak kebaikan yang didapatkan.

Jangan menyebarkan atau menyambungkan sesuatu kepada orang lain, kecuali dia pastikan sesuatu itu adalah hal yang baik.

Kisah Murid Ad-Dharu Qudhni.

Ad-Dharu Qudhni  adalah imam besar diatas manhaj salaf. Suatu hari Ad-Dharu Qudhni berjalan dengan salah satu muridnya, kemudian ditengah jalan bertemu dengan Abu Bakr Al-Baqilany seorang ahlul bid;ah. Maka Ad-Dharu Qudhni bersalaman dengan nya dan cium kepalanya (kemungkinan lebih tua umurnya). Kemudian muridnya bertanya, “siapa orang itu”?. Ad-Dharu Qudhni cuma menjawab orang itu adalah Abu Bakr Al-Baqilany tapi tidak diterangkan bahwa orang ini sesat. Maka muridnya ini akhirnya belajar kepada Abu Bakr Al-Baqilany dan mengikuti aqidahnya.

Hadits dari Abu Hurairah tentang siapa yang mengajak kepada petunjuk

Dalam Kitab Shahih dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dengan lafazh: “Siapa yang mengajak kepada petunjuk…,” kemudian dilanjut, “…dan siapa yang mengajak kepada kesesatan…” (HR. Muslim no. 2674)

Hadits ini sama dengan hadits sebelumnya tapi lafadznya “Siapa yang mengajak kepada petunjuk”.  Dan “Siapa yang mengajak kepada kesesatan”.

Hadits lengkapnya dalam sahih Muslim “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”

Pembahasan 1: Dosa orang yang mengajak kepada bid’ah

Orang ini menanggung dosa orang yang mengikutinya. Dalam hadits dari Hudaifah disebut “da’i-da’I yang mengajak kepada pintu neraka jahanam”. Hal ini adalah dosa yang sangat besar dikarenakan setiap orang yang tersesat maka dia menanggung dosa kesesatannya.

Pembahsan 2: Keutamaan berdakwah dijalan Allah

Firman Allah:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَـٰلِحًۭا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fussilat: 33)

Kesimpulan

Inti pembahasan adalah Bid’ah lebih besar dari dosa besar. Telah dijelaskan bahaya dari perbuatan bid’ah.

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Kisah Orang yang Sakit Kusta, Orang Botak, dan Orang Buta.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 66. Kisah Orang yang Sakit Kusta, Orang Botak, dan Orang Buta.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia pernah mendengar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ ثَلَاثَةً فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى بَدَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الْأَبْرَصَ ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ فَأُعْطِيَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا ، فَقَالَ : أَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْإِبِلُ أَوْ ، قَالَ : الْبَقَرُ هُوَ شَكَّ فِي ذَلِكَ إِنَّ الْأَبْرَصَ وَالْأَقْرَعَ ، قَالَ : أَحَدُهُمَا الْإِبِلُ ، وَقَالَ : الْآخَرُ الْبَقَرُ فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ ، فَقَالَ : يُبَارَكُ لَكَ فِيهَا وَأَتَى الْأَقْرَعَ ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ وَأُعْطِيَ شَعَرًا حَسَنًا ، قَالَ : فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْبَقَرُ ، قَالَ : فَأَعْطَاهُ بَقَرَةً حَامِلًا ، وَقَالَ : يُبَارَكُ لَكَ فِيهَا وَأَتَى الْأَعْمَى ، فَقَالَ : أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : يَرُدُّ اللَّهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرُ بِهِ النَّاسَ ، قَالَ : فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ ، قَالَ : فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ، قَالَ : الْغَنَمُ فَأَعْطَاهُ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنْ إِبِلٍ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ بَقَرٍ وَلِهَذَا وَادٍ مِنْ غَنَمٍ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الْأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ ، فَقَالَ : رَجُلٌ مِسْكِينٌ تَقَطَّعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ، ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِي سَفَرِي ، فَقَالَ لَهُ : إِنَّ الْحُقُوقَ كَثِيرَةٌ ، فَقَالَ لَهُ : كَأَنِّي أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللَّهُ ، فَقَالَ : لَقَدْ وَرِثْتُ لِكَابِرٍ عَنْ كَابِرٍ ، فَقَالَ : إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ وَأَتَى الْأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ ، فَقَالَ لَهُ : مِثْلَ مَا ، قَالَ : لِهَذَا فَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَيْهِ هَذَا ، فَقَالَ : إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللَّهُ إِلَى مَا كُنْتَ وَأَتَى الْأَعْمَى فِي صُورَتِهِ ، فَقَالَ : رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ وَتَقَطَّعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي فَلَا بَلَاغَ الْيَوْمَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي ، فَقَالَ : قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللَّهُ بَصَرِي وَفَقِيرًا فَقَدْ أَغْنَانِي فَخُذْ مَا شِئْتَ فَوَاللَّهِ لَا أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيْءٍ أَخَذْتَهُ لِلَّهِ ، فَقَالَ : أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْكَ وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ

“Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Isra’il, yang satu menderita penyakit kusta, satunya lagi kepalanya botak, dan yang terakhir matanya buta. Allah Shubhanahu wa Ta’alla ingin menguji mereka semua dengan mengutus kepada mereka semua seorang malaikat, pertama kali malaikat tersebut mendatangi orang yang menderita kusta, lalu berkata kepadanya : “Apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: “Warna kulit yang bagus, dan kulit yang mulus, serta di hilangkan penyakitku ini yang membuat manusia merasa jijik denganku”. Kemudian malaikat tersebut mengusapnya, sehingga penyakit yang di deritanya hilang lalu kulitnya berganti menjadi mulus.

Malaikat tersebut berkata kembali kepadanya: “Harta apa yang paling engkau cintai? Ia menjawab: “Onta – atau ia mengatakan: “Sapi”, para perawi merasa ragu di sini-. Maka ia di kasih seekor onta yang sedang bunting, seraya di do’akan oleh malaikat tersebut: “Semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberkahi kamu dengan onta ini “.

Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang botak, lalu berkata kepadanya: “Perkara apa yang paling engkau inginkan? Ia menjawab: “Rambut yang indah, sehingga aibku ini hilang, jadi manusia tidak lagi menjauh dariku”. Malaikat tersebut mengusap kepalanya, lalu tumbuhlah rambut yang indah, dan ia diberi rambut yang bagus. Lalu malaikat bertanya kembali: “Harta apa yang paling engkau cintai? Orang tadi menjawab: “Sapi”. Ia lalu di beri seekor sapi betina yang sedang bunting, seraya di do’akan: “Semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberkahimu dengan sapi ini”.

