Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat Az-Zukhruf Ayat 26-27

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’la dalam Surat Az-Zukhruf Ayat 26-27

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِۦٓ إِنَّنِى بَرَآءٌۭ مِّمَّا تَعْبُدُونَ ٢٦إِلَّا ٱلَّذِى فَطَرَنِى فَإِنَّهُۥ سَيَهْدِينِ ٢٧

Dan ingatlah ketika Ibrāhīm berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”.” (Az-Zukhruf: 26-27)

Makna Ayat Secara Global

Allah mengabarkan tentang hamba-Nya, rasul-Nya, dan khalil-Nya (yaitu Ibrahim Alaihi Salam) bahwa berliau berlepas diri dari segala sesuatu yang disembah oleh bapaknya dan kaumnya, serta beliau tidak memperkecualikan (apa-apa), kecuali yang telah menciptakan dirinya, yaitu Allah Ta’ala. Maka Ibrahim menyembah hanya kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya.

Hubungan antara Ayat dan Bab

Ayat ini menunjukkan bahwa makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah adalah berlepas diri dari kesyirikan dan mengesakan ibadah hanya kepada Allah. Sebab, sesungguhnya La Ilaha Illallah mencakup penafian (penolakan/peniadaan) yang Al-Khalil ungkapkan berdasarkan ucapan “Sesungguhnya aku berlepas diri …,” dan itsbat (penetapan) yang beliau ungkapkan dengan ucapan, “Kecuali Dia yang telah menciptakanku…”.

Faedah Ayat

  1. Bahwa makna La Ilaha Illallah adalah menauhidkan Allah dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya dan bara’ ‘berlepas diri’ dari peribadahan kepada segala sesuatu selain Allah.
  2. Menampakan sikap bara’ah terhadap agama orang-orang musyrikin.
  3. Pensyariatan untuk berlepas diri dari musuh-musuh Allah, meskipun mereka adalah orang-orang terdekat kita.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Menampakan sikap bara’ah terhadap agama orang-orang musyrikin

Seorang muslim tidak membenarkan agama yang lain dan tidak mengatakan semua agama sama atas dasar toleransi atau kerukunan agama.

Seorang muslim yang mengatakan semua agama sama atau membenarkan agama selain Islam adalah orang yang bingung yang tidak percaya diri dalam beragama. Mereka ikut merayakan setiap perayaan agama lain, ikut memberi ucapan selamat.

Kekeliruan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Mereka tidak tahu agama Islam yang sesungguhnya yang dibawa Rasulullah
  2. Mereka tidak tahu arti toleransi beragama dalam Islam yang tidak mengharuskan meninggalkan keyakinannya. Orang kafir yang tinggal di negeri Muslim dijamin haknya akan tetapi bukan berarti membenarkan agama kaum musyrikin. Rasulullah adalah orang yang paling bertahuhid. Ada 3 kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah tapi tidak dizholimi. Begitu juga dizaman para Sahabat, Ketika Umar bin Khatab meninggal, para ahlul kitab bersedih.
  3. Mereka mungkin mengharapkan dari sisi dunia agar dipandang bagus oleh manusia sehingga mendapatkan sesuatu dari hal tersebut.

Berlepas diri dari musuh Allah, meskipun mereka adalah orang-orang terdekat kita

Nabi Ibrahim berlepas diri dari ayahnya dan kaumnya, dimana beliau tinggal.

Kaidah: menetapkan tauhid rububiyyah mengharuskan menetapkan tauhid ulihiyyah

Dalam ayat disebutkan “kecuali karena Allah yang menciptakanku”, kaum musyrikin mengakui bahwa hanya Allah yang mampu menciptakan, mematikan dan memberi rizky, maka seharusnya hanya Allah pula yang layak untuk diibadahi.

Wallahu Ta’ala A’lam

Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah – Surat Al-Isra Ayat 57

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 5: Tafsir Tauhid dan Syahadat La Ilaha Illallah

Firman Allah Ta’la dalam Surat Al-Isra Ayat 57.

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًۭا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhan-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra: 57)

Hubungan antara Bab dan Kitab Tauhid

Setelah dalam bab-bab sebelumnya menyebut tentang tauhid dan keutaman-keutamaan (tauhid), berdakwah mengajak orang kepada (tauhid), serta menjelaskan keharusan untuk takut terhadap lawan tauhid, yaitu sirik, dalam bab ini penulis rahimahullah menjelaskan makna tauhid karena sebagaian orang salam dalam memahami makna (tauhid). Mereka menyangka bahwa makna tauhid adalah pengakuan akan tauhid rububiyyah saja. Padahal, bukanlah hal itu yang dimaksud dengan tauhid, melainkan yang dimaksud dengan tauhid adalah sebagaimana yang ditunjukan oleh dalil-dalil (yang sebagian dalil disebutkan oleh penulish ruhimahullah), yaitu meninggalkan peribadahan hanya kepada Allah dan berlepas diri dari kesyirikan.

Pengandengan syahadat La ilaha illallah dengan tauhid adalah untuk menunjukan bawah keduanya sama, tiada perbedaan.

Makna Ayat Secara Global

Allah Subhanahu mengabarkan bahwa mereka yang disembah selain Allah oleh orang-orang musyrikin, dari kalangan malaikat, pada nabi dan orang-orang shalih, (mereka sendiri) bersegera mencari pendekatan diri kepada Allah karena mengharap rahmat dan takut terhadap adzab Allah. Kalau keadaan mereka seperti itu, berarti mereka termasuk ke dalam kategori hamba-hamba Allah maka bagaimana bisa mereka disembah bersama Allah Ta’ala? Sementara mereka sibuk dengan diri mereka sendiri: berdoa dan berusaha untuk mendekatakan kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya.

Hubungan Antara Ayat dan Bab

Ayat ini menunjukan bahwa makna tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah adalah meninggalkan segala sesuatu yang orang-orang musyrikin lakukan, berupa berdoa dan meminta syafa’at kepada orang-orang shalih dalam rangka menghilangkan atau mengalihkan bahaya dari diri (orang musyrikin) itu, karena hal tersebut tergolong sebagai perbuata syirik besar.

Faedah Ayat

  1. Bantahan terhadap orang-orang yang berdoa kepada para wali dan orang shalih untuk mengilangkan bahaya dan memperoleh manfaat. Karena, mereka yang diseru itu tidak kuasa menolak bahaya dan mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri maka bagaimana bisa ia melakkan hal itu untuk orang lain.
  2. Penjelasan tentang besarnya rasa takut para Nabi dan orang-orang shalih kepada Allah dan penjelasan tentang harapan mereka kepada rahmat Allah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Dalam bab ini akan merinci tentang apa itu Tauhid. Tauhid dan syahadat La Ilaha Ilallah adalah hal yang sama. Tauhid yang dijelaskan disini adalah tauhid ibadah yang merupakan inti dan dasar pokok tauhid. Juga akan diterangkan tafsir shahadat La Ilaha Illallah yang terkandung dua ruku penafian (an-nafi) dan penetapan (al-isbat).

Penjelasan Firman Allah ta’ala dalam Surat Al-Isra: 57

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًۭا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhan-mu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra: 57)

Mereka yang diibadahi (malaikat, nabi, orang shaleh, dan lainnya) oleh kaum musryikin, juga mencari hal-hal yang mendekatkan (Al-Wasilah) mereka kepada Allah. Al-Wasilah artinya apa yang mendekatkan atau amalan yang mendekatkan mereka. Wasilah yang dimaksud disini adalah beribadah kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan segala perintahnya. Wasilah yang paling besar adalah Tauhid yang Allah Ta’ala mengutus dengannya. Mereka mencari wasilah dikarenakan berharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya.

Apabila mereka yang diibadahi oleh kaum Musyrikin juga memerlukan wasilah, bagaimana mungkin mereka dijadikan tempat beribadah atau berdoa bersama Allah?

Ayat ini turun kepada orang-orang yang menyembah Isya bin Maryam, Uzair, para Malaikat, orang-orang shalih, sehingga diterangkan dalam ayat bahwa mereka ini juga adalah makhkluk-makhluk Allah (hamba Allah). Mereka juga mencari wasilah dengan ketaatan supaya lebih dekat kepada Allah.

