بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga dan sahabatnya.
Kitab Fadhlul Islam
- Penulis: Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
- Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.
Catatan: Tulisan dengan gaya tebal-miring adalah matan dari kitab Fahdlul Islam karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab Rahimahullah
Bab: Firman Allah: “Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang Ibrahim, padahal taurat dan injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir? beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu juga bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali kali bukanlah dia termasuk golongan orang orang Musyrik.” (Ali ‘Imran [3]: 65-67)
Firman Allah Ta’ala, Ali ‘Imran: 65-67
يَـٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَـٰبِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِىٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمَآ أُنزِلَتِ ٱلتَّوْرَىٰةُ وَٱلْإِنجِيلُ إِلَّا مِنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ٦٥هَـٰٓأَنتُمْ هَـٰٓؤُلَآءِ حَـٰجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌۭ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ٦٦مَا كَانَ إِبْرَٰهِيمُ يَهُودِيًّۭا وَلَا نَصْرَانِيًّۭا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِيفًۭا مُّسْلِمًۭا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ٦٧
“Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibrāhīm, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrāhīm. Apakah kamu tidak berpikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kamu ketahui1, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrāhīm bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus1 lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 65-67)
Orang Yahudi mengatakan bahwa kami mengikuti Nabi Ibrahim. Kemudian orang Nashara mengatakan bahwa kamilah yang mengikuti Nabi Ibrahim. Atau Nabi Ibrahim mengikuti jalan mereka. Maka dibantah dalam ayat “Bukankah Taurat dan Injil tidak diturunkan kecuali setelah Nabi Ibrahim?“. Sehingga bukan Nabi Ibrahim yang mengikuti kalian. Tapi harusnya kalian yang mengikuti Nabi Ibrahim.
Kalian (Yahudi dan Nasharni) bantah membantah pada hal yang sudah kalian ketahui. Tetapi kenapa kalian bantah membantah tentang sesuatu yang kalian tidak mempunyai ilmu. Padahal Allah Maha Mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.
Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi bukan pula seorang Nasharani, akan tetapi beliau adalah seorang yang hanif (lurus), berserah diri kepada Allah dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan.
Pembahasan Pertama: Hubungan antara Bab dan Kitab, Penjelasan bahwa akibat dari Bid’ah adalah tidak senang dengan Islam (berpaling)
Agama Nabi Ibrahim adalah agama yang hanif (lurus) dan beliau berserah diri kepada Allah. Dan tidak termasuk orang yang berbuat kesyirikan. Apabil pada jalan yang lurus maka akan mengikuti jalan Nabi Ibrahim. Akan tetapi orang Yahudi dan Nashara berbuat perkara baru, mengganti keyakinannya, maka berpaling dari agama Nabi Ibrahim. Maka yang berbuat bid’ah akan tidak senang dengan Islam.
Pembahasan Kedua: Ahlul kitab menyelisihi Agama Ibrahim dan mereka tidak suka terhadap Agama Nabi Ibrahim.
Sehingga mereka saling bantah membantah.
Firman Allah Ta’ala, Al-Baqarah: 130
وَمَن يَرْغَبُ عَن مِّلَّةِ إِبْرَٰهِـۧمَ إِلَّا مَن سَفِهَ نَفْسَهُۥ ۚ وَلَقَدِ ٱصْطَفَيْنَـٰهُ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrāhīm, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Baqarah: 130)
Pembahasan Pertama: Sifat orang yang keluar dari Islam dengan bid’ah
Keluar dari Islam apabila masuk pada bid’ah. Hal ini tergantung dari jenis Bid’ah: Ada yang mengeluarkan dari Islam dan ada yang tidak mengeluarkan dari Islam. Apabila bi’dah nya mengeluarkan dari Islam maka keluar dari Islam secara keseluruhan. Akan tetapi apabila bid’ah tidak mengeluarkan dari Islam maka keluar sebagian dari Islam, tapi tidak dikafirkan.
