Hadist dari Ubadah bin Ash-Shamit tentang keutamaan Tauhid

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Al-Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.

Al-Mulakhkhash Syarah Kitab TauhidPenulis: Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafidzahullah

Bab 1: Keutamaan Tauhid dan Dosa-Dosa yang dapat dihapuskan oleh Tauhid

Hadist dari Ubadah bin Ash-Shamit tentang keutamaan Tauhid

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ ، أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ ، وَرُوحٌ مِنْهُ ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ

Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda. “Siapa saja yang bersaksi bahwa iada sembahan yang benar, kecuali Allah semata, tiada serikat bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya, juga (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya, kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan ruh dari-Nya, serta bahwa surga adalah benar (adanya), juga neraka adalah benar (adanya), Allah pasti memasukkan dia ke dalam surga, betapapun amal yang telah dia perbuat”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

Biografi

Ubadah bin Ash-Shamit adalah Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais Al-Anshary Al-Khazrajy, salah seorang tokoh perang Badr yang terkenal. Beliau meninggal pada 34 H dalam usia tujuh puluh dua tahun.

Beliau populer yang memiliki ahadun nuqaba ‘3 penjelasan’:

  1. Termasuk orang-orang yang dipanggil di baitul aqabah
  2. Hadir di Perang Badr
  3. Populer, dikenal.

Penjelasan Hadits

Bersaksi tentang La Ilaha Illallah: yaitu mengucapkan kalimat ini dalam keadaan mengerti maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan batin. Bersaksi bukan sekedar berucap saja tapi mengucapkan dalam keadaan tahu maknanya, diamalkan konsekusinya.

Allah berfirman:

إِلَّا مَن شَهِدَ بِٱلْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُو

“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (Az-Zukhruf: 86)

Siapa yang mempersaksikan al-haq (La Illaha Illallahu) harus ada syarat: mengetahui dan mengamalkan konsekuensinya.

La Ilaha Illallah: tiada sembahan yang benar, kecuali Allah. Ini tafsir dari kalimat la ilaha illallah.

Wahdahu ‘semata’: keadaan yang menegaskan penetapan (tentang tauhid). Ini adalah penegasan (isbat) bahwa Allah saja yang diibadahi

La Syarikalahu ‘tiada serikat bagi-Nya’: merupakan penegasan dalam peniadaan. Ini adalah peniadaan (nafyu)

La Ilaha Illallahu memepunyai dua rukun An-Nafyu dan Al-Isbat. An-Nafyu: La Ilaha, Al-Isbat: Illallahu. La Syarikalahu memperkuat kandungan La Ilaha.

Wa Anna Muhammadan ‘dan bahwa Muhammad’: yaitu bersaksi bahwa Muhammad (adalah)…

Abduhu ‘hamba Allah’: berarti milik Allah dan yang menyembah/menghamba kepada Allah.

Wa Rasuuluhu ‘Dan Rasul-Nya’: yaitu utusan-Nya yang diutus dengan syariat dari Allah. Ada yang diutus dengan syariat baru atau melanjutkan syariat sebelumnya. Sebagaimana Nabi Harun memiliki syariat yang sama dengan Nabi Musa.

Wa Anna Isya ‘dan bahwa Isa’: yaitu bersaksi bahwa Isa bin Maryam (adalah) ….

Abdullahi Wa Rasuuluhu ‘hamba Allah dan Rasul-Nya’: berbeda dengan keyakinan oran-orang Nashara yang menyatakan bahwa (Isa) adalah Allah, anak Allah, atau salah satu Ilah yang tiga.

Tiga Kesyirikan orang Nashara dalam pembahasan Ilahiyah:

  1. Nabi Isya adalah Allah
  2. Nabi Isya adalah Anak Allah
  3. Nabi Isya adalah salah satu dari tiga yang diibadahi (Nabi Isya, Allah dan Ibunya).

Kalimatuhu ‘kalimat-Nya’: berarti baha Dia menciptakan (Isa) dengan kalimat(-Nya), yaitu firman-Nya: kun (terjadilah).

