Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.
Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid, Penulis: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah
Bab 1: Keutamaan Tauhid dan Dosa-Dosa yang dapat dihapuskan oleh Tauhid
Hadist dari Itban bin Malik tentang Allah mengharamkan neraka bagi orang yang bertauhid.
ولهما في حديث عتبان فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله
(Diriwayatkan) pula oleh keduanya (Al-Bukhary dan Muslim) pula pada hadits Itban, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dalam keadaam mengharapkan wajah Allah dengan hal tersebut“
Biografi
Itban adalah Itban bin Malik bin Amr bin Al-Ajlan Al-Anshary, dari Bani Salim bin ‘Auf. Beliau adalah sahabat yang terkenal, yang meninggal pada masa kekhalifahan Mu’awiyah.
Itban melalui 4 masa kekhalifahan khulafaur rasyidin. Beliau meriwayatkan beberapa hadits dalam Al-Bukhary dan Muslim.
Itban bin Malik adalah Imam di mesjid kampunya. Ketika mata beliau sudah susah melihat, beliau mengundang Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kerumahnya, agar supaya Nabi shalat disuatu tempat dirumahnya yang Itban bin Malik menjadikan tempat itu sebagai tempat shalatnya. Hal ini berlaku khusus bagi Nabi, yang disebut tabaruuk. Tidak ada dalam sejarah para sabahat meminta Abu Bakr, Umar dan lainnya meminta hal yang semisalnya.
Maka Nabi datang kerumah Itban dan menanyakan dimana engkau senang shalat. Ditunjukan tempatnya kemudian Nabi shalat dua rakaat. Nabi mencontohkan untuk langsung melakukan apa tujuannya kerumah Itban, yaitu untuk shalat. Tidak melakukan hal-hal yang lain dulu.
Harama ‘Ala Naar, mengharamkan atas neraka, artinya At-Tahrim berarti larangan, menahan. Maksudnya Allah melarang neraka untuk menyentuh dia.
‘Mengharap wajah Allah dengan hal tersebut’, artinya ikhlas dari hati dan meninggal dalam keadaan seperti itu, serta tidak mengucapkannya dengan kemunafikan.
Salah satu ketentuan dari La Illaha Illallah, bukan sekedar perkataan saja tapi ada syarat-syarat dan ketentuannya. Yaitu mngharapkan wajah Allah, ikhlas dari hatinya.
Makna Hadits Secara Global
Bahwa Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan dengan kabar yang tegas bahwa orang yang mengucapkan kalimat La Ilaha Illallah dengan tujuan seperti yang ditunjukan kalimat tersebut, berupa ikhlas dan tidak berbuat syirik serta mengamalkan hal itu secara lahir dan batin, kemudian meninggal dalam keadaan seperti itu, ia tidak akan disentuh oleh api neraka pada hari kiamat.
Bukan sekedar ucapan lisan tapi ucapan sesuai dengan konsekwensi kalimat ini: ikhlas, tidak ada kesyirikan, mengamalkan kandungan secara lahir dan batin. Apabila meninggal dalam keadaan tersebut maka tidak disentuh api neraka.
Hubungan antara Hadits dengan Bab
Bahwa pada hadits ini terdapat dalil yang sangat terang tentang keutamaan tauhid, dan bahwa tauhid tersebut mengharuskan orang yang meninggal di atas tauhid tersebut untuk selamat dari neraka dan kejelekan-kejelekannya dihapuskan.
Makna haram masuk neraka ada dua jenis:
- Tahrim Ad-Duhul, Haram sama sekali masuk neraka. TIdak akan masuk neraka, langsung masuk surga.
- Tahrim Al-Khulut, Haram untuk kekal di dalam neraka. Masuk neraka, tapi tidak kekal. Akan dikeluarkan dan masuk surga.
Apabila orang yang bertauhid tidak sempurna, dan melakukan dosa-dosa besar. Sehingga mengharuskan di siksa dalam neraka. Maka dia dalam neraka tidak akan kekal. Dikeluarkan dari neraka dan dimasukan ke surga.
Faedah Hadits
- Keutamaan tauhid, dan bahwa tauhid membebaskan pemiliknya dari neraka dan menghapuskan dosa-dosanya.
- Bahwasannya ucapan tanpa keyakinan hati tidaklah cukup bagi keimanan, seperti keadaan orang-orang munafik.
- Iman terangkai dari 3: ucapan dengan lisan, keyakkinan dalam hati, dan amalan dengan anggota tubuh.
- Bahwasannya keyakinan (hati) tanpa ucapan tidaklah cukup bagi keimanan, seperti keadaan para penentang.
- Meyakini benar tapi tidak mau mengucapkannya. Seperti Fir’aun yakin Nabi Musa benar tapi tidak mau berucap mengikuti nabi Musa, kecuali setelah nyawanya ditenggorokannya.
- Diharamkannya neraka terhadap orang-orang yang memiliki tauhid yang sempurna.
- Untuk yang ber tauhid dengan sempurna, maka haram sama sekali masuk neraka dan langsung masuk surga
- Kesempurnaan tauhid dengan dua hal: Mewujudkan tauhidnya dan mewujudkan kesempurnaan tauhid yang wajib dan mustahab.
- Yang wajib tidak berbuat syrik asghar, dosa besar.
- Yang mustahab: didatangkan hal-hal yang dianjurkan, disunnahkan bahkan hal yang makruh ditinggalkan.
- Bahwa amalan tidak bermanfaat, kecuali ikhlas dengan mengharapkan wajah Allah dan benar sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
- Dua syarat: ikhlas dan sesuai dengan sunnah
- Orang yang mengucapkan La Illaha Illallah, tetapi berdoa kepada selain Allah, ucapannya tidaklah bermanfaat, seperti keadaan pada penyembah kubur pada hari ini bahwa mereka mengucapkan La Illaha Illallah, tetapi mereka (juga justru) berdoa kepada orang yang sudah meninggal serta mendekatkan diri kepada orang tersebut.
- Penetapan sifat wajah bagi Allah Ta’ala sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
- Ahli sunnah menetapkan konsekuensi mencari wajah Allah adalah ikhlas dan menetapkan secara lafadz mengenai sifat wajah bagi Allah
- Adapun ahli bid’ah mentaqwil dengan konsekuensi bahwa ini adalah ikhlas akan tetapi tidak ada penetapan sifat wajah.
- Rasulullah menyebut bahwa Allah memiliki wajah. Dan juga di Al-Qur’an disebutkan sifat wajah Allah.
- Sehingga kewajiban kita adalah mengimaninya menetapkan bagi Allah dengan keyakinan sesuai dengan keagungan dan kebesaran Allah
- Dan juga dengan keyakinan pasti bahwa sifat wajah Allah tidak sama dengan makhluk-Nya.

Wallahu ‘Alam
Sumber:
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.