Setelah itu, malaikat tersebut mendatangi orang yang buta, lalu bertanya kepadanya: “Apa yang paling engkau dambakan? Ia menjawab: “Aku mendambakan supaya Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatanku, sehingga aku bisa melihat orang lain”.

Maka di usaplah matanya oleh malaikat tadi, akhirnya Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatannya. Malaikat kemudian bertanya lagi: “Harta apa yang paling kamu sukai? Ia berkata: “Kambing”. Ia pun di kasih kambing yang sedang bunting.

Kemudian masing-masing dari hewan pemberian tadi saling beranak pinak, sehingga orang yang pertama mempunyai satu lembah onta, yang satunya lagi mempunyai satu lembah sapi, dan yang terakhirpun mempunyai satu lembah kambing.

Pada suatu ketika, malaikat tersebut mendatangi orang yang terkena kusta, dengan kondisi dan rupa yang sama ketika dirinya dulu sakit, lalu memelas kepadanya: “Saya orang yang miskin, sungguh diriku telah kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanan, tidak ada yang mampu menolongku pada hari ini, melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla dan dirimu. Saya minta kepadamu yang telah di beri warna kulit yang indah,dan bagus, serta harta yang berlimpah, berilah saya seekor unta agar saya bisa meneruskan perjalananku”.

Namun orang ini justru menghardiknya, seraya berkata kepadanya: “Kebutuhanku masih banyak”. Malaikat tadi berujar: “Sepertinya dulu aku mengenalmu, bukankah kamu dulu adalah orang yang kena kusta, yang di jauhi manusia, orang yang fakir kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’alla memberimu harta? Ia berkata dengan sombongnya: “Saya mendapatkan harta ini dari warisan ayahku dari kakeknya! Setelah itu, malaikat tadi berkata padanya: “Jikalau kamu berdusta, semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan keadaan kamu seperti semula”.

Setelah itu, ia lalu mendatangi orang yang botak dengan kondisi serta keadaan yang sama seperti dirinya dulu, lalu berkata seperti apa yang di katakan pada orang yang terkena kusta tadi, dan orang yang dulunya botak inipun menolak sama seperti yang di lakukan oleh orang pertama. Maka malaikat tersebut pun berkata kepadanya: “Kalau seandainya kamu berdusta, semoga Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan keadaanmu seperti semula”.

Kemudian terakhir ia mendatangi orang yang dulunya tidak bisa melihat, dengan keadaan dan kondisi yang sama seperti dirinya dulu, lalu berkata kepadanya: “Saya orang miskin dan ibnu sabil yang telah kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalanan, tidak ada yang bisa menolongku melainkan Allah Shubhanahu wa Ta’alla dan anda, saya minta kepadamu yang telah dikembalikan penglihatanya, seekor kambing agar saya bisa meneruskan perjalananku? Orang tersebut berkata bijak kepadanya: “Sungguh dulu diriku adalah orang yang buta kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’alla mengembalikan penglihatanku, ambillah seberapa engkau mau, dan tinggalkan sesukamu. Sungguh demi Allah, saya tidak merasa keberatan dengan sesuatu yang diambil karena Allah Azza wa jalla”.

Malaikat tersebut menjawab: “Ambil hartamu, kalian sedang di uji, sungguh Allah Shubhanahu wa Ta’alla telah ridho kepadamu, dan murka kepada dua sahabatmu”. [Hadits shahih di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]

Referensi : https://almanhaj.or.id/4059-kisah-orang-yang-sakit-kusta-orang-botak-dan-orang-buta.html

Wallahu A’lam

Melihat Allah ‘Azza Wa Jalla

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad

  • Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Melihat Allah ‘Azza Wa Jalla

Imam Ahmad berkata, Pokok-pokok Sunnah (Islam) disisi kami adalah:

Beriman dengan ru’yah (bahwa kaum mukminin akan melihat Allah) pada hari kiamat sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits-hadits yang shahih.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sungguh telah melihat Rabbnya, hal ini telah ma’tsur dari Rasulullah diriwayatkan oleh Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh Al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihram dari Ibnu Abbas, dan kita memahami hadits ini sesuai dengan zhahirnya sebagaimana datangnya dari Rasulullah dan berbicara (tanpa ilmu) dalam hal ini adalah bid’ah, akan tetapi kita wajib beriman dengannya sebagaimana zhahirnya dan kita tidak berdebat dengan seorang pun dalam masalah ini.

Penjelasan:

Pembahasan 1: Melihat Allah pada hari kiamat.

Ahli sunnah menyepakati bahwa bisa melihat Allah pada hari kiamat. Adapun melihat Allah di dunia dalam keadaan tidak tidur adalah sesuatu yang mustahil. Hal ini adalah kesepakatan para ulama. Bahkan sebagian as-salaf berpendapat apabila melihat Allah dalam keadaan terjaga bisa mengeluarkannya dari Islam. Hal ini dikarenakan menyelisihi Al-Qur’an dan hadits Rasulullah.

Sebagaimana Hadits dari Jabir dalam riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda “Ketahuilah bahwa kalian ini tidak akan melihat Rabb kalian sampai kalian mati”.

Apabila dalam keadaan tidur dimungkinkan melihat Allah. Nabi ﷺ pernah melihat Allah didalam mimpinya.

Beberapa dalil mengenai melihat Allah di hari kiamat:

Dalil Ke-1: Al-Qur’an Surat Al-Qiyamah Ayat 22-23:

وُجُوهٌۭ يَوْمَئِذٍۢ نَّاضِرَةٌ ٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌۭ ٢٣

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nyalah mereka melihat.” (Al-Qiyamah: 22-23).

Dalil Ke-2: Al-Qur’an Surat Al-Mutaffiffin Ayat 15:

كَلَّآ إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍۢ لَّمَحْجُوبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang kafir) pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Al-Mutaffifin: 15)

Apabila orang kafir terhalang melihat Allah, maka orang muslim tidak terhalang melihat Allah.

Dalil Ke-3: Al-Qur’an Surat Yunus Ayat 26:

 لِّلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ ٱلْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌۭ ۖ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌۭ وَلَا ذِلَّةٌ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ أَصْحَـٰبُ ٱلْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَـٰلِدُونَ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Yunus: 26)

Kata “tambahannya” ditafsirkan dalam hadits Riwayat Muslim, adalah mereka melihat kepada wajah Allah ﷻ. Dalam Riwayat, ketika penduduk surga telah masuk ke dalam surga, maka Allah ﷻ berfirman kepada mereka, “Ingingkah kalian aku tambah?”, maka mereka berkata kami sudah dimuliakan dengan surga ini. Maka Allah ﷻ menyingkap tirai dan merekapun melihat Allah.

