Pelajaran Kedua: Kisah Awal Permusuhan Kaum Musyrikin

Kitab Sittah Mawadhi’ Minas Sirah (Enam Pelajaran Aqidah dari Sirah Nabi )

Pelajaran Kedua: Kisah Awal Permusuhan Kaum Musyrikin

الۡمَوۡضِعُ الثَّانِي: أَنَّهُ ﷺ لَمَّا قَامَ يُنۡذِرُهُمۡ عَنِ الشِّرۡكِ وَيَأۡمُرُهُمۡ بِضِدِّهِ وَهُوَ التَّوۡحِيدُ لَمۡ يَكۡرَهُوا ذٰلِكَ وَاسۡتَحۡسَنُوهُ وَحَدَّثُوا أَنۡفُسَهُمۡ بِالدُّخُولِ فِيهِ، إِلَى أَنۡ صَرَّحَ بِسَبِّ دِينِهِمۡ وَتَجۡهِيلِ عُلَمَائِهِمۡ، فَحِينَئِذٍ شَمَّرُوا لَهُ وَلِأَصۡحَابِهِ عَنۡ سَاقِ الۡعَدَاوَةِ. وَقَالُوا: سَفَّهَ أَحۡلَامَنَا وَعَابَ دِينَنَا وَشَتَمَ آلِهٰتَنَا.

Peristiwa kedua: Bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit memperingatkan mereka dari kesyirikan dan memerintahkan mereka lawan dari kesyirikan itu, yaitu tauhid, mereka belum membenci hal itu dan menganggap baik hal itu. Bahkan terbersit dalam jiwa mereka untuk masuk ke dalam ajaran yang beliau bawa. Sampai ketika beliau terang-terangan mencela agama mereka dan membodoh-bodohkan ulama mereka, maka ketika itu mereka mengumumkan permusuhan kepada beliau dan para sahabat beliau. Mereka berkata, “Dia (yaitu Rasulullah) telah menganggap pikiran kita ini bodoh. Dia telah mencela agama kita dan dia telah mencerca tuhan-tuhan kita.

وَمَعۡلُومٌ أَنَّهُ ﷺ لَمۡ يَشۡتُمۡ عِيسَى وَأُمَّهُ وَلَا الۡمَلَائِكَةَ وَلَا الصَّالِحِينَ. لَكِنۡ لَمَّا ذَكَرَ أَنَّهُمۡ لَا يُدۡعَوۡنَ وَلَا يَنۡفَعُونَ وَلَا يَضُرُّونَ جَعَلُوا ذٰلِكَ شَتۡمًا.

Padahal telah diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencerca ‘Isa, ibunya, para malaikat, dan orang-orang saleh. Akan tetapi, ketika beliau menyebutkan bahwa tidak boleh berdoa kepada mereka dan bahwa mereka tidak bisa memberi manfaat dan mudarat, mereka menganggap itu sebagai cercaan.

فَإِذَا عَرَفۡتَ هَٰذَا عَرَفۡتَ أَنَّ الۡإِنۡسَانَ لَا يَسۡتَقِيمُ لَهُ إِسۡلَامٌ -وَلَوۡ وَحَّدَ اللهَ وَتَرَكَ الشِّرۡكَ- إِلَّا بِعَدَاوَةِ الۡمُشۡرِكِينَ وَالتَّصۡرِيحِ لَهُمۡ بِالۡعَدَاوَةِ وَالۡبُغۡضِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿لَّا تَجِدُ قَوۡمًا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡءَاخِرِ يُوَآدُّونَ مَنۡ حَآدَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ﴾… [الۡمُجادلة: ٢٢].

Apabila engkau mengetahui ini, maka engkau mengetahui bahwa seorang insan tidak akan lurus Islamnya walaupun dia telah menauhidkan Allah dan meninggalkan syirik kecuali dengan memusuhi orang-orang musyrik dan terang-terangan memusuhi dan membenci mereka. Sebagaimana firman Allah taala yang artinya, “Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya…” (QS. Al-Mujadilah: 22).

فَإِذَا فَهِمۡتَ هَٰذَا فَهۡمًا جَيِّدًا عَرَفۡتَ أَنَّ كَثِيرًا مِنَ الَّذِينَ يَدَّعُونَ الدِّينَ لَا يَعۡرِفُونَهَا.

وَإِلَّا فَمَا الَّذِي حَمَلَ الۡمُسۡلِمِينَ عَلَى الصَّبۡرِ عَلَى ذٰلِكَ الۡعَذَابِ وَالۡأَسۡرِ وَالضَّرۡبِ وَالۡهِجۡرَةِ إِلَى الۡحَبَشَةِ. مَعَ أَنَّهُ ﷺ أَرۡحَمُ النَّاسِ، لَوۡ يَجِدُ لَهُمۡ رُخۡصَةً لَأَرۡخَصَ لَهُمۡ، كَيۡفَ وَقَدۡ أَنۡزَلَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِىَ فِى ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ كَعَذَابِ ٱللَّهِ﴾ [العنكبوت: ١٠].

فَإِذَا كَانَتۡ هَٰذِهِ الۡآيَةُ فِيمَنۡ وَافَقَهُمۡ بِلِسَانِهِ فَكَيۡفَ بِغَيۡرِ ذٰلِكَ؟!

