بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga dan sahabatnya.
Kitab Ushulus Sunnah Imam Ahmad
- Penulis: Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah Ta’alla
- Materi kajian oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman audio kajian lengkapnya bisa diakses disini.
Note: tulisan dengan cetakan tebal-miring adalah perkataan Imam Ahmad Rahimahullah.
Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang
Imam Ahmad berkata,
Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang, sebagaimana telah diberitakan dalam hadits: “Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik ahklaqnya,”
Penjelasan:
Pembahasan Pertama: Definisi Iman
Iman memiliki dua penggunaan:
- Makna umum, Iman adalah sama dengan Islam.
- Makna khusus, Iman digunakan untuk hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan hati namun disertai dengan amalan dhohir yang membenarkan apa yang ada didalam hatinya
Dalam hadits Jibril, Islam adalah engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah, Dan engkau menegakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di Bulan Ramadhan serta ber haji apabila engkau mampu. Hal ini adalah amalan-amalan dhohir.
Adapun Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab nya, para rasul, dan hari akhirat. Serta engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Hal ini adalah perkara bathin.
Amalan bathin saja tidak cukup, sehingga Iman dalam makna khusus adalah keyakinan diddalam hati disertai dengan amalan dhohir yang membenarkan apa yang didalam hatinya.
Demikian pula Islam yang merupakan perkara dhohir tapi harus disertai dengan keyakinan didalam hati yang membernarkan dhohirnya.
Penggunaan Islam dan Iman apabila digunakan tersendiri maka maknanya sama, yaitu dalam makna umum.
Nabi bersabda: “Iman itu ada 70 cabang lebih, yang paling tingginya adalah ucapan La Ilaha Illallah. Yang paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu bagian dari Iman”.
Ucapan La Ilaha Illallah termasuk di rukun Islam yang merupakan cabang dari Iman.
Iman secara bahasa adalah pembenaran. Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan secara Bahasa Iman itu adalah pembenaran disertai dengan penerimaan.
Dalam Al-Quran penggunaan Iman secara Bahasa pada surat Yusuf Ketika saudara-saudara Nabi Yusuf sudah melemparkan nya ke sumur. Mereka datang pada Ayah mereka dengan membawa baju yang dilumuri darah palsu dalam keadaan menangis. Mereka berkata “Engkau Ayah kami tidak beriman kepada kami, walaupun kami jujur”. Ini adalah penggunaan Iman secara Bahasa maksudnya adalah engkau tidak beriman (membenarkan) kami. Tidak mempercai kami walaupun kami jujur.
Pembahasan Kedua: Iman adalah ucapan dan amalan
Secara Istilah, Imam Ahmad mendefisinikan Imam dalam empat kalimat ringkas diatas. Iman adalah ucapan dan amalan, berkurang dan bertambah.
Ucapan Sebagian as salaf juga mengucapkan bahwa iman itu ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan amalan dengan anggota tubuh.
Hal ini tidak bertentangan dengan ucapan Iman Ahmad karena ada ucapan hati dan ucapan lisan, begitu juga ada amalan hati dan amalan anggota tubuh.
Dalil yang menunjukan tentang hal ini:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ ٢ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ ٣أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقًّۭا ۚ لَّهُمْ دَرَجَـٰتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌۭ وَرِزْقٌۭ كَرِيمٌۭ ٤
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman1 itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah2 gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhan-nya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (Al-Anfal: 2-4)
Ciri orang yang beriman dengan yang sebenar-benarnya dalam ayat tesebut adalah sebagai berikut
- “apabila disebut nama Allah2 gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya“, ini adalah amalan hati
- “apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka” ini adalah amalan hati
- “hanya kepada Tuhan-lah mereka bertawakal” ini dasarnya amalan hati
- “orang-orang yang mendirikan salat” ini adalah amaln hati, lisan dan anggota tubuh
- “dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” ini adalah amalan badan yang disertai keihklasan
قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ ١ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَـٰشِعُونَ ٢وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ ٣وَٱلَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَوٰةِ فَـٰعِلُونَ ٤وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَـٰفِظُونَ ٥إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَـٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ٦
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya,dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki 1, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mu’minun: 1-6)
Pembahasan Ketiga: Iman Bertambah dan Berkurang
Beberapa dalil mengenai bertambahnya Iman:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman1 itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah2 gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,” (Al-Anfal:2)
وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌۭ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَـٰذِهِۦٓ إِيمَـٰنًۭا ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتْهُمْ إِيمَـٰنًۭا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (At-Taubah: 124)
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَـٰنًۭا مَّعَ إِيمَـٰنِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًۭا
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (Al-Fath: 4)
Ayat yang lain dalam kisah sahabat diperang khandak: “Mereka bertambah keimanan”
Bagaimana dengan penjelasan tentang berkurangnya iman. Maka apabila sesuatu bisa bertambah maka bisa berkurang.
Hadits mengenai berkurangnya iman dari Said Al-Khudri Riwayat Muslim “Siapa diantara kalian yang melihat suatu kemungkaran hendaknya rubah dengan tangannya, apabila tidak mampu dengan lisannya, apabila tidak mampu maka rubah dengan hatinya dan itu adlaah selemah-lemahnya iman.
