9. Mulailah mempelajari ilmu dari yang paling penting, lalu yang tingkatannya dibawahnya.

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 73: Mulailah mempelajari ilmu yang paling penting, lalu yang tingatannya di bawahnya … Dahulukan nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan curigailah pendapat-pendapat manusia.

Pembahasan Pertama: Menuntut ilmu secara bertahap, mulai dari yang prioritas kemudian prioritas setelahnya.

Ini dimaksudkan supaya kamu dapat ilmu itu, dari segala sudutnya. Ilmu terbagi dua ada yang fardu ain dan fardu kifayah. Didahulukan mempelajari ilmu yang fardu ain.

Kemudian dari setiap cabang ilmu, dimulai dari dasarnya. Sebagai contoh apabila ingin menghafal Al-Qur’an, mulai dulu dari surah-surah pendek. Apabila ingin menghafal hadist, mulai dulu dari Arba’in Nawawiyah (hadist2 pokok).

Dalam kuliah Mafatihul ‘Ilm, setiap cabang ilmu diambil dari yang dasarnya. Dinataranya pembahasan aqidah, fikih, hadist arbain nawawiyah, dalam ilmu al-quran ada zam-zami tentang umul quran dan pembahasan tajwid, ilmu hadist ada kitab al-baequniyah, dalam ushul ilmu fikih ada buku al-ushul min ilmu ushul, di maqoidu syariah ada buku dasarnya, dalam bahasa arab dasarnya.

Mempelajari ilmu secara bertahap (tadaruj) ada dasarnya dalam Al-Qur’an:

Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada alwāḥ Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), “Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A’raf: 145)

“Suruhlah kaummu untuk berpegang teguh pada yang terbaiknya”. Dan juga dalam ayat lain:

yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar: 18)

“lalu mengikuti yang paling baiknya”.

Imam Syafe’i berkata: Ilmu itu tidak akan didapatkan oleh seseorang, walaupun belajar seribu tahun. Ilmu itu bagaikan laut yang sangat dalam. Maka ambilah dari segala sesuatunya yang paling baiknya.

Penting belajar ilmu kepada guru, karena guru dapat meringkas ilmu agar mudah dipahami. Yang apabila dipelajari satu per satu akan makan waktu yang lama.

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Alkitab, hikmah, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbānī karena kamu selalu mengajarkan Alkitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (Al-Imran: 79)

Terkait ayat ini, jadilah kalian sebagai rabani, karena kalian mengajarkan kitab disebabkan kamu tetap mempelajari. Rabani disini, dari Ibnu Abbas beliau berkata “adalah orang yang mendidik manusia dengan ilmu yang kecil sebelum ilmu yang besar”.

Az-Zuhri rahmihullah beliau berkata “Siapa yang mencari ilmu langsung banyak, maka perginya juga langsung banyak. Tapi ilmu itu diambil satu hadist, dua hadist (sedikit-sedikit).

Hari ini dia mengambil sesuatu, besok sama seperti itu lagi. Kemudian dikumpulkan ilmu itu. Maka seseorang akan mendapatkan hikmah. Karena banjir itu, aliran air, asalnya dari kumpulan tetesan-tetesan air hujan.

Pembahasan Kedua: Selalu mendahulukan Nash dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan hendaknya berjelek sangka terhadap pendapatnya.

Maksud pendapat disini adalah pendapat yang tercela bukan pendapat yang terpuji.

Wallahu Ta’alla A’lam

Tinggalkan komentar