Ibnu Mas’ud Radhiallah ‘Anhu mengatakan bahwa maskud dari ayat adalah sebgaian kaum musyrikin yang tadinya menyembah sekelompok Jin. Kemudian tanpa mereka ketahui Jin-Jin itu masuk Islam. Maka diingatkan bahwa kalian yang menyembah kepada Jin, bahwa Jin itu juga beribadah kepada Allah mencari kedekatan kepada Allah, mengharapkan rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya. Sehingga mereka para Jin bukan tempat untuk beribadah dan tempat untuk berdoa.

Kesesuian Ayat dan Bab

Ayat ini menjelaskan kedudukan Tauhid dan syahadat La Ilaha Illallah yaitu meninggalkan apa yang dilakukan kaum musyrikin berupa beribadah kepada orang-orang shalih, meminta syafaat kepada mereka, karena hal itu adalah syirik akbar.

Hakikat Tauhid adalah mengesakan Allah dalam mencari wajah, mencari wasilah dan mencari kedekatan. Orang yang bertauhid adalah mensendirikan Allah dalam menghadapakan wajahnya kepada Allah, mencari kedekatan kepada-Nya, dan dalam mencari syafaat.

Wallahu Ta’ala A’lam

Dakwah kepada Syahadat La Ilaha Illallah – Hadits Mengenai Rasulullah memberikan komando perang kepada Ali bin Abi Thalib pada Perang Khaibar

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 4: Dakwah kepada Syahadat La Ilaha Illallah

Hadits Mengenai Rasulullah memberikan komando perang kepada Ali bin Abi Thalib pada Perang Khaibar

(Diriwayatkan) pula oleh keduanya (Al-Bukhary dan Muslim) dari Sahl bin Sa’d Radhiallahu ‘Anhu (bahwa Sahl berkata), “Rasulullah telah bersabda pada hari peperangan Khaibar,

Niscaya aku akan memberikan bendera (komando perang) ini besok kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta Allah dan Rasul-Nya mencintai dia. Semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya”

Oleh karena itu, semalaman suntuk orang-orang pun larut memperbincangkan seputar orang di antara mereka yang akan diserahi (bendera) itu, maka pada pagi hari, mereka bergegas mendatangi Rasulullah , yang setiap orang berharap agar diserahi (bendera) tersebut. Lalu beliau pun bertanya, ‘Di mana Ali bin Abi Thalib?’. Dijawab, ‘Kedua matanya sakit.’ Mereka pun mengutus seseorang kepada dia dan didatangkanlah dia. Lantas (Rasulullah) meludahi kedua belah matanya dan mendoakannya maka seketika itu pula dia sembuh, seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Kemudian (Rasulullah) menyerahkan bendera kepadanya seraya bersabda,

Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai engkau tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah kepada Islam dan sampaikanlah kepada mereka tentang hak Allah Ta’ala dalam Islam yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, jikalau Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab dirimu, hal itu benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.”

Biografi

Sahl bin Sa’ad adalah Sahl bin Sa’ad bin Malik bin Khalid Al-Anshary Al-Khazrajy As-Sa’idy, seorang sahabat yang masyur. Beliau meninggal pada 88H dalam usia lebih dari seratus tahun.

Makna Hadits Secara Global

Bahwa Nabi memberi kabar gembira, kepada para shahabat, tentang kemenangan kaum muslimin terhadap Yahudi pada keesokan hari melalui kepemimpinan seseorang, yang memiliki keutamaan besar dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka para shahabat berusaha meraih kemuliaan tersebut. Semua berharap menjadi orang tersebut karena bersemangat kepada perkara kebaikan. Ketika semua shahabat berkumpul pada waktu yang telah dijanjikan, Nabi mencari Ali, yang kebetulan tidak bisa hadir pada waktu itu karena kedua matanya sedang sakit. Kemudian Ali didatangkan, lalu Nabi meludahi kedua mata (Ali) dengan ludahnya yang berberkah sehingga hilaglah rasa sakit yang dirasakan dengan sempurna, dan diserahkanlah kepemimpinan pasukan kepada (Ali). Selanjutnya, Ali diperintahkan untuk berangkat dengan tenang sampai mendekati benteng musuh, lalu (Ali) mengajak mereka untuk memeluk Islam. Kalau mau memenuhi ajakan tersebut, mereka diberitahukan tentang kewajiban-kewajiban seorang muslim. Kemudian Nabi menjelaskan kepada Ali tentang keutamaan dakwah kepada Allah, bahwa seorang da’i, apabila berhasil dengan usahanya yang menjadi sebab sehingga Allah memberi hidayah kepada satu orang, hal itu lebih baik baginya daripada harta duia yang paling berharga. Maka, bagaimana jika usaha seorang da’i menjadi sebab sehingga sekian banyak orang mendapatkan hidayah dari Allah?!

Hubungan antara Hadits dan Bab

Hadits ini menunjukan disyariatkan bedakwah untuk mengajak manusia kepada Islam, yang juga merupakamn makna syahadat La Ilaha Illallah, dang menjelaskan keutamaan berdakwah kepada perkara tersebut.

Faedah Hadits

  1. Keutamaan yang jelas bagi Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, dan persaksian dari Rasulullah kepada Ali tentang kecintaan (Ali) kepada Allah dan Rasul-Nya serta keimanan (Ali) secara lahir dan batin.
  2. Menetapkan bahwa Allah mencintai para wali-Nya dengan kecintaan yang sesuai dengan keagungan-Nya seperti semua sifat-sifat-Nya yang suci dan mulia.
  3. Semangat para shahabat akan perkara kebaikan dan saling berlomba dalam mengerjakan amal shalih -semoga Allah meridhai mereka-.
  4. Pensyariatan adab-adab dalam berperang serta meninggalkan kegaduhan dan suara-suara menganggu yang tidak diperlukan
  5. Perintah Imam kepada bawahannya dengan cara yang halus dan lembut, tetapi tidak lemah dan tanpa tekad.
  6. Kewajiban untuk berdakwah mengajak kepada Islam, lebih-lebih sebelum memerangi orang-orang kafir.
  7. Bahwa orang dari kalangan kaum kafir, yang menolak ajakan untuk memeluk Islam wajib diperangi.
  8. Bahwa dakwah itu berdasarkan tahapan. Oleh karena itu yang mula-mula diminta dari orang kafir (agar mereka) memeluk Islam dengan mengucapkan syahdatain, kemudian setelah itu mereka diperintah dengan kewajiban-kewajiban Islam.
  9. Keutamaan berdakwah mengajak manusia kepada Islam dan kebaikan yang terdapat di dalam (bedakwah) tersebut, baik bagi yang diajak maupun bagi yang mengajak. Yang diajak mungkin mendapat hidayah, sedangkan yang mengajak mendapat pahala besar. Wallahu A’lam.
  10. Salah satu bukti kenabian Rasulullah : kabar gembira dari beliau tentang kemenangan yang belum terjadi, serta lenyapnya rasa sakit oleh sebab ludah beliau ()
  11. Keimanan kepada qadha dan qdar, yaitu bahwa bendera didapatkan oleh orang yang tidak berupaya untuk mendapatkan, sedangkan orang-orang yang sudah berusaha untuk mendapatkan (justru) terhalangi.
  12. Bahwasannya seseorang tidaklah cukup mengaku sebagai muslim, tetapi dia diharuskan untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut.

Wallahu Ta’ala A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.


Catatan Kajian

Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Biografi:

Sahal bin Sa’ad radhialahu ‘anhuma adalah sahabat yang paling terakhir meninggal di kota Madinah pada tahun 88 H. Adapun diantara seluruh sahabat yang paling terakhir meninggal adalah Abu Tufail Radhiallahu ‘Anhu. Ayahnya Sa’ad bin Malik

Ada tiga nama sahabat Sa’ad bin Malik

  1. Ayah nya Sahal bin Sa’ad
  2. Sa’ad bin Malik bin Sinan dikenal dengan kunyahnya Abu Said Al-Khudri
  3. Sa’ad bin Abi Waqas.

