Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Berikut ini adalah catatan dari kajian dengan tema: Makna La Illaha Illallah – Makna Uluhiyyah di Kalangan Kaum Musyirikin Masa Belakangan, oleh Ustadz Dzulqarnain M Sunusi Hafidzahullah. Rekaman video kajian lengkapnya bisa diakses disini.
Kitab Makna La Ilaha Illallah, Penulis: Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimiy Rahimahullah
Makna Uluhiyah di kalangan kaum musyrikin masa belakangan
Makna Uluhiyah di kalangan kaum musyirikin masa belakangan. Penulis ingin menjelaskan kesalahan makna uluhiyah pada masa beliau.

Apabila engkau telah mengerti hal ini, ketahuilah bahwa uluhiyah inilah yang disebut oleh orang-orang umum pada masa kita dengan nama As-Sirr (rahasia) dan Al-Walayah (kewalian). Bagi orang awan dimasa penulis kalau dikatan Al-Walayah itu artinya wali yang ada rahasia padanya. Dan inilah yang mereka nama kan Al-Faqir dan Asy-Syaikh, sedangkan orang awam mereka menyebutnya dengan nama As-Sayid atau semisalnya. Ini adalah istilah2 atau pangggilan2 dahulu untuk orang2 yang diagungkan atau dibesarkan. Dimasa sekarang masih banyak lagi istilah2 tambahan.

Hal tersebut karena mereka menyangka bahwa Allah telah memberikan kedudukan (khusus) di sisi Allah untuk dikalangan khusus diantara makhluk. Jadi mereka menyangka ada orang2 yang diberikan kedudukan khusus ditengah Allah. ini sangkaan orang2 awam ini, yang mana mereka menyangka bahw Allah ridho, manusia berlindung pada mereka mengharap dan memohon pertolongan kepada mereka, serta menjadikan mereka sebagai peranta diantara dia dan Allah.
Inilah yang ingin ditekankan penulis mengenai kesyirikan pada jaman beliau yaitu dikarenakan kekeliruan memahami uluhiyah. Pada masa itu ada yang meyakini bahwa Allah itu sudah memilih dari hamba2nya. Ada orang diagungkan ini namanya Al-Fakir, Asy-Syeikh, As-Sayid, dan sebagainya. Mereka katakan bahwa semuanyy ini mempunyai kedudukan khusus disisi Allah. Wali-wali ini diberi rahasia oleh Allah yang menyebabkan mereka mempunyai kedudukan khusus disisi Allah. Mereka juga menyangka bahwa Allah ridho akan wali-wali tersebut untuk dijadikan tempat berlindung, seorang berharap kepadanya, memohon pertolongan dijadikan sebagai perantara. Ini adalah sangkaan kaum Musyirikin.

Jadi, demikian sangkaan para kesyirikan pada zaman kita bahwa mereka itulah perantara2 mereka yang dinamakan oleh orang-orang musyrik terdahulu dengan nama Illah. Perantara itu mereka namai Illah. Kaum musyrikin pada masa itu tegas, mereka tolak bahwa hanya Allah yang diibadahi. Mereka juga membangkang bahwa yang diibadahi itu banyak bukan cuma satu. Karena itu ketika Nabi shallalhu ‘alaihi wa sallam mengajak kepada kalimat la ilaha illallah dalam musnad Imam Ahmad. Yang kemudian mereka jawab sebagaimana tercantum dalam Al-Quran Surat Shad ayat 5.

Pada masa dahulu mereka bilang ada perantara, mereka tidak menyebutkan bahasa yang mengelabui, bahasanya tegas, dengan mengatakan bawa itu sembahan kami. Akan tetapi dimasa sekarang tidak secara langsung mengatakan sembahan kami, mereka katakan itu adalah syaikh, wali, sayid, al faqir dan sebagainya. Beda halnya dengan kaum musyirikin pada jalam dahulu mereka tegas mengatakan ini adalah berehala-berhala kami, ini sesembahan kami, dan ini illah kami.
Sehingga kita harus tahu apa hakikatnya, jangan tertipu dengan penamaan. Karena itulah orang yang belajar tauhid, setelah mengerti, mereka memahami hakikat dari tauhid. siapapun yang datang mengelabui dengan nama yang lain, akan tidak bermanfaat.

Penulis menyimpulkan mengenai ucapan seseorang yang berkata la ilaha illallah itu artinya adalah pembatilan terhadap semua bentuk perantara (As-Saikh, Al-Fakir, As-Sayid dan lain sebagainya).
Hal Ini sesuai dengan kaidah yang kedua dalam kitab Al-Qawa’id Al-Arba’ah yaitu supaya tampak agama sebenarnya kaum musyirikin. Diserukan la ilaha illallah tidak masuk pada mereka, sebab keyakinan mereka boleh menjadikan sesembahan selain dari pada Allah walaupun alasannya sebagai perantara atau mencari syafaat.
Wallahu ‘Alam