Dalil Ke-4: Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat 44:

تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُۥ سَلَـٰمٌۭ ۚ وَأَعَدَّ لَهُمْ أَجْرًۭا كَرِيمًۭا

Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah, “Salām”1 dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka.” (Al-Ahzab: 44)

Liqo bisa bermakna menghadap kepada Allah atau melihat Allah. Akan tetapi Liqo pada ayat ini hanya ditafsirkan dengan satu penafsiran yaitu melihat dengan mata kepala kepada Allah.

Dalil Ke-5: Al-Qur’an surat Al-‘Araf ayat 143

وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِىٓ أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِى وَلَـٰكِنِ ٱنظُرْ إِلَى ٱلْجَبَلِ فَإِنِ ٱسْتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوْفَ تَرَىٰنِى ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكًّۭا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًۭا ۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَـٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, “Ya Tuhan-ku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhan-nya menampakkan diri kepada gunung itu,1 dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, “Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”. (Al-’Araf: 143)

Lan tarauni (engkau tidak akan melihatku). Ahli bid’ah berdalil dengan ayat ini bahwa Allah tidak akan dilihat selama-lamanya dikarenakan adakata “Lan” yang mereka artikan selama-lamatnya. Akan tetapi ahli Bahasa berkata bahwa kata “Lan” bisa dua arti yaitu: menunjukan selama-lamanya dan tidak selama-lamanya.

Mata manusia tidak akan sanggup melihat keagungan wajah Allah di dunia. Akan tetapi diakhirat Allah membuat kekuatan untuk dapat melihat-Nya.

Kaidah: Ahlul bid’ah apabila berdalil tentang sesuatu pasti dalam dalil tu akan akan ada bantahan untuk mereka sendiri.

Dalil Ke-6: Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 103

لَّا تُدْرِكُهُ ٱلْأَبْصَـٰرُ وَهُوَ يُدْرِكُ ٱلْأَبْصَـٰرَ ۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dia-lah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 103)

Latudrikuhul absor”: Allah itu tidak bisa dilingkup oleh pandangan mata. Dia Allah yang melingkup pandangan mata. Dengan dalil ini mereka ingkari melihat Allah pada hari kiamat. Tapi pendalilan ini lemah. Bahkan dalam ayat ini ada dalil bahwa Allah akan dilihat pada hari kiamat. Hal ini dikarenakan kalimat “idrak” dalam Bahasa arab adalah melihat dari seluruh sudutnya. Apabila hanya melihat sebagian sudut saja maka dikatakan “ru’yah”. Dalam ayat ini disebut idrak yang memang tidak bisa melihat Allah dari seluruh sudutnya. Yang hanya bisa dilhat adalah wajah Allah.

Dalil idrak melihat keseluruhan dan ru’ya melihat Sebagian, yaitu dalam Al-Qur’an surat Ash-Shu’ara tentang kisah nabi musa dikejar firaun dan bala tentaranya.  Ketika Nabi Musa sudah jauh didepan, mereka dikejar firuan. Begitu dua kelompok sudah saling melihat (ru’ya). Maka musa berkata sebentar lagi kita akan “idrak” yaitu dikumpul dari segala penjuru.

Dalil Ke-7 Hadits Rasulullah “Kalian semua akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama. Kalian tidak akan terhalangi dalam melihat-Nya.

Demikian Ketika hari kiamat akan melihat Allah dengan sangat jelas tidak ada yang menutupinya. Tapi tidak kita serupakan Allah dengan Bulan. Hal ini hanya perumpamaan.

Pembahasan 2: Nabi melihat Rabbnya.

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu menyebutkan bahwa Nabi ﷺ melihat Rabbnya. “Aku melihat Rabbku di surah yang paling bagus”.

Aisha Radhiallahu ‘Anha berkata “Barang siapa yang berkata bahwa Nabi Muhammad melihat Rabbnya, maka sungguh mereka telah membuat kedustaan yang sangat besar kepada Allah”. Aisha menegaskan bahwa Nabi tidak pernah melihat Rabbnya.

Adapun Ibnu Abbas menerangkan bahwa Nabi ﷺ melihat Rabbnya. Maka penetapan dari Ibnu Abbas bertentangan apa yang disebut oleh Aisha secara dhohirnya. Adapun hakikatnya tidak bertentangan. Hal ini dikarenakan Aisha mengingkari pandangan dengan mata kepala. Adapun Ibnu Abbas ditetapkan bahwa Nabi ﷺ melihat dengan hatinya. Sehingga tidak ada pertentangan diantara dua hal ini.

Akan tetapi Ahlul Bid’ah berkata bahwa Ahlul Sunnah juga berbeda pendapat mengenai masalah aqidah. Jawabannya adalah bahwa ini adalah masalah cabang, Adapun masalah pokoknya adalah Allah akan dilihat pada hari kiamat yang tidak ada silang pendapat.

Melihat Allah pada hari kiamat pada dua tempat: (1) padang mahsyar dan (2) surga. Hanya kaum mukminin saja yang dapat melihat Allah disurga. Di padang mahsyar terdapat perbedaan pendapat apakah kaum musiryikin dan munafikin dapat melihat Allah. Yang benar bahwa orang kafir tidak melihat Allah sama sekali (QS. Al-Mutaffiffin ayat 15). Adapun kaum munafikin dalam hadits dikatakan bahwa mereka melihat Allah akan tetapi mereka melihatnya bukan diatas surah yang Allah perlihatkan pada orang-orang yang beriman. Akan tetapi kaum muanfikin melihat Allah dengan rasa kegelisahan karena akan diungkap kedustaan mereka.

Wallahu Ta’lla ‘alam

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah

Hadist 61. hadist Jibril mengenai islam, iman dan ihsan

Rukun Iman Keenam: Beriman Kepada Qadha dan Qadar

Rasulullah ﷺ bersabda, “Hendaklah kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

Takdir adalah ketetapan Allah ﷻ terhadap apa yang akan terjadi hingga datangya hari kiamat.

Para ulama mengatakan, beriman kepada takdir juga harus beriman kepada empat tingkatannya.

Tingkat Pertama: Beriman bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu

Tingkat Kedua: Percaya bahwa Allah menuliskan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.

Tingkat Ketiga: Percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Allah, dan tidak ada sesuatu yang terjadi di luar kehendakNya

Tingkat Keempat: Percaya bahwa segala sesuatu itu ciptaan Allah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Fiqih Kurban dari Kitab Minhajuth Thalibin – Karya Imam An-Nawawiy

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Minhajuth Thalibin – Kitab Kurban

  • Penulis: Imam An-Nawawiy Rahimahullah
  • Penjelasan materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian Bagian 1, Bagian 2. dan Bagian 3.