Tujuh orang sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits:

  1. Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu
  2. Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma
  3. Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu
  4. Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu
  5. Abu Said Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu
  6. Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu
  7. Aisha Radhiallahu ‘Anha

10 Orang shahbat dijamin masuk surga (dalam satu hadits)

  1. Abu Bakr As-Syidiq
  2. Umar bin Khatab
  3. Ustman bin Affan
  4. Ali bin Abi Thalib
  5. Talha bin Ubaidillah
  6. Abdurahman bin Auf
  7. Zubair bin Awam
  8. Abu Ubaidah bin Zarah
  9. Sa’ad bin Abi Waqas
  10. Said bin Zaid

Penjelasan Hadits

Hari Khaibar adalah hari peperangan ketika khaibar dikepung oleh kaum Muslimin pada tahun 7 H. Rasulullah akan memberikan bendera perang (Ar-Roya) besok hari kepada seorang lelaki (tidak disebut namanya).

Akan tetapi disebutkan sifat lelaki tersebut yaitu

  • Dia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
  • Allah dan Rasul-Nya cinta kepada dia.

Akan ada kemenangan melalui tangan lelaki ini. Hal ini bukan Nabi tahu akan hal yang ghaib akan tetapi dikarenakan Nabi menerima wahyu dari Allah yang merupakan tanda kenabian. Yaitu Nabi mengabarkan sesuatu, dan sesuatu itu terjadi.

Para shahabat memperbincangkan pada malam hari akan siapa yang akan menerima bendera tersebut. Para shahabat begitu diberitakan kebaikan, mereka semangat akan kebaikan tersebut.

Pagi harinya para shahabat bergegas menemui Rasulullah. Setiap orang berharap agar diserahi bendera perang tersebt. Hal ini menunjukan semangat yang tinggi dari para shahabat karena tahu keutamaannya yaitu dicintai Allah dan Rasul-Nya. Dan akan menjadi sebab kaum muslimin mendapatkan kemenangan. Tertanam dalam diri sahabat untuk mengambil sebab karena kalau tidak mengambil sebab (hadir menemui Rasulullah), bagaimana akan mendapatkan bendera tersebut.

Dalam riwayat lain dari Imam Muslim, Umar bin Khatab berkata “Saya tidak pernah cinta menginginkan menjadi pemimpin, kecuali pada saat itu saja (perang khaibar)”. Umar bukan ingin menjadi pemimpin di perang khaibar tersebut tapi ada keutamaannya yaitu dicintai Allah dan Rasul-Nya.

Seseorang harus mengambil sebab untuk mencapai sesuatu. Hal ini tidak bertentangan dengan tawakal.

Nabi bertanya “Dimana Ali bin Abi Thalib?”. Nabi justru menanyakan orang yang tidak hadir. Dikatakan kedua mata beliau sakit. Kemudian didatangkan Ali bin Abi Thalib. Lalu Nabi meludah kedua matanya untuk mengobatinya dan mendokannya. Mata Ali langsung sembuh matanya. Nabi pun memberikan bendera perang kepada Ali bin Abi Thalib.

Biografi Ali bin Abi Thalib adalah anak dari Paman Nabi , menikahi Putri Nabi, Fatimah, Khalifah yang ke empat. Hadir diperang Badr, Baiatul Ar-Ridwan, salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau meninggal di Bulan Ramadhan pada tahun 40 H dibunuh oleh Khawarij, Abdurahman bin Muljib.

Keimanan kepada Takdir. Seseorang mengambil sebab untuk mengusahakan sesuatu akan tetapi segala sesuatu itu atas ketentuan dari Allah. Takdir tidak bertetntangan dengan mengambil ssebab. Karena mengambil sebab adalah syarait dan syariat tidak bertentangan dengan takdir. Salah satu keimanan akan takdir adalah tidak boleh mempertentangankan antara syariat dengan takdir.

Ali bin Abi Thalib tidak hadir dikarenakan sakit akan tetapi beliau yang mendapatkan bendera tersebut. Ini adalah salah satu keutamaan dari Ali Bin Abi Thalib

Wali-Wali Allah, bukan berarti tidak pernah terkena penyakit. Nabi terkadang demam bahkan panasnya dua kali lipat dari orang biasa.

Melangkahlah kedepan dengan tenang sampai engkau tiba di tempat mereka. Dalam peperangan ada adabnya, yaitu berjalan dengan tenang, lembut tidak tergesa-gesa, tidak ribut. Apalagi sudah masuk dalam peperangan ada adabnya diantaranya tidak boleh membunuh perempuan, anak kecil, pendeta yang berada ditempat ibadahnya, petani yang ada diladang dan lainnya.

Imam memerintah pasukannya sebagaimana raja memerintah rakyatnya dengan lembut dan tidak tergesa-gesa.

Ajaklah mereka kepada Islam“, Pertamakali ketika memerangi orang kafir yang pertama didakwahi adalah diajak kepada Islam. Makna umum Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan Allah dan berlepas dari segala kesyirikan dan orang yang berbuat syirik. Adapun makna khusus Islam adalah Islam yang dibawa oleh Nabi dan rukun-rukun Islam yang disertai dengan amalan bathin yang membenarkan amalan dhahirnya. 5 Rukun Islam: Syahadat, shalat, zakat, puasa ramadhan dan menunaikan haji.

Sebelum diperangi diajak dahulu kepada tauhid. Apabila diterima maka tidak diserang. Sebagimana rincian dalam hadits sahih muslim yaitu: Pertama diajak masuk Islam, apabila tidak maka disuruh membayar jizyah, apabila tidak diterima baru diperangi.

Peperangan dalam Islam adalah wasilah (metode atau perantara) untuk dakwah. Peperangan bukan tujuan utama. Wasilah apabila bermanfaat maka dilakukan, apabila dikerjakan wasilah lain. Syarait berjihad secara fisik yaitu ketika Nabi di Madinah. Ketika Nabi di Mekkah tidak ada syarait untuk berjihad secara fisik. Jihad ada karena untuk menegakan kalimat Allah (Tauhid). Sehingga orang yang berjihad harus diperhatikan dulu tauhidnya.

Kekeliruan yang mengatakan jihad fisik lebih utama dari pada jihad melwan hawa nafsu. Kekeliuran yang lain adalah Jihad hawa nafsu lebih utama dari jihad fisik. Yang benar adalah Jihad yang paling utama adalah jihad yang mencocoki keadaan. Apabila umat Islam kuat maka Jihad secara fisik lebih utama. Apabila umat islam lemah maka Jihad dalam memerangi syaithon, memerangi hawa nafsu adalah lebih utama.

Apabila disebutkan Islam saja maka didalamnya mencakup Iman demikian pula sebaliknya. Akan tetapi apabila Islam dan Iman disebutkan bersamaan maka maknanya berbeda.

Disyariatkan untuk mendakwahi sebelum diperangi. Maksud dari perang adalah untuk dakwah, bukan hanya membunuh saja.

Dan kabarkan kepada mereka tentang hak Allah dalam Islam yang wajib mereka tunaikan“. Kemudian menunaikan Hak Allah. Hak Allah yang paling besar adalah beribadah hanya kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikan. Kemudian hak Allah lainnya: shalat, puasa ramadhan, haji bagi yang mampu dan lainnya.

Demi Allah“. Nabi bersumpah. Dibolehkannya bersumpah untuk menegaskan perkara dengan menyebut nama Allah.

Jika Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab dirimu, hal itu lebih baik daripada unta-unta merah“. Unta merah adalah dibahasakan sebagai harta orang Arab yang paling mahal waktu itu. Sehinga menjadi perumpamaan yang bisa dimaskudkan menjadi lebih baik dari pada dunia dan segala isinya. Banyak untuk menjadikan sebab manusia untuk mendapatkan hidayah, diantaranya: menyebarkan informasi yang baik, mengajak ikut taklim, ikut sunnah.

