Kitab Manzhumah Mimiyyah
Penulis: Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah
Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Kitab Manzhumah Mimiyah – Bab Intisari Wasiat Untuk Penuntut Ilmu, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafizhahullah Ta’ala. Rekaman video kajian lengkapnya dapat diakses disini.
Ini adalah intisari wasiat penuntut ilmu. Merupakan etika yang dipegang oleh penuntut ilmu. Wasiat untuk penuntut ilmu sangat luas. Tapi disini adalah intisari pokok bagi penuntut ilmu. Terkadang satu wasiat dari orang tua atau guru dalam menuntut ilmu, mencukupi kehidupannya dalam menuntut ilmu.

Bait Syair 64: Jadilah pemberi nasihat bagi para penuntut ilmu dengan penuh ikhlas … Baik secara diam maupun terang-terangan, dan hormatilah gurumu.
Nasihat hendaknya kamu berikan kepada para murid dengan mengharap pahala secara rahasia maupun terang-terangan. Dan terhadap ustadz hendaknya engkau memuliakannya.
Ada dua pembahasan:
Pembahasan Pertama: Menasehati Murid dengan harap pahala.
Nasihat dalam bahasa Indonesia, artinya apabila ada yang keliru dinasehati sehingga bisa menjadi benar. Akan tetapi dalam bahasa Arab, bisa dikatakan saya menasehati madu artinya memisahkan madu dari selainnya (sarang dan kotoran) sehingga madu murni. Sehingga artinya dia tuluskan, kedepankan hal yang terbaiknya.
Dalam hadist Tamim Ad-Daari dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Agama adalah Nasihat”, Nasihat bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para Imam kaum muslimin, dan kaum muslimin secara umum. Maknanya tulus bagi Allah dengan melakukan hal yang paling baik meliputi melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya, beriman dengan adanya Allah, Rububiyyah, Ulluhiyya, nama-nama dan sifat-Nya.
Nasihat kepada kitabnya artinya tulus kedepankan hal yang paling bagus untuk Al-Qur’an termasuk membaca, mencintainya, tadabur terhadap kandungannya, mengamalkan isinya. membelanya dan lainnya. Semakin sempurna maka ini adalah nasihat bagi Al-Qur’an.
Nasihat curahkan untuk murid, maknanya guru memberikan hal yang paling bagus untuk muridnya, paling baik dan paling cocok. Ciri seorang guru adalah penasihat bagi muridnya. Tulus menghendaki kebaikan untuk muridnya.
Demikian murid punya nasihat pada dirnya, temannya dan juga gurunya. Sungguh-sungguh dalam belajar, berusaha sebaik mungkin, maksimal dalam memahami dan menghafalkan, maksimal dalam menjaga ilmu, senang kawan-kawannya mendapatkan faidah. Jangan ada persaingan sesama penuntut ilmu yang dapat memunculkan hasad.
Rahasia maupun terang-terangan, maknanya antara guru dan muridnya atau dihadapan yang lainnya memberikan nasehat. Kadang nasehat guru kepada murid secara pribadi apabila ada kesalahan pada murid tertentu. Kadang nasehat guru secara umum di hadapan banyak orang.
Pembahasan Kedua: Penghormatan terhadap Guru
Ini merupakan awal keberhkahan, menghormati guru yang merupakan perantara mendapatkan ilmu. Diantara manfaatnya adalah:
Pertama: Ini menjadi sebab mengangungkan ilmu. Allah berfirman:

Demikianlah siapa yang mengagungkan simbol-simbol Allah, maka itu bagian dari ketakwaan didalam hati.
Kedua: Akan dibalas dengan jenis yang dia kerjakan. Akan dimudahkan ilmu itu untuknya. Tapi apabila hadir ke guru untuk bersombong didepan gurunya, maka ini sebab diharamkan dari ilmu.
Ini sudah menjadi kebiasaan seorang murid untuk menyebutkan biografi gurunya. Dimana kebaikan-kebaikannya disebut tanpa menyebut keburukannya. Walaupun guru sebagai manusia pasti ada kesalahan.
Al-Ustadz, Ciri-ciri guru yang bisa diambil ilmu darinya:
Pertama: Guru itu alim pada bidang yang diajarkan, punya ilmu pada bidang yang diajarkan. Syarat seseorang dikatakan alim (dari As-Saukani rahimahullah):
- Alim terhadap nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, tidak harus menghafal tapi memahaminya. Dia bisa membawakan Al-Quran dengan benar dan mengetahui hadist-hadist shahih dan daif.
- Punya pengetahuan tentang Ijtima, letak-letakn kesepakatan para ulama. Sehingga tidak berbicara sesuatu yang menyelisihi kesepakatan ulama.
- Mengetahui ilmu bahasa arab
- Punya ilmu tentang usul fiqh.
- Alim terhadap nasikh dan mansukh.
Tidak semua orang dianggap sebagai alim. Berbeda dengan mutakaf yaitu punya ilmu di bidang tertentu yang merupakan cabang-cabang saja. Tapi tidak mengerti rincian ilmu itu.
Kedua: Guru itu berakidah dengan akidah yang benar.
Ketiga: Guru itu mempunya manhaj yang lurud. Yaitu diatas jalan As-Salaf, mengikuti jalan nabi dan para sahabat.
Keempat: Guru itu penasehat untuk murid-muridnya dan ummatnya.
Wallahu Ta’alla A’lam