Catatan: tulisan dengan font bold-italic adalah perkataan Imam An-Nawawiy

Kurban itu hukumnya sunnah, tidak wajib kecuali bagi orang yang mewajibkan diri.

Pembahasan 1: Hukum Kurban Sunnah

Dasar pendalilan dari hukum kurban sunnah adalah hadits Nabi ﷺ “Siapa yang masuk bulan Dzulhijjah dan ingin berkurban maka hendaknya dia tidak potong rambut dan kukunya”. Dalam hadits ini dikatakan “Ingin berkurban” sehingga hukumnya disunnahkan.

Firman Allah:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

Maka dirikanlah salat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah.” (Al-Kawtsar:2)

Nabi ﷺ pernah berkurban di Mina untuk seluruh istri-istrinya.

Atsar para sahabat yang menunjukan hukum kurban adalah sunah: (1) Umar bin Khatab pernah tidak berqurban dalam satu tahun. Dan (2) Ibnu Abbas pernah di Idul Adha hanya membeli daging.

Sebagian ulama berpendapat kurban adalah wajib. Akan tetapi dalilnya ada kelemahan atau ayatnya tidak menjadikannya kewajiban.

Imam Nawawi berpendapat kurban adalah sunnah muakad dan Imam Syafei’i berpendapat kurban untuk tidak ditinggalkan kecuali nadzar.

Pembahasan 2: Kewajiban kurban apabila ada nadzar.


Disunnahkan bagi orang yang akan berkurban: tidak menghilangkan/memotong rambut dan kuku pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah sampai saat berkurban; menyembelih sendiri; menyaksikan penyembelihan jika tidak menyembelih sendiri.

Pembahasan 3: Bagi siapa yang ingin berkurban dan memasuki bulan Dzulhijjah tidak boleh memotong rambut dan kuku.

Disunnahkan yang ingin melakukan kurban jangan menghilangkan rambut dan kuku termasuk kulit yang melepuh (contohnya dibibir) sampai selesai berkurban. Rambut termasuk di kepala, badan, ketiak, tangan, kaki dan lainnya. Kuku termasuk di tangan dan kaki. Sebagian Riwayat termasuk kulit yang melepuh pada bibir, tangan dan kaki.

Hal ini hanya berlaku bagi siapa yang ingin berkurban pada saat memasuki awal bulan Dzulhijah.

Mayoritas pendapat ulama disunnahkan. Pendapat Imam An-Nawawiy hanya disunnahkan. Ibnu Hajar berpendapat disunnahkan karena hikmahnya mencari pengampunan.

Hadits dari Ummu Salamah dalam Riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ “ Apabila telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah apabila ingin berkurban maka jangan menentuh rambut dan kulitnya.” Diriwayat lain “larangan”.

Dari hadits tersebut hukum asalnya tidak dibolehkan (haram) karena adanya larangan. Pendapat disunnahkan bukan pendapat yang kuat. Hal tersebut dikarenakan merupakan perintah yang dalam kaidah fikih perintah itu adalah kewaijban. Pendapat Imam Ahmad, Sayid bin Musayat (tabi’in), Rabi’ah (guru Imam Malik), dan selainnya adalah wajib (Wallahu ta’alla ‘alam).

Pembahasan 4: Sunnah menyembelih (sendiri) langsung.

Hendaknya menyembelih kurban secara langsung, yakni yang berkurban menyembelih hewan kurbanya sendiri.

Hal ini adalah yang paling afdhal. Nabi ﷺ menyembelih hewan kurbannya sendiri. Beliau memiliki 100 ekor unta, menyembelih dengan tangannya sendiri 60 ekor, dan selebihnya oleh Ali bin Abi Thalib.

Nabi menyembelih dengan tangan sendiri, membaca bismillah dan bertakbir. Meletakan kaki diatas badan kambing agar Ketika disembelih lebih tenang (cepat mati nya).

Pembahasan 5: Apabila tidak bisa menyembelih langsung maka disunnahkan menyaksikannya.

Apabila tidak bisa menyembelih sendiri maka hendaknya menyaksikannya. Hal ini disunnahkan. Apabila tidak bisa menyaksikan secara langsung maka sudah cukup diwakilkan kepada yang menyembelih.


Kurban itu tidak sah kecuali dengan unta, sapi, atau kambing. Syarat untuk unta: masuk usia keenam; sapi dan kambing kacang (domba): masuk usia ketiga; domba: masuk usia kedua. Boleh jantan atau betina, atau yang dikebiri.

Pembahasan 6: Jenis hewan kurban

Dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 142-144 dikatakan mengenai 8 jenis hewan ternak: sepasang unta, sepasang sapi, sepasang kambing, dan sepasang domba.

Unta bisa dari jenis apa saja termasuk punduk satu atau dua, hidup dimana saja. Sapi bisa sapi apa saja termasuk kerbau kecuali sapi liar yang hidup dihutan tidak ada pemiliknya. Kambing banyak macamnya. Dan domba.

Pembahasan 7: Syarat umur hewan kurban

Hadits dari Jabir dalam Riwayat shahih Muslim “Jangan kalian menyembelih kecuali dengan musimna (hewan cukup umur) kecuali kalau berat atas kalian. Maka kalian boleh menyembelih dari masih muda (domba)”.

Pada domba dibolehkan kurang umur. Adapun unta, sapi dan kambing tidak boleh kurang umur. Salah satu tandaya dengan ada gigi serinya.

Mengenai berapa tahun cukup umur untuk hewan tersebut, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqih. Dalam madzhab Syafi’i, menurut pendapat Imam An-Nawawiy adalah sebagai berikut:

  • Unta berusia genap 5 tahun dan masuk tahun ke-6.
  • Sapi dan Kambing sudah genap 2 tahun dan masuk tahun ke-3.
  • Domba sudah genap 1 tahun dan masuk tahun ke-2. Atau pendapat kedua sudah lewat 6 bulan

Kesimpulan pendapat yang rajih, dari cukup umur hewan untuk disembelih adalah sebagai berikut:

  • Unta berusia genap 5 tahun dan masuk tahun ke-6.
  • Sapi atau kerbau sudah genap 2 tahun dan masuk tahun ke-3.
  • Kambing (selain domba) sudah genap setahun dan masuk tahun ke-2.
  • Domba asalnya sama dengan kambing tapi karena sulit mencari umur yang satu tahun maka apabila sudah lewat 6 bulan maka dibolehkan.

Pembahasan 8: Boleh hewan jantan maupun betina.

Tidak ada silang pendapat dalam hal ini.

Pembahasan 9: Boleh hewan yang dikebiri.