Wallahu Ta’ala A’lam

Kewajiban Mengikuti Imam dalam Shalat

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Kewajiban Mengikuti Imam dalam Shalat

Hadits 325: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti. Karena itu, apabila ia bertakbir, bertakbirlah kalian, dan janganlah kalian bertakbir sampai imam bertakbir. Apabila ia ruku, maka rukulah kalian, dan janganlah kalian ruku sampai imam ruku. Apabila ia mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ (Allah mendengar orang yang memuji-Nya) maka ucapkanlah, ‘Allahumma rabbanaa lakal hamd.’ (ya Allah Tuhan kami, segala puji bagi-Mu). Apabila ia sujud maka sujudlah kalian, dan janganlah kalian sujud sampai ia sujud, dan bila ia shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian semua sambil duduk.” (HR. Abu Daud) dan ini adalah lafaznya. Asalnya terdapat di dalam Ash-Shaihain.

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  • Wajibnya mengikuti imam. karena imam adalah panutan dalam semua gerakan perpindahan shalat serta semua perbuatan dan bacaan shalat. Jadi, tidak boleh menyelisihi imam.
  • Yang afdhal, gerakan makmum dilakukan setelah gerakan imam, sehingga makmum mengikuti imam.
  • Yang disyariatkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian adalah mengucapakan “Sami’allaahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku. Namun ucapan ini tidak disyariatkan bagi makmum.

Hadits 326: Dari Abu Sai’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu: Bahwa Rasulullah pernah melihat para sahabatnya di belakang (yakni agak jauh dari beliau), lalu beliau bersabda, “Majulah kalian dan ikutilah aku, hendaknya orang-orang yang setelah kalian (yakni di belakang kalian) mengikuti kalian.” (HR. Muslim)

Hal-Hal Penting dari Hadits:

  1. Disunnahkan mendekati imam; karena itu, barisan-barisan depan kaum laki-laki lebih utama daripada yang belakang-belakangnya.
  2. Imam adalah panutan dalam shalat untuk semua perbuatan dan ucapan shalat, maka tidak selayaknya menyelishi imam dalam shalat.
  3. Di dalam shalat terkandung disiplin dan tata tertib Islami; untuk membiasakan kaum muslim agar teratur baik, tertata rapih serta taat dan patuh pada kebaikan.
  4. Makmum yang tidak dapat melihat atau mendengar imam secara langsung, hendaknya mengikuti makmum yang ada didepannya.
  5. Syaikhul Islam mengatakan, “Shalat berjama’ah disebut shalatul jama’ah; karena berkumpulnya orang-orang shalat dalam melaksanakannya, baik waktu maupun tempatnya.
  6. Imam Nawawi mengatakan, “Syarat sahnya mengiktu (yakni: bermakmum) adalah makmum mengetahi gerakan (perpindahan rukun) imam; baik shalat itu dilakukan di mesjid atau lainnya yang dilakukan secara berjama’ah. Mengetahui hal itu bisa dengan mendengar imam atau orang yang dibelakannya, atau boleh berpatokan pada salah satunya. Dan hendaknya jarak itu tidak terlalu jauh, bila itu dilakukan di selain masjid.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Bab Firman Allah dalam Surat Ar-Rum Ayat 30 – Bagian 1

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab: Firman Allah Ta’la: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Firman Allah Ta’ala, Ar-Rum ayat 30

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًۭا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Ar-Rum: 30)

Pembahasan 1: Kaitan bab ini terhadap buku, yaitu penulis ingin menegaskan perintah untuk istiqomah di atas Islam dan teguh di atasnya dan hati-hati dari bid’ah dan hati hati dari merubah keislaman.

Dihadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama Allah maksudnya perintah untuk istiqomah. Tidak boleh ada perubahan pada fitrah Allah

Pembahasan 2: Perintah untuk mengislamkan wajah untuk Allah dan mencocoki fitrah dan itulah agama yang lurus.

Manusia dicipta atas firahnya. Fitrah yang lurus adalah keIslaman. Sehingga keluar dari fitrah artinya keluar dari jalan yang lurus.

Pembahasan 3: Perintah untuk teguh diatas agama walaupun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

Firman Allah Ta’ala, Al-Baqarah: 132

وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Dan Ibrāhīm telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qūb (Ibrāhīm berkata), “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (Al-Baqarah: 132)

Ini adalah pelajaran yang sangat berharga dimana dua orang Nabi (Ibrahim dan Yaqub) berwasiat kepada anak-anaknya.

Pembahasan 1: Wasiat untuk tetap komitment dengan Islam hingga kematian

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

dan sembahlah Tuhan-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99)

Pembahasan 2: Selalu mengingat nikmat Islam dan nikmat Tauhid

Ini adalah hal yang penting setelah kita mengenal keutamaan Islam, tafsir Islam, masuk Islam, istiqomah diatas Islam, bahaya bid’ah, maka selalu mengingat akan nikmat islam dan mentauhidkan Allah Ta’ala.

Para Nabi mewasiatkan agar berislam dan mentauhidkan Allah tidak berwasiat mengenai harta-hartanya.

Pembahasan 3: Keutamaan Islam tidak didapatkan oleh seorang hamba kecuali kalau dia beramal dengan Islam dan meninggal diatasnya.

Jangan sampai seseorang mempelajari Islam akan tetapi akhirnya meninggal dalam keadaan selain Islam. Sehingga harus dijaga dan istiqamah agar meninggal diatas keislaman.

Firman Allah Ta’ala, An-Nahl: 123

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)

Pembahasan 1: Perintah kepada Nabi dan kepada ummatnya agar istqoamah diatas nabi Ibrahim.

Perintah agar mengikuti agama Nabi Ibrahim yang selalu beribadah kepada Allah dan tidak pernah berbuat kesyirikan.

Perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma “hendaknya kaliamn i’tiba dan jangan kalian berbuat bid’ah. Apabila kalian hanya sekedar i’tiba (mengikuti) tidak berbuat bid’ah maka telah cukup bagi kalian.”

Hadits 1:

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setiap nabi memiliki wali-wali dari kalangan nabi, dan aku memiliki wali, diantara mereka adalah bapaku dan kekasih Rabb-ku Ibrahim.” Kemudian beliau membaca (firman Allah Ta’ala), “Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya serta nabi ini (Muhammad) dan orang-orang yang beriman (kepada Muhammad). Dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 68) Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy

Disebutkan Bapaku adalah Ibrahim karena garis keturunan Nabi Muhammad adalah dari jalur Ismail.

Pembahasan 1: Kenapa Nabi Muhammad dan Umatnya lebih pantas atau dekat kepada Nabi Ibrahim dari pada yang lainnya. Hal ini dikarenakan Nabi dan orang-orang beriman mengikuti agama Nabi Ibrahim. Dan mereka Istiqomah diatasnya

Agama Nabi Ibrahim adalah Tauhid: mengajak beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan kesyirikan.

Pembahasan 2:Bantahan terhadap Yahudi dan Nashara bahwa mereka menyangka diatas agama Nabi Ibrahim

Hadits 2:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada badan-badan kalian tidak pula kepada harta-harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati-hati dan amalan-amalan kalian” (HR Muslim No 2564)

Hadits ini terkait dengan Istqamah dan teguh didalamnya dan tidak menggantinya dengan Bid’ah dan lainnya.

Pembahasan 1: Hal yang dilihat oleh Allah pada hamba adalah hati dan amalannya

Hal ini adalah peringatan agar selalu menjaga hati dan amalanya agar selalu istiqamah diatas agama. Agar hati dan amalan jangan keluar dari apa yang disyariatkan.

Pembahasan 2: Yang menjadi ukuran adalah bukan dhohirnya (penampilan)

Penampilan tidak ada hitungannya sebagaimana hadits dalam Riwayat Al-Bukhariy dan Muslim, ada sesorang yang berlalu didepan Nabi dan para Sahabat, yaitu  seorang yang berkendaraan dengan penampilan yang elok. Maka Nabi bertanya kepada para sahabat “Bagaimana pendapat kalian tentang orang ini?”. Para sahabat berkata “Orang ini adalah apabila dia berbicara, dia didengar, apabila dia memberi syafaat diterima syafaatnya, apabila dia melamar, diterima lamarannya”. Maka Nabi diam. Setelah itu berlalu seorang fakir dari fuqora kaum muslimin. Nabi bertanya “Bagaimana dengan orang ini?”. Sahabat berkata “Ya, Rasulullah, Orang ini adalah apabila berbicara, tidak ada yang mendengar, apabila memberi rekomdendasi tidak ada yang menerima, dan apabila melamar tidak diterima lamarannya”. Maka Nabi berkata “Demi Allah, orang ini lebih baik sepenuh bumi dari orang yang pertama”.

