6. Ikhlas dalam menuntut Ilmu bukan karena mencari kedudukan dan dunia

Kitab Manzhumah Mimiyyah

Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah

Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.

Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.

Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 66: Jadikan niatmu ikhlas untuk mencari keridhaan Allah … Sesungguhnya bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak berdiri.

Bait Syair 67: Barangsiapa yang mencari ilmu agar orang-orang menyebutnya … Betapa rugi dia dengan perdagangannya itu kelak di saat hari penyesalan (Kiamat).

Bait Syair 68: Barangsiapa mencari ilmu untuk keuntungan dunia … Kelak pada Hari Kiamat dia tidak akan mendapat bagian pahala.

Bait Syair 69: Cukuplah makna ayat (“Man Kaana” di surat Syura, Hud … dan Al-Isra, sebagai nasihat bagi orang yang pandai lagi paham

Ada 3 Pembahasan:

Pembahasan Pertama: Ikhlas dalam menuntut ilmu

Dan niat itu jadikanlah hanya mengharap wajah Allah, murni hanya untuknya. Karena bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak.

Memperhatikan keikhlasan adalah pokok perkara untuk seorang penuntut ilmu. Semua amalan akan berharga dan bernilai apabila disertai dengan keikhlasan.

Allah berfirman:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayinnah: 5)

Tidaklah mereka diperintah kecual beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya untuk Nya.

Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Seluruh amalan hanyalah berdasarkan niat, dan setiap orang yang beramal (hanya akan mendapat pahala) sesuai dengan niatnya.”

Kapan seseorang dianggap ikhlas dalam menuntut ilmu?. Imam Ahmad rahimahullah ta’alla pernah ditanya oleh Muhana (murid belium). Ceritakan pada kami amalan yang paling afdhal. Imam menjawab “menuntut ilmu”. Maka bertanya lagi “Menuntut ilmu untuk siapa yang paling afdhal?. Imam menjawab “bagi siapa yang niatnya benar”. Apakah hal yang menjadi niat itu benar?. Imam menjawab “DIa meniatkan untuk tawadhu didalamnya dan menafikan kejahilan dari dirinya”. Jadi belajar untuk merendah hati, dasarnya memperbaiki dirinya. Sehingga diangkat kejahilan dari dirinya.

Jadi iklas dalam belajar yaitu ketika seseorang meniatkan dalam belajarnya untuk memperbaiki diri sendiri dan mengangkat kejahilan dari dirinya.

Ikhlas dalam definisi para ulama yang disebutkan Imam Ibnu Jama’ah rohimahullah ta’alla. Ikhlas itu adalah memperbaiki niat dalam mempelajari ilmu. Bagaimana itu ikhlasnya:

Pertama: Maksudkan dengannya wajah Allah, belajar untuk mencari wajah Allah

Kedua: Belajar untuk diamalkan.

Ketiga: Belajar untuk menghidupkan syariat.

Keempat: Diniatkan juga untuk menerangi hatinya

Kelima: Diniatkan juga untuk membersihkan batinnya.

Keenam: Diniatkan untuk dekat kepada Allah pada hari kiamat. Orang yang dekat kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu

Ketujuh: Diniatkan untuk meraih berbagai keutamaan yang disiapkan untuk orang yang mempelajari ilmu berupa ridha Allah dan besarnya keutamaan ilmu.

Jadi penuntut ilmu diperintah untuk memperbaiki niatnya, maka ini menunjukan pentingnya belajar ilmu Tauhid. Sebab ilmu Tauhid yang membantu mengenal liku-liku ikhlas.

Bangunan tanpa pondasi tidak akan tegak. Pondasinya adalah keikhlasan, memperbaiki dan menjaga niatnya.

Pembahasan Kedua: Jangan mencari ilmu supaya manusia berkata kepadanya begini dan begitu.

Siapa yang mencari ilmu dengan niat supaya manusia berkata orang ini pencari ilmu, maka betapa meruginya perniagaan dia pada hari kiamat.

Ini adalah bahaya orang yang tidak ikhlas dalam menuntut ilmu.

Dari Abu Hurairah dalam Hadist riwayat Imam Muslim, tentang awal dari manusia yang disentuh oleh api neraka. Rasullullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Dan seorang lelaku yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an. Maka orang ini didatangkan, Allah ingatkan nikmat-nikmatnya terhadap orang ini. Orang ini pun mengingat nikmat itu. Maka ditanyakan kepadanya, apa yang kamu lakukan tentang nikmat itu? orang ini berkata saya mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu itu serta membaca Al-Qur’an karena engkau ya Allah. Allah berfirman, “Kamu telah berdusta!”. Kamu belajar ilmu supaya dikatakan Alim. Kamu baca Al-Qur’an supaya kamu dikatakan ahli membaca Al-Qur’an. Maka telah diucapkan. (Telah dikatakan orang itu alim dan qori).

Kemudian diperintahkan agar orang ini diseret di atas wajahnya dan dilemparkan kedalam api neraka.

Karena itu harus hati-hati orang yang menuntut ilmu harus menjaga keikhlasan yang merupakan sebab keberkahan dan keberhasilan. Ini juga menjadi sebab tersebarnya ilmu.

Pembahasan Ketiga: Bahaya mencari Ilmu karena dunia

Siapa yang mencari dunia dengan ilmu, maka pada hari kiamat tidak ada jatah untuknya dan tidak ada bagiannya. Cukuplah dengan ayat yang dimulai dengan “Man Kaana” yang ada di tiga surah: Syuraa, Hud, dan Al-Isra. Cukuplah ini menjadi nasihat, bagi orang yang cerdas dan cepat memahami.

Pentingnya keikhlasan bagi penuntut ilmu, jangan mencari dunia dengan ilmu.

