Kitab Syarah Bulugul Maram
Penulis: Abdullah bin Abdurahman Al Bassam
Bab Shalat Jama’ah dan Imamah (Menjadi Imam)
Orang yang Berhak Menjadi Imam
Hadits 332: Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,”Hendaknya yang menjadi imam suatu kaum adalah orang yang paling pandai di antara mereka dalam membaca Al-Qur’an. Jika kepandaian mereka dalam membaca (Al-Qur’an) sama, maka yang paling mengerti tentang As-Sunnah. Jika pengertian mereka tentang As-Sunnah sama, maka yang paling dahulu berhijrah. JIka waktu hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu memeluk islam –Dalam riwayat lain: Yang paling tua -. Dan janganlah seorang laki-laki mengimami laki-laki di wilayah kekuasaannya, dan jangan pula duduk di tempat kehormatannya yang ada di dalam rumahnya kecuali atas seizinnya” (HR. Muslim).
Hal-Hal Penting dari Hadits:
- Dianjurkan otoritas menjadi imam diserahkan kepada yang paling utama kemudian yang utama. Keutamaan ini diukur dengan ilmu syar’i dan pengalamannya.
- Semestinya hal ini menjadi pelajaran bagi kaum muslim dan semua otoritas (kewenangan), sehingga tidak membebankan kepemimpinan atau mengangkat imam (pemimpin) kecuali yang berkompeten dan memenuhi dua syarat utamanya, yaitu: amanah dan kuat (mampu menjalankan).
- Firman Allah Ta’ala: “Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Al-Qashash: 26).
- Kaum muslim tidak akan terhina dan kehilangan kemuliaan serta dilanda kerusakan, kecuali karena meninggalkan dan menyia-nyiakan amanah ini.
- Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah datangnya Kiamat“. Seorang Badui bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana amanah disia-siakan?” Beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya“. (HR Al-Bukhariy)
- Imamah menjadi hak orang yang paling banyak hafal Al-Qur’an; karena Al-Qur’an merupakan dasar semua ilmu yang bermanfaat. Jadi standarnya adalah lebih mengetahui Al-Qur’an dan memahaminya serta memahami shalat.
- Jika hafalan Al-Qur’an mereka sama, maka yang lebih diutamakan adalah yang paling mengerti tentang sunnah Nabi ﷺ.
- Jika pengetahuan dan hafalan Al-Qur’an dan As-Sunnah sama, maka yang lebih diutamakan adalah yang lebih dulu berhijrah dari negeri kufur ke negeri Islam. Jika tidak ada hijrah, maka yang lebih dahulu taubat dan meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah, dan lebih mencerminkan perealisasian perintah-perintah Allah Ta’ala.
- Dalam suatu riwayat disebutkan, “Maka yang paling tua“; demikian ini karena yang lebih tua adalah lebih dahulu memeluk Islam sehingga lebih banyak amal shalihnya.
- Urutan ini selayaknya diperhatikan ketika datangnya jam’ah untuk melakukan shalat, atau ketika hendak mengangkat imam suatu mesjid. Tapi bila suatu mesjid sudah ada imam tetapnya, maka dialah yang lebih didahulukan, walaupun datang orang yang lebih utama darinya; berdasarkan sabda Nabi ﷺ “Dan janganlah seorang laki-laki mengimami laki-laki lain di wilayah kekuasannya.“.
- Orang-orang yang paling berhak menjadi imam daripada yang lainnya:
a. Pemimpin kaum muslim, dan yang menangani urusan mereka, lebih berhak di wilayah kekuasannya daripada yang lain.
b. Pemilik rumah, atau pemilik gedung atau komplek lebih berhak menjadi imam daripada pengunjung (tamu).
Wallahu Ta’ala ‘Alam