Dalam hadits yang lain:

Sehingga  yang menjadi ukuran adalah bukan penampilan yang dilihat orang tapi hati dan amalan seseorang.

Pembahasan 3: Pentingnya perhatian terhadap amalan hati

Sumber pokok istiqomah adalah dari amalan hati.

Hadits 3:

Bagi (Al-Bukhariy dan Muslim), Riwayat dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku telah mendahului kalian ke telaga, sungguh telah diangkat orang-orang dari kalangan umatku kepadaku. Hingga, Ketika aku hendak turun untuk memberi mereka (minum), tiba-tiba mereka dipisahkan dariku. Aku pun berkata, Wahai Rabb-ku, mereka adalah sahabat-sahabatku.” Maka dikatakan, “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa-apa yang telah mereka ada-adakan sepeninggalanmu”. (HR Al-Bukhariy No 6575, 6576, 7049 dan Muslim No 2297)

Pembahasan 1: Penjelasan jeleknya akibat dari Bid’ah, menyimpang dan merubah Agama Allah.

Sebab golongan yang diusir dari neraka adalah “engkau tidak tau apa yang mereka ada-adakan setelahmu”. Golongan ini mencakup: kaum munafikin atau murtad, bid’ah dalam perkara baru, dosa-dosa besar.

Pembahasan 2: Anjuran untuk berpegang teguh dengan agama yang benar, kokoh diatasnya hingga kematian.

Pembahasan 3: Terdapat penetapan adanya telaga.

Ini adalah aqidah bahwa telah ditetapkan telaga untuk Nabi Muhammad dan ummatnya. Sebagaimana Nabi yang lain mempunyai telaga masing-masing. Hadits mengenai telaga banyak dan tingkatnya mutawatir.

Pembahasan 4: Perhatikan sifat-sifat orang yang diusir dari telaga

Yang diusir dari telaga dalam Riwayat ini disebutkan “Sahabat-sahabat” Sebagian Riwayat disebut “Umatku”.

Sifatnya adalah “mengada-adakan” yang mencakup 3 hal:

  1. Murtad dan kemunafikan
  2. Berbuat bid’ah dalam agama
  3. Berbuat dosa besar

Secara umum yang diusir dari telaga nabi ada dua golongan:

  1. Golongan yang bukan umat nabi Muhammad karena setiap nabi mempunyai telaga masing masing dan setiap umat mendatangi nabinya masing masing.
  2. Golongan yang memiliki 3 sifat diatas yaitu yang “Mengada-adakan”

Pembahasan 5: Amalan tergantung pada penutupnya.

Hadits 4:

Juga bagi (Al-Bukhary dan Muslim) riwayat dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku sangat ingin melihat saudara-saudaramu kita.” Para sahabat bertanya, “Bukankah kami adalah sudara-sudaramu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kalian adalah shahabat-shahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah orang-orang yang belum datang.” Mereka bertanya, “Bagaimana engkau akan mengenali orang-orang yang belum datang dari kalangan umatmu?” Beliau balik bertanya, “Bagaimana menurut kalian jika ada seseorang yang memiliki kuda, yang kepala dan kaki (kuda) itu bertanda putih yang berada di kalangan kuda-kuda yang berwarna hitam pekat. Bukankan dia akan bisa mengenali kudanya?” Para shahabat menjawab, “Tentu.” Beliau berkata,”Mereka akan datang dalam keadaan wajah serta kedua tangan dan kakinya bercahaya (putih), dan aku mendahului mereka ke telaga. Ketahuilah, pada hari kiamat, sunggh orang-orang dari telagaku akan diusir seperti pengusiran unta yang tersesat. Aku memangil mereka “Kemarilah kalian” Maka dikatakan, “Sungguh mereka telah mengubah (agama) sepeninggalanmu. “Akupun berkata, “Menjauhlah! Menjauhlah”.

Pembahasan 1: Keutamaan istiqomah di atas Islam dan berhak untuk mendapatkan persaudaraan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Istiqomah adalah yang tidak merubah Islam. Adapun yang merubah maka disuruh menjauh oleh nabi

Pembahasan 2: Keutamaan para Shahabat

Pembahasan 3: Keutamaan Umat Islam

Umat Islam walaupun tidak berjumpa dengan Nabinya, tapi mereka istiqomah diatas agamanya maka akan dianggap saudara oleh Nabi.

Pembahasan 4: Dampak buruk akibat membuat perkara baru dalam agama.

Hadits 5:

(Dalam Riwayat) Al-Bukhary (disebutkan), “Ketika aku sedang berdiri, tiba-tiba datang sekelompok orang yang aku kenal, lalu muncul seseorang yang memisahkan antara aku dan mereka. Dia berkata, “Ayo kemari” Aku bertanya, “Kemana?” Dia menjawab, “Ke neraka, demi Allah” Aku bertanya, “Ada apa terhadap mereka?” Dia menjawab, “Mereka telah murtad sepeninggalanmu, berjalan mundur kebelakang mereka.” Kemudian datang lagi kelompok lain -disebutkan seperti kelompok sebelumnya-. Beliau berkata, “Dan aku tidak melihat ada diantara mereka yang selamat (terhadap pengusiran), kecuali seperti unta tanpa pengembala”.

Pembahasan 1: Keutamaan Islam tidak didapatkan oleh orang yang merubah dan mengganti agamanya.

Mereka yang murtad disebutkan banyak dan sedikit yang selamat.

Pembahasan 2: Mengenal pembatal-pembatal keislaman dan menjauhinya.

Yaitu orang yang menjadi murtad.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Kewajiban Shalat Berjamaah

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Kewajiban Shalat Berjamaah

Hadits 323: Dari Abu Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi bersabda, “Barangsiapa mendengar seruan (shalat) lalu tidak datang, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur” (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ibnu Hibban dan Al Hakim).

Hadits 324: Dari Yazid bin Al Aswad Radhiallahu ‘Anhu: Bahwa ia pernah melakukan shalat Subuh bersama Rasulullah , ketika Rasulullah selesai shalat, tiba-tiba beliau mendapati dua laki-laki yang belum shalat, lalu beliau minta dipanggilkan keduanya, maka kedua orang itu pun didatangkan sementara tubuh keduanya gemeter. Beliau berkata kepada mereka berdua, “Apa yang menghalangi kalian berdua untuk ukut shalat bersama kami? Mereka menjawab, “Kami sudah shalat di rumah kami.” Beliau berkata lagi, “Jangan kalian lakukan itu. Jika kalian sudah shalat di rumah kalian, lalu kalian dapati imam belum shalat, maka shalatlah bersamanya, karena shalat tersebut sebagai sunnah bagi kalian.” (HR. Ahmad) Lafadz ini adalah lafazh Ahmad. Diriwayatkan juga oleh tiga imam hadits. Dinilai shahih oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Keutamaan Shalat Berjamaah – Bagian 3

Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam

Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)

Keutamaan Shalat Berjamaah

Hadits 322: Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata Rasulullah bersabda, “Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah sahalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada pada keduanya, pasti mereka mendatanginya walaupun dengan merangkak” (HR. Mutaffaq ‘Alaih).