Apabila tidak senang dengan agama Nabi Ibrahim, maka dia telah berbuat bidah. Karena yang senang dengan Agama Nabi Ibrahim, maka akan mengikutinya. Sebagaiman Firman Allah:
ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ ٱتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًۭا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrāhīm seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (An-Nahl: 123)
Nabi Muhammad diperintah untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim dan ini juga adalah perintah untuk umatnya.
Pembahasan Kedua: Keutamaan Islam yaitu mengumpulkan sifat-sifat dari Agama Nabi Ibrahim.
Agama Nabi Ibrahim adalah agama tauhid, mengajak ibadah kepada Allah saja dan meninggalkan kesyirikan, berserah diri kepada Allah. Hal ini adalah Islam
Dalam hal ini ada hadits tentang Khowarij yang sudah berlalu disebutkannya.
Khawarij banyak ibadahnya tapi keluar dari Islam. Hal ini dikarenakan mereka tidak suka kepada Islam dengan berbuat bid’ah.
Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5990
Juga ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya keluarga fulan bukanlah waliku (kekasih/penolongku), tetapi waliku adalah Allah dan orang-orang beriman yang shalih.” (HR. Al-Bukhari no. 5990)
Pembahasan Pertama: Siapa yang mengada-adakan perkara yang baru dalam Islam walaupun dari kerabat Rasulullah, maka Rasulullah telah berlepas diri darinya.
Orang yang melakukan bid’ah, maka Rasulullah berlepas diri darinya walaupun ada hubungan kerabat dengannya. Yang menjadi ukuran bagi kekerabatan tapi orang yang bertakwa.
Pembahasan Kedua: Dari kesempurnaan Islam, mencakup kesholihan hati dan kesholihan amalan.
Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401
Juga riwayat dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diberitahu tentang sebagian Sahabatnya yang berkata: “Adapun aku, tidak akan makan daging.” Yang lain berkata: “Adapun aku, akan shalat malam suntuk dan tidak tidur.” Yang lain berkata: “Adapun aku, tidak akan menikahi wanita.” Yang lain berkata: “Adapun aku, berpuasa terus dan tidak akan absen.” Lalu beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku puasa dan juga absen, aku menikahi wanita, dan aku juga makan daging. Siapa yang benci sunnahku maka ia bukan bagian dari umatku” (HR. Al-Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)
KIsah ini disebtukan dalam beberapa konteks, yaitu 3 orang sabahat datang kerumah Nabi, akan tetapi Nabi tidak ada dirumah. Maka mereka bertanya kepada para Istri Nabi tentang Ibahdannya Nabi dirumah. Mereka menganggap sangat sedikit amalan mereka. Maka muncul semangat yang berlebihan. Ada yang berkata “Saya tidak akan manak daging (karena membuat lalai), ada yang berkata “Saya akan shalat satu malam penuh tidak akan tidur”. “Adapun saya tidak mau menikah, akan sibuk beribadah saja”. “Adapun saya akan puasa setiap hari tidak akan berbuka”.
Begitu Nabi kembali, diberitahukan ucapan-ucapan tersebut, maka Nabi marah akan hal tersebut. Dalam riwayat lain Nabi naik keatas mimbar dan berkata “Ketahuilah bahwa Aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. Namun Aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan berbuka, Dan saya nikah dengan perempuan, Dan saya juga makan daging. Barang siapa yang benci sunnahku maka ia bukan dari golonganku”.
Perhatikan jika sebagian sahabat berkata tidak ingin menikah demi beribadah, rasul mengatakan ia bukan umatku. Sehingga bid’ah yang lebih besar akan berakibat lebih dari ini.
Pembahsan Pertama: Nabi berlepas diri dari orang yang tidak senang pada Sunnahnya
Pembahasan Kedua: Peringatan dari Ghulu (esktrim) dalam beribadah.
Pembahsan Ketiga: Baiknya niat berbuat bid’ah tidak membolehkan bid’ahnya
Pembahsan Keempat: Kewajiban mengambil agama secara global dan terperinci
Pembhasan Kelima: Peringatan keras terhadap bid’ah.
Wallahu Ta’ala ‘Alam