Mengkebiri hewan dibolehkan karena ada manfaatnya. Biasanya hewan yang dikebiri dagingnya lebih bagus/lembut. Nabi ﷺ pernah menyembelih dua ekor kambing yang di kebiri.


Unta dan sapi boleh untuk tujuh orang, kambing untuk satu orang. Yang lebih utama: unta, kemudian sapi, kemudian domba, kemudian kambing kacang. Tujuh kambing lebih utama dari satu unta. Satu kambing lebih utama daripada urunan unta.

Pembahasan 10: Berserikat dalam hewan kurban

Hadits Jabir di Riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda ”Tahun Hudaibiyah, kami Bersama Rasulullah menyembelih unta untuk 7 orang dan kami sembelih sapi untuk 7 orang”.

Unta dan sapi boleh untuk tujuh orang.

Kurban boleh untuk satu keluarga. Definisi satu keluarga adalah apabila yang menafkahi keluarga tersebut satu orang.

Terdapat pendapat yang lemah yang membolehkan unta atau sapi untuk 10 orang. Yaitu bersandar pada Riwayat bahwa Nabi ﷺ pernah menyembelih 1 unta untuk 10 orang. Akan tetapi riwayatnya lemah.

Pembasahan 11: Menyembelih satu ekor kambing untuk satu orang

Kambing untuk satu orang saja. Satu orang ini bisa diikutkan keluarga dalam satu nafkah. Nabi ﷺ Ketika menyembelih berkata “Ya Allah terimalah dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad”. Kemudia Nabi ﷺ pernah meyembelih untuk istri-istrinya seekor sapi.

Pembahasan 12: Urutan Hewan Kurban yang paling Afdhal

Urutan hewan yang paling afdhal adalah sebagai berikut:

  1. Unta
  2. Sapi
  3. Domba
  4. Kambing

Urutan Domba didahulukan daripada kambing karena daging domba lebih baik daripada kambing.

Pembahasan 13: Tujuh ekor kambing lebih baik dari satu unta.

Menyembelih tujuh kali kambing dengan menyebut nama Allah lebih baik dari pada menyembelih satu unta.

Pembahasan 14: Satu kambing lebih utama dari pada berserikat untuk 1 unta.

Kesimpulan dari urutan keutamaan hewan kurban:

  1. Menyembelih sekor unta penuh
  2. Menyembelih sekor sapi penuh
  3. Menyembelih sekor domba penuh
  4. Menyembelih sekor kambing penuh
  5. Menyembelih berserikat 1/7 Unta
  6. Menyembelih berserikat 1/7 Sapi

Hewan lebih bagus dari beberapa segi:

  • Gemuk dagingnya.
  • Warnanya, adalah nabi berkurban dengan 2 kambing jantan yang putih (atau dominasi warna putih atau cenderung kebiruan) dan bertanduk.
  • Dua hewan putih (kemerahan) lebih disenangi dari pada dua hewan hitam.
  • Jantan lebih bagus dari pada betina

Syarat binatang kurban: selamat dari cacat yang mengurangi dagingnya. Maka tidak cukup binatang yang kurus, gila, terpotong sebagian telinganya; yang nyata-nyata pincang, buta, sakit, berkudis; tidak mengapa jika hanya sedikit (dalam hal pincang, buta, sakit, kudis). Tidak mengapa binatang yang hilang tanduknya; demikian juga yang telinganya robek, bercelah, berlubang menurut pendapat yang ashah.

Pendapatku: menurut pendapat yang shahih yang dinashkan: membahayakan (tidak mencukupi) binatang yang sedikit berkudis, wallahu a’lam.

Pembahasan 15: Syarat lain hewan kurban: selamat dari cacat yang mengurangi dagingnya.

Syaratnya selamat dari cacat, yaitu cacat yang menyebabkan daging berkurang. Apabila cacatnya menyebabkan daging berkurang maka harus dihindari. Hal ini dari hadits dalam bab ini dan juga dari beberapa atsar.

Hadits Al-Bara bin Azid Radhiallahu Anhuma Rasulullah menyebutkan ada empat cacat yang harus dihindarkan dari hewan sembelihan yaitu (1) Sembelihan yang pincang nya sangat tampak, (2) sembelihan yang sebelah matanya buta (picak) yang tampak sekali butanya, (3) sembelihan yang sakit, yang sakitnya sangat tampak, (4) sembelihan yang kurus, yang tidak berlemak tidak bersum-sum. (HR Imam Malik, Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidiy, An-Nasa’I, Ibnu Majah dan selainnya).

Menurut Imam Nawawi tidak sah hewan sembelihan yang:

  • Kurus (tidak berlemak dan tidak bersum-sum)
  • Tidak waras. Bagaimana tahunya tidak waras? Apabila digembalakan diam saja, tidak minum tidak makan dan tidak mau kesana-kesini.
  • Terputus Sebagian telinganya. (karena dagingnya berkurang, terputus telinganya).
  • Buta
  • Sakit
  • Berkudis.

Semua ini adalah yang tampak jelas cacatnya. Tidak mengapa apabila sedikit pincang, buta sebagian (tidak tampak jelas), sakit tapi bisa aktivitas seperti biasa, sedikit kudisan,

Tidak mengapa hilang tanduknya. Karena tidak mengurangi daging. Juga telinganya terbelah atau sobek atau berlubang menurut pendapat yang paling shahih.

Imam An-Nawawi berpendapat yang shahih yang ada nashnya (dari Imam Syafi’iy): membahayakan kudis yang sedikit. Jadi kudis yang banyak maupun sedikit tidak dibolehkan sebab membahayakan daging hewan.


Waktu berkurban mulai masuk saat matahari setinggi tombak ditambah dengan waktu sholat dua rekaat serta dua khutbah singkat; waktunya masih ada sampai dengan terbenamnya matahari pada hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah).

Pendapatku: matahari mulai meninggi itu adalah waktu utama, sedangkan syaratnya (masuk waktu) adalah terbitnya matahari ditambah dengan waktu sholat dua rekaat serta dua khutbah, wallahu a’lam.

Pembahasan 16: Waktu berkurban

Awal Waktu Berkurban: Waktu berkurban masuk apabila matahari setinggi tombak (sekitar 10-15 menit) dari terbit matahari kemudian ditambah dua rakaat ringan dan dua kutbah singkat (sekitar 30 menit). Sehingga sekitar 40-50 menit dari terbit matahari baru boleh menyembelih hewan kurban.

Maksudnya dua rakaat ringan adalah shalat idul adha dan dua khutbah adalah khutbah Ied Adha. Mayoritas ulama khutbah idul adha adalah dua khutbah. Walaupun terdapat silang pendapat.