Alqaaha ila Maryam ‘yang Dia sampaikan kepada Maryam’: yaitu Jibril diutus kepada (Maryam) dengannya maka ruh pilihan milik Allah ditiupkan kepada (Maryam) dengan seizin Allah Ta’alla.

Waruuh ‘dan ruh’: berarti bahwa Isa adalah salah satu diantara ruh-ruh yang Allah Ta’ala ciptakan.

Minhu ‘dari-Nya’: yaitu penciptaan dan pengadaannya adalah dari Allah, seperti firman Allah Ta’ala:

وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِى ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًۭا مِّنْهُ

“Dan untuk kalian Kami menundukan apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi seluruhnya dari ciptaan-Nya” (Al-Jatsiyah: 13)

Waljannata haqqun Wannara haqqun ‘dan bahwa surga ada benar (adanya) juga neraka adalah benar (adanya)’: yaitu bersaksi bahwa surga dan neraka, yang keduanya telah Allah kabarkan dalam kitab-Nya, benar-benar ada, dan tiada keraguan tentang keberadaan keduanya.

Ad khalallahu jannata ‘Allah memasukkan dia ke dalam surga’: merupakan jawabusy syarthi ‘jawaban syarat’ yang telah berlalu, yaitu sabda beliau, “Siapa saja yang bersaksi ….” hingga akhir (hadits).

Ada 5 Syarat, pada siapa yang:

  1. Bersaksi La Ilaha Illallah
  2. Bersaksi Muhammad ‘abduhu wa rasuluhu
  3. Bersaksi Nabi Isya ‘abduhu wa rasuluhu termasuk kalimatuhu ila Maryam waruhu minhu
  4. Bersaksi adanya surga
  5. Bersaksi adanya Neraka

Apabila 5 syarat tersebut terpenuhi, maka balasannya Allah akan masukan dia ke surga.

Ala maa kaana minal ‘amali ‘atas apa-apa berupa amalannya’: (kalimat ini) mengandung dua kemungkinan:

  1. Allah memasukan ia ke dalam surga, meskipun ia kurang beramal dan memiliki dosa-dosa sebab orang yang bertauhid mesti masuk ke dalam surga.
  2. Allah memasukan dia kedalam surga. Adapun kedudukannya di surga sesuai dengan amalannya.

Maksud dimasukan kedalam surga ada dua makna:

  1. Masuk langsung kedalam surga
  2. Tidak langsung masuk surga tapi terakhirnya masuk surga. Di siksa dineraka sesuai kadar dosanya saja.

Dengan demikian tidak bergampangan dengan dosa yaitu dianggapnya sudah bertahuid maka bergampangan dalam melakukan dosa. Orang yang bertauhid akan masuk surga. Tapi kapan dia masuk surganya? Langsung atau melalui proses ke neraka dulu?

Akhrajaaha ‘dikeluarkan oleh keduanya’: yaitu hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya, yang merupakan kitab tershahih setelah Al-Qur’an.

Makna Hadits Secara Global

Sesungguhnya Rasul Shalallahu Alaihi Wasallam mengabarkan kepada kita, dalam rangka menerangkan keutamaan dan kemuliaan tauhid, bahwa orang yang mengucapkan syahadatain dalam keadaan mengerti maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan batin, menjauhi sikap berlebih-lebihan dan meremehkan hak kedua nabi yang mulia, yaitu Isa dan Muhammad, mengakui kerasulan dan kehambaan keduanya kepada Allah dan meyakini bahwa keduanya tidak memiliki kekhususan dalam sifat rububiyyah (bukan yang mencipta, memberi rizki, menghidupkan, mematikan dan bukan pula yang diibadahi), serta meyakini keadaan surga dan neraka, tempat kembali dia adalah surga, meskipun darinya muncul perbuatan-perbuatan maksiat selain kesyirikan.

Hubungan antara Hadits dengan Bab

Bahwa, dalam hadits di atas, terdapat penjelasan tentang keutamaan tauhid, dan bahwasannya tauhid adalah sebab untuk masuk ke dalam surga dan penghapusan dosa-dosa.