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntuku ke mesjid,” Maka beliau pun memberinya rukhshah (mengizinkannya tidak ikut berjama’ah). Namun ketika ia beranjak (pulang), beliau memanggilya lalu bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan (adzan) shalat?” ia menjawab “Ya” Beliau pun berkata, “Kalau begitu, penuhilah“. (HR Muslim)

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Bab Firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 65-67

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Fadhlul Islam

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah

Bab: Firman Allah: “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang Ibrahim, padahal taurat dan injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir? beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu juga bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali kali bukanlah dia termasuk golongan orang orang Musyrik.” (Ali ‘Imran [3]: 65-67)

Firman Allah Ta’ala, Ali ‘Imran: 65-67

يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمَآ أُنزِلَتِ ٱلتَّوْرَىٰةُ وَٱلْإِنجِيلُ إِلَّا مِنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ٦٥هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ حَـٰجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ٦٦مَا كَانَ إِبْرَٰهِيمُ يَهُودِيًّۭا وَلَا نَصْرَانِيًّۭا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفًۭا مُّسْلِمًۭا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٦٧

“Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrāhīm, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrāhīm. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kamu ketahui1, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrāhīm bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus1 lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 65-67)

Orang Yahudi mengatakan bahwa kami mengikuti Nabi Ibrahim. Kemudian orang Nashara mengatakan bahwa kamilah yang mengikuti Nabi Ibrahim. Atau Nabi Ibrahim mengikuti jalan mereka. Maka dibantah dalam ayat “Bukankah Taurat dan Injil tidak diturunkan kecuali setelah Nabi Ibrahim?“. Sehingga bukan Nabi Ibrahim yang mengikuti kalian. Tapi harusnya kalian yang mengikuti Nabi Ibrahim.

Kalian (Yahudi dan Nasharni) bantah membantah pada hal yang sudah kalian ketahui. Tetapi kenapa kalian bantah membantah tentang sesuatu yang kalian tidak mempunyai ilmu. Padahal Allah Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.

Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi bukan pula seorang Nasharani, akan tetapi beliau adalah seorang yang hanif (lurus), berserah diri kepada Allah dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan.

Pembahasan Pertama: Hubungan antara Bab dan Kitab, Penjelasan bahwa akibat dari Bid’ah adalah tidak senang dengan Islam (berpaling)

Agama Nabi Ibrahim adalah agama yang hanif (lurus) dan beliau berserah diri kepada Allah. Dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan. Apabil pada jalan yang lurus maka akan mengikuti jalan Nabi Ibrahim. Akan tetapi orang Yahudi dan Nashara berbuat perkara baru, mengganti keyakinannya, maka berpaling dari agama Nabi Ibrahim. Maka yang berbuat bid’ah akan tidak senang dengan Islam.

Pembahasan Kedua: Ahlul kitab menyelisihi Agama Ibrahim dan mereka tidak suka terhadap Agama Nabi Ibrahim.

Sehingga mereka saling bantah membantah.

Firman Allah Ta’ala, Al-Baqarah: 130

وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَٰهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفْسَهُۥ ۚ وَلَقَدِ ٱصْطَفَيْنَـٰهُ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrāhīm, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Baqarah: 130)

Pembahasan Pertama: Sifat orang yang keluar dari Islam dengan bid’ah

Keluar dari Islam apabila masuk pada bid’ah. Hal ini tergantung dari jenis Bid’ah: Ada yang mengeluarkan dari Islam dan ada yang tidak mengeluarkan dari Islam. Apabila bi’dah nya mengeluarkan dari Islam maka keluar dari Islam secara keseluruhan. Akan tetapi apabila bid’ah tidak mengeluarkan dari Islam maka keluar sebagian dari Islam, tapi tidak dikafirkan.

Apabila tidak senang dengan agama Nabi Ibrahim, maka dia telah berbuat bidah. Karena yang senang dengan Agama Nabi Ibrahim, maka akan mengikutinya. Sebagaiman Firman Allah:

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)

Nabi Muhammad diperintah untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim dan ini juga adalah perintah untuk umatnya.

Pembahasan Kedua: Keutamaan Islam yaitu mengumpulkan sifat-sifat dari Agama Nabi Ibrahim.

Agama Nabi Ibrahim adalah agama tauhid, mengajak ibadah kepada Allah saja dan meninggalkan kesyirikan, berserah diri kepada Allah. Hal ini adalah Islam

Dalam hal ini ada hadits tentang Khowarij yang sudah berlalu disebutkannya.

Khawarij banyak ibadahnya tapi keluar dari Islam. Hal ini dikarenakan mereka tidak suka kepada Islam dengan berbuat bid’ah.

Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5990

Juga ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya keluarga fulan bukanlah waliku (kekasih/penolongku), tetapi waliku adalah Allah dan orang-orang beriman yang shalih.” (HR. Al-Bukhari no. 5990)

Pembahasan Pertama: Siapa yang mengada-adakan perkara yang baru dalam Islam walaupun dari kerabat Rasulullah, maka Rasulullah telah berlepas diri darinya.

Orang yang melakukan bid’ah, maka Rasulullah berlepas diri darinya walaupun ada hubungan kerabat dengannya. Yang menjadi ukuran bagi kekerabatan tapi orang yang bertakwa.

Pembahasan Kedua: Dari kesempurnaan Islam, mencakup kesholihan hati dan kesholihan amalan.

Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401

Juga riwayat dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diberitahu tentang sebagian Sahabatnya yang berkata: “Adapun aku, tidak akan makan daging.” Yang lain berkata: “Adapun aku, akan shalat malam suntuk dan tidak tidur.” Yang lain berkata: “Adapun aku, tidak akan menikahi wanita.” Yang lain berkata: “Adapun aku, berpuasa terus dan tidak akan absen.” Lalu beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku puasa dan juga absen, aku menikahi wanita, dan aku juga makan daging. Siapa yang benci sunnahku maka ia bukan bagian dari umatku” (HR. Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)

KIsah ini disebtukan dalam beberapa konteks, yaitu 3 orang sabahat datang kerumah Nabi, akan tetapi Nabi tidak ada dirumah. Maka mereka bertanya kepada para Istri Nabi tentang Ibahdannya Nabi dirumah. Mereka menganggap sangat sedikit amalan mereka. Maka muncul semangat yang berlebihan. Ada yang berkata “Saya tidak akan manak daging (karena membuat lalai), ada yang berkata “Saya akan shalat satu malam penuh tidak akan tidur”. “Adapun saya tidak mau menikah, akan sibuk beribadah saja”. “Adapun saya akan puasa setiap hari tidak akan berbuka”.

Begitu Nabi kembali, diberitahukan ucapan-ucapan tersebut, maka Nabi marah akan hal tersebut. Dalam riwayat lain Nabi naik keatas mimbar dan berkata “Ketahuilah bahwa Aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Namun Aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan berbuka, Dan saya nikah dengan perempuan, Dan saya juga makan daging. Barang siapa yang benci sunnahku maka ia bukan dari golonganku”.

Perhatikan jika sebagian sahabat berkata tidak ingin menikah demi beribadah, rasul mengatakan ia bukan umatku. Sehingga bid’ah yang lebih besar akan berakibat lebih dari ini.

Pembahsan Pertama: Nabi berlepas diri dari orang yang tidak senang pada Sunnahnya

Pembahasan Kedua: Peringatan dari Ghulu (esktrim) dalam beribadah.

Pembahsan Ketiga: Baiknya niat berbuat bid’ah tidak membolehkan bid’ahnya

Pembahsan Keempat: Kewajiban mengambil agama secara global dan terperinci

Pembhasan Kelima: Peringatan keras terhadap bid’ah.

Wallahu Ta’ala ‘Alam

Dakwah kepada Syahadat La Ilaha Illallah – Hadits Mengenai Rasulullah mengutus Mu’adz ke Yaman

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid

  • Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
  • Pensyarah: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 4: Dakwah kepada Syahadat La Ilaha Illallah

Hadits Mengenai Rasulullah mengutus Mu’adz ke Yaman

Dari Ibnu ‘Abbas, (beliau berkata), “Tatkala mengutus Mu’adz ke Yaman, Rasulullah bersabda kepadanya.