Sederhananya kita ikut shalat ied dan mendengar khutbah dan setelah itu baru kita mulai menyembelih. Akan tetapi Imam Nawawi merinci waktunya karena ada kemungkinan orang yang menyembelih tidak ikut shalat ied karena sesuatu hal.

Shalat Ied Adha sunnahnya disegerakan karena sunnahnya tidak makan dulu, kemudian menyembelih dan makan dari daging hewan yang disembelihnya. Berbeda dengan hari raya Ied Fitri yang bisa diundurkan karena menunggu penunaian zakat fitri.

Disini tidak disebutkan masalah Imam, yaitu apabila dalam satu negara, tidak boleh mendahului kepala negara dalam menyembelih. Dalam Riwayat ada sahabat yang menyembelih sebelum Nabi ﷺ menyembelih. Maka nabi memerintahkan untuk mengganti kambingnya yang telah disembelih Hal ini adalah konsekuensinya dalam kebersamaan dalam satu umat Islam. Ada pembahasan yang merupakan wewenang pemerintah. Apabila hadir shalat ied, maka menyembelih setelah shalat ied. Akan tetapi apabila kepala negara mengumumkan akan menyembelih jam 8 pagi maka kita tidak boleh mendahuluinya.

Akhir Waktu Berkurban, sampai matahai terbenam pada akhir hari-hari tasyrik, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.

Amalan para shahabat tidak pernah ada yang menyembelih setelah tanggal 12 Djulhijjah. Sehingga yang paling bagus menyembelih tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah. Akan tetapi apabila lupa atau baru bisa tanggal 13 Djulhijjah, maka tidak mengapa.


Barang siapa yang bernadzar dengan menentukan binatangnya kemudian berkata: “wajib bagiku untuk berkuban dengan binatang ini karena Allah”; maka wajib untuk menyembelihnya pada waktu kurban ini. Jika binatang itu rusak sebelum sampai waktunya, maka tidak mengap. Jika dia merusak binatang itu, maka wajib baginya untuk membeli binatang sejenis yang harganya sama kemudian menyembelihnya pada waktunya.

Pembahasan 17: Bernadzar dengan menentukan hewan kurban

Nadzar adalah mewajibkan sesuatu dari ibadah yang tidak wajib atas dirinya. Apabila benadzar dengan mengatakan hewan ini untuk saya sembelih. Maka hewan yang telah ditunjuk, wajib disembelih pada waktunya. Hewan tersebut harus dipelihara sampai waktu dikurbankan. Apabila hewannya talifat (mati, hilang, terbakar, dan lainnya), maka tidak ada masalah. Akan tetapi apabila hewan tersebut mati atau hilang atas keteledorannya, maka dia wajib membeli hewan yang semisal dengannya (harganya sama). Kemudian disembelih pada waktunya.

Barang siapa yang bernadzar dalam jaminannya, kemudian menentukan binatangnya, maka wajib baginya untuk menyembelih binatang itu pada waktunya. Jika binatang itu rusak sebelum waktunya, maka asalnya (kewajiban berkurban) tetap wajib baginya menurut pendapat yang ashah.

Pembahasan 18: Bernadzar dengan menentukan punya kewajiban berkurban

Nadzar yang ini hanya bilang bahwa saya punya kewajiban untuk menyembelih hewan kurban tanpa menunjuk hewannya. Kemudian setelah itu dia membeli hewa sembelihannya. Apabila hewannya mati sebelum hari ied, maka menurut pendapat yang lebih kuat maka dia tetap wajib kurban karena bernadzarnya diatas tanggung jawab, tidak menunjuk hewan tertentu.

Apabila kita sudah ta’yin menunjuk hewan qurban, maka ada konsekuensinya:

  1. Hewan itu bukan lagi kepemilikan dia, dalam arti tidak boleh menjualnya, tidak boleh hibahkan, harus dilanjutkan dikurbankan. Kecuali satu kondisi, apabila diganti dengan hewan kurban yang lebih baik dari pada itu.
  2. Hewan itu tidak boleh digunakan secara mutlak. Tidak boleh diperah susunya, tidak boleh pakai membajak sawah, tidak boleh disewakan atau di pakai jalan-jalan.
  3. Apabila hewannya menjadi cacat karena dia, maka pertanggungjawabnya kembali pada dia apabila dia yang menjadi penyebab.
  4. Apabila hewan tersebut hilang karena dicuri orang maka tidak mengapa. Tapi apabila kita yang menjadi sebab hilangnya hewan tersebut maka wajib menggantinya.
  5. Apabila hewan mati. Sama dengan konsekuensi hilang, yaitu apabila kita yang menyebabkan mati maka wajib menggantinya.
  6. Apabila dia sembelih sebelum shalat ied atau sebelum imam yang hadir disitu maka wajib untuk menggantinya.

Disyaratkan berniat pada saat menyembelih binatang kurban jika sebelumnya tidak menentukannya, demikian juga jika (menentukan, misal dengan) berkata: “Aku jadikan binatang ini sebagai kurban” menurut pendapat yang ashah. Jika mewakilkan penyembelihan, maka berniat pada saat memberikannya kepada wakilnya atau pada saat penyembelihannya.

Pembahasan 19: Niat pada saat menyembelih binatang kurban

Disyaratkan niat untuk bersembelih apabila belum ta’yin (ditentukan). Demikian juga jika berkata “aku jadikan biantang ini sebagai kurban”.

Pembahasan 20: Niat pada saat memberikan kepada wakilnya atau pada saat penyembelihan.

Hukum mewakilkan penyembelihan:

  • Apabila diwakilkan menyembelihnya maka meniatkan sebagai hewan kurban Ketika dia beri kepada wakilnya ketika akan disembelih. Misalnya ini saya berikan uang untuk dbelikan kambing. Kemudian wakil tadi membelikan kambing. Ketika memberi uang maka sudah diniatkan bahwa kambing itu untuk kurban.
  • Atau Ketika disembelih, apabila tidak punya keahlian menyembelih, maka diwakilkan

Tata cara menyembelih:

Ketika menyembelih menurut Imam Syafi’iy, amannya putus empat hal:

  1. Putus tenggorokan (untuk bernafas)
  2. Putus kerongkongan (untuk makan)
  3. Dan 4 putus dua urat

Apabila putus empat hal tersebut maka keluar dari silang pendapat. Tapi kalau putus tenggorakan dan kerongkongan maka sudah cukup menurut imam syafi’iy. Apabila belum putus, maka bisa jadi mati karena kehabisan darah, sehingga tidak syah.

Apabila di sembelih dari atas, ada pembahasan dikalangan ahli fiqih, karena bisa jadi mati bukan karena putus tenggorakan dan kerongkongan tapi karena tebasan dari atas kepala.