Hadits syafaat: Akan keluar dari neraka orang yang berucap la ilaha illallah yang didalam hatinya ada sebesar dzarah keimanan. Dharah adalah sebesar telur semut.
Dalam hadist tersebut terlihat keimanan semakin kecil dan kecil yang menunjukan keimanan bisa berkurang.
Pembahasan Keempat: Kelompok yang Menyimpang dalam hal Iman
Sebagaian ulama salah satunya Al-Bahbari Rahimahullah dalam Syahrus Sunnah, beliau menyebutkan apabila meyakini bahwa iman adalah ucapan, keyakinan dan amalan, bertambah dan berkurang, maka dia telah keluar dari seluruh peyimpangan dalam masalah Iman.
Kelompok yang menyimpang dalam masalah Iman:
Pertama: Kelompok Murji’ah
Mereka mengeluarkan amalan dari iman. Sehingga Iman hanya ucapan dan keyakinan saja.
Beberapa kaum murji’ah:
Kesatu,Murji’ah yang paling esktreem, yaitu kaum Jahmiyah.
Kelompok ini mengatakan bahwa iman hanya pembenaraan dalam hati saja walaupun hanya ucapan sudah masuk iman. Bahwa dengan mengucapkan sudah cukup sebagai mukmin. Ini adalah bathil. Apabila hanya keyakinan didalam hati maka Fir’aun sudah mukmin. Sebab Fir’aun sudah membenarkan dalam hatinya, Ketika Fir’aun dan bala tentaranya mengejar Nabi Musa. Sebelum firaun ditenggelamkan, Fir’aun mengakui dan tahu kebenaran Nabi Musa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Mereka mengingkari hal tersebut, padahal jiwa-jiwa mereka meyakininya, tapi tidak memberi manfaat.”
Adapun bila berucap iman adalah ucapan saja maka kaum munafikin adalah kaum yang beriman. Ini bathil karena Allaf berfirman dalam Al-Quran:
إِنَّ ٱلْمُنَـٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرْكِ ٱلْأَسْفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (An-Nisa: 145)
Kedua, Murji’ah yang paling sedikit kesesatannya adalah kaum Murji’atul Fukoha
Mereka menganggap iman adalah ucapan dan keyakinan saja. Amalan tidak masuk dalam iman. Pemikiran in dicetuskan oleh Hammad Abu Sulaiman Al-Kuufi. Kemudian diambil oleh Abu Hanifah pemahaman murji’atul fukoha. Kemudian diwariskan kepada murid-muridnya yang para ahli fikih, sehingga disebut murjiahnya kaum fukoha.
Dalil bahwa amalan termasuk Iman adalah Firman Allah Ta’ala:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَـٰكُمْ أُمَّةًۭ وَسَطًۭا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًۭا ۗ وَمَا جَعَلْنَا ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَـٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٌۭ رَّحِيمٌۭ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan1 agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al-Baqarah: 143)
“Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu” ditafsirkan sebagai shalat. Sehingga menunjukan bahwa amalan adalah bagian dari keimanan.
Kedua: Kelompok Al-Waidiyyah
Kelompok ini termasuk kelompok Khawarij dan Mu’tajilah. Mereka mengatakan Iman adalah satu kesatuan. Apabila pergi Sebagian maka pergi seluruhnya. Sehingga mereka berpemahaman pelaku dosa besar adalah kafir keluar dari Islam. Mereka menganggap pelaku dosa besar menghilangkan seluruh keimanannya.
Berbeda dengan kelompok Murji’ah yang mengatakan bahwa Iman adalah satu kesatuan. Apabila sisa sebagiannya maka sisa selurunya. Kebalikan dari Mu’tajillah. Sehingga pelaku dosa besar tidak membahayakan imannya. Sehingga mereka berpendapat Iman seluruh manusia adalah sama. Iman pelaku ibadah dan pelaku maksiat menjadi sama. Karena mereka menganggap amalan tidak menjadi tolak ukur keimanan.
Kedua kelompok ini (Murji’ah dan Al-Waidiyyah) menyimpang karena mengatakan iman adalah satu kesatuan. Murjiah mengatakan apabila sisa Sebagian sisa seluruhnya. Al-Waidiyyah mengatakan pergi Sebagian pergi seluruhnya.
Ahli Sunnah mengatakan Iman bertambah dan berkurang. Sehingga pelaku maksiat adalah mukmin yang kurang imannya. Tidak dikafirkan keluar dari Islam dan tidak pula dikatakan mukmin yang kuat imannya.
Pembahasan Kelima: Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik ahklaqnya
Hadits pertambahan Iman, Riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzy. Syeikh Al-Bani mengatakan Hasan dan Sohih. ”Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya”.
Perkataan kaum mukminin paling sempurna artinya ada derajat yang lebih rendah dari paling sempurna atau yang tidak sempurna keimanannya.
Agar bertambah keimanan dan tidak berkurang keimanan mengetahui dua Ilmu berikut:
- Ilmu yang menjadikan sebab-sebab bertambah keimanannya, diantaranya menuntut ilmu syar’I, mempelajari asmaul husna dan sifat-sifat Allah, banyak membaca Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan, mengingat akhirat, mengingat kematian dan lain sebagainya.
- Ilmu yang menjadikan sebab-sebab yang mengurangi keimanannya, diantaranya adalah kebalikan dari sebab-sebab yang menambah keimanan.
Wallahu Ta’la ‘alam