Sungguh, engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab maka hendalkah dakwah yang kamu sampaikan pertama kali kepada mereka ialah syahadat La Ilaha Ilallah -dalam riwayat lain disebutkan, ‘(ialah) supaya menauhidkan Allah’- Jika mereka mematuhimu dalam hal itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam kepada mereka. Jika mereka telah mematuhimu dalam hal itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka telah mematuhi dalam hal itu, jauhkanlah dirimu dari harta terbaik mereka, dan jagalah dirimu terhadap doa orang yang terzhalimi karena sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dengan Allah

Makna Hadits Secara Global

Bahwasannya, ketika mengutus Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu ke wilayah Yaman sebagai da’i yang mengajak kepada Allah dan sebagai pengajar, Nabi menggariskan langkah-langkah yang harus Mu’adz tempuh dalam dakwahnya. Beliau menjelaskan bahwa Mu’adz akan menghadapi orang-orang yang berilmu dan pandai berdebat dari kalangan Yahudi dan Nashara, dengan maksud agar Mu’adz berada dalam keadaan siap berdebat dan membantah syubhat-syubhat mereka, kemudian memulai dakwah dengan perkara terpenting lalu yang penting maka hendaknya yang pertama kali adalah menyeru manusia untuk memperbaiki aqidahnya karena aqidah merupakan pondasi. Kalau telah tunduk menerima hal tersebut, mereka diperintahkan untuk menegakan shalat karena shalat merupakan kewajiban terbesar setelah bertauhid. Kalau mereka sudah menegakkan (shalat), orang-orang kaya (di antara mereka) diperintahkan untuk menyerahkan zakat hartanya kepada orang-orang faqir sebagai rasa kebersamaan dengan (orang-orang faqir) tersebut dan sebagai rasa syukur kepada Allah. Kemudian beliau memperingatkan (Mu’adz) tentang mengambil harta terbaik dalam zakat karena yang wajib adalah harta pertengahan. Setelah itu, Mu’adz dianjurkan untuk berbuat adil dan meninggalkan kezhaliman supaya (Mu’adz) tidak terkena doa yang terzhalimi karena doa tersebut akan Allah kabulkan.

Hubungan antara Hadits dan Bab

Bahwa yang pertama kali diserukan/didakwahkan adalah mengajak manusia kepada La Ilaha Illallah. Dalam hadits juga terdapat (syariat) pengutusan para da’i untuk mengajak kepada La Ilaha Illallah.

Faedah Hadits

  1. Disyariatkan pengiriman para da’i untuk mengajak manusia kepada Allah.
  2. Bahwa syahadat La Ilaha Illallah adalah kewajiban pertama dan yang diserukan pertama kali kepada manusia.
  3. Bahwa makna syahadat La Ilaha Illallah adalah menauhidkan Allah dalam ibadah dan meninggalkan peribadahan kepada selain-Nya.
  4. Seorang kafir tidaklah dihukumi sebagai seorang muslim, kecuali setelah ia mengucapakan syahadatain.
  5. Bahwa seseorang kadang membaca dan mengilmui, tetapi tidak mengetahui makna La Ilaha Illallah. Atau, mengetahui makna (La Ilaha Illallah), tetapi tidak mengamalkan (kalimat) tersebut, seperti keadaan Ahli Kitab.
  6. Bahwa orang yang diajak bicara dalam keadaan mengetahui tidaklah seperti orang jahil, sebagaimana dikatakan, “Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab”.
  7. Peringatan terhada manusia, khsusunya para da’i, agar mereka betul-betul berada di atas bashirah tentang agamanya supaya terbebas dari syubhat para pembuat syubhat, yaitu dengan cara menuntut ilmu.
  8. Shalat adalah kewajiban terbesar setelah syahadatain.
  9. Bahwa zakat rukun yang paling wajib setelah shalat.
  10. Penjelasan tentang salah satu ogolgan penerima zakat, yaitu orang-orang faqir, dan pembolehan memberi zakat hanya kepada mereka.
  11. Bahwasannya tidak boleh mengambil zakat berupa harta terbaik, kecuali dengan keridhaan pemilik (harta) tersebut.
  12. Peringatan terhada perbuatan zhalim, dan bahwa doa orang yang terzhalimi adalah mustajab, meskipun ia adalah pelaku maksiat.

Penjelasan Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi dalam Kajian Kitab Tauhid

Biografi

Mu’adz adalah salah satu ulama dari kalangan para sahabat. Rasulullah mengutus Mu’adz untuk menjadi duta besar di Yaman karena Mu’adz punya keilmuan tentang agama.

Mu’adz diutus pada tahun 10 H sebelum Nabi melaksanakan Haji wadda (perpisahan). Mu’adz terus tinggal di Yaman menjadi pemimpin dan Qadi hingga Nabi meninggal.

Mu’adz datang kembali ke Madinah setelah Nabi meninggal, yaitu pada zaman Khalifah Abu Bakar. Kemudian Mu’adz menuju ke Syam dan meninggal di sana.

Imam mengirim da’I ke daerah

Imam mengajarkan para da’I dan mengutusnya untuk mengajar di pelosok. Dalam satu negara, pemimpin harus mengirim da’i ke setiap daerah. Hal tersebut dicontohkan oleh Nabi bahkan setelah Nabi meninggal, para sahabat tidak tinggal di Madinah. Mereka tersebar di beberapa daerah menjadi Mufti untuk orang-orang yang tinggal di daerah tersebut, diantaranya:

  • Anas bin Malik menjadi mufti orang-orang Basrah.
  • Abdulah bin Mas’ud dan Abu Musa Al-Ashari menjadi mufti orang-orang Kuffah.
  • Mu’adz bin Jabal dan Abu Darda menjadi mufti orang-orang Syam
  • Abdullah bin Amr bin Ash menjadi mufti orang-orang Mesir
  • Ibnu Abbas menjadi mufti orang-orang Mekah.

Sahabat berpencar ke beberapa dearah, sehingga ada keberkahan dimana ada langit yang meneduhinya dan bumi yang mereka pijak, membawa keberkahaan untuk manusia.

Sebagaimana Allah berfirman mengenai Nabi Isya:

وَجَعَلَنِى مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَـٰنِى بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمْتُ حَيًّۭا

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup”; (Maryam: 31)

Berbekal dan mengajarkan ilmu

Sifat yang mengumpulkan mereka adalah mengajarkan ilmu. Sehingga harus berbekal dengan ilmu, bukan sibuk cari kekuasaan, cari kursi di parlement, berebut dengan manusia.

Konsep khilafah nabi yaitu tidak menentang pemerintah yang ada tapi memperbaiki dan mengajak. Membangun khilafah bukan artinya meruntuhkan yang ada, lalu membangun diatas puing-puing kehancuran.

Nabi Yusuf, masuk menjadi Menteri ditengah pemerintahan Mesir yang kafir. Akan tetapi beliau membawa kebaikan di pemerintahannya.

Nabi 13 tahun menanamkan tauhid di Mekah, dengan sendirinya lahir khilafah Islamiyah di Madinah. Banyak kehancuran karena keluar dari jalan rasulullah.

Engkau akan mendatangi satu kaum dari Ahli kitab”.

Di Yaman waktu itu kebanyakan beragama Yahudi dan Nashara hanya sedikit dari kalangan Musyrikin. Muadz diingatkan oleh Nabi bahwa beliau akan akan ketemu ahlul kitab.

Ahlul kitab dimaklumi punya ilmu terkait dengan agama mereka, tidak sama dengan orang Arab yang umiyun tidak membaca dan menulis. Bahkan Ahlul kitab bangga dengan ilmu yang mereka miliki.

Muadz disuruh untuk bersiap diri yaitu harus tahu keadaan kaum yang akan didakwahi. Sehingga disesuaikan dakwah yang akan disampaikannya.

Hendaknya awal yang disampaikan adalah syahadat

Dalam Riwayat lain supaya mentauhidkan Allah. Maksudnya adalah dakwah kepada syahadat la ilaha illallah adalah dakwah tauhid. Maknanya mentauhidkan Allah dan menafikan selain Allah.

Dalam riwayat lain “ibadah kepada Allah”. Sehingga Riwayat yang ada saling menafsirkan Riwayat yang lain.

Yang pertama adalah dakwah tauhid. Tauhid ada pada semua syariat: Al-Quran mengandung tauhid, hadits mengandung tauhid. Walaupun diajarkan amalan shaleh tapi apabila amalan tersebut diatas tauhid yang rusak maka tidak akan diterima amalannya.