Ketika menyembelih membaca: Bismillahi Allahuakbar. Diperbolehkan ditambah bacaan Allahuma taqobal minni wamin alhi baiti. Atau membaca: Alhumma hada minka wa ilaika, Allahuma taqobal minii wamin alhi baiti. Atau membaca Allahuma taqbal mini: fullan, wa fullan….boleh juga.

Orang yang menyembelih hewan kurban harus sudah tahu buat siapa-siapanya. Yang paling aman yang menyembelih membaca Bismillah, sembelihan ini untuk fullan..wa fulan. Akan tetapi apabila panitia masjid mengatakan bahwa 100 ekor ini untuk 700 orang, daftar orangnya ada pada kami. Oran yang menyembelih tidak mau tahu daftar tersebut. Tidak disebutkan orangnya tidak mengapa sepanjang sudah jelas buat siapanya.


Boleh bagi orang yang berkurban untuk makan daging kurban sunnah, memberi makan orang-orang kaya, tidak menjadikan milik bagi orang kaya; boleh makan sepertiganya, dan dalam sebuah qaul: setengah. Menurut pendapat yang ashah: wajib mensedekahkan sebagian daging kurban; yang lebih utama: mensedekahkan semuanya kecuali sekerat saja untuk dimakan guna mengambil berkah. Boleh mensedekahkan kulitnya atau memanfaatkannya. Anak dari binatang kurban wajib, (wajib) ikut disembelih, dan boleh bagi orang yang berkurban memakan semuanya dan meminum kelebihan susu induknya.

Pembahasan 21: Pembagian daging kurban

Orang yang berkurban boleh memakan dari daging kurbannya yang bersifat sunnah (bukan yang nadzhar, karena nadzhar menjadi kurban wajib). Apabila dalam nadzhar dikatakan menyembelih kurban untuk keluarga saya dan kaum mukminin, maka tidak ada mengapa dimakan. Tapi apabila diniatkan kurban untuk sedekah fakir miskin maka tidak boleh makan. Apabila kurban biasa, maka pemilik boleh memakannya.

Dan boleh memberi makan kepada orang yang kaya, bukan membuat mereka memilikinya (hewan nya) tetapi diberi dagingnya untuk mereka makan atau dimasak dahulu kemudian diberikan.

Dalam Al-Qur’an:

فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِير

Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Makanlah darinya dan berimakan: (1) al-qodi’ (qonaah) tidak meminta (punya kemampuan) seperti tetangga, orang kaya, kerabat dan (2) Al-mu’tar (orang yang perlu) yang memintanya.

Diayat dibagi 3

Nabi ﷺ  berkata: “beri makan, bersedekahlah dan beri hadiah”.

Bagaimana pembagiannya:

Makanlah sepertiga, dalam sebuah Riwayat setengah. Yang paling shahihnya wajib bersedekah sebagian. Afdhalnya sedekahkan seluruhnya kecuali beberapa suap agar mengambil keberkahan memakannya.

Kurban bukan sedekah biasa, ini adalah hewan yang di kurbankan, orang yang mampupun disyariatkan untuk memakannya. Boleh disedekahkan semuanya tapi lebih afdal sedikit untuk dimakan.

Pembahasan 22: Kulit Hewan Kurban

Kulit hewan kurban untuk di sedekahkan atau mengambil manfaat. Misalkan kita ingin memanfaatkan kulitnya diperlukan untuk membuat jaket, maka tidak mengapa. Atau disedekahkan kepada orang. Tapi tidak boleh dijual atau dijadikan upah untuk orang yang menyembelih. Upah menyembelih dikasih upah sendiri bukan dari hewa kurban. Apabila kulit berkumpul banyak. Kemudian dikasih ke pesantren dan dijual oleh pesantren tersebut untuk biaya santri, maka dibolehkan. Pemilik qurban tidak boleh menjual.

Pembahasan 23: Anak hewan kurban

Apabila hewan kurban bernanak, maka anaknya juga wajib disembelih. Apabila induknya disembelih dan janinnya mati, maka janinnya halal. Akan tetapi apabila janinnya hidup maka hukum nya sama dengan hewan hidup, yaitu harus disembelih. Orang yang berkurban diperbolehkan memakan semuanya dan meminum kelebihan susu induknya.

Tidak ada kurban bagi budak; apabila tuannya mengizinkan, maka kurban itu jadi kurbannya sang tuan. Budak mukatab tidak boleh berkurban kecuali dengan seizin tuannya. Tidak boleh berkurban atas nama orang lain kecuali atas seizin orangnya. Tidak boleh berkurban atas nama mayit jika mayit itu tidak berwasiat untuk dikurbani.

Pembahasan 24: Tidak ada hewan kurban untuk budak

Budak tidak diijinkan berkurban karena hartanya milik tuannya. Apabila mengijinkan maka kurbanya menjadi kurbanya tuannya.

Budak mukatab adalah budak yang meminta kepada tuannya agar dia dibebaskan bekerja dan membayar dirinya sendiri. Tidak boleh berkurban kecuali ijin tuannya.

Pembahasan 25: Tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa ijinya.

Apabila membelikan kambing kurban untuk seseorang tapi tanpa ijin, maka tidak syah sebagai kurban.

Pembahasan 26: Tidak boleh berkurban untuk mayit apabila tidak ada wasiat darinya.

Apabila wasiat berkata kepada anaknya untuk dikurban kan setiap tahun apabila punya kemampuan. Maka diperbolehkan. Akan tetapi apabila tidak ada wasiat, maka hal ini adalah silang pendapat. Yang benarnya adalah dibolehkan apabila mengikut kepada yang hidup. Misalnya kita berkuban untuk saya dan keluarga saya dan orang tua saya (yang meninggal).

Wallahu Ta’alla ‘Alam

Rasulullah khawatir terhadap kalian adalah Syirik Kecil

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Bab 3: Takut terhadap Syirik

Kesempurnaan Tauhid.

Rasulullah khawatir terhadap kalian adalah Syirik Kecil

Hadits:

Dalam suatu hadits, (Rasulullah ﷺ bersabda), “Sesuatu yang paling aku khawatirkan adalah syirik kecil.” Ketika ditanya tentang (syirik kecil) itu, beliau menjawab, “Riya.” (HR. Imam Ahmad dan At-Thabarany, Ibnu Abid Dunya, dan Al-Baihaqy)

Penjelasan:

Akhwafu: yang paling saya khawatirkan. Nabi menghawatirkan para shahabat, generasi terbaik ditengah umat, paling bagus keimanannya. Akan tetapi Nabi paling khawatirkan atas mereka. Apalagi kita.

