Kitab Manzhumah Mimiyyah
Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah
Bab: Wasiat agar berpegang dengan Sunnah
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Wasiat agar berpegang dengan Sunnah, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala.
Wasiat berpegang teguh dengan sunnah dan jauhi bid’ah
Bait Syair 163:

Bait Syair 164:

Bait Syair 165:

Syair 163: Gigit sunnah itu dengan gigi geraham mu dan tinggalkan setiap bid’ah. Dan katakan orang yang mengajak kamu pada Bid’ah nya, “Tidak ada iya untuk kamu”. Maksudnya saya tidak akan memenuhi ajakanmu.
Hal ini berdasarkan beberapa hadist yang semakna dengan ini, diantaranya hadist Irbat bin Syariah radhiallahu anhu:




Suatu hari Rasulullah menasihati kami dengan nasihat yang sangat mendalam, hati-hati bergetar dan air mata berlinang, mendengar nasihat beliau. Maka para sahabat berkata “Wahai Rasulullah seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan, maka bernasihatlah kepada kami”.
Saya wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun yang menjadi pemimpin kalian seorang budak Habasy.
Maksudnya budak ini tidak memenuhi syarat kepemimpinan. Tapi apabila dia sudah menjadi pemimpin maka nabi perintah untuk mendengar dan taat.
Sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian setelah ku maka dia akan melihat perselisihan pendapat yang banyak. Maka hendaknya kalian berpegang dengan sunnah ku, dan sunnah para Kulafa (4 khalifah: Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali) Ar-Rasyidin, yang mereka ini diatas ilmu dan mengamalkan dengan ilmunya.
Manusia dibagi menjadi tiga:
- Rasyid: Punya ilmu dan beramal dengan ilmunya
- Gowin: Sampai kepadanya ilmu tapi tidak diamalkan
- Dholun: Beramal tanpa ilmu
AL-Mahdiyin, yang mendapat hidayah. Penganglah sunnah itu dan gigit lah dengan gigi geraham (gigi yang paling kuat) mu.
Dalam hadist lain:

Berpegang dengan sunnah seperti mengenggam bara api. Maksudnya akan ada resiko berpegang dengan sunnah di akhir zaman. Tapi harus bersabar atas hal tersebut.
Syair 164: Tinggalkan setiap bid’ah, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.
Kelanjutan hadist:

Penyebutan bid’ah adalah dari Nabi Shalallahu alaihi wasallam. Ini adalah istilah syar’i. Memang keliru orang yang menghukumi sesuatu yang sunnah dianggap bid’ah. Tapi orang yang mencela sesuatu yang bid’ah mengritik dan menolaknya juga keliru. Seorang mukmin adalah pertengahan sehingga apa yang dinamakan agama adalah sunnah nabi adapun yang menyelesihi sunnah adalah bid’ah.
Katakan kepada orang yang mengajak bid’ah, “saya tidak terima dari kamu”. Seorang muslim tidak ikut-ikutan di bid’ah tersebut. Dalam kehidupan kadang ada yang harus di bedakan mana yang murni bid’ah dan mana yang bid’ah terkait pada sifat, bentuk dan kondisinya. Misalnya: seorang shalat dibelakang Imam yang qunut subuh, maka ini bukan murni perkara yang bid’ah dan tidak dikatakan dia tidak boleh ikut qunut. Karena sebagian ulama ada yang membolehkannya berdasarkan hadist yang lemah dan ada yang berpegang dengan kaidah umum. Walaupun yang benarnya tidak disyariatkan. Hanya menjaga yang lebih dijaga dalam agama yaitu kebersamaan.
Contoh lainnya, Ka’bah yang sekarang dibangun diatas posisi yang keliru, awalnya pada Nabi Ibrahim membangun ka’bah dengan dua pintu (masuk dan keluar). Namun sekarang hanya satu pintu. Akan tetapi Nabi tidak merubah posisi ka’bah karena khawatir terjadi sesuatu kerusakan lebih besar. Sebagaimana Nabi berkata pada Aisyah dalam Hadist riwayat Bukhari dan Muslim:

Sejarahnya Ka’bah awalnya dua pintu akan tetapi terjadi banjir yang meruntuhkan Ka’bah. Orang Quraish membangun kembali ka’bah akan tetapi degan satu pintu dikarenakan kekurangan biaya. Sehingga apabila Nabi robohkan dan bangun lagi sesuai dengan asalnya, dikhawatirkan orang quraish menjadi murtad lagi. Menjadikan kerusakan yang lebih besar.
Kaidah Sunnah: “Tidak boleh mengubah kemungkaran, yang akan melahirkan kemungkaran yang lebih besar”.
Pembahasan: Ketundukan sempurna kepada sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Syair 164: Tidak ada pada orang yang ragu itu pada dirinya, suatu penolakan dari apa yang diputuskan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam. Tentang keimanannya denganya. Maksudnya penolakan atau keraguan tidak ada bagiannya sama sekali bagi diri seorang mukmim pada apa yang diputuskan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sebagaimana firman Allah:

Syair 165: Dalil akan hal ini:

Adapun orang yang menyimpang dan munafik, mereka selalu tuli dari mendengar kebenaran dari mengikutinya.
Wallahu Ta’alla ‘Alam