Kenapa terkadang jatuh dalam dosa, bagaimana cara menghindarinya? Salah satu obatnya perdalam tentang Tauhidnya. Dikarenakan tauhid adalah pengugur dosa dan membuka jalan untuk istiqomah diatas perintah Allah. Sehingga jauh dari dosa-dosa. Semakin bagus tauhidnya maka akan semakin lengkap dari sebab-sebab istiqomahnya. Hal ini disebut karomah bagi seorang muslim yang bisa istiqomah.

Karamah bisa dari Allah atau bisa dari syaitan. Dajjal bisa mematikan dan menghidupkan orang, surga dan neraka di tangannya. Tapi tidak dikatakan bahwa dajjal itu wali Allah.

Faedah Hadits

  1. Keutamaan tauhid, dan bahwa sesungguhnya Allah menghapuskan dosa-dosa (hambanya) dengan (sebab) tauhidnya.
    • Tuhid selalu dihadirkan, diulangi, dipertajam memahaminya, diresapi dalam hati, diamalkan konsekuensinya. Ini semua adalah pengugur dari dosa-dosa.
    • Perlu kesabaran dan ketekunan dalam menghadiri majelis yang membahas mengenai tauhid.
  2. Luasnya keutamaan tauhid dan kebaikan Allah Ta’alla
    • Orang yang selalu belajar tauhid adalah orang yang bersyukur akan nikmat. Hal ini dikarenakan luasnya kebaikan Allah Ta’alla
  3. Kewajiban menjauhi sikap berlebih-lebihan dan meremehkan hak para nabi dan orang-orang shalih maka kita tidak boleh mengingkari keutamaan mereka dan tidak pula berlebih-lebihan terhadap mereka sampai memalingkan suatu ibadah kepada mereka, seperti perbuatan sebagian orang-orang bodoh dan sesat.
    • Tidak boleh berlebihan (ghulu, radikal, extrem) dan tidak boleh menyepelekan (kaum liberal).
    • Kaum liberal ada yang berkata saya muslim tapi tidak meyakini syariat Islam. Bahasa kaum liberal sama dengan kaum munafikin, yaitu bicaranya bagus, mengesankan dan beretorika.
    • Umat islam adalah pertengahan (moderat), tidak berlebihan dan tidak menyepelekan. Sebagaimana Nabi ditetapkan dua sifat yaitu hamba Allah dan Rasul Allah. Hamba Allah adalah bantahan terhadap orang yang extrem terhadap Nabi. Misalnya yang menyembah Nabi, berdoa kepada Nabi. Rasul Allah adalah bantahan bagi orang yan menyepelekan. Bahwa Nabi adalah manusia biasa tapi diberikan kekhususan oleh Allah. Yaitu kita wajib mendengar dan taat pada perintahnya; meyakini dan mengimani apa yang dia beritakan.
  4. Bahwa aqidah tauhid menyelisihi semua agama kekafiran, baik Yahudi, Nasrani, penyembah berhala, maupun Dahiriyyah (tidak meyakini adanya Tuhan).
  5. Pelaku maksiat dari kalangan orang yang bertauhid tidak kekal di dalam neraka.
    • Pelaku maksiat dibawah kehendak Allah. Apabila Allah menghendaki maka di siksa di neraka sesuai dengan kadar dosanya.
    • Apabila Allah berkehendak walaupun dia punya dosa banyak, Allah memaafkannya dan diamasukan kedalam surga. Hal ini tergantung dari kadar Tauhidnya.
    • Banyak dari pengugur dosa seperti banyak shalat dan banyak sedekah akan tetapi Tauhid adalah pengugur dosa yang terbesar. Misalnya duduk-duduk saja belajar Tauhid, mungkin banyak dosanya yang gugur ketika itu. Karena hal ini membentuk hatinya, keikhlasan dan kemurnian ibadah kepada Allah.

Wallahu A’lam

Sumber:

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (2021), Al-Mulakhkhas Syarh Kitab Tauhid (Cetakan Ketujuh), Makasar, Pustaka As-Sunnah.

Tinggalkan komentar