Apabila engkau telah memahami hal ini dengan baik, maka engkau mengetahui bahwa banyak di antara orang-orang yang mengaku-aku beragama Islam, tetapi dia tidak mengetahuinya. Jika bukan karena sikap permusuhan kepada orang-orang yang menentang Allah, lalu apa lagi yang menyebabkan kaum muslimin harus menanggung kesabaran menghadapi siksaan, penawanan, kekerasan fisik, dan hijrah ke Habasyah. Padahal beliau shallallahu ‘alaih wa sallam adalah orang yang paling penyayang. Andai beliau mendapatkan rukhsah untuk mereka tentu beliau akan memberi keringanan kepada mereka. Namun bagaimana lagi, sedangkan Allah taala telah menurunkan ayat yang artinya, “Dan di antara manusia ada yang mengucapkan kami beriman kepada Allah, namun ketika mereka diganggu karena (beriman kepada) Allah, maka dia menjadikan cobaan manusia itu seperti siksa Allah.” (QS. Al-‘Ankabut: 10).

Apabila ayat ini turun tentang orang-orang yang mencocoki para penentang Allah hanya dengan lisannya, lalu bagaimana dengan yang selain itu?!


Pembahasan 1: Awal permusuhan kaum musyrikin

Penulis ingin menjelaskan, kapan kaum musyrikin mulai memusuhi Rasulullah dan bagaimana awal permusuhan mereka. Sehingga kita bisa memahami agama yang dibawa oleh para Nabi dan para Rasul. Apabila kita berdakwah menginginkan semua menerimanya, maka ini adalah sesuatu hal yang mustahil.

Seorang penyair berkata “Allah saja dengan segala keagunannya tidak selamat dari celaan manusia. Demikian pula Nabi yang membawa petunjuk, apalagi kita lebih tidak selamat lagi.”

Awalnya kaum musyrikin tidak membenci ketika Rasulullah mendakwahkan Tauhid. Mereka menganggap hal itu adalah hal yang baik dan membisikan diri-diri mereka untuk memeluk Islam. Hal ini dikarenakan mereka mengenal siapa Nabi dari masa kecil. Nabi digelari sebagai Al-Amiin, yang terpercaya. Dan dari sisi nasab, Nabi sangat dikenal nasabnya oleh mereka.

Akan tetapi ketika Rasulullah memberikan celaan terhadap agama kaum musyrikin dan menjahilkan ulama-ulama mereka. Maka mereka mulai memusuhi Nabi dan para sahabat. Mereka mengatakan Nabi mencela tokoh-tokoh mereka, sembahan mereka. Tapi Nabi tidak mencela Nabi Isya, para malaikat, dan orang shaleh yang sebagian juga disembah oleh kaum musyrikin.

Perkataan Nabi terhadap sembahan mereka adalah tidak dimintai doa, tidak memberi manfaat dan tidak memberi bahaya. Hal ini dianggap sebagai celaan bagi kaum musryikin.

Awal nabi berdakwah secara rahasia tidak terang-terangan. Dimulai berdakwah kepada keluarga dan sahabat terdekatnya. Akan tetapi ketika memulai dakwah terang-terangan maka terdapat celaan dari kaum musyrikin.

Pembahasan Kedua: Hakikat Islam adalah berlepas diri serta memusuhi kesyiriktan dan orang yang berbuat syirik.

Agama seseorang tidak akan istiqomah walaupun sudah menauhidkan Allah dan meninggalkan kesyirikan, kecuali dengan memusuhi kaum musyrikin dan membencinya. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Mujadillah ayat 22.

Pembahasan Ketiga: Tafsir Ayat di Surat Al-Mujadillah.

“Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya…” (QS. Al-Mujadilah: 22).

Tidak akan mendapatkan orang yang beriman, pada orang yang berkasih sayang, memberikan loyalitas pada orang-orang yang menentang Allah dan Rasulnya.

Al-Baghawi mengatakan bahwa keimanan kaum mukminin akan menjadi rusak apabila mereka memberikan loyalitas kecintaan kepada orang kafir. Sehingga siapa yang beriman tidak akan memberikan loyalitas kepada orang kafir, walaupun keluarganya. Sebagaiamana kelanjutan ayat ini, “Sekalipun orang-orang (yang menentang itu) bapak-bapak, atau anak-anak mereka“.

Nabi Ibrahim mengingatkan Ayah nya tentang bahaya kesyirikan, dengan panggilan yang lembut, “Ya Abati“:

Pembahasan Keempat: Tidak ada keringan dari Nabi, padahal beliau adalah manusia yang paling merahmati.

Hakikat Islam yang benar adalah Tauhid, meninggalkan kesyrikan dan menyatakan permusuhan dengan kesyrikkan dan ahlinya. (Al wala al bara).

Andaikata ada keringanan pasti Nabi memberikan keringan, tapi Nabi tidak memberikan keringanan sehingga kita harus bersabar dalam hal tersebut. Seperti kita bersabar dalam ibadah puasa, umrah, haji dan lainnya.

Pembahasan Kelima: Tafsir Surat Al-Ankabut Ayat 10.

Dan di antara manusia ada yang mengucapkan kami beriman kepada Allah, namun ketika mereka diganggu karena (beriman kepada) Allah, maka dia menjadikan cobaan manusia itu seperti siksa Allah.” (QS. Al-‘Ankabut: 10)

Ini termasuk celaan kepada mereka yang tidak bersabar terhadap ujian yang menyebabkan mereka mengikuti atau takut kepada manusia.

Maka kita memohon keteguhan kepada Allah. Karena ketika ujian datang maka terlihat bagaimana keteguhan keimanannya. Orang yang beriman apabila mendapatkan cobaan, maka membuatnya sakit tapi tidak menjatuhkannya. Ada pengaruh tapi tidak membuat patah.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Sumber:

Matan dan Terjemahan Kitab Sittah Mawadhi’ Minas Sirah:

Ismail bin Issa. (2020, April 16). Sittatu Mawadhi’ Minas Sirah. Sittatu Mawadhi’ minas Sirah – إسماعيل بن عيسى. https://ismail.web.id/2020/04/16/sittatu-mawadhi-minas-sirah/

Tinggalkan komentar