Kitab Manzhumah Mimiyyah
Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah
Bab Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Penutup: Hasil Ilmu yang Bermanfaat dan Memetik Buahnya yang Dekat dan Matang , oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala.
Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang.
Bab ini menjelaskan kapan seseorang telah mendapatkan manfaat dari ilmu. Dan kapan bisa memetik buah dengan tangannya.
Disini dijelaskan bahwa ilmu itu ada buah dan pengaruhnya. Terdapat juga ciri-ciri orang yang telah mendapatkan hasil dari ilmu. Penulis menyebutkan beberapa pengaruh dari ilmu dan hasil nya.
Berikut ini adalah pesan dan wasiat-wasiatnya:
Bait Syair 204:

Bait Syair 205:

Bait Syair 206:

Bait Syair 207:

Bait Syair 208:

Bait Syair 209:

Syair 204: Orang yang telah mendapat ilmu itu adalah orang yang sifatnya akan saya terangkan. Maka pasang pendengaranmu baik-baik dan dengarkanlah dari ucapan ku.
Pembahasan: Sifat-sifat orang yang belum mendapatkan ilmu.
- Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya hafalan
- Hasil ilmu bukan orang yang banyaknya buku yang ditulisnya
- Hasil ilmu bukan orang yang dihadiri banyaknya orang mejelis.
- Hasil ilmu bukan orang yang telah memakai imamah yang besar dan menjulur kebawah
- Hasil ilmu bukan orang yang telah rambut dan jenggotnya memutih dan di semir hitam
- Hasil ilmu bukan orang yang bisa menjawab iya dan tidak pada setiap pertanyaan
- Hasil ilmu bukan orang yang membawa banyak kitab.
- Hasil ilmu bukan orang yang banyak ijazah dan gelarnya.
Orang yang telah mendapatkan ilmu mempunyai sifat-sifatnya. Agar diperhatikan sifat ini karena ada yang salah paham dianggap sudah mendapatkan ilmu tapi hakikatnya belum dapat apa-apa.
Sifat orang yang telah mendapatkan ilmu tidak seperti sangkaan sebagian orang. Orang yang mendapatkan ilmu bukan sekedar hafalan, memenuhi lembaran, tampil terdepan, penampilan mempesona, ucapan iya atau tidak, bukan pula tempat-tempat yang hanya memikul saja (lembaran pengakuan).
Syair 205: Orang yang mendapat ilmu itu bukan kamu hafal fatwa dengan huruf-hurufnya. Dan ilmu itu bukan kamu menghitamkan kertas-kertas dengan arang-arang.
Ada yang bisa hafal suatu ilmu tapi tidak paham akan ilmu itu. Hal ini tidak cukup dan bukan ilmu. Ini hanya pengetahuan saja. Ada yang hafal fatwa sampai pada huruf-hurufnya. Hafal fatwa saja tidak cukup karena fatwa itu belum tentu bisa dipakai ditempat lain. Seorang mufti memberi fatwa di kondisi tertentu yang belum tentu cocok digunakan ditempat yang lain.
Ilmu itu juga bukan asal sekedar tulisan saja dan tidak paham apa yang ditulis.
Syair 206: Ilmu itu bukan berada didepan perkumpulan dengan duduk ihtiba (duduk serius untuk mengajar dengan ditahan tangan atau sarung menahan kakinya). Yang dimana kamu memberikan ilmu tetapi dia sendiri tidak memahami makna ucapan.
Hasil ilmu itu bukan orang yang sudah duduk dihadapan banyak manusia. Jangan tertipu dengan banyaknya orang yang hadir, apabila berbicara banyak yang senang mendengarknya. Padahal ini belum tentu ciri ilmu. Manusia itu pada keinginannya tidak ada yang bisa mengikuti keinginan mereka kecuali apa yang mencocoki syahwat mereka. Dahulu kala ada majelis sahabat diamana yang hadir banyak. Begitu sahabat itu memulai dengan surat Yusuf, maka orang-orang pergi satu persatu hanya sedikit yang tersisa di majelis. Hal ini dikarenakan tidak mencocoki mereka karena mereka senangnya tema pembahsan kisah-kisah yang membuat orang senang. Hal ini menunjukan kadar akal manusia yang mengikuti keinginan syahwatnya.
Abu Bakar bin Ayas berkata siapa yang duduk untuk manusia maka manusia akan duduk kepadanya. Seorang ahli sunnah maka apa yang disampaikan membuat sunnah semakin besar.
Syair 207: Hasil ilmu adalah bukan orang dengan imamah yang lilitannya panjang kebawah atau imamahnya besar. Dan bukan pula dengan orang yang punya jenggot atau rambut sudah putih yang kemudian disemir dengan warna hitam.
Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang menyemir rambut putih dengan warna hitam. Tapi membolehkan menyemir warna rambut yang sudah memutih dengan warna selain hitam. Ada dua kekeliruan:
- Anak muda yang keliru, yaitu mengganti rambutnya dengan warna lain, tapi bukan karena rambutnya sudah putih melainkan mengikuti model.
- Orang tua yang keliru, yaitu mengganti rambutnya yang sudah memutih dengan warna hitam.
Syair 208: Bukan pula ucapan kamu selalu kalau ditanya, maka menjawab dengan iya dan tidak. Bukan pula ilmu itu membawa barang-barang bawaan seperti hewan ternak.
Apabila seseorang sudah merasa hebat memberi fatwa yang apabila ditanya selalu ada jawaban iya dan tidak. Hal ini belum tentu orang tersebut sudah mendapat ilmu.
Keledai yang membawa buku-buku diatasnya, dia tidak paham buku yang dibawa. Seperti sebagian orang kemana-mana membawa kitab yang ingin menunjukan bahwa dia seorang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Syair 209: Bukan pula dengan membawa ijazah-ijazah yang seakan-akan sudah sangat hebat yang dihiasi dengan keindahan ucapan berupa syair maupun ucapan biasa.
Hasil ilmu itu bukan dengan ijazah-ijazah. Bukan hanya dengan sekedar title atau gelar. Ilmu agama ada di berbagai bidang sebagaimana halnya gelar juga ada di berbagai bidang. Contohnya doktor dibidang bahasa arab, belum tentu benar dalam berbicara mengenai aqidah dan fiqih.
Wallahu Ta’alla ‘Alam