Ar-Riya: Menampakan ibadah dengan maksud agar orang-orang melihat ibadah itu sehingga mereka memuji atas ibadah tersebut.

Ada Dua Jenis Riya:

  • Riya pembatal keislaman: Yaitu riya-nya kaum munafikin, riya pada segala amalan mereka
  • Riya masuk kesyirik asghar, yang disebut dibab ini. Riya pada sebagian ibadah, ingin dilihat manusia.

Makna Hadits Secara Global

Karena kesempurnaan belas kasih dan sayang beliau ﷺ kepada umatnya serta kesempurnaan nush ‘tulusnya kebaikan’ kepada mereka, tidaklah ada suatu kebaikan, kecuali pastilah beliau telah tunjukkan hal itu kepada umatnya, dan tidaklah ada suatu kejelekan, kecuali pastilah beliau telah peringatkan umat darinya. Di antara kejelekan yang Rasullah peringatan adalah penampilan yang menampakkan ibadah kepada Allah dengan maksud untuk mendapatkan pujian dari manusia karena hal itu termasuk ke dalam syirik dalam ibadah – yang meskipun syirik kecil, bahanyanya sangat besar- sebab hal itu bisa membatalkan amalan yang disertainya, juga tatkala jiwa memiliki tabiat senang akan kepemimpinan dan mendapatkan kedudukan di hati-hati manusia, kecuali orang-orang yang Allah selamatkan. Oleh karena itu, jadilah riya sebagai perkara yang sangat dikhawatirkan oleh orang-orang shalih – karena kuatnya dorongn ke arah hal tersebut-. Berbeda dengan dorongan untuk berbuat syirik besar, yang boleh jadi (dorongan tersebut) tidak ada di dalam hati orang-orang mukmin yang sempurna atau (dorongan tersebut) lemah kalaupun ada.

Ibnu Rajab: Orang yang shalat Sunnah, kemudian suatu hari tinggalkan shalat Sunnah dimesjid, dia lakukan dirumah. Karena takut riya dilihat manusia. Ibnu Rajab berkata itulah Riya. Karena dia sudah meninggalkan sesuatu berdasarkan pada pandangan manusia.

Shalat, sedekah ingin dilihat orang maka batal. Amalan yang dilakukannya batal tapi amalan yang lainnya tidak. Keikhlasan penting dan takut dari kesyirikan adalah perkara besar.

Nabi Ibrahim, nabi Muhammad dan para shahabat mempunyai doa permohonan dengan sangat agar dijaga diatas tauhid dan dhidarkan dari kesyirikan. Padahal mereka sudah mempunyai modal yang baik untuk menghindarinya, yaitu ilmu.

Jiwa dan tabiat manusia senang kepada kepemimpinan, kedudukan yang menghiasi hati-hati manusia kecuali orang-orang shalih. Tapi orang shalih juga tidak dijamin. Sebagian as-salaf berkata akhir penyakit dari orang-orang shalih yaitu cinta ketenaran.

Ria tersembunyi dan hati orang senang akannya.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Bahwa pada hadits terdapat (dalil akan) kekhawatiran terhadap syirik kecil, sebagaimana bahwa pada dua ayat sebelumnya juga terdapat dalil akan kekhawatiran terhadap syirik besar, maka bab ini mencakup dua jenis kesyirikan.

Faedah Hadits

  1. Kekuatan rasa takut untuk terjatuh ke dalam syirik kecil. Hal itu ditinjau dari dua sisi:
    • Rasul ﷺ mengkhawatirkan terjadinya syirik tersebut dengan kekhawatiran yang sangat.
    • Rasul ﷺ mengkhawatirkan hal tersebut terhadap orang-orang shalih yang sempurna maka orang-orang yang (derajatnya) berada di bawah mereka tentu lebih kahwatirkan untuk terjatuh ke dalam kesyirikan tersebut.
  2. Besarnya kasih sayang beliau kepada ﷺ umatnya serta semangat beliau untuk memberi petunjuk dan nasihat kepada umatnya
  3. Bahwa kesyirikan terbagi menjadi syirik besar dan syirik kecil, -syirik besar berarti menyamakan sesuatu selain Allah dengan perkara-perkara yang menjadi kekhususan Allah, sedang syirik kecil adalah hal yang tersebut dalam nash sebagai kesyirikan, tetapi tidak sampai pada derajat syirik besar-.

Syirik besar. dan syirik kecil kesamaannya adalah menyetarakan selain Allah dengan Allah pada hal yang merupakan kekhususuan Allah. Syirik Asghar ada dalam nash yang menunjukan bahwa dia tidak sampai ke syirik akbar. Rincian syirik ada di kitab ini.

Perbedaan antara keduanya adalah:

  1. Syirik besar membatalakan seluruh amalan, sedangkan syirik kecil hanya membatalkan amalan yang sedang dikerjakan.
  2. Syirik besar menjadikan pelakunya kekal di neraka, sedangkan syirik kecil tidak menjadi pelakunya kekal di neraka.
  3. Syirik besar menjadikan pelakunya keluar dari Islam, sedangkan syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari Islam.

Perbedaan lain: Apabila terkait dengan negara orang yang melakukan syirik akbar, maka halal darah dan hartnaya. Syrik Asgar tidak seperti itu.

Syirik besar menghabiskan semua amalan:

Wallahu Ta’lla ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.

Allah Merasa Cemburu ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya.

Kitab Syarah Riyadhus Shalihin
Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah

Bab 5 Muraqabah (Merasa Selalu Diawasi Oleh Allah)

Hadist 65. Allah Merasa Cemburu ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa berliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’alla merasa cemburu, dan kecemburuan Allah Ta’alla adalah ketika seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya”. (Muttafaq Alaihi).

Penjelasan:

  • Ghirah (cemburu) adalah sifat yang tetap bagi Allah, akan tetapi kecemburuan-Nya tidak seperti kecemburuan kita, bahkan ia lebih besar lagi.
  • Allah Ta’alla dengan hikmahnya mewajibkan bagi hamba-hamba-Nya beberapa hal yang Dia haramkan dan yang Dia halalkan.
  • Apa yang dihalalkan baik bagi mereka di dalam agama dan dunianya, dimasa sekarang atau dimasa depan.
  • Apa yang diharamkan buruk bagi mereka di dalam agama dan dunianya, dimasa sekarang atau dimasa depan.
  • Allah akan cemburu apabila hamba melanggar larangannya. Bagaimana bisa seseorang melanggar larangan-Nya padahal Allah melarangnya untuk kemaslhatan hamba-Nya.
  • Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda “Tidaklah ada orang yang lebih cemburu dari Allah ketika budaknya berzina atau budak perempuannya dizinai“.

Wallahu A’lam