Sebagaimana Allah berfirman:

وَقَدِمْنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنْ عَمَلٍۢ فَجَعَلْنَـٰهُ هَبَآءًۭ مَّنثُورًا

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan: 23)

Bantahan untuk para Ahlul Filsafat

Dakwah yang pertama adalah tauhid. Hal ini merupakan bantahan terhadap ahlul fisalafat atau ahlul kalam yang dari dulu mereka mengatakan bahwa kewajiban yang paling pertama adalah An-Nadhar Fill Wujud, melihat kepada yang ada.

Diajarkan dibuat ragu dahulu tentang agamanya, kemudian menetapkan Tuhan itu ada atau tidak. Baru diberikan dalil-dalil bahwa Allah itu adalah ada.

Kisah Ahlul Filsafat, Fachruddin Ar-Razi

Kisah Fachruddin Ar-Razi berlalu di rumah perempuan tua, yang sedang berjemur didepan rumahnya. Perempuan tua ini heran karena melihat satu orang diikuti banyak manusia. Perempuan itu bertanya kepada orang yang mengikutinya, “Siapakah orang tersebut?” Sebagian muridnya berkata wahai ibu semoga allah merahmatimu. “Kamu tidak kenal orang ini?” Perempuan itu berkata “Siapa dia?  Apakah seorang Raja, Gubernur atau Menteri?, muridnya menjawab “Bukan, dia adalah orang yang mempunyai seribu dalil bahwa Allah itu ada”.

Ini adalah fislafat, semakin banyak mempunyai dalil tentang adanya Allah maka kekuatan akalnya semakin hebat menurut mereka.

Akan tetapi perempuan itu diatas fitrah ini berkata “Betapa celakanya orang itu. Apa pada Allah ada keraguan? Sehingga dicarikan 1000 dalil?

Sebagaimana Firman Allah:

۞ قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِى ٱللَّهِ شَكٌّۭ فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ

Berkata rasul-rasul mereka, “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (Ibrahim: 10)

Hal ini diibaratkan disiang hari yang panas, habis kulit terbakar terik matahari. Tiba-tiba ada yang bertanya. Apa dalilnya matahari sudah terbit?. Apabila dijelaskan dalil-dalilnya banyak seperti  Kepanasan, Terang, dan selanjutnya. Menjadi seperti orang yang belajar memperjelas suatu yang sudah jelas, maka hasilnya menjadi tidak jelas.

Jika mereka mematuhikamu dalam hal itu– Kewajiban Shalat

Ini adalah metoda dakwah yaitu bertahap dari yang paling penting kemudian yang penting berikutnya. Yaitu shalat 5 waktu sehari dan semalam. Hal ini menunjukan keagungan ibadah shalat setelah tauhid dan keutamaan shalat sehari dan semalam.

Islam tidak cukup syahadat saja tapi harus ada amalannya seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya.

Jika mereka mematuhikamu dalam hal itu– Kewajiban Zakat

Apabila mereka taat maka Allah mewajibkan zakat. Kewajiban zakat setelah shalat yang banyak digandengkan di dalam Al-Qur’an.

Zakat diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada golongan penerima zakat yang salah satunya adalah orang fakir. Walaupun dapat diserahkan pada 8 golongan tapi boleh dikeluarkan kepada salah satu golongan saja. Orang fakir yang diberikan zakat adalah orang fakir yang tinggal didaerah tersebut.

Zakat dipungut oleh pemerintah atau siapa yang ditunjuk oleh pemerintah kecuali apabila pemerintah tidak mengharuskan untuk diserahkan kepada pemerintah.

Apabila mereka taat membayar zakat maka hati-hatilah dari mengambil harta mereka yang paling berharga. Mengambil harta zakat harta pertengahan bukan yang terbaik kecuali pemiliknya ridha akan hal itu.

Kewajiban berlaku adil

Kewajiban berlaku adil dan tidak berbuat dhalim. Jangan sampai tertimpa oleh doa orang yang di dhalimi karena orang ini tidak terhalang doanya. Seorang Imam menasihati para pemungut zakat agar tidak berbuat kedhaliman.

Wallahu Ta’la ‘Alam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.

Tidak ada amalan yang kalau ditinggalkan orang menjadi kafir kecuali shalat

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga dan sahabatnya.

Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad

  • Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
  • Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Note: tulisan dengan cetakan tebal-miring adalah perkataan Imam Ahmad Rahimahullah.

Tidak ada amalan yang kalau ditinggalkan orang menjadi kafir kecuali shalat

Imam Ahmad berkata,

Tidak ada amalan yang kalau ditinggalkan orang menjadi kafir kecuali shalat. Maka barangsiapa meninggalkan shalat ia menjadi kafir dan Allah telah menghalalkan membunuhnya.

Penjelasan:

Hal ini adalah penegasan Imam Ahamad mengenai pokok Sunnah.

Hukum orang yang meninggalkan shalat terdapat silang pendapat diantara para ulama. Diantaranya ada yang mengatakan apabila meninggalkan karena shalat karena malas, maka kafir. Dan ada yang mengatakan tidak kafir.

Dari Imam empat tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas. Hanya saja Imam Ahmad mengkafirkannya.

Abdullah bin Syakik Rahimahullah Taala berkata “Sesungguhnya mereka (para Shahabat dan Tabi’in) tidak melihat ada amalan-amalan yang apabila ditinggalkan dapat mengafirkan kecuali shalat”.

Ini adalah pendapat yang kuat berdasarkan dalil berikut:

Firman Allah Ta’ala:

مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرَ ٤٢قَالُوا۟ لَمْ نَكُ مِنَ ٱلْمُصَلِّينَ ٤٣

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat” (Al-Mudhaththir: 42-43)

Yang pertama disebutkan oleh penduduk neraka, kenapa mereka didalam neraka adalah karena mereka tidak mengerjakan shalat.

فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلْأَشْهُرُ ٱلْحُرُمُ فَٱقْتُلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَٱحْصُرُوهُمْ وَٱقْعُدُوا۟ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍۢ ۚ فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّوا۟ سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu1, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertobat, dan mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan2. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (At-Taubah: 5)

Dikatakan jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka dibiarkan jalannya. Sehingga apabila tidak maka diperangi.

فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ ٱلْـَٔايَـٰتِ لِقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ ١١

“Jika mereka bertobat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (At-Taubah: 11)

Disebutkan apabila mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka saudaramu seagama. Sehingga apabila tidak mengerjakan shalat maka bukan saudaramu seagama.

Hadits Riwayat Muslim, Rasulullah bersabda “Yang membedakan antara kami dan mereka adalah shalat” Sebagian Riwayat lain, “Yang membedakan antara seorang hamba dan kesyirikan, adalah shalat”. Dalam hadits Buraida dikatakan “Siapa yang meninggalkannya, maka telah kafir”.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 82]

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian yang mengikat antara kita dan mereka adalah shalat, maka siapa saja yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadirs ini hasan shahih.) [HR. Tirmidzi, no. 2621 dan An-Nasa’i, no. 464. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.]

Diantara ulama yang sependapat dengan masalah ini adalah Syeikh Bin Baz, Syeikh  Ibnu Utsaimin, Syeikh Sholeh Al-Fauzan,  Syeikh Muqbil, Syeikh Ahmad An-Najmi, dan lainnya.

Adapun yang tidak mengkafirkannya diantaranya: Syeikh Albani, Syeikh Rabbi’, Syeikh Ubaid Al-Jamiry.

Pendapat Imam Ahmad ini adalah pendapat yang kuat. Kenapa pendapat ini dimasukan kedalam Ushulus Sunnah? Hal ini dikarenakan pendapat beliau dan beberapa ulama lainnya.

Akan tetapi tidak berarti yang berbeda pendapat dengan hal ini dikeluarkan dari Ahli Sunnah, dikarenakan ada bentuk Ijtihad didalamnya.

Adapun apabila meninggalkan shalat karena mengingkari kewajiban shalat, maka tidak ada silang pendapat dikalangan ulama tentang kafir nya.  

Wallahu Ta’la ‘alam