Ada tiga ayat diawali dengan “Man Kaana” dalam 3 surat berikut:

Pertama Surat As-Syuuraa ayat 20

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (QS. Asy-Syuuraa: 20)

Siapa yang menghendaki kebun akhirat, kami tambah dia dalam kebunnya. Dan siapa yang menghendaki kebun dunia, kami beri kebun dunia. Tapi tidak ada bagiannya di akhirat.

Apabila ingin akhirat, Allah akan tambah akhiratnya, semakin dibesarkan. Tapi apabila ingin dunia, akan diberi dunia itu. Tapi ingat tidak adalagi bagianya di akhirat.

Sehingga apabila diberi sesuatu jangan menyangka ini adalah nikmat baginya. Sebagai contoh apabila dia rajin shalat duha, rejekinya lancar. Jangan menyangka ini adalah kebaikan barangkali tidak ikhlas. Karena apabila shalat dhuha dikarenakan ingin rezkinya lancar, ini masuk pada pembahasan kesyirikan. Karena shalat itu harusnya untuk Allah ta’alla. Terkait dengan keutamaan dan kemudahaan itu pasti diberikan untuknya, tidak perlu dipikirkan. Tapi apabila dia beramal akhirat untuk Allah, ikut dunia tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah seluruh niatnya untuk dunia.

Kedua Surat Hud ayat 15-16:

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (QS. Hud: `15)
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS. Hud): 1`6

Barangsiapa yang mengingkan kehidupan dunia dan gemerlapnya, maka kami cukupkan amalan mereka, kami penuhi. Mereka tidak dikurangi dari hal itu. Tapi mereka ini adalah orang-orang yang tidak ada bagian diakhirat kecuali api neraka. Dan akan sia-sia segala yang mereka lakukan. Dan bathil segala amalan mereka.

Ketiga Surah Al-Isra ayat 18:

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (QS. Al-Isra: 18)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan yang segera (dunia), maka kami segerakan untuknya di dunia apa yang kalian kehendaki untuk siapa yang kami inginkan. Kemudian kami jadikan untuknya neraka jahanam, dia masuk didalamnya dalam keadaan dicela dan dihinakan.

Peringatan jangan sampai mencari ilmu karena dunia. Keutamaan ilmu banyak tapi pada hal yang disebutkan dari keutamaan ilmu disitu diberikan kebaikan dari dunia, maka tidak boleh mencari khusus untuk niat dunia. Karena ini sama saja dengan mencari ilmu dengan niat dunia. Tetapi apabila niatnya untuk Allah Ta’alla dan berharap keluasan rahmat Allah, ini tidak masalah. Karena para sahabat ikut berperang (jihad) dan juga mereka dapat harta ghanimah. Ini tidak mempengaruhi dari keikhhlasan. Karena asal niatnya untuk meninggikan kalimat Allah Ta’alla.

Harus dipahami bahwa apa yang didapatkan oleh seseorang dari kehidupan dunia, jangan dianggap bahwa itu adalah tanda kebaikan. Dunia diberikan kepada semua orang: mu’min, kafir, fajir, yang baikdan yang tidak baik. Semuanya dapat dunia. Tapi keimanan ilmu hanya diberikan kepada orang-orang yang Allah pilih saja.

Abdurahman bin Auf dihidangkan makanan diatas meja, beliau menangis tersedu-sedu. Beliau ingat sudaranya Mushad bin Umair, diaman dulunya orang yang terpandang sebelum masuk islam dari keluarga yang kaya raya. Tapi setelah masuk islam, diputus oleh keluarganya. Beliau diutus oleh Nabi ke kota Madinah. Dan ketika beliau meninggal, tidak dimiliki harta dari kain kafan yang bisa menutupi badannya. Ditutup kepalanya keliatan kakinya dan apabila ditutup kakinya keliatan kepalanya. Akhirnya Nabi memerintahkan untuk kakinya ditutup dengan jerami. Hal tersebut membuat Abdurahman bin Auf menangis, beliau berkata saya khawatir dari ada yang didepan saya ini (makanan) dari dunia disegerakan untuk ku tidak diberi lagi diakhirat.

Kisah yang lain dari Ibnu Rajab ketika mesyarah hadist ulama pewaris para nabi, menyebutkan sebuah kisah dari Abu Hafs Andai Saburi, beliau suatu hari duduk ditengah murid-muridnya di luar kota. Beliau menyampaikan ilmu kepada muridnya. Murid-muridnya merasa senang dengan hal tersebut. Maka turunlah Ail (kambing liar yang digunung) dari gunung sampai duduk bersimpuh didepannya. Maka melihat tersebut diapun menangis, tangisan yang sangat dahsat, dan gemetaran. Kemudian muridnya bertanya kenapa menangis?. Maka beliau menjelaskan saya melihat kalian berkumpul disekitarku dan hati kalian senang mendengar pembicaraan saya. Maka tiba-tiba terbesit dihati saya, andaikata saya memiliki kambing, disembelih, kemudian saya undang kalian. Ini baru terlintas dihatinya, belum menetap, Subhanallah, kambing sudah ada didepannya dan bersimpuh tunduk mau disembelih. Biasanya yang seperti ini disebut karomah wali. Akan tetapi alim ini berbeda, beliau menangis khawatir dan takut. Beliau berkata saya berpikir jangan-jangan seperti Fir’aun yang meminta kepada Allah meminta sungai Nil dialirkan maka sungai Nil mengalir. (ingin dunia, dikasih dunia). Saya tidak merasa aman, kalo Allah memberikan saya bagian dari dunia, dan saya diakhirat menjadi fakir tidak ada lagi bagian untukku. Ini lah yang membuat saya khawatir.

Wallahu Ta’alla A’lam

Tinggalkan komentar